Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai kesehatan
lingkungan dan kesehatan kerja ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan Bapak Zainal Musli, SKM., M.kes pada mata kuliah dasar-dasar
kesehatan lingkungan Kesehatan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Zainal Musli, SKM., M.kes selaku
dosen pengampu dari mata kuliah dasar-dasar kesehatan lingkungan yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
tentang kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja ini.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
I
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................I
DAFTAR ISI..........................................................................................................II
PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 3
BAB II ........................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 4
2.1 Dasar-Dasar Kesehatan Lingkungan ............................................................. 4
2.2 Definisi dan Pengertian Kesehatan Lingkungan ........................................... 4
2.3 Konsep Kesehatan Lingkungan...................................................................... 5
2.4 Konsep Studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan .................................... 8
2.5 Simpul Epidemiologi Kesehatan Lingkungan ............................................ 13
2.6 Parameter Kesehatan Lingkungan.............................................................. 15
2.7 Desain Studi Epidemiologi ........................................................................... 15
2.8 Teori Simpul menurut Prof. dr. Umar Fahmi Ahmadi, MPH., Ph.D ........ 19
2.9 Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja......................................... 29
2.10 Kemampuan Mengidentifikasi (Population At Risk).................................. 31
2.11 Jenis Bahaya kerja ....................................................................................... 34
2.12 Gambaran Kecelakaan Kerja pada PT. SEMEN TONASA di Kabupaten
Pangkep ................................................................................................................... 36
BAB III ........................................................................................................................ 40
PENUTUP ................................................................................................................... 40
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 40
3.2 Saran ............................................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
LAMPIRAN.......................................................................................................................
II
BAB I
PENDAHULUAN
Dunia sudah memasuki abad ke-21, upaya manusia untuk menyehatkan diri
dan kelompoknya menggunakan berbagai macam cara. Ada yang masih
menggunakan cara ritual namun banyak pula yang menggunakan alat-alat
modern.
1
Mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut:
Visi Perusahaan :
“ Menjadi perusahaan persemenan terkemuka di Asia dengan tingkat efisiensi
tinggi ”
Adapun misi perusahaan sebagai berikut;
a. Meningkatkan nilai perusahaan sesuai keinginan stakeholders.
b. Memproduksi semen untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan
kualitas dan harga bersaing serta penyerahan tepat waktu.
c. Senantiasa berupaya melakukan improvement di segala bidang, guna
meningkatkan daya saing di pasar dan ebitda margin perusahaan.
d. Membangun lingkungan kerja yang mampu membangkitkan motivasi
karyawan untuk bekerja secara professional.
2
12. Bagaimana Gambaran Kecelakaan Kerja pada PT. SEMEN TONASA
di Kabupaten Pangkep?
3
BAB II
PEMBAHASAN
Lingkungan adalah kondisi atau benda hidup atau benda mati di sekeliling
subjek yang didiskusikan. Lingkungan manusia adalah benda-benda, kondisi,
dan kehidupan di sekitar manusia.
4
WHO Eropa menambahkan (Novick ed., 1999). Bahwa kesehatan lingkungan
termasuk di dalam peningkatan (promosi) kesehatan lingkungan, mendorong
penggunaan bahan dan teknologi yang ramah lingkungan, dan penyusunan
kebijakan-kebijakan baru untuk melindungi masyarakat.
Profesi kesehatan lingkungan masa kini pada dasaranya tetap mengacu kepada
pengertian sanitasi dan gerakan kesehatan masyyarakat di Inggris yang telah
dirintis oleh Edwin Chadwick, seorang perintis instrumental in the repeal of the
poor laws and was the founding president of the Association of Publik
Sanitary Inspectors in 1884, dan sekarang menjadi the Chartered Institute of
Environmental Health (Noick eds, 1999).
5
kawasan. Model yang digambarkan di sini adalah model dasar yang dapat
dikembangkan ke dalam model-model yang lebih kompleks dan
memperhitungkan semua variabel yang diperoleh dari tinjauan kepustakaan
(kerangka teori).
6
Perubahan-perubahan lingkungan dapat disebabkan oleh kegiatan alam, seperti
letusan gunung berapi, atau akibat kegiatan manusia, seperti pembangunan
waduk, pembakaran hutan, industri pencemaran udara pencemaran rumah tangga,
dan lain-lain. Komponen lingkungan yang selalu berinteraksi dengan manusia dan
sering kali mengalami perubahan akibat adanya kegiatan manusia atau proyek
besar, adalah air, udara, makanan, vektor/binatang penular penyakit, dan manusia
itu sendiri.
7
dan untuk menggambarkan jumlah kontak maka dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
b. Kelompok Bahan Kimia Klasifikasi bahan kimia amat luas, misalnya jenis
pestisida bisa mencapai ratusan, limbah industri, asap rokok, jenis logam
berat, jenis bahan kimia ikutan sehingga diperkirakan ratusan ribu jenis
bahan kimia beredar di lapangan dan masing-masing memiliki potensi bahaya
kesehatan lingkungan.
8
Dalam bidang kesehatan, berbagai komponen lingkungan yang diketahui dapat
merupakan faktor risiko timbulnya penyakit, hal ini dipelajari dalam ilmu
kesehatan lingkungan. Sementara itu, hubungan interaktif antara komponen
lingkungan di tempat kerja dan manusia merupakan bagian dari kajian bidang
kesehatan kerja. Dalam skala mikro, orang-orang yang bekerja di tempat
pekerjaannya menghadapi keadaan dan kondisi lingkungan kerja secara lebih
intensif, baik menghadapi alat-alat maupun lingkungan pekerjaannya.
9
mempengaruhi timbulnya (kejadian) suatu penyakit, dengan cara mempelajari dan
mengukur dinamika hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan
yang memiliki potensi bahaya pada suatu waktu dan kawasan tertentu, untuk
upaya promotif lainnya (Achmadi, 1991).
10
Komponen tersebut akan berinteraksi dengan manusia melalui media atau
wahana (vehicle): udara, air, tanah, makanan, atau vektor penyakit (seperti
nyamuk).
Media atau “vehicle” udara: kita mengenal masalah “indoor air pollution”,
pencemaran debu, spora dan lain-lain dalam udara. Media atau “vehicle” air:
kita mengenal adanya bakteri, kimia, logam berat dalam air, dan lain-lain
sehingga kita kenal program air bersih, pengolahan air limbah, dan lain-lain.
Media atau makanan, misalnya makanan yang mengandung bakteri, spora,
makanan yang mengandung bahan pewarna berbahaya, makanan/produk
pertanian yang mengandung pestisida, hormon, logam berat (Cd), dan lain-
lain. Bakteri, parasit juga dapat dipindahkan melalui binatang penular atau
vektor penyakit. Oleh sebab itu, program kesehatan lingkungan termasuk
pengendalian vektor.
11
variabel pengaruh/ pengganggu yang dapat memperberat atau memperingan
keadaan (intervening variables).
Bila di sekitar agents atau komponen lingkungan itu ada sekelompok manusia
maka akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui 3 jalan, yaitu:
a. jalan nafas;
b. jalan pencernaan;
c. jalan kulit baik kontak dan masuk melalui pori-pori kulit atau suntikan
12
2.5 Simpul Epidemiologi Kesehatan Lingkungan
3) Simpul ketiga (C) adalah studi epidemiologi yang sering kita lakukan.
Studi pada simpul ini mempelajari hal-hal setelah agents penyakit
mengadakan interaksi dengan sekelompok penduduk atau dengan kata
lain, setelah komponen lingkungan masuk ke dalam tubuh, di mana dalam
dosis cukup telah timbul keracunan. Contoh, adanya kandungan Pb
13
dalam darah atau CO dalam darah, menunjukkan tinggi rendahnya tingkat
exposure seseorang terhadap bahan pencemaran.
Studi epidemiologi pada simpul ke-3 ini juga sering disebut parameter
biologis bila sesuatu komponen lingkungan sudah berada pada tubuh
manusia. Parameter yang didapat menunjukkan “tingkat pemajanan” (atau
level of exposure) atau sebut saja derajat kontak yang paling mendekati
keadaan sebenarnya, misalnya adanya penurunan cholinesterase dapat
dipakai sebagai indikasi derajat kontak terhadap pestisida. Contoh lain,
adanya pengukuran kadar Carboxy hemoglobin (CO-Hb), atau DDT dalam
plasma darah, Merkuri, Tetraethyl lead, dan lain-lain. Perlu pula diingat
bahwa nilai-nilai tersebut sering dipengaruhi “intervening variable”,
misalnya gizi, kelainan kongenital, kadar hemoglobin, dan lain-lain.
Dalam kondisi keracunan akut, studi epidemiologi pada simpul ini dikenal
dengan penyelidikan Kasus Luar Biasa (KLB), yang memerlukan langkah-
langkah khusus.
4) Simpul keempat (D) adalah studi gejala penyakit, atau bila komponen
lingkungan telah menimbulkan dampak. Tahap ini ditandai dengan
pengukuran gejala sakit, baik secara klinis atau subklinis. Angka
prevalensi, insidensi dan mortality merupakan ukuran-ukuran studi
epidemiologi simpul D. Namun, umumnya studi dengan menggunakan
simpul indikator D ini, dewasa ini masih memiliki kelemahan bila terpaksa
harus mengambil data sekunder, misalnya di Puskesmas. Hal ini karena
sistem pencatatan dan pelaporan yang masih kurang sempurna. Sehingga
umumnya dilakukan dengan mengambil data primer. Contoh:
pengumpulan prevalensi atau insidensi penyakit saluran nafas di sekitar
pabrik.
14
menggabungkan atau mencoba menghubungkan antara ke dua simpul, misalnya
simpul B dengan simpul C, atau simpul A dengan simpul B atau simpul C.
Yang terakhir adalah pengukuran pada simpul D, yakni apabila interaktif itu
menjadi “out-come” berupa kejadian penyakit, contoh prevalensi berbagai
penyakit, seperti jumlah penderita keracunan, jumlah penderita kanker dalam
sebuah komunitas, jumlah penderita diare, penyakit kulit, dan sebagainya.
15
Studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja dapat
dikategorikan ke dalam dua kelompok besar.
Pertama adalah studi yang bersifat investigasi yakni mencari penyebab dalam
kejadian luar biasa. Yang kedua adalah studi dalam keadaan endemik. Lazim
dikenal sebagai surveillance epidemiologi.
16
Studi epidemiologi kadang juga menghubungkan dua simpul pengamatan atau
lebih, misalnya antara simpul B dengan simpul C atau simpul D, dengan
memperhatikan simpul lain sebagai intervening variable, seperti dalam gambar
skema di atas, yakni kemungkinan pemaparan “tambahan” dari transportasi atau
kebiasaan merokok yang dimasukkan ke dalam bagian studi. Sebagai contoh
adalah studi epidemiologi yang menghubungkan antara kejadian asma dengan
kadar gas formaldehyde di tempat kerja, dengan memperhitungkan faktor
pengaruh kebiasaan merokok.
Desain penelitian kesehatan kerja dan kesehatan lingkungan, juga mengenal dua
kategori besar, yakni: observasional dan eksperimen. Tipe observasional, dapat
merupakan deskripsi masa lampau, yakni retrospektif studi, misalnya
menghubungkan kasus bisinosis dengan riwayat pemajanan debu organik. Atau
studi observasional yang bersifat prospektif, yakni mengikuti riwayat pemajanan
sambil menunggu “specific out come” atau timbulnya suatu kasus. Studi
observasional dapat bersifat cross sectional atau kasus kelola (case control).
Sedangkan studi eksperimen dapat dilakukan di lapangan atau di laboratorium.
Eksperimen bila fenomena kesehatan lingkungan itu belum ada, observasi bila
fenomena atau kejadian itu sudah ada.
17
menggunakan manusia. Tentu saja bila masalah ethical clearence sudah
dilaksanakan.
18
2.8 Teori Simpul menurut Prof. dr. Umar Fahmi Ahmadi, MPH., Ph.D
Model Kejadian
19
kepadatan, umur, jender, pendidikan, genetik, perilaku dan lain sebagainya.
Perilaku penduduk yang dikenal berakar pada budaya merupakan salah satu
representasi budaya yang secara jelas tergolong variabel kependudukan.
Dengan demikian, kejadian penyakit pada hakikatnya hanya dipengaruhi oleh
variabel ”kependudukan” dan variabel ”lingkungan”. Dengan kata lain,
gangguan kesehatan merupakan resultan hubungan interaktif antara faktor
lingkungan dan faktor penduduk.
Tingkat Kepentingan
20
mengidentifikasi faktor risiko berbagai penyakit dan berupaya melakukan
eliminasi.
Faktor risiko adalah berbagai faktor yang berperan dalam setiap kejadian
penyakit, mencakup kondisi lingkungan pemukiman penduduk serta faktor
penduduk yang mencakup budaya, perilaku, kepadatan, pendidikan dan lain-
lain.Suatu wilayah, penyakit disatu pihak serta lingkungan dan perilaku
penduduk, dilain pihak bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat
dipisahkan. Pemecahan masalah kesehatan tidak mungkin dicapai dengan
hanya memperhatikan lingkungan atau sebaliknya hanya mengobati
penderita. Berhadapan dengan setiap penyakit, seorang manajer kesehatan
harus melakukan upaya yang menyeluruh dan terintegrasi dengan
menggerakkan seluruh komponen sistem kesehatan masyarakat dalam
21
wilayah yurisdiksi kabupaten/kota ataupun puskesmas. Secara populer, upaya
tersebut disebut manajemen penyakit berbasis wilayah.
Pengertian
Faktor yang berperan dalam kejadian suatu penyakit di tingkat individu dan
tingkat masyarakat. Berbagai varia- bel lingkungan dan penduduk yang
mencakup perilaku hidup sehat merupakan faktor risiko utama penyakit.
Dengan demikian, penyehatan lingkungan dan pember- dayaan masyarakat
merupakan upaya utama pengenda- lian berbagai faktor risiko penyakit di
dalam satu wilayah tertentu. Dalam suatu wilayah, MPBW harus dirancang
berdasarkan eviden yang dikumpulkan secara periodik, sistematik dan
terencana dan dilaksanakan oleh ”tim ter- padu” kesehatan. Bagaikan suatu
orkestra, tim terpadu tersebut disatu pihak terdiri dari kumpulan pemain yang
mahir memainkan alat musik, dilain pihak tim tersebut memiliki kesamaan
visi berupa lagu yang sama dalam sa- tu kesatuan orkestra. Tim tersebut bisa
merupakan pim- pinan dan/atau staf dinas kesehatan yang bermitra dengan
para dokter di rumah sakit, seluruh staf kesehatan di puskesmas, LSM bidang
kesehatan, dinas-dinas non kesehatan dalam lingkungan pemda, serta
22
masyarakat. Dengan demikian, MPBW merupakan kerja sama yang harmonis
antara para dokter di unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah
sakit dan petugas kesehatan masyarakat. Dalam menghadapi penyakit yang
sama, kedua kelompok tersebut harus menyamakan visi dan persepsi,
penyakit yang dianggap prioritas adalah penyakit yang ada atau endemik di
suatu wilayah tertentu. Pelaksana manajemen tidak harus kepala dinas
kesehatan, dokter di rumah sakit dan petugas Klinik Sanitasi di puskesmas,
merupakan bagian dari orkestra yang harus mempunyai visi yang sama, serta
berpikir dan bertindak mengendalikan penyakit tertentu dalam satu wilayah.
Pelaksanaan
23
Berdasarkan konsep tersebut di atas, pertanyaan yang selanjutnya muncul
adalah: “sudahkah pelaksanaan pengendalian penyakit yang merupakan
variabel inti kualitas sumber daya masyarakat itu dilakukan secara
terintegrasi? Dewasa ini beberapa wilayah otonomi kota/kabupaten
mempunyai Rancangan Sistim Kesehatan Kabupaten atau Kota (SKK) yang
disusun dan disahkan dalam bentuk Perda yang merupakan pedoman
pembangunan kesehatan kabupaten atau kota. Dengan demikian,
pembangunan kesehatan di wilayah otonom harus mengikuti Perda. Setiap
SKK hendaknya dipertegas dengan pasal yang memuat komponen integrasi,
koordinasi, sinkronisasi. Selain itu, diperlukan pernyataan yang jelas tentang
keterlibatan masyarakat dalam setiap pelaksanaan program kesehatan. Berikut
diuraikan berbagai langkah pembangunan kesehatan masyarakat yang
menggunakan pendekatan Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, sebagai
salah satu alternatif pendekatan yang mengacu pada SKK tersebut.
Penentuan Wilayah
24
seperti balita, kelompok ibu produktif. Faktor risiko tertentu misalnya rokok,
makanan sehat dan oleh raga, kemiskinan, dan rumah sehat. Wilayah tertentu
misalnya wilayah kecamatan atau wilayah kerja puskesmas. Apabila rumah
tidak sehat yang dijadikan faktor risiko terpilih, perlu dipertimbangan
outcome penyakitnya, persiapan alat diagnostik dan obat. Semua penentuan
prioritas tersebut harus dilakukan berbasis evidences
Modelling
Patogenesis penyakit atau gangguan kesehatan lain seperti gizi buruk (faktor
risiko beserta prediksi kejadian penyakit), digambarkan dalam suatu model.
Model tersebut memberikan panduan dalam penyusunan daftar kegiatan.
Misalnya, bagaimana model penularan malaria? Upaya yang dilakukan untuk
mengendalikan kondisi lingkungan, nyamuk, tempat perindukan, cara
mencari dan menemukan kasus secara dini agar segera dapat diobati sehingga
tidak menjadi sumber penularan? Obat dan alat diagnostik apa yang paling
cost efektive? Contoh lain, menggambakan model angka kesakitan
(morbidity) balita, angka kematian balita atau status gizi balita, apakah faktor
risiko kejadian gizi buruk sebagai outcome pada simpul 4 (lihat teori simpul).
Berbagai upaya kendali faktor risiko yang berperan dalam kematian balita,
gangguan gizi buruk dan lain-lain. Ini harus disusun secara lintas sektor dan
lintas program secara integratedbaik dalam perencanaan maupun pelaksana-
annya.
Rencana Kegiatan
25
buat daftar rancangan kegiatan secara exhausted(semua yang ada), baik yang
meliputi pengendalian faktor risiko maupun pengendalian outcome gangguan
penyakit (kesehatan). Sederet daftar belum tentu semua disetujui. Namun,
yang jelas daftar kegiatan itu akan dimasukkan ke dalam rancangan anggaran
(baik dimintakan dari Pemda, bantuan LN, maupun pemerintah pusat).
Audit
Daftar kegiatan yang tertuang dalam rencana dan anggaran perlu diaudit dari
aspek pelaksanaan dan aspek anggaran. Aspek yang paling penting adalah
proses pelaksanaan yang terintegrasi. Berbagai langkah tersebut selanjutnya
disusun dalam Pedoman Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah Puskesmas
atau Wilayah Kabupaten.
26
Menejemen Penyakit Berbasis wilayah secara esensial memenuhi pendekatan
kesehatan masyarakat yang pa- ling tidak harus menampilkan lima
karakteristik spesifik.
Lokasi Kegiatan
27
(d) Satuan wilayah di dalam jurisdiksi wilayah otonom seperti kecamatan,
desa, wilayah pariwisata, wilayah industri dan lain-lain. Manajemen pada
tingkat wilayah kabupaten dapat dilakukan di seluruh wilayah kabupaten
sebagai satu-satuan wilayah, atau dapat pula memilih manajemen tiap tingkat
puskesmas sebagai wilayah administratif wilayah kerja.
Metode
Dalam MPBW kabupaten kota dikenal tiga metode yang amat esensial,
meliputi analisis spasial, audit manajemen penyakit berbasis wilayah dan
surveilans berbasis wilayah. Analisis spasial merupakan salah satu metode
manajemen penyakit berbasis wilayah yang memperhatikan variabel spasial
seperti topografi, wilayah urban, wilayah industri, wilayah pedesaan. Dia
merupakan suatu analiterkait dengan distribusi kependudukan, persebaran
faktor risiko lingkungan, ekosistem, sosial ekonomi, serta analisa hubungan
antar variabel tersebut. Kejadian penyakit merupakan fenomena spasial yang
terjadi di atas permukaan bumi terestrial.
28
Upaya survailans dilakukan secara bersama terhadap faktor risiko lingkungan
dan kependudukan serta penyakit. Keduanya dilakukan secara terintegrasi dan
lintas sektor dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Obyek parameter survailans harus meliputi faktor risiko dan penyakit
yang berhubungan. Parameter yang digunakan harus
menggambarkan proses kejadian penyakit pada komponen manusia
dan lingkungan.
29
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya mencegah atau
memperkecil terjadinya bahaya (Hazard) dan risiko (risko) terjadinya
penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainnya yang
mungkin terjadi.
Menurut Achmadi (1991), faktor risiko atau hazards kesehatan kerja dapat
dikelompokkan yang berasal dari diri pekerja pada waktu bekerja yakni
tingkat kesehatan, kemampuan kerja, perilaku, antropometri, gender,
genetik, dan lain sebagainya.
30
2) Kegiatan yag berkaitan dengan kesehatan lingkungan
baik di dalam (indoor) maupun disekitaran peruahaan
(outdoor).
3) Kelompok kegiatan yang menyangkut kapasitas kerja
atau kegiatan pencegahan bersifat medis.
4) Rencana pelatihan-pelatihan untuk peningkatan
kualitas SDM melalui pelatihan-pelatihan.
5) Analisis beban kerja, jam kerja, waktu istirahat serta
hal-hal lain yang mengatur beban dan jenis
pekerjaan.
31
polusi udara, akan mengalir kearah satu daerah. Penduduk di sekitar arah
angin merupakan population at risk.
Dari populasi yang telah kita definisikan kemudian kita ambil sampel
menurut prosedur baku yang telah ada, yakni teknik sampling. Contoh
lainnya adalah distribusi makanan yang diduga tercemar merkuri. Dalam hal
ini population at risk, bisa tersebar di mana-mana, tergantung apakah
penduduk tersebut makan makanan yang mengandung merkuri atau tidak.
Population at risk juga dapat didasarkan pada kelompok umur, atau tempat
ataupun waktu, kebiasaan yang sama. Kesamaan-kesamaan “riwayat
exposure” barangkali yang amat menentukan terhadap kelompok berisiko ini.
Population at risk harus didefinisikan dulu, berdasarkan berbagai faktor yang
sekiranya menentukan kesamaan risiko tadi, barulah diambil sampelnya.
32
asin (sedangkan dalam ikan asin tersebut terdapat logam berat) akan
merupakan risiko logam berat di mana saja, kapan saja.
33
2. High Risk adalah di dalam kelompok risiko/population at risk ada
subkelompok yang akan terkena lebih dahulu dalam waktu, dosis dan
tempat yang sama.
Bahan kimia bisa berbahaya dan beracun bagi tubuh manusia, apalagi jika
terpapar dalam jumlah yang banyak. Padahal, bahan kimia dibutuhkan
dalam berbagai jenis pekerjaan. Zat kimia bisa masuk ke tubuh Anda
melalui hidung dalam bentuk udara, kulit, mata, mulut dalam bentuk gas,
uap, dan aerosol (debu, asap, kabut).
34
- Bahaya Kerja Fisik
Jenis bahaya kerja fisik dapat berupa bising, vibrasi, suhu lingkungan yang
ekstrem, dan radiasi. Bising secara konstan yang didapat dari pekerja
bangunan biasanya dapat menimbulkan tuli akibat kerja. Vibrasi atau
getaran bisa dirasakan seluruh tubuh atau bagian tertentu jika menggunakan
suatu mesin/alat dalam waktu lama dapat menyebabkan nyeri otot, mual,
hingga gangguan pembuluh darah.
35
Tenaga kesehatan merupakan pekerjaan yang paling terancam dari bahaya
kerja biologi. Penyakit akibat bakteri dan virus seperti tuberkulosis, hepatitis
B, C, dan HIV rentan menulari tenaga kesehatan, seperti dokter, perawat,
dan laboratoris. Selain itu, pekerja yang berhubungan dengan hewan juga
berisiko terkena penyakit seperti rabies dan antraks.
Bukan hanya masalah kesehatan fisik di atas, gangguan psikologis juga bisa
berisiko terjadi pada para pekerja. Hal yang paling sering menyebabkan ini
adalah stres akibat adanya perubahan jenis pekerjaan, jadwal, tingkat
tanggung jawab, dan ketidakcocokan dengan atasan atau rekan kerja.
36
Berdasarkan data kecelakaan kerja dari biro K3 Departemen Tekhnik dan
Utiitas PT. Semen Tonasa sejak lima tahun terakhir, kecelakaan kerja
yang terjadi di pabrik PT. Semen Tonasa cenderung menurun. Hal ini
dapat diartikan bahwa penerapan manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja di PT. Semen Tonasa berjalan sesuai dengan yang diharapkan yaitu
untuk mengurangi tingkat kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan
kerja. Berikut data kecelakaan kerja yang terjadi pada tahun 2007 hingga
2012.
Tabel 2.1
Data kasus kecelakaan kerja PT.Semen Tonasa
Tabel 2.2
37
Dari tabel 2.2 diatas menunjukkan bahwa pada penelitian ini didominasi
oleh responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 89,6 % sedangkan
yang berjenis kelamin perempuan hanya sebesar 10,4 %.
Tabel 2.3
38
Tabel 2.4
39
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Achmadi (1991), faktor risiko atau hazards kesehatan kerja dapat
dikelompokkan yang berasal dari diri pekerja pada waktu bekerja yakni tingkat
kesehatan, kemampuan kerja, perilaku, antropometri, gender, genetik, dan lain
sebagainya.
40
3. Keselamatan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan pada PT. Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep. Artinya, semakin tinggi
tingkat keselamatan kerja karyawan maka semakin tinggi pula tingkat kinerja
yang dimiliki oleh karyawan.
3.2 Saran
1. Buruh Konstruksi
Sebaiknya buruh konstruksi yang bekerja >8 jam/hari harus lebih berhati-
hati ketika waktu bekerja sudah berganti menjadi malam dan harus
mempersiapkan fisik yang kuat.
Pemerintah
41
Sebaiknya pihak pemerintah pusat dan daerah yang terkait melakukan kontrol
dan evaluasi terhadap implementasi K3.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. (https://www.euro.who.int/document/e66792.pdf)
3. Achmadi 1991
43
LAMPIRAN
44
45