Anda di halaman 1dari 25

TUGAS

UJIAN TENGAH SEMESTER

DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

DISUSUN
OLEH :

RAHMAT AJI PANGESTU (J1A122287)

KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan
tugas review makalah ini dalam waktu yang telah ditentukan.

Review makalah ini telah disusun dengan maksimal untuk memenuhi tugas tengah
semester pada mata kuliah “Dasar Kesehatan dan keselamatan Kerja”. Terlepas dari itu
semua, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan, baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat dilakukan perbaikan pada
makalah berikutnya.

Akhir kata, penulis berharap semoga review makalah ini dapat dipahami
bagaimana konsep dasar kesehatan dan keselamatan kerja yang sesungguhnya dan
semoga review makalah ini dapat memberikan wawasan, pengetahuan dan manfaat
terhadap pembaca.

Kendari, 05 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
2.1 Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja.................................................3
2.2 Peraturan Perundangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja..................................7
2.3 Peraturan Perundang Undangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja....................9
2.4 Penyakit Akibat Kerja.........................................................................................12
2.5 Pengertian Dasar Mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja.........................17
2.6 Ergonomi.............................................................................................................17
BAB III PENUTUP...........................................................................................................21
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................21
3.2 Saran....................................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang


Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem program yang dibuat
bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara
mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.Keselamatan dan
kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan
makmur.

Keselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak pengeruh terhadap faktor


kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (K3) agar tidak menjadikan hal-hal yang
negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan oleh penyakit
yang diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas (K3), seharusnya pengawasan
terhadap kondisi fisik di terapkan saat memasuki ruang kerja agar mendeteksi sacera dini
kesehatan pekerja saat akan memulai pekerjaanya. Keselamatan dan kesehatan kerja perlu
diperhatikan dalam lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi
schat seseorang baik jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu keadaan
dimana para pekerja terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam menggunakan
mesin, pesawat, alat kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan lingkungannya juga
terjamin.

Penerapan K3 adalah untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang


mengakibatkan cidera atau kerugian materi. Karena itu, para ahli K3 berupaya
mempelajari fenomena kecelakaan, faktor penyebab, serta cara efektif untuk
mencegahnya. Upaya pencegahan kecelakaan kerja di Indonesia masih menghadapi
berbagai kendala, salah satu diantaranya adalah pola pikir yang masih tradisional yang
menganggap kecelakaan adalah sebagai musibah, sehingga masyarakat bersifat pasrah
terhadap kecelakaan kerja yang menimpa mereka.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan
suasana bekerja yang aman, nyaman dan untuk mencapai tujuan yang produktivitas
setinggi-tingginya. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sangat penting untuk dilaksanakan
pada semua bidang pekerjaan seperti proyek pembangunan gedung seperti apartemen dan
tanpa terkecuali di bidang kesehatan yaitu di rumah sakit dan lain-lain, karena penerapan
K3 itu sendiri dapat mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan maupun
penyakit akibat melakukan kerja.

I.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah konsep dasar kesehatan dan keselamatan kerja?
2. Bagaimanakah peraturan perundangan K3?
3. Bagaimanakah peraturan perundang undangan K3?
4. Apa saja penyakit akibat kerja?
5. Apa yang dimaksud dengan dasar mengenai K3?
6. Apa yang dimaksud dengan ergonomi?

I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar kesehatan dan keselamatan kerja
2. Untuk mengetahui bagaimana peraturan perundangan K3
3. Untuk mengetahui bagaimana peraturan perundang undangan K3
4. Untuk mengetahui apa saja penyakit akibat kerja
5. Untuk mengetahui pengertian dasar mengenai K3
6. Untuk mengetahui pengertian ergonomi
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja

II.1.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


1) Kesehatan Kerja
Kesehatan (Health) berarti derajat/ tingkat keadaan fisik dan psikologi
individu (the degree of physiological and psychological well being of the
individual), Kesehatan Kerja, yaitu: suatu ilmu yang penerapannya untuk
meningkatkan kulitas hidup tenaga kerja melalui peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit akibat kerja yang diwujudkan melalui pemeriksaan
kesehatan, pengobatan dan asupan makanan yang bergizi. Program kesehatan
bertujuan untuk mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan schat bagi
seluruh pekerja, di dalam lingkungan kerja. Sehingga kejadian pencemaran
lingkungan dan gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha dapat
di tekan atau bila mungkin di hilangkan. Empat pilar strategi yang telah ditetapkan
tuntuk mendukung visi Kementrian Kesehatan dalam rangka merujudkan
"kesehatan kerja" adalah:
a. Strategi paradigma sehat yang harus dilaksanakan secara serempak dan
bertanggung jawab dari semua lapisan. Termasuk partisipasi aktif lintas sektor
dan seluruh potendi masyarakat.
b. Strategi Profesionalisme, yaitu memelihara pelayanan kesehatan yang
bermutu,merata dan terjangkau.
c. Strategi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), guna
memantapkan kemandirian masyarakat hidup sehat, diperlukan peran aktif dan
pembiayaan
d. Strategi Desentralisasi, intinya adalah pendelegasian wewenang yang lebih
besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur system pemerintahan
kerumahtanggaannya sendiri.
2) Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan,
cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik
adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja. Kecelakaan selain menjadi
hambatan langsung, juga merugikan secara tidak langsung yakni kerusakan mesin
dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan
pada lingkungan kerja, dan lain-lain. (Suma'mur, 1985:2) Secara umum
keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan penerapannya yang berkaitan
dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan
tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan pekerjaan guna menjamin
keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan
kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan Alat Pelindung Diri
(APD), perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang manusiawi. Pendapat lain
mengatakan Keselamatan (safety) meliputi:
a. Mengendalikan kerugian dari kecelakaan (control of accident loss) dan
b. Kemampuan untuk mengidentifikasikan dan menghilangkan (mengontrol)
resiko yang tidak bisa diterima (the ability to identify and eliminate
unacceptable risks)
3) Kesehatan dan keselamatan kerja
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu ilmu pengetahuan dan
penerapan guna mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Menurut America Society of
Safety and Engineering (ASSE), K3 diartikan sebagai bidang kegiatan yang
ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan
lingkungan dan situasi kerja.

II.1.2 Sejarah Perkembangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Konsep K3 pertama kali dimulai di Amerika Tahun 1911 dimana K3 sama
sekali tidak memperhatikan keselamatan dan kesehatan para pekerjanya.
Kegagalan terjadi pada saat terdapat pekerjaan yang mengakibatkan kecelakaan
bagi pekerja dan perusahaan. Kecelakaan tersebut Dianggap sebagai nasib yang
harus diterima oleh perusahaan dan tenaga kerja. Bahkan, tidak jarang, tenaga
kerja yang menjadi korban tidak mendapat perhatian baik moril maupun materiil
dari perusahaan. Perusahaan berargumen bahwa kecelakaan yang terjadi karena
kesalahan tenaga kerja sendiri untuk menghindari kewajiban membayar
kompensasi kepada tenaga kerja
Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada mulanya berkembang
darikesadaran bahwa pekerja dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau
penyakit akibat kerja yang memerlukan upaya pencegahan. Dalam sejarah,
tersayat bahwa pada awalnya manusia purba takut pada api yang berasal mereka
juga takut akan bencana alam lainnya seperti peledakan, gempa bumi, kebakaran
dan letusan gunung berapi, namun manusia purba hanya dapat menerima nasib
dan lari dari bahaya bila terjadi bencana. Sejalan dengan perkembangan
peradaban, ternyata api peledakan dan semua jenis bencana lainnya dapat menjadi
akibat kegiatan atau pekerjaan manusia, bahkan dari kegiatan atau pekerjaan
manusia dapat timbul jenis kecelakaan yang lain seperti jatuh dari ketinggian,
tersayat, dan jatuh sakit karena cedera, menjadi cacat sampai menimbulkan
kematian. Cedera atau penyakit yang diakibatkan oleh kegiataan atau pekerjaan
ini banyak menimbulkan kerugian baik fisik maupun mental. Untuk menghindari
kerugian ini, manusia secara naluri melakukan upaya pencegahan yang sedchana
sesaui pengetahuan dan alat yang tersedia pada zamannya.
Sejarah upaya manusia melindungi kesehatan dan keselamatannya dalam
bekerja tercatat paling awal adalah pada zaman sejarah, yaitu orang Mesir telah
mengenal maanfaat cadar bagi perlindungan respiresi saat menambang cinnabar
(red mercury oxide); di Arabia ada acatatan tentang efek sinar matahari pada
pekerja di tambang Raja Solomon. Selanjutnya pada abad pertengahan sesbelum
abad ke-19 tercatat Georgius Agricola. Theophrastus Bombastus van Hohenheim
Paracelsus dan Bernardino Ramazini telah merintis pelaksanaan upaya kesehatan
kerja untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja.

II.1.3 Ruang Lingkup Kesehatan dan Kesalamat Kerja (K3)


. Ruang lingkup atau fungsi pokok pelayanan kesehatan kerja yang
komprehensif meliputi enem area promotif dan preventif di tambah satu area
rehabilitative dan kuratif.

1) Penempatan pekarja pada pekerjaan jabatan yang sesuai ("fit") dengan


kapasitas kerja dan status keehatanya merupakan upaya preventif, Kesesuaian
tersebut adalah kesehatan antara satus kesehatan, kapasitas, dan kapabilitas
secara fisik, mental dan social, dengan tuntutan kondisi kerja yang bersumber
dari lingkungan, pekerja, pengorganisasian pekerjaan, dan budaya kerja.
Pemeriksaan kesehatan di lakukan sebelum penempatan (preplacement test)
untuk pekerja baru dan pekerja lama yang akan dipindahkan tugasnya.
2) promosi kesehatan di tempat kerja/PKDTK (Workplace Health Promotion)
untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas kerja serta pencegahan
penyakit merupakan upaya promotif dan preventif PKDTK bertujuan untuk
menandakan factor risk yang bersumber dari perilaku misanya pola makan,
aktivitas fisik.berat badan.konsumsi rokok,alcohol natu narkoba,kurang tidur
kurang istirahat dan tidak ada rekreasi, dilaksanakan untuk mencegah penyakit
degenerative seperti penyakit jantung koroner, dan stroke hipertensi.
3) Perbaikan lingkungan kerja, merupakan upaya preventif. Perbaikan di lakukan
dengan mengendalikan berbagai faktor resiko kontraminan fisik, kimia,
boiologi.. Faktor resiko fisik meliputi papas, bising, getaran, dan radiasi.
Faktor resiko kimia meliputi merkuri, timah hitan, benzene, kloroform,
organofosfat dan parakuat Faktor resiko biologi meliputi virus
HIV/AIDS,leptospirosis dan hepatitis B. Berbagai faktor resiko yang
bersumber dari lingkungan kerja tersebut di kendalikan agar tidak melebihi
nilai ambang batas yang di perkenankan. Upaya yang kompleks ini telah
berkembang menjadi ilmu Higiene Industry (industrial Higiene).
4) Perbaikan ergonomi pekerjaan, merupakan upaya preventif. Perbaikan di
lakukan dengan menyesuaikan tuntunan tugas dengan kemampuan fisik dan
mental pekerja serta mengendalikan faktor resiko ergonomi yang bersumber
dari pekerjaan. Sebagai contoh, desain mesin, desain work station, posisi
duduk, alat bantu tangan, beban angkat-angkut di upayakan agar pekerja
terhindar dari postur janggal dan postur statis yang dapat menimbulkan
gangguan muskuloskeletal (trauma kumulatif) upaya yang komplek ini juga
telah berkembang menjadi ilmu Ergonomi(Ergonomy).
5) Pengembangan pengorganisasian pekerja dan budaya kerja merupakan upaya
preventif. Pengembangan di lakukan dengan memperbaiki kondisi faktor
resiko stres kerja yang bersumber dari pengorganisasian pekerjaan dan budaya
kerja (work organization and work culture). Sebagai contoh desentralisasi
dalam perencanaan tugas, penerapan konsep tugas penuh, otonomi tugas yang
masih terintegrasi dengan tujuan organisasi yang lebih tinggi tingkatannya,
perbaikan beban kerja, status kepegawaian, sistem pengupahan. gaya
manajemen, komunikasi antar pekerja maupun antara pekerja dan pimping.
6) Surveilans kesehatan pekerja, merupakan upaya preventif Surveilans
kesehatan kerja meliputi kegiatan :
a. Mengumpulkan data faktor resiko kesehatan di tempat kerja yang
bersumber dari lingkungan kerja, pekerja, pengorganisasian pekerja dan
budaya kerja, dan kesehatan dari hasil pemeriksaan kesehatan sebelum
kerja, berkala dan khusus serta data kunjungan pengobatan/perawatan) dan
kemangkiran pekerja
b. Melakukan analisis dan interprestasi data berdasarkan kaidah epidemiologi
untuk melihat frekuensi, distribusi dan trend perkembangan resiko dan
gangguan kesehatan, menilai hubungan faktor resiko dan gangguan
kesehatan pekerja.
c. Komunikasi data dan hasil analisis untuk di gunakan dalam rencana
perbaikan termasuk pertimbangan penempatan pekerja. Pencatatan dan
pelaporan upaya pelayanan kesehatan kerja dan kasus KAK/PAK (secara
agregat), di laporkan kepada manajemen, serikat pekerja dan Dinas
Kesehatan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.KAK/PAK secara
individu (by name) hanya di laporkan dengan cara kompensasi. Yang
menjunjung tinggi kode etik untuk kepentingan
7) Pelayanan klinik merupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. Pelaporan klinik
mencakup diagnosis, terapi rehabilitasi dan bila diperlukan perhitungan cacay
serta rujukan bagi, pekerja yang sakit cedera, serta pelayanan pertolongan
pertama pada kecelakaan (cedera dan penyakit akut), bahkan medical
emergency plan yang merupakan upaya preventif.

II.2 Peraturan Perundangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

II.2.1 Undang Undang Terkait Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Undang-undang yang mengatur mengenai K3, yang meliputi tempat kerja,
hak dan kewajiban pekerja, serta kewajiban pimpinan tempat kerja. Produk hukum
yang mengatur tentang K3 di antaranya adalah UU No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja dan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Saat ini bukan
cuma satu perundang-undangan saja yang mengatur K3. Beberapa undangundang
K3 yang menjadi payung hukum terselenggaranya praktik K3 di lingkungan kerja
adalah:

1) Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


2) Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
3) Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
4) Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
5) Undang-Undang No. 21 tahun 2003 tentang Konverensi ILO No. 81 mengenai
Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan.
6) Undang-Undang Uap tahun 1930 Pasal 6

II.2.2 Peraturan Pemerintah Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Peraturan pemerintah, yakni yang mengatur mengenai K3, yang meliputi
izin pemakaian zat radioaktif atau radiasi lainnya, keselamatan kerja terhadap dan
pengangkutan zat radioaktif. Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah :

1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang


Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi;
2) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas
Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida;
3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan, dan
4) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012.

II.2.3 Keputusan dan Intruksi Presiden Tentang Kesehatan dan Keselamatan


Kerja (K3)
Keputusan presiden, yakni mengatur aspek K3, meliputi penyakit yang
timbul akibat hubungan kerja. Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Akibat
Hubungan Kerja.

Pasal 1

Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja.
Pasal 2

Setiap tenaga kerja yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja
berhak mendapat jaminan Kecelakaan Kerja baik pada saat masih dalam hubungan
kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir.

Pasal 3

1) Hak atas Jaminan Kecelakaan Kerja bagi tenaga kerja yang hubungan kerjanya
telah berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan, apabila menurut
hasil diagnosis dokter yang merawat penyakit tersebut diakibatkan oleh
pekerjaan selama tenaga kerja yang bersangkutan masih dalam hubungan kerja.
2) Hak jaminan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan,
apabila penyakit tersebut timbul dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun
terhitung sejak hubungan kerja tersebut berakhir.

Pasal 4

Penyakit yang timbul karena hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Presiden ini.

Pasal 5

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

II.3 Peraturan Perundang Undangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

II.3.1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Mengenai Kesehatan dan Keselamatan


Kerja (K3)
Berikut beberapa Peraturan Menteri Tenaga Kerja mengenai Kesehatan dan
Keselamatan Kerja :

a. Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan


Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi
No.Per.01/Men/1976 tentang Kewajiban Latihan bagi dokter perusahaan
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.02/Men/1980
tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
d. Permenakertrans No.Per.01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit
Akibat Kerja
e. Permenakertrans No.Per.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja
f. Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban
dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
g. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu

II.3.2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Mengenai Kesehatan dan Keselamatan


Kerja (K3)
Berikut beberapa keputusan Menteri mengenai Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) :

a. Kepmenaker No. 51. KEP51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor


Fisika di Tempat Kerja
b. Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.
c. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI
No 174 Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi
d. Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran
di Tempat Kerja
e. Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya.
f. Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar
Nasional Indonesia (SNI) No SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan
Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja

II.3.3 Peraturan Pemerintah Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Berikut beberapa peraturan pemeritntah tentang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) :

a. Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).


b. Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran,
Penyimpanan dan Peredaran Pestisida
c. PP RI no. 11 tahun 1975 Tentang Ketentuan-Ketentuan Kerja dengan Zat-Zat
Radioaktip dan Atau Sumber Radiasi Lainnya

II.3.4 Peraturan Menteri Mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Berikut beberapa Peraturan Menteri tentang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) :

a. Peraturan Menteri Nomor 5 tahun 1996 mengenai Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
b. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018 tentang K3
Lingkungan Kerja
c. Peraturan Menteri Nomor PER-01/MEN/1992tentang Syarat-Syarat
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pesawat Karbid.
d. Peraturan Menteri Nomor PER-02/MEN/1992 tentang Tata Cara Petunjukan
Kewajiban Dan Wewenang Ahli Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

II.3.5 Keputusan Pemerintah dan Kementerian Mengenai Pertambangan,


Kelistrikan, dan Rumah sakit
1) Pertambangan
a. UU NO. 4 TH 2009
b. PP NO. 19 TH 1973
c. PERMEN 26 TAHUN 2018 Tentang Kaidah Pelaksanaan Pertambangan
Yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Minerba
2) Kelistrikan
a. Undang-undang nomor 30 tahun 2009
b. Permenaker Nomor 33 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan No 12 Tahun 2015
c. Permenaker RI Nomor 12 tahun 2015 Tentang keselamatan dan Kesehatan
Kerja Listrik di Tempat kerja
3) Rumah Sakit
a. Keputusan Menteri No. 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan
kesehatan Kerja No. 432 Tahun 2007 Tentang Pedoman manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit
b. Keputusan Menteri kesehatan No. 1087 Tahun 2010 Tentang Standa
kesehatan dan kerja dirumah sakit
c. PERMENKES No. 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan teknis bangunan
dan Prasarana rumah sakit
d. PERMENKES No. 48 Tahun 2016 Tentang standar K3 Perkantoran
e. PERMENKES No. 56 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Penyakit
akibat kerja
f. PERMENKES No. 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan kesehatan
Kerja di Rumah Sakit

II.4 Penyakit Akibat Kerja

II.4.1 Definisi Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini artefisial oleh karena timbulnya di
sebabkan oleh adanya pekerjaan. Kepadanya sering diberikan nama penyakit
buatan manusia (Manmade disease). Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk
mendefinisikan penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang timbul karena hubungan
kerja, penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja, dan
penyakit akibat kerja.
Ada beberapa jenis penyakit akibat kerja menurut Simposium Internasional
oleh ILO dalam Anizar (2009), yaitu
1) Penyakit akibat kerja (occupational disease)
Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat
dengan pekerjan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab
yang sudah diakui.
2) Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (work related disease)
Penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada
pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam
berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks.
3) Penyakit yang mengenai populasi kerja (disease affecting working
populations)
Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab
di tempat pekerja. Namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk
untuk kesehatan.

II.4.2 Ruang Lingkup Akibat Kerja


Akibat kerja merupakan suatu hal yang penting pada semua pekerjaan
dengan potensi bahaya. Jika kesehatan kerja tidak tercapai, maka pekerja bisa
terkena penyakit akibat kerja. Beberapa ruang lingkup kesehatan kerja dalam
ruang lingkup K3 adalah sebagai berikut :

a. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja


Pelayanan kesehatan kerja harus tersedia di semua tempat kerja yang
berisiko. Hal ini dimaksudkan supaya tenaga kerja memiliki fasilitas
pelayanan kesehatan jika dirasa memiliki keluhan kesehatan akibat kerja
supaya tidak bertambah parah.
b. Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Terdapat empat macam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja yaitu
pemeriksaan awal (sebelum pekerja diterima dalam pekerjaan), berkala (satu
kali dalam satu tahun), khusus (untuk tenaga kerja yang memiliki risiko
tinggi), dan purna bakti (dilakukan tiga bulan sebelum pekerja pension).
c. Pelaksanaan P3K
P3K penting disediakan sebagai langkah persiapan ketika ada pekerja yang
mengalami keluhan secara tiba-tiba saat berada di tempat kerja. P3K yang
harus disediakan adalah petugas kesehatan, kotak P3K, dan isi kotak P3K
d. Pelaksanaan Gizi Pekerja
Gizi pekerja juga harus diperhitungkan dan dipertimbangkan supaya
pekerja tetap berstamina saat bekerja. Gizi pekerja bisa dilakukan dengan
menyediakan kantin atau ruang makan, memberikan makanan bagi tenaga
kerja, pemeriksaan gizi dna makanan tenaga kerja, serta pengelolaan dan
petugas catering.
e. Pelaksanaan Pemeriksaan Syarat-Syarat Ergonomi
Pemeriksaan ergonomi juga harus dilakukan kepada pekerja untuk
mengevaluasi apakah terdapat kemungkinan risiko yang berdampak pada
kesehatan pekerja. Prinsip ergonomi yang diperiksa adalah antropometri,
efisien kerja, organisasi dan desain tempat kerja, serta faktor manusia.
Sedangkan, beban kerja yang dilihat adalah kelelahan, pengendalian
lingkungan kerja, dan kegiatan angkat-angkut.
f. Pelaksanaan Pelaporan
Semua kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan pekerja
harus dilaporkan kepada pimpinan yang berwenang. Jika ditemukan ketidak
sesuaian, maka akan diberikan solusi dan keputusan. Laporan yang diberikan
adalah terkait pelayanan kesehatan kerja, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja,
dan penyakit akibat kerja.

II.4.3 Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja adalah gangguan kesehatan yang dialami oleh
seseorang akibat rutinitas atau paparan zat tertentu di tempat kerja. Ada beragam
jenis penyakit akibat kerja dan masing-masing memiliki pemicu atau penyebab
yang berbeda. Berikut ini adalah contoh penyakit akibat kerja :

a. Asma
Para pekerja yang sering terpapar asap kimia, gas, dan debu rentan
mengalami kondisi ini. Keluhan biasanya semakin cepat timbul jika pekerja
tidak memakai alat pelindung berupa masker wajah. Pekerja yang berisiko
mengalami asma adalah pekerja di pabrik tekstil, penata rambut, tukang kayu,
dan tukang las. Asma yang dipicu oleh pekerjaan memiliki gejala yang sama
dengan penyakit asma pada umumnya, yaitu mengi, sesak napas, dan batuk.
b. Carpal tunnel syndrome (CTS)
CTS rentan dialami oleh pekerja yang sering menggunakan tangannya
untuk gerakan yang sama dan berulang-ulang. Pekerja yang rentan terkena
kondisi ini adalah pekerja kantoran yang sering mengetik, pengemas barang,
pekerja bangunan, dan penjahit. CTS ditandai dengan gejala berupa sensasi
kesemutan, mati rasa, atau kelemahan pada tangan. Keluhan ini bisa diredakan
dengan mengistirahatkan tangan sejenak saat bekerja, mengompres tangan
dengan es, dan mengonsumsi obat pereda nyeri.
c. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak dapat terjadi pada pekerja yang sering bersentuhan
dengan zat kimia, pestisida, bahan pengawet, nikel, parfum, pewarna rambut,
hingga perhiasan yang dapat mengiritasi kulit atau menimbulkan reaksi alergi.
Dermatitis kontak ditandai dengan ruam merah yang gatal, kering, dan
bersisik. Kulit juga bisa mengeras, pecah-pecah, dan terasa nyeri ketika
disentuh. Pekerja dapat menghindari keluhan ini dengan menggunakan alat
pelindung saat bekerja, misalnya sarung tangan karet.
d. Penyakit paru kronis
Seseorang yang bekerja di tempat tambang batu bara, pabrik tekstil, pabrik
bahan bangunan, bengkel, atau pengelas, berisiko terkena penyakit paru
kronis. Salah satu contoh penyakit ini adalah asbestosis. Keluhannya bisa
berupa batuk kronis, sesak napas, atau nyeri dada.Berbeda dengan asma,
penderita akan tetap mengalami keluhan penyakit paru kronis meski tidak lagi
terpapar pemicu.

II.4.4 Peraturan Penyakit Akibat Kerja


Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 Tentang
Penyakit Akibat Kerja Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik
Indonesia Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 ayat (3)
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, perlu menetapkan Peraturan
Presiden tentang Penyakit Akibat Kerja;

1) Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945;
2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Nomor 5714

II.4.5 Unsur-unsur yang Mempengaruhi Kesehatan dan Produktivitas Kerja


Agar seseorang tenaga kerja berada dalam keserasian sebaik-baiknya, yang
berarti bahwa yang bersangkutan dapat terjamin keadaan kesehatan dan
produktivitas kerjanya secara optimal, maka perlu ada keseimbangan yang positif-
konstruktif antara unsur-unsur beban kerja, lingkungan kerja dan kapasitas kerja.

1) Beban Kerja
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban dimaksud
adalah beban fisik, mental dan atau sosial. Seorang tenaga kerja yang secara
fisik bekerja berat seperti halnya buruh bongkar muat barang di pelabuhan,
memikul lebih banyak beban fisik dari pada beban mental ataupun sosial.
Berlainan dari itu, beban kerja seorang pengusaha atau manajemen, tanggung
jawabnya merupakan beban mental yang relatif jauh lebih besar dari beban
fisik yang dituntut oleh pekerjanya. Adapun petugas sosial misalnya
penggerak lembaga swadaya masyarakat atau gerakan mengentaskan
kemiskinan, mereka lebih menghadapi dan memikul beban kerja sosial-
masyarakat (Suma'mur, 2009).
2) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan beban kerja tambahan yang secara langsung
dirasakan oleh pekerja baik secara jasmani dan rohani. Menurut Suma'mur
(2009) terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan:
a. Faktor fisis
b. Faktor kimiawi
c. Faktor biologi
d. Faktor fisiologi
e. Faktor mental dan psikologis
3) Kapasitas kerja
Kapasitas kerja adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk melakukan
tugas kerja dalam periode tertentu. Kemampuan kerja seseorang tenaga kerja
sangat tergantung pada motivasi kerja, pengalaman, latar belakang pendidikan,
keahlian, keterampilan, kesesuaian terhadap pekerjaan, kondisi kesehatan,
keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran antropometris tubuh serta reaksi
kejiwaan. Kesegaran jasmani dan rohani mempengaruhi produktivitas seorang
tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Kesegaran jasmani ditentukan
oleh kapasitas atau kemampuan kerja fisik.

II.4.6 Kelelahan
Kelelahan (kelesuan) adalah perasaan subjektif, tetapi berbeda dengan
kelemahan dan memiliki sifat terhadap. Tidak seperti kelemahan, kelelahan dapat
diatasi dengan periode istirahat. Kelelahan dapat disebabkan secara fisik atau
mental (Kuswana, 2014). Kelelahan fisik atau kelelahan otot adalah
ketidakmampuan fisik sementara otot untuk tampil maksimal. Permulaan
kelelahan otot selama aktivitas fisik secara bertahap, dan bergantung pada tingkat
kebugaran fisik individu dan juga pada faktor-faktor lain, seperti kurang tidur dan
kesehatan secara keseluruhan. Hal ini dapat diperbarui dengan istirahat.

=
II.5 Pengertian Dasar Mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja

II.5.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Kesehatan dan keselamatan kerja (K3, terkesan rancu apabila disebut
keselamatan dan kesehatan kerja) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan,
keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun
lokasi proyek. Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan keselamatan
lingkungan kerja.[1] K3 juga melindungi rekan kerja, keluarga pekerja,
konsumen, dan orang lain yang juga mungkin terpengaruh kondisi lingkungan
kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya


untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani.
Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat
melakukan pekerjaannya dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman
jika apapun yang dilakukan oleh pekrja tersebut, risiko yang mungkin muncul
dapat dihindari. Praktik K3 meliputi pencegahan, pemberian sanksi, dan
kompensasi, juga penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja dan
menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit. K3 terkait dengan ilmu
kesehatan kerja, teknik keselamatan, teknik industri, kimia, fisika kesehatan,
psikologi organisasi dan industri, ergonomika, dan psikologi kesehatan kerja.

II.5.2 Contoh Kesehatan dan Keselamatan Kerja


a. Budaya K3 yang Dapat di Terapkan di Perusahaan
b. Penerapan K3 Rumah Sakit
c. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Labolatorium

II.6 Ergonomi

II.6.1 Definisi Ergonomi


Secara etiomologi, ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon yang
berarti kerja dan nomo yang berarti peraturan atau hukum. Pengertian ergonomi
adalah peraturan tentang bagaimana melakukan kerja, termasuk sikap kerja.
Pengertian ergonomi sebagai salah satu cabang keilmuan yang sistematis untuk
memanfaatkan informasiinformasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan
manusia dalam merancang suatu sistem kerja yang baik untuk mencapai tujuan
yang diinginkan melalui pekerjaan yang efektif, efisien, aman dan nyaman.

II.6.2 Ruang Lingkup


Ergonomi adalah ilmu dari pembelajaran ilmu-ilmu lain (multidisiplin),
serta merangkum informasi, temuan, dan prinsip dari masing-masing keilmuan
tersebut. Keilmuan yang dimaksud antara lain ilmu faal, anatomi, psikologi faal,
fisika, dan teknik. Ilmu psikologi faal memberikan gambaran terhadap fungsi
otak dan sistem persyarafan dalam kaitannya dengan tingkah laku, sementara
eksperimental mencoba memahami suatu cara bagaimana mengambil sikap,
memahami, mempelajari, mengingat, serta mengendalikan proses motorik,
sedangkan ilmu fisika dan teknik memberikan informasi yang sama untuk desain
lingkungan kerja dimana pekerja terlibat. Kesatuan data dari beberapa bidang
keilmuan tersebut, dalam ergonomi dipergunakan untuk menyesuaikan suasana
kerja dengan manusianya. Dengan begitu konsep dari ilmu ergonomi tersebut
dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya demi kebaikan manusia yang
bersangkutan.

II.6.3 Peraturan Tentang Ergonomi


a. Peraturan Pemerintah Nο. 1 tahun 1951 tentang  ketenagakerjaan
Peraturan ini mengatur tentang jam kerja, cuti tahunan, cuti melahirkan,
cuti haid bagi pekerja wanita, peraturan tentang kerja bagi anak. Orang muda,
wanita, persyaratan tempat kerja, dan lain-lain.Undang-undang Kecelakaan
diumumkan tahun 1947, Dinyatakan berlaku tahun 1951.
b. Undang-undang Keselamatan Kerja tahun 1970
Undang-undang ini berisi ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang
sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik, dan teknologi
dalam rangka pembinaan norma keselamatan kerja. DalamUndang-undang
Keselamatan Kerja ini juga dicantumkan hak dan kewajiban tenaga kerja,
yaitu:
1) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas
dan atau ahli keselamatan kerja.
2) Memakai alat perlindungan dirinya yang diwajibkan.
3) Memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan.
4) Meminta kepada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan
dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
5) Menyatakan keberatan kerja pada keadaan dengan syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat perlindungan yang diwajibkan diragukan olehnya
kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.
c. Undang-Undang Kesehatan
Ketentuan hukum mengenai kesehatan kerja juga terdapat dalam UU
Kesehatan. Pasal 23 Undang-undang Kesehatan ini menyatakan:
a. Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal.
b. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit
akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.
c. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja
d. Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dan (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
d. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal
23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib
diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat
bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat
sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan
dengan program perlindungan tenaga kerja.

e. SNI 16-7063-200 dan SK MENAKER RI nomor KEP-51/MEN/1999, tentang


Nilai Ambang Batas (NAB)
NAB fisik hasil penelitian domain KEP-51/MEN/1999 adalah sebagai
berikut: NAB temperatur untuk beban kerja ringan mengalami penurunan rata-
rata sebesar 0,760 C, sedangkan NAB temperatur untuk beban kerja sedang
mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,650 C. NAB kebisingan mengalami
penurunan rata-rata sebesar 2,45 dB. NAB fisik hasil penelitian domain
Kuisioner adalah sebagai berikut: NAB temperatur mengalami penurunan rata-
rata sebesar 5,30 C. NAB kebisingan mengalami penurunan rata-rata sebesar
4,09 dB.
f. Kepmen No 1405/MENKES/SK/XI/2002
1) Kualitas fisik udara
 Suhu udara: 18-28 oC
 Intensitas cahaya: 100 Lux
 Kelembapan Relatif: 40-60%
2) Kulitas kimia udara
a) Konsentrasi debu: max 0,15 mg/m3
b) Kualitas biologis udara: Max770 koloni/m3

II.6.4 Contoh Ergonomi


a. Kegunaan (Utility)
b. Keamanan (Safety)
c. Kenyamanan (Comfortability)
d. Keluwesan (Flexibility)
e. Kekuatan (Durability)

II.6.5 Contoh Penerapan Ergonomi Kerja di Kantor


Berikut adalah beberapa contoh ergonomi di tempat kerja yang sederhana,
tapi sangat bermanfaat.

a. Melatih Postur Tubuh Yang Baik


b. Menggunakan Teknik Yang Benar
c. Memberikan Batasan dan Penyesuaian
d. Memastikan Pengaturan Komputer dengan Baik
e. Melindungi Mata
f. Memilih Kursi yang Tepat
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu ilmu pengetahuan dan
penerapan guna mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Menurut America Society of
Safety and Engineering (ASSE), K3 diartikan sebagai bidang kegiatan yang
ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan
lingkungan dan situasi kerja.
Undang-undang yang mengatur mengenai K3, yang meliputi tempat kerja, hak
dan kewajiban pekerja, serta kewajiban pimpinan tempat kerja. Produk hukum yang
mengatur tentang K3 di antaranya adalah UU No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja dan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Saat ini bukan
cuma satu perundang-undangan saja yang mengatur K3.
Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan penyakit akibat
kerja yaitu penyakit yang timbul karena hubungan kerja, penyakit yang
disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja, dan penyakit akibat kerja.

Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon yang berarti kerja dan
nomo yang berarti peraturan atau hukum. Pengertian ergonomi adalah peraturan
tentang bagaimana melakukan kerja, termasuk sikap kerja. Pengertian ergonomi
sebagai salah satu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan
informasiinformasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam
merancang suatu sistem kerja yang baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan
melalui pekerjaan yang efektif, efisien, aman dan nyaman.

III.2 Saran
Terkait dengan hal tersebut, selain perlu mengetahui konsep dasar kesehatan
dan keselamatan kerja dan peraturan perundang-undangan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja, juga perlu diterapkan dalam dunia kerja guna menghindari
kecelakaan kerja. Selain itu, saran dari pembaca sangat kami butuhkan untuk
mengoreksi makalah ini agar lebih baik lagi kedepannya.

Anda mungkin juga menyukai