Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)

KELOMPOK 9

SURAHMA
MUH. ARESTU PRANANCA
NUR RAHMA N
SYAHRI RAMADHANI ARIF

KESMAS A

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, puji syukur
kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “K3
Rumah Sakit” tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah ini semaksimal mungkin kami upayakan dan di dukung bantuan
dari berbagai sumber, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
merampungkannya.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan
lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi
saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua.

Samata, 04 juni 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL...........................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan ...................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Keselamatan kerja..................................................................................................3
B. Kesehatan kerja......................................................................................................3
C. Keselamatan dan Kesehatan Kerja........................................................................4
D. Rumah Sakit...........................................................................................................4

BAB III PEMBAHASAN

A. Pengertian K3RS....................................................................................................5
B. Tujuan K3 di Rumah Sakit....................................................................................5
C. Struktur Organisasi K3 Rumah Sakit.....................................................................5
D. Ruang Lingkup K3 Rumah Sakit...........................................................................7
E. Bahaya Potensial di Rumah Sakit........................................................................11
F. Upaya K3 Rumah Sakit.......................................................................................15
G. Standar K3 di Rumah Sakit.................................................................................15
H. Pengertian Patient Safety.....................................................................................19
I. Dasar Hukum K3 Rumah Sakit...........................................................................21
J. Konsep Kewaspadaan Standar di Rumah Sakit...................................................21

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................................24
B. Saran....................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu tempat kerja yang didalamya terdapat
karyawan, pasien, pengunjung, alat-alat medis, dan non-medis (Christiono, 2004).
Sehingga didalam rumah sakit terdapat berbagai paparan antara lain kimia, biologi, dan
ergonomi. Keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit sudah saatnya mendapatkan
perhatian khusus, selain itu rumah sakit juga termasuk kedalam kriteria tempat kerja
dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan tidak
hanya pada pelaku langsung yang bekerja di rumah sakit, tetapi juga terhadap pasien
maupun pengunjung rumah sakit. Sehingga sudah seharusnyan pihak pengelola rumah
sakit menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit.

Berdasarkan data dari Occupational Safety and Health Assosation (OSHA) tahun
2016 dengan rata-rata 10.000 kejadian diketahui angka kejadian paling tinggi adalah
tenga kerja yang bekerja di rumah sakit dengan jumlah rata-rata 500 kejadian per hari
diikuti oleh pekerja konstruksi dengan 380 kasus per hari, manufaktur dengan 350 kasus
perhari dan yang paling kecil adalah indudtri rumah tangga dengan tingkat kejadian 300
kejadian per hari.

Biro statistik ketenegakerjaan dan Council Nasional Asuransi Amerika pada


tahun 2013 menyimpulkan bahwa pada rumah sakit di amerika setiap 100 jam kerja
terjadi 6,8 kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Angka ini menunjukkan
bahwa total kasus, rumah sakit memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi terjadi cedera
daripada bekerja di konstruksi, manufaktur, atau industri pribadi secara keseluruhan.

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang
sering terjadi di antaranya tertusuk jarum atau needle stick injury (NSI), terkilir, sakit
pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, penyakit infeksi dan lain-lain (Kemenkes,
2007). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010
mencantumkan penelitian Gun (1983), yaitu berdasarkan data-data yang ada, insiden
akut secara signifikan lebih besar terjadi pada pekerja RS dibandingkan dengan seluruh
pekerja di semua kategori (jenis kelamin, ras, umur dan status pekerjaan). Angka
kecelakaan kerja di RS UGM pada tahun 2014 tercatat sebanyak 6 kasus, terdiri dari 3
kasus tertusuk jarum, 2 kasus kecelakaan lalu lintas dan 1 kasus terpercik serbuk gerinda.
Pada tahun 2015 terjadi kenaikan jumlah kecelakaan kerja sebanyak 266,7% yaitu
tercatat 16 kasus, yang terdiri dari 9 kasus tertusuk jarum, 3 kasus kecelakaan lalu lintas
dan 4 kasus sharp injury. Dan selama periode Januari sampai dengan Juni 2016 tercatat
sudah terjadi 7 kasus kecelakaan kerja.

Di RSUD Haji makassar kasus kecelakaan kerja masih tergolong tinggi yaitu
sekitar 2 kasus yang dilaporkan selama periode 2013/2014. Berdasarkan data dan fakta
yang terjadi tahun 2013 terdapat petugas kesehatan terinfeksi hepatitis B berjumlah 7000
tenaga kesehatan dan 4900 diantaranya disebabkan oleh kecelakaan jarum suntik (Dinas
Tenaga Kerja Sulawesi Selatan, 2013). Berdasarkan data tersebut masih banyak angka
kejadian kecelakan kerja di rumah sakit, hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Kejadian
kecelakaan di beberapa rumah sakit diketahui juga memiliki kecenderungan tersendiri
yaitu di rumah sakit Elim Rantepao, kab.Toraja diketahui dari 257 orang 104 orang
diantaranya pernah mengalami kasus kecelakaan kerja.

Berdasarkan data dan fakta pada data-data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
potensi bahaya di rumah sakit sangat tinggi sehingga dibutuhkan langkah manajemen
untuk mengontrol tenaga kerja agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh
karena itu, K3 rumah sakit perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaran K3 RS lebih
efektif, efisien dan terpadu diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di rumah sakit,
baik bagi pengelola maupun karyawan rumah sakit.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keselamatan & kesehatan kerja rumah sakit?
2. Apa tujuan keselamatan & kesehatan kerja rumah sakit?
3. Bagaimana struktur organisasi keselamatan & kesehatan kerja rumah sakit?
4. Bagaimana ruang lingkup keselamatan & kesehatan kerja rumah sakit?
5. Bahaya potensial apa yang sering terjadi di rumah sakit?
6. Bagaimana upaya keselamatan & kesehatan kerja rumah sakit?
7. Bagaimana standar kesehatan keselamatan kerja rumah sakit?
8. Apa yang dimaksud pasien safety?
9. Apa dasar hukum keselamatan & kesehatan kerja rumah sakit?
10. Bagaimana konsep kewaspadaan standar di rumah sakit ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian keselamatan & kesehatan kerja rumah sakit
2. Untuk mengetahui tujuan keselamatan & kesehatan kerja rumah sakit
3. Untuk mengetahui struktur keselamatan & kesehatan kerja rumah sakit
4. Untuk mengetahui ruang lingkup keselamatan & kesehatan kerja rumah sakit
5. Untuk mengetahui bahaya potensial yang sering terjadi di rumah sakit
6. Untuk mengetahui upaya keselamatan & kesehatan kerja rumah sakit
7. Untuk mengetahui standar keselamatan & kesehatan kerja rumah sakit
8. Untuk mengetahui pengertian pasien safety
9. Untuk mengetahui dasar hukum keselamatan & kesehatan kerja rumah sakit
10. Untuk mengetahui konsep kewaspadaan standar di rumah sakit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Keselamatan kerja
 Menurut American Society Of Safety Engineers (ASSE) dalam Sugeng
2005 diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah
semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi
kerja.
 Menurut Suma’mur (2009), keselamatan kerja merupakan keselamatan
yang berkaitan dengan mesin, perawat, alat kerja, bahan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya, serta cara
melakukan pekerjaan.
 Menurut Mathin & Jackson (2002), keselamatan kerja adalah merujuk
pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera
yang terkait dengan pekerjaan.
 Menurut Sutrisno (2012), keselamatan kerja adalah keselamatan yang
berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja
dan lingkungannya, serat cara-cara keryawan dalam melakukan
pekerjaanya.
 Menurut Bennet N.B. Silalahi dan Rumondang (Widodo, 2015),
keselamatan merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau
kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan
 Menurut Widodo (2015), keselamatan kerja merupakan suatu bentuk
keadaan yang menghindarkan kesalahan dan kerusakan kerja yang
dilakukan oleh para pekerja/karyawan.

B. Kesehatan kerja
 Menurut Darmanto (1999), merupakan spesialisasi ilmu kesehatan atau
kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau
masyarakat memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik,
mental, maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap
penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
 Menurut Mathin & Jackson (2002), kesehatan adalah merujuk pada
kondisi umum fisik, mental, dan stabilitasi emosi secara umum.
 Menurut White (Widodo, 2015), sehat adalah suatu keadaan di mana
seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan apa pun atau
tidak ada tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan.
 Menurut Widodo (2015), kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan
yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial dengan usaha
pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit
umum.
 Menurut Sedarmayanti (2011), kesehatan kerja menyangkut kesehatan
fisik maupun kesehatan mental. Kesehatan pegawai dapat terganggu
karena penyakit, stress (ketegangan) maupun karena kecelakaan.
Kesehatan pegawai yang rendah atau buruk akan mengakibatkan
kecenderungan tingkat absensi yang tinggi dan produktivitas rendah.

C. Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan kondisi-kondisi fisiologis,
fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja ynag
disediakan oleh perusahaaan. Kondisi fisiologis fisikal meliputi penyakit-penyakit
dan kecelakaan kerja seperti cedera, kehilangan nyawa, atau cacat. Kondisi-
kondisi psikologis diakibatkan oleh stress pekerjaan dan kehidupan kerja yang
berkualitas rendah. Hal ini meliputi ketidakpuassan, sikapa menarik diri, kurang
oerhatian, mudah marah, selalu menunda pekerjaan, dan kecenderungan untuk
mudah putus asa tehadap hal-hal yang remeh (Rivai, 2006).

D. Rumah Sakit
 Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.340/Menkes/per/III/2010, rumah sakit adalah insitusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan per orangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
 Rumah sakit merupakan sarana kesehatan yang menyelenggarakan pela-yanan
kesehatan, tempat berkumpulnya orang sehat dan sakit sehingga risiko
kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan dan penularan penyakit sangat
tinggi (Silviasari, 2011).

K3 rumah sakit adalah upaya pengendalian berbagai faktor lingkungan


fisik, kimia, biologi di rumah sakit yang mungkin dapat menimbulkan gangguan
kesehatan terhadap petugas pasien dan pengunjung rumah sakit (Ners bhinus,
2011).
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian K3 Rumah Sakit


 Menurut Widodo (2015), Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang
yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang
bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek.
 Menurut OHSAS (2007), Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah kondisi
dan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja serta orang lan
yang berada di tempat kerja.
 Menurut Mangkunegara (2003), keselamatan dan kesehatan kerja adalah kondisi
yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian ditempat kerja.

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Keselamatan dan Kesehatan


Kerja Rumah Sakit (K3RS) merupakan suatu kondisi untuk menciptakan keadaan
selamat dan sehat ketika atau dalam melakukan pekerjaan di sebuah rumah sakit.

B. Tujuan K3 di Rumah Sakit


Tujuan  K3RS adalah agar tercapai suatu kondisi kerja dan lingkungan kerja
Rumah Sakit yang memenuhi persyaratan K3, dengan harapan adanya peningkatan,
efisiensi kerja serta peningkatan produktifitas kerja yang ditandai dengan adanya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit.

Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur (1987) adalah


melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan untuk meningkatkan produksi serta produktivitas nasional,
menjamin setiap keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja, sumber
produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Keselamatan kerja
merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai
akibat kecelakaan kerja.

Menurut WHO/ILO (1995) kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan


pemelihaaraan derajat kesehatan, fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya
bagi pekerja disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan
pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan
serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan
kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan
kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya.

C. Struktur Organisasi K3 Rumah Sakit


Berdasarkan peraturan PP No.50 tahun 2010, struktur organisasi K3 minimal
mempunyai ketua, sekretaris, dan anggotadan yang menjadi ketua adalah seorang top
manajemen atau direktur RS , sekretaris yaitu ahli K3.

Susunan struktur organisasi terdiri atas


1. Ketua, bertugas
a. Bertanggungjawab atas terselenggaranya program tim K3
b. Mengkordinasikan tim K3 RS agar selalu dalam keadaan siap untuk
penyelenggaraan K3 dengan lancar dan bermutu
c. Memantau pelaksanaan program K3
d. Melapoekan program kegiatan K3
e. Melakukan evaluasi program K3
f. Melakukan perencanaan, pencatatan, dan pelaporan
g. Mengarsipkan semua dokumen dari seluruh tim atau seksi

2. Sekretaris, bertugas
a. Mengkoordinasikan semua kegiatan di setiap bidang
b. Menerima laporan dan memberikan masukan yang diperlukan bidang-
bidang dalam pelaksanaan sistem manajemen K3, termasuk keluhan-
keluhan yang berkaitan dengan Kesehatan keselamatan kerja.
c. Menyiapkan laporan kecelakaan kerja dan laporan KOMITE K3 setiap 3
(tiga) bulan kepada Depnaker.
d. Melaporkan Implementasi Sistem Manejemen K3 serta permasalahan-
permasalahnnya kepada Top Management untuk memastikan persyaratan
dan peraturan telah diimplementasikan secara efektif.
e. Mendesain tingkat pengendalian resiko (Hierarchy of Control)
f. Melakukan penelitian dan pengembangan K3

3. Anggota, yang bertugas


a. Menyusun program dan mengkoordinasikan program dengan unit kerja
terkait rumah sakit
b. Melakukan monitoring dan evaluasi program K3
c. Melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan-kegiatan terkait program
K3
d. Menyusun dan menetapkan pedoman pelaksanaan program K3

Terdiri atas :
 Seksi keselamatan dan keamanan
 Seksi pengendalian bahan berbahaya
 Seksi disaster
 Seksi penanganan kebakaran
 Seksi sistem utilitas
 Seksi pengamanan dan peralatan medis
 PJ K3 laboratorium
 PJ K3 radiologi
 PJ K3 UGD
 PJ K3 OK
 PJ K3 UPRS
 PJ K3 perawat
 PJ K3 CS
 PJ K3 apotek

D. Ruang Lingkup K3 Rumah Sakit (Kemenkes, 2007)


1. Prinsip kebijakan pelaksanaan dan program keselamatan dan kesehatan kerja
rumah sakit
a. Prinsip K3RS
Agar dapat mengetahui keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit perlu
dipahami tiga komponen yang saling berinteraksi, yaitu :
1) Kapasitas kerja adalah status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik
serta kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan
pekerjaannya dengan hasil yang baik.
2) Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus dimiliki dan
ditanggung oleh peserta dalam melaksanakan tugasnya.
3) Lingkungan kerja adalah lingkungan sekitar yang paling dekat dengan
pekerja
b. Program K3RS
1) Pengembangan kebijakan K3RS
2) Pembudayaan perilaku K3RS
3) Pengembangan sumber daya manusia K3RS
4) Pengembangan pedoman dan standard operasional procedure K3RS
5) Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
6) Pelayanan kesehatan kerja
7) Pelayanan keselamatan kerja
8) Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair, dan
gas
9) Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya
10) Pengembangan manajemen tanggap darrat
11) Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan
K3RS
12) Review program tahunan
c. Kebijakan pelaksanaan K3RS
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal dan
teknologi, namun keberadaan rumah sakit sangatlah penting bagi kehidupan
masyarakat. Kegiatan di rumah sakit memiliki dampak negatif terhadap
timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja jika rumah sakit tersebut tidak
melaksanakan prosedur K3RS. Karena hal tersebut perlu dilaksanakan
kebijakan K3RS, yaitu :
1) Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan rumah sakit
2) Menyediakan organisasi K3RS sesuai dengan Kepmenkes Nomor
432/Menkes/SK/2007 tentang pedoman manajemen K3 di rumah sakit
3) Melakukan sosialisasi K3RS pada seluruh jajaran rumah sakit
4) Membudayakan perilaku K3 di rumah sakit
5) Meningkatkan SDM yang profesional dalam bidang K3 di setiap unit
kerja di rumah sakit
6) Meningkatkan sistem informasi K3RS

2. Standar pelayanan K3RS


Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu yang melibatkan berbagai
aspek yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3RS sampai saat ini belum maksimal.
Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya rumah sakit yang menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).(Azza Ivana, 2014)
a. Standar pelayanan kesehatan kerja di rumah sakit
b. Standar pelayanan keselamatan kerja di rumah sakit

3. Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah Sakit


Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat
tervisualisasi oleh mata maupun teraba panca indera dan dengan mudah dapat
dikenali oleh pasien dan umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan gedung
(pintu, lantai, dinding, tiang, kolong gedung, jendela) ataupun bangunan itu
sendiri. Sedangakan prasarana adalah seluruh jaringan/instansi yang membuat
suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan, antara lain :
instalasi air bersih dan air kotor, instalasi listrik, gas medis, komunikasi, dan
pengkondisian udara, dan lain-lain ( Subhan Zul Ardi, Widodo Hariyono. 2017).

4. Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya


Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan
atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya.
a. Kategori B3
Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar,
Oksidator, Racun, Korosif, Karsinogenik, Iritasi, Teratogenik, Mutagenic,
Arus listrik.
b. Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3
1) Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal
ciri-ciri dan karakteristiknya.
2) Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang
diperlukan sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang
ditangani sekaligus memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila
kecelakaan terjadi
3) Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang
dilakukan meliputi pengendalian operasional, pengendalian organisasi
administrasi, inspeksi dan pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja
yang aman, pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah
ambang.
4) Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya
c. Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya
Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang
diperlukan. Rekanan yang akan diseleksi diminta memberikan proposal
berikut company profile. Informasi yang diperlukan menyangkut spesifikasi
lengkap dari material atau produk, kapabilitas rekanan, harga, pelayanan,
persyaratan K3 dan lingkungan serta informasi lain yang dibutuhkan oleh
rumah sakit.
Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan, menyimpan,
mengelola B3 harus menginformasikan kepada instalasi logistic sebagai unit
pengadaan barang setiap kali mengajukan permintaan bahwa barang yang
diminta termasuk jenis B3. Untuk memudahkan melakukan proses seleksi,
dibuat form seleksi yang memuat kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh
rekanan serta sistem penilaian untuk masing-masing criteria yang ditentukan.

5. Standar SDM K3 di Rumah Sakit


a. Rumah Sakit Kelas A
1) S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
2) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
3) Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran Okupasi
minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS
4) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang yang
mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
5) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang
dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS
6) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang
mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
7) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 2 orang
8) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat
pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
9) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai
K3 RS minimal 2 orang
b. Rumah Sakit Kelas B
1) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus
terakreditasi mengenai K3 RS
2) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang
mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
3) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang
dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS
4) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang
mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1
orang
5) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 1 orang
6) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat
pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
7) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai
K3 RS minimal 1 orang
c. Rumah Sakit kelas C
1) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang
mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
2) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang
dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS
3) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 1 orang
4) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai
K3 RS minimal 1 orang

6. Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan


a. Pembinaan dan pengawasan
Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang.
Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan.
Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain dengan melalui pelatihan,
penyuluhan, bimbingan teknis, dan temu konsultasi.
Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
rumah sakit dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan internal, yang
dilakukan oleh pimpinan langsung rumah sakit yang bersangkutan, dan
pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Menteri kesehatan dan Dinas
Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.
b. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara
tertulis dari masing-masing unit kerja rumah sakit dan kegiatan K3RS secara
keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan
dilaporkan /diinformasikan oleh organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit
dan unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit. Tujuan kegiatan pencatatan
dan pelaporan kegiatan k3 adalah menghimpun dan menyediakan data dan
informasi kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan
K3; mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan
melaksanakan pelaporan kegiatan K3.(Salikunna, Asmar N., & Diana T.V.,
2011)
Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan tahunan)
dilakukan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan dan pelaporan
sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-waktu pada saat
kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan K3. Sasaran kegiatan
pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah mencatat dan melaporkan
pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di dalam :
1) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan
lingkungan rumah sakit.
2) Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan
dan tindak lanjutnya.

E. Bahaya Potensial di Rumah Sakit


Sumber bahaya potensial yang ada di rumah sakit harus diidentifikasi dan
dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang menjadi tolak ukur kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor
yaitu :
1. Faktor biologi
Faktor bahaya biologi yang paling banyak akibat kuman patogen dari
pasien yang ditularkan melalui darah, cairan tubuh, dan udara. Faktor biologi
yang juga sering ditemukan adalah virus, bakteri dan jamur. Pengendalian yang
harus dilakukan adalah melalui sanitasi dan harus didukung dengan housekeeping
yang baik dari seluruh karyawan dan penghuni rumah sakit.

2. Faktor kimia
Resiko dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang
meliputi:
a. Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi
lingkungan dan peralatan di rumah sakit seperti; mengepel lantai, desinfeksi
peralatan dan permukaan peralatan dan ruangan, dan lain-lain.
b. Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan mencuci
permukaan kulit pasien seperti alkohol, iodine povidone, dan lain-lain.
c. Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen dan
peralatan lainnya.
d. Reagen yaitu  zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium klinik dan patologi anatomi.
e. Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk pengobatan
pasien.
f. Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan
penunjang pengobatan pasien seperti oksigen, karbon dioxide, nitrogen, nitrit
oxide, nitrous oxide, dan lain-lain.
Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS berkoordinasi
dengan seluruh satuan kerja. Hal-hal yang perludiperhatikan adalah pengadaan
B3, penyimpanan, pelabelan, pengemasan ulang /repacking, pemanfaatan dan
pembuangan limbahnya.

Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan peraturan


yang berlaku di Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan Lembar Data
Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet / MSDS), petugas yang
mengelola harus sudah mendapatkan pelatihan pengelolaan B3, serta
mempunyai prosedur penanganan tumpahan B3.

Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan


diatas palet atau didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang disimpan, tersedia
MSDS, safety shower, APD sesuai resiko bahaya dan Spill Kit untuk menangani
tumpahan B3 serta tersedia prosedur penanganan Kecelakaan Kerja akibat B3.

Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh satruan kerja


yang kompeten untuk memjamin kualitas B3 dan keakuratan serta standar
pelabelan. Dilarang melakukan pelabelan tanpa kewenangan yang diberikan
oleh pimpinan rumah sakit.

Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau kadar paparan ke


lingkungan serta kondisi kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3 harus
memiliki pelatihan teknis pengelolaan B3, jika belum harus segera diusulkan
sesuai prosedur yang berlaku.
Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor
yang akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah B3 padat
harus dibuang ke Tempat Pengumpulan Sementara Limbah B3 (TPS B3), untuk
selanjutnya diserahkan ke pihak pengolah limbah B3.

3. Faktor fisika
a. Risiko bahaya kebisingan
Risiko ini terdapat pada ruang boiler., generator listrik dan ruang
chiller. Pengendalian yang harus dilakukan antara lain : subtitusi peralatan
melalui alat alat baru dengan intensitas kebisingan yang lebih rendah,
penggunaan pelindung telinga dan pemantauan tingkat kebisingan secara
berkala oleh sanitasi.
b. Risiko bahaya pencahayaan
Risiko bahaya pencahayaan ini seperti di kamar operasi dan
laboratorium. Pengendalian yang harus dilakukan adalah pemantauan tingkat
pencahayaan secara berkala oleh sanitasi dan hasil pemantauan dilaporkan ke
petugas teknisi untuk tindak lanjut ruangan yang tingkat pencahyaannya tidak
memenuhi syarat.
c. Risiko bahaya listrik
Risiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan kesetrum. Pengendalian yang
harus dilakukan adalah adanya kebijakan penggunaan peralatan listrik harus
memenuhi SNI, serta dilakukan pengecekan secara rutin baik fungsi dan
kelayakan peralatan listrik di rumah sakit
d. Risiko bahaya mekanik
Risiko yang paling sering terjadi adalah tertusuk jarum, terpeleset
ataupun menabrak dinding atau pintu kaca. Pengendalian yang harus dilakukan
antara lain : penggunaan safety box limbah tajam, kebijakan dilarang menutup
kembali jarum bekas, pemasangan keramik anti licin pada koridor dan lantai
yang miring.
e. Risiko bahaya radiasi
Risiko ini terdapat di ruang radiologi, radio therapy, kedokteran nuklir dan
beberapa kamar operasi yang memiliki x-ray. Pengendalian yang harus
dilakukan antara lain : pemasangan rambu peringatan bahaya, pengecekan
tingkat paparan radiasi secara berkala dan pemantauan paparan radiasi

4. Resiko Bahaya Fisiologi / Ergonomi


Resiko ini terdapat pada hampir seluruh kegiatan di rumah sakit berupa
kegiatan: angkat dan angkut, posisi duduk, ketidak sesuaian antara peralatan kerja
dan ukuran fisik pekerja. Pengendalian dilakukan melalui sosialisasi secara
berkala oleh Unit K3.

5. Resiko Bahaya Psikologi


Resiko ini juga dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa ketidak
harmonisan hubungan antar manusia didalam rumah sakit, baik sesama pekerja,
pekerja dengan pelanggan, maupun pekerja dengan pimpinan.

Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di rumah sakit :


No. Bahaya potensial Lokasi Pekerja yang paling
berisiko
1. Fisik
Bising IPS-RS, laundri,dapur, Karyawan yang bekerja
CSSD, gedung genset-boiler, di lokasi tersebut
IPAL
Getaran Ruang mesin, dan Perawat, cleaning
peralatan,yang menghasilkan service dll
getaran
Debu Genset, bengkel kerja, Petugas sanitasi, teknisi
laboratorium gigi, gudang gigi, petugas IPS dan
rekam medis, incinerator rekam medis
Panas CSSD, dapur, laundri, Pekerja dapur, pekerja
incinerator, boiler laundry, petugas sanitasi
dan dan IP-RS
Radiasi x-ray, OK yang Ahli radiologi,
menggunakan c-arm, ruang radioterapist
fisioterapi, unit gigi Dan radiografer, ahli
fisioterapi dan petugas
rontgen gigi
2. Kimia
Disinfektan Semua area Petugas kebersihan,
perawat
Cytotoxics Farmasi, tempat pembuangan Pekerja farmasi,
limbah, bangsal perawat, petugas
pengumpul sampah
Ethylene oxide Kamar operasi Dokter,perawat
Formaldehyde Laboratorium, kamar mayat, Petugas kamar mayat
gudang farmasi petugas laboratorium
dan farmasi
Methyl : Ruang pemeriksaan gigi Petugas/ dokter gigi,
methacrylate Hg dokter bedah, perawat
( amalgam )
Solvents Semua area Petugas laboratorium
dan petugas kebersihan
Gas gas anestesi Ruang operasi gigi, OK, Dokter,dokter gigi,
ruang pemulihan perawat, perawat
anestesi
3. Biologik
AIDS, hepatitis IGD, kamar operasi, ruang Dokter, dokter gigi,
b, dan non A pemeriksaan gigi, perawat, petugas
non B laboratorium dan laundry laboratorium, petugas
sanitasi dan laundry
Cytomegalovirus Ruang kebidanan, ruang anak Perawat, dokter yang
bekerja di bagian ibu
dan anak
Rubella Ruang ibu dan anak Dokter dan perawat
Tuberculosis Bangsal, laboratorium, ruang Perawat, petugas
isolasi laboratorium,
fisioterapis
4. Ergonomik
Pekerjaan yang Area pasien dan tempat Petugas yang menangani
dilakukan secara penyimpanan barang pasien dan barang
manual (gudang)
Postur yang Semua area Semua karyawan
salah dalam
melakukan
pekerjaan
Pekerjaan yang Semua area Dokter gigi, petugas
berulang pembersih, fisioterapis,
sopir, operator
komputer,
5. Psikososial
Sering kontak Semua area Semua karyawan
dengan pasien,
kerja bergilir,
kerja berlebih,
ancaman secara
fisik

F. Upaya K3 Rumah Sakit


Upaya K3RS menyangkut tenaga kerja, cara atau metode kerja, alat kerja,
proses kerja, dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan,
pengobatan dan pemulihan. UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 23
dinyatakan bahwa upaya K3 harus diselenggarakan di semua tempat kerja khususnya
tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit
atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang (Novie E. Mailiku, 2012).

G. Standar K3 di Rumah Sakit


Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RS (K3RS) merupakan pedoman
yang dipakai sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan K3RS dan dapat
menggantikan peran standar K3RS terdahulu yang di kenal dengan Kebakaran,
Keselamatan Kerja dan Kewaspadaan Bencana. Standar K3RS sebagai acuan lebih
komprehensif karena didalamnya terdapat Standar Kesehatan Kerja dan Standar
Keselamatan Kerja yang mencakup standar penanggulangan kebakaran dan
kewaspadaan terhadap bencana.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 1087 Tahun 2010 tentang


Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu pemeriksaan berkala meliputi
pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin)
dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu dan
pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM rumah sakit sekurang-kurangnya 1 tahun.

1. Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit


Bentuk pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan, sebagai berikut:
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi SDM Rumah Sakit:
1) Pemeriksaan fisik lengkap
2) Kesegaran jasmani
3) Rontgen paru-paru (bilamana mungkin)
4) Laboratorium rutin;
5) Pemeriksaan lain yang dianggap perlu;
6) Pemeriksaan yang sesuai kebutuhan guna mencegah bahaya yang di
perkirakan timbul, khususnya untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu.
7) Jika 3 (tiga) bulan sebelumnya 3 (tiga) bulan sebelumnya telah
dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter (pemeriksaan berkala), tidak
ada keragu-raguan maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan
sebelum bekerja.
b. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit:
1) Pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran
jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium
rutin, serta pemeriksaan-pemeriksaanlain yang dianggap perlu
2) Pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit sekurang
kurangnya 1 tahun.
c. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada :
1) SDM Rumah Sakit yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit
yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2 (dua) minggu
2) SDM Rumah Sakit yang berusia di atas 40 (empat puluh) tahun atau
SDM Rumah Sakit yang wanita dan SDM Rumah Sakit yang cacat serta
SDM Rumah Sakit yang berusia muda yang mana melakukan pekerjaan
tertentu
3) SDM Rumah Sakit yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai
gangguan-gangguan kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan khusus
sesuai dengan kebutuhan.
4) Pemeriksaan kesehatan kesehatan khusus diadakan pula apabila terdapat
keluhan-keluhan diantara SDM Rumah Sakit, atau atas pengamatan
dari Organisasi Pelaksana K3RS.
d. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihantentang kesehatan kerja
dan memberikan bantuan kepada SDM Rumah Sakit dalam penyesuaian
diri baik fisik maupun mental. Yang diperlukan antara lain:
1) Informasi umum Rumah Sakit dan fasilitas atau sarana yang terkait
dengan K3
2) Informasi tentang risiko dan bahaya khusus di tempat kerjanya
3) SOP kerja, SOP peralatan, SOP penggunaan alat pelindung diri dan
kewajibannya.
4) Orientasi K3 di tempat kerja
5) Melaksanakan pendidikan, pelatihan ataupun promosi/penyuluhan
kesehatan kerja secara berkaladan berkesinambungan sesuai
kebutuhan dalam rangka menciptakan budaya K3.
e. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan
kemampuan fisik SDM Rumah Sakit:
1) Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk SDM
Rumah Sakit yang dinas malam, petugas radiologi, petugas lab, petugas
kesling, dll
2) Pemberian imunisasi bagi SDM Rumah Sakit
3) Olahraga,senam kesehatan dan rekreasi
4) Pembinaan mental/rohani.
f. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM
Rumah Sakit yang menderita sakit :
1) Memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seluruh
SDM Rumah Sakit
2) Memberikan pengobatan dan menanggung biaya pengobata untuk
SDM Rumah Sakit yang terkena Penyakit Akibat Kerja (PAK)
3) Menindak lanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan
pemeriksaan kesehatan khusus
4) Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait.
g. Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi mengenai penularan infeksi terhadap SDM Rumah Sakit dan
pasien :
1) Pertemuan koordinasi
2) Pembahasan kasus
3) Penanggulangan kejadian infeksi nosokomial.
h. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja:
1) Melakukan pemetaan (mapping) tempat kerja untuk mengidentifikasi
jenis bahaya dan besarnya risiko
2) Melakukan identifikasi SDM Rumah Sakit berdasarkan jenis
pekerjaannya, lama pajanan dan dosis pajanan
3) Melakukan analisa hasil pemeriksaan kesehatan berkala Dan khusus
4) Melakukan tindak lanjut analisa pemeriksaan kesehatan berkala dan
khusus (dirujuk ke spesialis terkait, rotasi kerja, merekomendasikan
pemberian istirahat kerja)
5) Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan SDM Rumah Sakit.
i. Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang
berkaitan dengan kesehatan kerja (Pemantauan/pengukuran terhadap
faktor fisik, kimia, biologi, psikososial dan ergonomi).
j. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan K3RS yang
disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di
wilayah kerjaRumah Sakit.

2. Standar Pelayanan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit


Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan Erat
dengansarana, prasarana, dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja
yang di lakukan:
a. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan
peralatan kesehatan:
1) Lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan
hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan rumah sakit
 Teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat, anakanak, dan orang usia lanjut
 Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta
keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan rumah sakit
2) Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan rumah
sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di
bidangnya (sertifikasi personil petugas/operator sarana dan prasarana serta
peralatan kesehatan rumah sakit)
3) Membuat program pengoperasian, perbaikan, dan pemeliharaan rutin dan
berkala sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya
didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan
4) Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan nonmedis dan harus
memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan,
keselamatan dan layak pakai
5) Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan, peralatan
kesehatan harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian
Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang
6) Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi
ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yangberwenang
7) Melengkapi perizina dan sertifikasi sarana dan prasarana serta
peralatan kesehatan
b. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM
Rumah Sakit :
1) Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap
peralatan kerja dan SDM Rumah Sakit
2) Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasidan
mengendalikan risiko ergonomi.
c. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja:
1) Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja
yang memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial
2) Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi
dan psikososial secara rutin dan berkala
3) Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan
lingkungan kerja.
d. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair : Manajemen harus
menyediakan, memelihara, mengawasi sarana dan prasarana sanitair, yang
memenuhi syarat, meliputi:
1) Penyehatan makanan dan minuman penyehatan air
2) Penyehatan tempat pencucian
3) Penanganan sampah dan limbah
4) Pengendalian serangga dan tikus
5) Sterilisasi/desinfeksi
6) Perlindungan radiasi
7) Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan
e. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja:
1) Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan;
2) Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan Alat Pelindung Diri
(APD)
3) Membuat SOP peralatan keselamatan kerja dan APD
4) Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan penggunaan
peralatan keselamatan dan APD.
f. Pelatihan dan promosi/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua SDM
rumah sakit :
1) Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh SDM rumah
sakit
2) Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3 Rumah Sakit kepada
petugas K3 Rumah Sakit.
g. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, desain/lay out
pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait
keselamatan dan keamanan :
1) Melibatkan petugas K3 Rumah Sakit di dalam perencanaan, desain/lay
outpembuatan tempat kerja dan pemilihan serta pengadaan sarana,
prasarana dan peralatan keselamatan kerja;
2) Mengevaluasi dan mendokumentasikan kondisi sarana, prasarana dan
peralatan keselamatan kerja dan membuat rekomendasi sesuai dengan
persyaratan yang berlaku dan standar keamanan dan keselamatan.
h. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya.
1) Membuat alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka.
2) Membuat SOP pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian
nyaris celaka (near miss) dan celaka.
i. Pembinaan dan pengawasan terhadap Manajemen Sistem Pencegahan dan
Penanggulangan Kebakaran (MSPK).
1) Manajemen menyediakan sarana dan prasarana pencegahan dan
penanggulangan kebakaran
2) Membentuk tim penanggulangan kebakaran
3) Membuat SOP
4) Melakukan sosialisasi dan pelatihan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran;
5) Melakukan audit internal terhadap sistem pencegahan dan penggulanga
kebakaran
j. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan
kerja yang disampaikan kepada direktur rumah sakit dan unit teknis
terkait di wilayah kerja rumah sakit.

H. Pengertian Patient Safety


Di Indonesia, telah dikeluarkan Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005
tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk
tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan
mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan
pasien di rumah sakit.

Patient safety (keselamatan pasien) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Patient safety merupakan assement resiko,
identifikasi yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisa insiden.
Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya dilakukan (Permenkes RI No 1691, 2011).

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu


ditangani segera di rumah sakit, maka dibuatlah standar keselamatan pasien yang
terdiri dari tujuh standar, yaitu :
1. Hak Pasien.
2. Mendidik pasien dan keluarga.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Ada beberapa tujuan keselamatan pasien yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Terciptaya budaya keselamatan pasien rumah sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
yang tidak diharapkan.

Untuk mencapai tujuan keselamatan pasien, perlu dibuat langkah-langkah menuju


keselamatan pasien rumah sakit, yaitu :
1. Bangun Kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Pimpin dan dukung staf anda
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Kembangkan sistem pelaporan
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Cegah cedera mealui implementasi sistem keselamatan pasien
Sasaran keselamatan pasien diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentangKeselamatan Pasien Rumah
Sakit BAB IV pasal 8. Dalam pelaksanaannya, Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
mengacu pada enam sasaran ( Six Goals Patient Safety ) yaitu :
1. Ketepatan identifikasi pai efektif
2. Meningkatkatkan komunikasi efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi-tepat prosedurtepat pasien operasi
5. Pengurangan resiko infeksi terkai pelayanan kesehatan
6. Pengurangan pasien jatuh

I. Dasar Hukum K3 Rumah Sakit


1. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
2. PERMEN PU No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi
Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
3. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
4. PERMENKES No. 432/Menkes/SK/VIII/2010 Tentang Standar K3 RS
5. PERMENKES No. 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
RS
6. PERMENKES No. 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan
Prasarana RS

J. Konsep Kewaspadaan Standar di Rumah Sakit


Kewaspadaan standar adalah Rancangan untuk mengurangi resiko penularan
mikroorganisme dirumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dari sumber
infeksi.Sejak AIDS diketahui, kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal
(KU) dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu
lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya. Lagi pula, semua
alat medis harus dianggap sebagai sumber penularan, dan penularan dapat terjadi pada
setiap layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan gigi dan persalinan, pada setiap
tingkat (klinik dan puskesmas sampai dengan rumah sakit rujukan). Harus ditekankan
bahwa kewaspadaan universal dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap
penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah
dan sebetulnya lebih mudah menular, mis. Virus hepatitis B dan C. Petugas layanan
kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan
dengan semua pasien.

Unsur kewaspadaan universal yang berikut melindungi terhadap tindakan ini:


1. Cuci tangan
2. Pakai alat pelindung yang sesuai
3. Pengelolaan alat tajam (disediakan tempat khusus untuk membuang jarum suntik
dan semprit)
4. Dekontiminasi, strelisasi, disinfeksi
5. Pengelolaan limbah

Mencuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah memeriksa dan


mengadakan kontak langsung dengan pasien, saat memakai melepas sarung tangan
bedah steril atau yang telah di disinfeksi tingkat tinggi pada operasi serta pada
pemeriksaan untuk prosedur rutin, saat menyiapkan, mengkonsumsi dan setelah makan
juga pada situasi yang membuat tangan terkontaminasi (misal: memegang instrumen
kotor, menyentuh membran mukosa, cairan darah, cairan tubuh lain, melakukan kontak
yang intensif dalam waktu yamg lama dengan pasien, mengambil sampel darah, saat
memeriksa tekanan darah, tanda vital lainnya juga saat keluar masuk unit isolasi).2
Masker dipakai untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh memasuki hidung
atau mulut petugas kesehatan, juga menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas
kesehatan berbicara, bersin dan batuk. Masker dilepas setelah pemakaian selama 20
menit secara terus-menerus atau masker sudah tampak kotor atau lembab.

Kewaspadaan standar diterapkan pada semua klien dan pasien atau orang yang
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.6 Prinsip dasar yang harus diterapkan dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah memperlakukan baik pasien
maupun petugas kesehatan sebagai individu yang potensial menularkan dan rentan
terhadap infeksi.

Unsur kedua kewaspadaan universal adalah penggunaan alat pelindung yang


sesuai tindakan. Alat yang dibutuhkan dapat hanya sarung tangan (mis. Untuk ambil
darah) hingga semua alat ini yang dibutuhkan oleh seorang bidan waktu membantu
kelahiran.Namun perawat yang hanya menyentuh pasien tidak membutuhkan sarung
tangan – yang penting cuci tangan sebelum dan sesudahnya.
1. Sarung tangan
2. Celemek
3. Masker – pelindung muka
4. Kacamata
5. Pelindung kaki

Kewaspadaan universal tidak hanya dibutuhkan dalam sarana kesehatan resmi,


tetapi juga terkait perawatan di rumah.Sekali lagi, tujuan utama adalah untuk
melindungi Odha dan keluarga/ tim perawatan dari berbagai infeksi, bukan hanya HIV
justru risiko penularan HIV pada keluarga di rumah sangat amat rendah. Jadi kita harus
menganggap sebagian besar cairan tubuh sebagai sumber infeksi.

Tiga kunci pencegahan infeksi yang harus dipatuhi yakni imunisasi, kebersihan
tangan dan penggunaan APD. Dukungan manajemen rumah sakit sangat penting untuk
peningkatan kualitas dan memiliki hubungan positif terhadap upaya pencegahan
terjadinya infeksi nosokomial. Dukungan tersebut melalui pendekatan budaya
organisasi, kerjasama tim, dan manajemen mutu (Valendri, 2014). Keberhasilan upaya
pencegahan yang dilakukan oleh manajemen RS sangat dipengaruhi oleh ketaatan
individu pada aturan yang berlaku atau lebih dikenal dengan istilah kepatuhan.

Dengan demikian bahwa peran tenaga kesehatan di rumah sakit menjadi sangat
penting yang mencakup aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam hal
ini ditekankan bidang promotif yaitu pemberian pendidikan kesehatan yang mana
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor predisposisi seperti tingkat pengetahuan,
sikap, kepercayaan, faktor pendukung seperti fasilitas atau sarana yang ada, lingkungan
fisik, keterjangkauan serta faktor pendorong seperti sikap atau perilaku petugas, teman
sebaya.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) merupakan suatu
kondisi untuk menciptakan keadaan selamat dan sehat ketika atau dalam melakukan
pekerjaan di sebuah rumah sakit.
Setiap rumah sakit wajib menyelenggarakan K3RS sesuai dengan
PERMENKES No. 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah
Sakit menimbang bahwa rumah sakit merupakan tempat kerja yang memiliki risiko
tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan sumber daya manusia rumah sakit,
pasien,pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit agar
terciptanya kondisi rumah sakit yang sehat, aman, selamat, dan nyaman. K3 rumah
sakit perlu dikelola dengan baik, oleh karena itu harus ada struktur organisasi yang
paling tidak terdiri atas ketua, sekretaris, dan anggota sesuai dengan peraturan PP
No.50 tahun 2010.
Bahaya potensial di rumah sakit disebabkan berbagai faktor antara lain faktor
biologi, kimia, fisika, fisiologi, dan psikologi. Untuk itu perlu adanya standar K3.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 1087 Tahun 2010 tentang Standar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan
fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan
laboratorium rutin, serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu dan
pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM rumah sakit sekurang-kurangnya 1 tahun.

B. Saran
Seluruh rumah sakit meningkatkan sosialisasi mengenai fungsi K3 di rumah
sakit dan mengoptimalkan fungsi K3RS yang ada kepada siapa saja yang berada di
rumah sakit termasuk dokter, perawat, pasien serta tenaga medis maupun non medis
lainnya agar dapat meminimalkan tindakan beresiko bagi dirinya sendiri maupun
orang lain. Rumah sakit juga harus secara rutin mengevaluasi penyelenggaraan K3 RS
untuk menilai apakah kinerjanya sudah maksimal ataukah masih memerlukan
perbaikan sistem K3RS yang selanjutnya. Selain itu, rumah sakit harus selalu
mengidentifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko yang selalu
ada di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Ajeng Retno Yunita, Ayun Sriatmi, E. Y. F. (2016). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KEBIJAKAN DALAM
IMPLEMENTASI PROGRAM KESELAMATAN DAN. Kesehatan Masyarakat, 4(April), 1–9.

Amponsah-tawiah, K., & Mensah, J. (2016). Occupational Health and Safety and Organizational
Commitment : Evidence from the Ghanaian Mining Industry. Safety and Health at Work, 7(3),
225–230. https://doi.org/10.1016/j.shaw.2016.01.002

Auditor-general, V., & November, R. (2013). Occupational health and safety risk in the. October,
(November).

Awodele, O., Popoola, T. D., Ogbudu, B. S., Akinyede, A., Coker, H. A. B., & Akintonwa, A. (2014).
Occupational Hazards and Safety Measures Amongst the Paint Factory Workers in Lagos ,
Nigeria. Safety and Health at Work, 5(2), 106–111. https://doi.org/10.1016/j.shaw.2014.02.001

Departemen Kesehatan, D. J. B. K. M. (2009). Standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah


Sakit (K3Rs).

Directorate-General for Employment Social Affars and Inclusion. (2011). Occupational health and
safety risks in the healthcare sector Guide to prevention and good practice.
https://doi.org/10.2767/27263

Gorman, T., Dropkin, J., & Kamen. (2013). Controlling Health Hazards to Hospital Workers On the
Cover. Environmental and Occupational Health Policy, 23, 1–169. Retrieved from
http://baywood.com

Hasyim, H. (2005). MANAJEMEN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA DI RUMAH SAKIT, 08(02).

Hj, A., & Amakali, K. (2015). Perceptions of health workers regarding the occupational health services
rendered at Onandjokwe hospital , Namibia. Hospital Administration, 4(6), 1–13.
https://doi.org/10.5430/jha.v4n6p1

Ibrahim, H., Damayati, D. S., & Amansyah, M. (2017). Al - Sihah : Public Health Science Journal
GAMBARAN PENERAPAN STANDAR MANAJEMEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI
MAKASSAR, 9(2), 160–173.

International Labour Organization. (2013). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan
Kesehatan Sarana untuk Produktivitas. Retrieved from www.ilo.org

Ivana, A., Widjasena, B., & Jayanti, S. (2014). Analisa Komitmen Manajemen Rumah Sakit ( RS )
Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan Kerja ( K3 ) Pada RS Prima Medika Pemalang. Kesehatan
Masyarakat, 2(1), 35–41.

Jahangiri, M., Rostamabadi, A., Hoboubi, N., Tadayon, N., & Soleimani, A. (2016). Needle Stick
Injuries and their Related Safety Measures among Nurses in a University Hospital , Shiraz , Iran.
Safety and Health at Work, 7(1), 72–77. https://doi.org/10.1016/j.shaw.2015.07.006

Journal, B., Medicine, I., From, G., & Medicine, S. (n.d.). Occupational hazards in hospitals :
accidents , radiation , exposure to noxious chemicals , drug addiction and psychic problems ,
and assault. Industrial Medicine, 510–520.
Kementerian Kesehatan RI. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1087/MENKES/SK/VIII/2010 Tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
Kemenkes RI, 1–36.

Levin, P. F., Hewitt, J. B., & Misner, S. T. Insights of Nurses about Assault in Hospital-based
Emergency Departments, 30(3), 1–6.

Menkes. (2007). Pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di rumah sakit, 1–15.

Manyele, S. V, & Eliakimu, E. (2008). The status of occupational safety among health service
providers in hospitals in Tanzania. Health Research, 10(3), 159–165.

OSHA. (2013). Caring for our caregivers: Facts about hospital worker safety., (September), 1–32.
Retrieved from https://www.osha.gov/dsg/hospitals/documents/1.2_Factbook_508.pdf

Plaku-alakbarova, B., Punnett, L., & Gore, R. J. (2018). Nursing Home Employee and Resident
Satisfaction and Resident Care Outcomes. Safety and Health at Work.
https://doi.org/10.1016/j.shaw.2017.12.002

Qureshi, M. O., & Syed, R. S. (2014). The Impact of Robotics on Employment and Motivation of
Employees in the Service Sector , with Special Reference to Health Care. Safety and Health at
Work, 5(4), 198–202. https://doi.org/10.1016/j.shaw.2014.07.003

Ringen, K., & Stafford, E. J. Intervention research in occupational safety and health: Examples from

Rogers, A. E., Hwang, W., Scott, L. D., Aiken, L. H., & Dinges, D. F. (2004). The Working Hours Of
Hospital Staff Nurses And Patient Safety. Health Affair, 23(4), 202–212.
https://doi.org/10.1377/hlthaff.23.4.202

Salawati, L. (2010). Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit. Kedokteran Syiah
Kuala, 10(3).

Salawati, L., Taufik, N. H., & Putra, A. (2014). Analisis Tindakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial di Ruang ICU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 14(3), 128–134.

Sarastuti, D., Studi, P., Masyarakat, K., Kesehatan, F. I., & Surakarta, U. M. (2016). Analisis
kecelakaan kerja di rumah sakit universitas gadjah mada yogyakarta publikasi ilmiah.

Setyarini, E. A., & Herlina, L. L. (2013). Kepatuhan Perawat Melaksanakan Standar Prosedur
Operasional:Pencegahan Pasien Resiko Jatuh di Gedung Yosef 3 Dago dan Surya Kencana
Rumah Sakit Borromeus. Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus, 94–105.

Widodo, A., & Yusuf, E. (2017). ANALISIS TINDAKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PERAWAT DALAM PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG ICU RSUD DR. ZAINOEL
ABIDIN BANDA ACEH, 1–17.

Anda mungkin juga menyukai