Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

MANAJEMEN KONSEP KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA K3

Dosen Pengampuh:

Dosen Pengampuh

Dr. Demsa Simbolon SKM.MKM

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7 (1B)

1. ARZERIN DERA

2. RADHYA SITI AULIA

3. MIFTAHURROHMAN

4. INTAN PUJI ROCHAMANISA

EMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKES KMENKES BENGKULU

PRODI TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan nikmat dan

karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, tanpa

pertolongan-Nya penulis tidak akan bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu dan

tanpa kurang suatu apapun. Tidak lupa pula penulis haturkan shalawat dan salam

kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir

kepada kita di hari akhir kelak.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyelesaian makalah ini sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan bak.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Besar

harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan

saran yang membangun supaya makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.

Minggu, 25 Juli 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUl...................................................................................... . I

KATA PENGANTAR ................................................................................... II

DAFTAR ISI ................................................................................................. III

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja.......................................... 2
B. Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja.................................. 4
C. Hambatan dari Penerapan K3..................................................................... 5
D. Kecelakaan Kerja........................................................................................ 5
E. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja............................. 7
F. Penyakit Akibat Kerja................................................................................ 11
G. Pelayanan dan Usaha Mencapai Keselamatan Kerja................................... 14
H. Alat Pelindung Diri..................................................................................... 16
I. Macam-macam Alat Pelindung Diri (APD) Bagi Petugas Tenaga Gizi........ 16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................. ... 19
B. Saran............................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk

menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan

keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan

dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh

pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan

nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa

nyaman dan betah, sehingga tidak mudah capek.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga

kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan

teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan

mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu

keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja

dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan

keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan

psikologi.

Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur

sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak

faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja seperti faktor

manusia, lingkungan dan psikologis. Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi

1
standar keselamatan dan kesehatan kerja. Begitu banyak berita kecelakaan kerja yang

dapat kita saksikan. Dalam makalah ini kemudian akan dibahas mengenai permasalahan

kesehatan dan keselamatan kerja serta bagaimana mewujudkannya dalam keadaan yang

nyata.

B. Rumusan Masalah

Penulisan makalah mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, dimaksudkan


untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Berdasarkan hal tersebut, dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Itu?
2. Apa Tujuan Dari Program Kesehatan Dan Keselamatan Kerja?
3. Apa Saja Yang Menjadi Penyebab Kecelakaan?
4. Apa Saja Usaha Untuk Mencapai Keselamatan Kerja?
5. Apa Pelayanan dan Usaha Mencapai Keselamatan Kerja?

6. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

7. Apa Saja Alat Pelindung Diri Bagi Tenaga Petugas Gizi?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

1. Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan

upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah

tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk

menuju masyarakat adil dan makmur.

2. Menurut Suma’mur (1981: 2), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk

menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di

perusahaan yang bersangkutan.

3. Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas

dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi

bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja

4. Mathis dan Jackson, menyatakan bahwa keselamatan adalah merujuk pada perlindungan

terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cidera yang terkait dengan pekerjaan.

Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara

umum.

5. Menurut Ridley, John (1983), mengartikan kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu

kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan

maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.

3
6. Jackson, menjelaskan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja menunjukkan kepada

kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh

lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

7. Ditinjau dari sudut keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja adalah ilmu pengetahuan

dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan

penyakit akibat kerja di tempat kerja. (Lalu Husni, 2003: 138).

Setelah melihat berbagai pengertian di atas, pada intinya dapat ditarik kesimpulan bahwa

kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan

perindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun

emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi berbicara

mengenai kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu membicarakan masalah keamanan

fisik dari para pekerja, tetapi menyangkut berbagai unsur dan pihak.

B. Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan iklim
yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian baik kecelakaan dan
penyakit kerja yang ringan maupun fatal harus dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak
yang bersangkutan (Rika Ampuh Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut Rizky Argama
(2006), tujuan dari dibuatnya program keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk
mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja. Beberapa tujuan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah:
1. Mencegah kerugian fisik dan finansial baik dari pihak karyawan dan perusahaan
2. Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan
3. Menghemat biaya premi asuransi
4. Menghindari tuntutan hukum dan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan kepada
karyawannya

4
C. Hambatan dari Penerapan K3
a) Hambatan dari sisi pekerja/ masyarakat :

- Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar

- Banyak pekerja tidak menuntut jaminan k3 karena SDM yang masih


rendah.
b) Hambatan dari sisi perusahaan:

Perusahaan yang biasanya lebih menekankan biaya produksi atau


operasional dan meningkatkan efisiensi pekerja untuk menghasilkan
keuntungan yang sebesar-besarnya

D. Kecelakaan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja bertalian dengan apa yang disebut dengan
kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan
pelaksanaan kerja yang disebabkan karena faktor melakukan pekerjaan. (Suma’mur,
1981: 5). Kecelakaan kerja juga diartikan sebagai kecelakaan yang terjadi di tempat kerja
atau suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan
proses aktivitas kerja. (Lalu Husni, 2003: 142). Kecelakaan kerja ini disebabkan oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan
kecelakaan ini disebut sebagai bahaya kerja. Bahaya kerja ini bersifat potensial jika
faktor-faktor tersebut belum mendatangkan bahaya. Jika kecelakaan telah terjadi, maka
disebut sebagai bahaya nyata. (Suma’mur, 1981: 5). Lalu Husni secara lebih jauh
mengklasifikasikan ada empat faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu:
a. Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan tentang

industri dan kesalahan penempatan tenaga kerja.

b. Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat dari besi

dibuat dengan bahan lain yang lebih murah sehingga menyebabkan kecelakaan kerja.

c. Faktor sumber bahaya, meliputi:

5
 Perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap kerja yang teledor serta

tidak memakai alat pelindung diri.

 Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak aman serta pekerjaan

yang membahayakan.

d. Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat, misalnya kurangnya cahaya, ventilasi,

pergantian udara yang tidak lancar dan suasana yang sumpek.

Dari beberapa faktor tersebut, Suma’mur menyederhanakan faktor penyebab

kecelakaan kerja menjadi dua yaitu:

a. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human act atau

human error).

b. Keadaan lingkungan yang tidak aman. (Suma’mur, 1981: 9).

Diantara penyederhanaan tersebut, faktor manusia adalah penyebab kecelakaan

kerja di Indonesia yang paling dominan. Para ahli belum dapat menemukan cara yang

benar-benar jitu untuk menghilangkan tidakan karyawan yang tidak aman tersebut.

Tindakan-tindakan tersebut diantaranya membuat peralatan keselamatan dan keamanan

tidak beroperasi dengan cara memindahkan, mengubah setting, atau memasangi kembali,

memakai peralatan yang tidak aman atau menggunakannya secara tidak aman,

menggunakan prosedur yang tidak aman saat mengisi, menempatkan, mencampur, dan

mengkombinasikan material, berada pada posisi tidak aman di bawah muatan yang

tergantung, menaikkan lift dengan cara yang tidak benar, pikiran kacau, tidak

memperhatikan tanda bahaya dan lain-lain.

Kecelakaan kerja tentunya akan membawa suatu akibat yang berupa kerugian.

Kerugian yang bersifat ekonomis misalnya kerusakan mesin, biaya perawatan dan

6
pengobatan korban, tunjangan kecelakaan, hilangnya waktu kerja, serta menurunnya mutu

produksi. Sedangkan kerugian yang bersifat non ekonomis adalah penderitaan korban yang

dapat berupa kematian, luka atau cidera dan cacat fisik.

Suma’mur (1981: 5) secara lebih rinci menyebut akibat dari kecelakan kerja

dengan 5K yaitu:

a. Kerusakan

b. Kekacauan organisasi

c. Keluhan dan kesedihan

d. Kelainan dan cacat

e. Kematian

E. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang telah

memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang sistem

manajemen K3 khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang berisiko tinggi. Peraturan

tersebut (Pasal 87 UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa “setiap perusahaan yang

mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau bahan produksinya

mengandung bahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja berupa ledakan,

kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan dan

melaksanakan sistem manajemen K3.

Audit K3 secara sistematis, yang dianjurkan Pemerintah, diperlukan untuk

mengukur praktik sistem manajemen K3. Perusahaan yang mendapat sertifikat sistem

7
manajemen K3 adalah perusahaan yang telah mematuhi sekurang-kurangnya 60 persen

dari 12 elemen utama, atau 166 kriteria.

1. Panitia Pembina K3 (P2K3)

Menurut Topobroto (Markkanen, 2004 : 15), Pembentukan Panitia Pembina K3

dimaksudkan untuk memperbaiki upaya penegakan ketentuan-ketentuan K3 dan

pelaksanaannya di perusahaan-perusahaan. Semua perusahaan yang mempekerjakan

lebih dari 50 karyawan diwajibkan mempunyai komite K3 dan mendaftarkannya pada

kantor dinas tenaga kerja setempat. Namun, pada kenyataannya masih ada banyak

perusahaan dengan lebih dari 50 karyawan yang belum membentuk komite K3, dan

kalau pun sudah, komite tersebut sering kali tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.

2. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)

Berdasarkan Undang-Undang No 3/ 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,

Pemerintah mendirikan perseroan terbatas PT JAMSOSTEK. Undang-undang tersebut

mengatur jaminan yang berkaitan dengan :

1. kecelakaan kerja [JKK],

2. hari tua [JHT],

3. kematian [JK], dan

4. perawatan kesehatan [JPK].

Keikutsertaan wajib dalam Jamsostek berlaku bagi pengusaha yang

mempekerjakan 10 karyawan atau lebih, atau membayar upah bulanan sebesar1 juta

rupiah atau lebih. Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja berhak atas manfaat/

jaminan yang meliputi (i) biaya transportasi, (ii) biaya pemeriksaan dan perawatan medis,

8
dan/ atau perawatan di rumah sakit, (iii) biaya rehabilitasi, dan (iv) pembayaran tunai

untuk santunan cacat atau santunan kematian.

3. Konvensi-konvensi ILO yang berkaitan dengan K3

Pada tahun 2003, Indonesia masih belum meratifikasi Konvensi-konvensi ILO

yang berkaitan dengan K3 kecuali Konvensi ILO No 120/ 1964 tentang Higiene

(Komersial dan Perkantoran). Tetapi hingga tahun 2000, Indonesia sudah meratifikasi

seluruh Konvensi Dasar ILO tentang Hak Asasi Manusia yang semuanya berjumlah

delapan.

Karena Indonesia mayoritas masih merupakan negara agraris dengan sekitar

70% wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan pertanian, Konvensi ILO yang terbaru,

yaitu Konvensi No. 184/ 2001 tentang Pertanian dan Rekomendasinya, dianggap

merupakan perangkat kebijakan yang bermanfaat. Tetapi secara luas Indonesia dipandang

tidak siap untuk meratifikasi Konvensi ini karena rendahnya tingkat kesadaran K3 di

antara pekerja pertanian. Tingkat pendidikan umum pekerja pertanian di Indonesia juga

rendah, rata-rata hanya 3 sampai 4 tahun di sekolah dasar (Markkanen, 2004 : 16)

4. Penegakan Hukum

Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan peraturan hukum terkait K3 kemudian

membentuk lembaga-lembaga penunjang diantaranya :

a. Direktorat Pengawasan Norma K3 di DEPNAKERTRANS

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pengawasan/ inspeksi keselamatan

kerja telah didesentralisasikan dan tanggung jawab untuk pengawasan tersebut telah

dialihkan ke pemerintah provinsi sejak tahun 1984. Di Direktorat Jenderal

Pengawasan Ketenagakerjaan DEPNAKERTRANS, sekitar 1,400 pengawas

9
dilibatkan dalam pengawasan ketenagakerjaan secara nasional. Sekitar 400 pengawas

ketenagakerjaan memenuhi kualifikasi untuk melakukan pengawasan K3 di bawah

yurisdiksi Direktorat Pengawasan Norma K3 (PNKK).

b. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan

Pelayanan kesehatan kerja adalah tanggung jawab Pusat Kesehatan Kerja di

bawah Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Pusat ini dibagi menjadi (i) Seksi

Pelayanan Kesehatan Kerja, (ii) Seksi Kesehatan dan Lingkungan Kerja, dan (iii)

Unit Administrasi.

Pusat ini sudah menyusun Rencana Strategis Program Kesehatan Kerja untuk

melaksanakan upaya nasional. K3 merupakan salah satu program dalam mencapai

Visi Indonesia Sehat 2010, yang merupakan kebijakan Departemen Kesehatan saat

ini. Visi Indonesia Sehat 2010 dibentuk untuk mendorong pembangunan kesehatan

nasional, meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau untuk

perorangan, keluarga, dan masyarakat .

c. Dewan Tripartit National Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3N)

Dewan K3 Nasional (DK3N) dibentuk oleh DEPNAKERTRANS pada tahun

1982 sebagai badan tripartit untuk memberikan rekomendasi dan nasihat kepada

Pemerintah di tingkat nasional. Anggota Dewan ini terdiri dari semua instansi

pemerintah yang terkait dengan K3, wakil-wakil pengusaha dan pekerja dan

organisasi profesi. Tugasnya adalah mengumpulkan dan menganalisa data K3 di

tingkat nasional dan provinsi, membantu DEPNAKERTRANS dalam membimbing

dan mengawasi dewan-dewan K3 provinsi, melakukan kegiatan-kegiatan penelitian,

dan menyelenggarakan program-program pelatihan dan pendidikan. Selama periode

10
1998-2002, DK3N telah menyelenggarakan sekurangkurangnya 27 lokakarya dan

seminar mengenai berbagai subyek di sektor-sektor industri terkait. DK3N juga telah

menerbitkan sejumlah buku dan majalah triwulan.

Pada hakikatnya kita memang tidak akan menemukan konsep dan realita yang

berjalan bersamaan, begitu pula dengan implementasi dari K3 yang belum bisa

berjalan maksimal apabila belum ada komitmen yang tegas dari berbagai pihak baik

pmerintah, pengusaha dan lembaga terkait lainnya dalam melaksanakan K3.

F. Penyakit Akibat Kerja

1. Pengertian Penyakit Akibat Kerja


Menurut Suma’mur (1985) penyakit akibat kerja adalah setiap
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit
ini artefisial oleh karena timbulnya di sebabkan oleh adanya pekerjaan.
Kepadanya sering diberikan nama penyakit buatan manusia (Manmade
disease).
Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan
penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang timbul karena hubungan kerja,
penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja, dan
penyakit akibat kerja. Ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian yang
sama dan masing-masing memiliki dasar hukum dan perundang-
undangan yang menjadi landasannya. Penyakit akibat kerja yaitu penyakit
yang penyebabnya adalah pekerjaan dan atau lingkungan kerja
(Suma’mur,2009).
Ada beberapa jenis penyakit akibat kerja menurut Simposium
Internasional oleh ILO dalam Anizar (2009), yaitu :
a. Penyakit akibat kerja (occupational disease)
Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang
kuat dengan pekerjan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen

11
penyebab yang sudah diakui.

b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (work related disease)


Penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana
faktorpada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor
risikolainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai
etiologiyang kompleks.
c. Penyakit yang mengenai populasi kerja (disease affecting working
populations)
Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen
penyebab di tempat pekerja. Namun dapat diperberat oleh kondisi
pekerjaan yang buruk untuk kesehatan.

2. Penyebab Penyakit Akibat Kerja


Berdasarkan uraian Suma’mur (1985), faktor-faktor yang
menjadipenyebab penyakit akibat kerja dibagi dalam 5 golongan, yakni :
a. Golongan fisik
1) Suara yang biasanya menyebabkan pekak atau tuli.
2) Radiasi sinar-sinar Ro atau sinar-sinar radioaktif yang
menyebabkan antara lain penyakit susunan darah dan kelainan-
kelainan kulit. Radiasi sinar inframerah bisa mengakibatkan
cataract kepada lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet menjadi
sebab conjungtivitas photo electrica.
3) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps
atau hyperpyrexia sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain
menimbulkan frosbite.

4) Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease.

5) Penerapan lampu yang kurang baik misalnya menyebabkan

kelainan kepada indera penglihatan atau kesilauan yang

memudahkan terjadinya kecelakaan.

12
b. Golongan kimiawi

1) Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, di antaranya :

silikosis,asbestosis.

2) Uap yang di antaranya menyebabkan mental fume

feverdermatitis, atau keracunan.

3) Gas misalnya keracunan oleh CO, dan H2S.

4) Larutan yang menyebabkan dermatitis.

5) Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides),

racunjamur dan yang menimbulkan keracunan.

c. Golongan Infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau brucella

pada pekerja-pekerja penyamak kulit.

d. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan

konstruksi mesin, sikap badan kurang baik, salah cara melakukan

pekerjaan dan lain-lain yang semuanya menimbulkan kelelahan

fisik, bahkan lambat laun perubahan fisik tubuh pekerja.

e. Golongan mental psikologis, hal ini terlihat semisal pada

hubungan kerja yang tidak baik, atau misalnya keadaan

membosankan monoton. Faktor penyebab penyakit akibat kerja

ini dapat bekerja sendiri maupun secara sinergistis.

3. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Pencegahan terhadap penyakit akibat kerja seawal mungkin

adalah kebijakan paling utama. Sebagaimana pencegahan terhadap

13
kecelakaan kerja, maka pencegahan penyakit akibat kerja diperlukan

peraturan perundang-undangan, standarisasi, pengawasan, penelitian,

pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan semua sektor kehidupan.

Pencegahan mempunyai 2 (dua) aspek yaitu administratif dan teknis

yaitu penerapan secara nyata dilapangan pada tenaga kerja, pekerjaan

dan lingkungan kerja. Secara teknis aktivitas pencegahan adalah

pengenalan risiko bahaya pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap

kesehatan beserta pengukuran, evaluasi, dan upaya pengendaliannya,

pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pra penempatan, berkala dan

khusus; subsitusi bahan dengan yang kurang pengaruh negatifnya

kepada tenaga kerja; isolasi operasi atau proses produksi yang

berbahaya; dan pemakaian alat proteksi diri (Suma’mur, 2009).

G. Pelayanan dan Usaha Mencapai Keselamatan Kerja


Usaha – usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai keselamatan kerja dan menghindari
kecelakaan kerja antara lain:
a. Analisis Bahaya Pekerjaan (Job Hazard Analysis)
Job Hazard Analysis adalah suatu proses untuk mempelajari dan menganalisa
suatu jenis pekerjaan kemudian membagi pekerjaan tersebut ke dalam langkah langkah
menghilangkan bahaya yang mungkin terjadi.
Dalam melakukan Job Hazard Analysis, ada beberapa lagkah yang perlu
dilakukan:
1. Melibatkan Karyawan.
Hal ini sangat penting untuk melibatkan karyawan dalam proses job
hazard analysis. Mereka memiliki pemahaman yang unik atas pekerjaannya, dan
hal tersebut merupakan informasi yang tak ternilai untuk menemukan suatu
bahaya.

14
2. Mengulas Sejarah Kecelakaan Sebelumnya.
Mengulas dengan karyawan mengenai sejarah kecelakaan dan cedera yang
pernah terjadi, serta kerugian yang ditimbulkan, bersifat penting. Hal ini
merupakan indikator utama dalam menganalisis bahaya yang mungkin akan
terjadi di lingkungan kerja
3. Melakukan Tinjauan Ulang Persiapan Pekerjaan.
Berdiskusi dengan karyawan mengenai bahaya yang ada dan mereka
ketahui di lingkungan kerja. Lakukan brainstorm dengan pekerja untuk
menemukan ide atau gagasan yang bertujuan untuk mengeliminasi atau
mengontrol bahaya yang ada.
4. Membuat Daftar, Peringkat, dan Menetapkan Prioritas untuk Pekerjaan
Berbahaya.
Membuat daftar pekerjaan yang berbahaya dengan risiko yang tidak dapat
diterima atau tinggi, berdasarkan yang paling mungkin terjadi dan yang paling
tinggi tingkat risikonya. Hal ini merupakan prioritas utama dalam melakukan job
hazard analysis.
5. Membuat Outline Langkah-langkah Suatu Pekerjaan.
Tujuan dari hal ini adalah agar karyawan mengetahui langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam mengerjakan suatu pekerjaan, sehingga kecelakaan
kerja dapat diminimalisir.
b. Risk Management
Risk Management dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan
kerugian/kehilangan (waktu, produktivitas, dan lain-lain) yang berkaitan dengan
program keselamatan dan penanganan hukum
c. Safety Engineer
Memberikan pelatihan, memberdayakan supervisor/manager agar mampu
mengantisipasi/melihat adanya situasi kurang ‘aman’ dan menghilangkannya.
d. Ergonomika

15
Ergonomika adalah suatu studi mengenai hubungan antara manusia dengan
pekerjaannya, yang meliputi tugas-tugas yang harus dikerjakan, alat-alat dan
perkakas yang digunakan, serta lingkungan kerjanya.

Selain ke-empat hal diatas, cara lain yang dapat dilakukan adalah:
1. Job Rotation
2. Personal protective equipment
3. Penggunaan poster/propaganda
4. Perilaku yang berhati-hati

H. Alat Pelindung Diri


Menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration), alat

pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi

pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak bahaya di tempat

kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, mekanik dan lainnya. Pemakaian alat

pelindung diri (APD) merupakan upaya untuk menciptakan kesehatan dan keselamatan

kerja yang optimal. Penjamah makanan harus selalu menggunakan alat pelindung diri

(APD) yang tepat dan mengetahui pentingnya penggunaan alat pelindung diri (APD)

ketika sedang bekerja. Macam-macam alat pelindung diri (APD) meliputi penutup

kepala, sarung tangan,masker, apron atau celemek dan alas kaki.

I. Macam-macam Alat Pelindung Diri (APD) Bagi Petugas Tenaga Gizi

Macam-macam Alat Pelindung Diri (APD) meliputi sarung tangan, masker,

apron atau celemek, dan alas kaki. alat pelindung diri (APD) yang sangat efektif terbuat

dari kain yang diolah atau bahan sintetis yang dapat menahan air, darah dan cairan lain

untuk menembusnya (Tietjen, 2004).

16
a. Penutup Kepala

Penutup kepala digunakan untuk mencegah kotoran dan rambut jatuh sebagai

sumber kontaminan untuk jatuh ke makanan. Penutup kepala wajib dipakai oleh

tenaga kerja di instalasi gizi pada saat pengolahan agar dapat mencegah dan

melindungi jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kotoran dari kepala

ke dalam makanan pada saat pengolahan.

b. Sarung tangan

Sarung tangan digunakan untuk melindungi tangan dan bagian lainnya dari

benda tajam atau goresan. Selain itu juga digunakan pada saat tangan kontak

dengan makanan agar makanan terhindar dari bakteri- bakteri yang ada di tangan

yang akan menyebabkan makanan terkontaminasi (Aritonang, 2009). Jenis alat

alat pelindung tangan yang ada di instalasi gizi adalah sarung tangan rumah tangga

(gloves). Sarung tangan jenis bergantung pada bahan–bahan yang digunakan:

1) Sarung tangan yang terbuat dari bahan asbes, katun wool, untuk

melindungi tangan dari api, panas dan dingin.

2) Sarung tangan dari plastic yang digunakan untuk mengambil makanan atau

pada saat tangan kontak langsung dengan makanan. Sarung tangan ini

bersifat sekali pakai, sehingga setelah dipakai sarung tangan ini lagsung

dibuang.

3) Sarung tangan yang terbuat dari bahan kulit untuk melindungi tangan dari

listrik, panas, luka, dan lecet.

c. Masker

Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar dari sewaktu penjamah

17
makanan berbicara, batuk,bersin dan mencegah kontaminasi dari hidung dan mulut

ke makanan.

d. Celemek

Celemek wajib digunakan oleh penjamah makanan untuk menghindari pakaian

terkena kotor. Celemek yang digunakan harus bersih dan tidak boleh digunakan

sebagai lap tangan. Celemek hanya digunakan oleh penjamah makanan di ruang

produksi dan harus dicuci secara periodic untuk menjaga kebersihannya.

e. Alas kaki

Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan benda tajam atau cairan

yang jatuh atau menetes ke kaki. Alas kaki terbuat dari bahan karet, tidak licin, dan

tidak terbuka pada bagian jari-jari. Jenis alas kaki yang harus ada di instalasi gizi

adalah:

a) Sepatu boot

Sepatu ini lebih disarankan untuk dipakai di instalasi gizi karena sepatu ini

tidak terbuka pada bagian jari-jari kakinya.

b) Sandal

Sandal digunakan sebagai alternative bila instalasi gizi tidak menyediakan

sepatu boot. Sandalyang digunakan tidak terbuka pada bagian jari-jari kakinya.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kesehatan

dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan

dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional

terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan

keselamatan kerja tidak melulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga

mental, psikologis dan emosional.

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam

ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan perundang-

undangan yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja.

Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja,

tetapi masih banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan

kerja yang disebut sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan

yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi

kecelakaan kerja.

Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan

kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak. Tidak hanya bagi para

pekerja, tetapi juga pengusaha itu sendiri, masyarakat dan lingkungan sehingga dapat

tercapai peningkatan mutu kehidupan dan produktivitas nasional.

19
B. Saran

1. Program K3 harus lebih ditingkatkan lagi supaya para pekerja lebih


merasa aman dan nyaman.
2. Perusahaan dan pemerintah harus lebih lagi mensosialisasi- kan
program K3 untuk meningkatkan dukungan pekerja terhadap program
K3 yang nantinya juga meningkatkan komitmen pekerja terhadap
perusahaan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Markkanen, Pia K. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia. Jakarta : Internasional

Labour Organisation Sub Regional South-East Asia and The Pacific Manila Philippines

Saksono, Slamet. 1998. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta: Kanisius.

Suma’mur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Gunung Agung.

Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007. Prosedur Keamanan, Keselamatan, & Kesehatan

Kerja. Sukabumi: Yudhistira.

Anda mungkin juga menyukai