Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM PTPS-B

PEMBUATAN KOMPOS CAIR

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
1. AMBAR AJI CAHYANI (2013351002)
2. APRA SALSABILA FITRI (2013351003)
3. SAVA AFIFAH PARAWANSYAH (2013351014)
4. ALIVIA SHAFA HANAFI (2013351018)
5. UTARI WULANDARI (2013351043)
6. FIRDA LUTHFI AZZAHRA (2013351047)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT , kami panjatkan puji dan syukur atas kehadiratnya yang
telah melimpahkan kepada kami rahmad dan hidayatnya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan praktikum pembuatan kompos cair. Laporan praktikum ini telah kami
susun dengan sebaik baiknya dan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga memperlancar pembuatan laporan praktikum ini, untuk itu kami
menyampaikan banyak terimakasi kepada semua pihak yang telah membantu berkontribusi
dalam pembuatan laporan praktikum ini.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari bahwa laporan praktikum ini masih memiliki
banyak kekurangan baik bagi susunan kalimat maupun tata bahasanya oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
laporan praktikum kami, akhir kritik dan saran kami sampaikan terimakasih banyak.

Bandar Lampung, 19 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sampah adalah bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran,
rumah, penginapan, hotel, rumah makan, industri, atau aktivitas manusia lainnya.
Sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak
terpakai.Sampah juga merupakan bagian terintim dari diri manusia yang hingga saat
ini masalahnya selalu menarik untuk dibicarakan tetapi menakutkan untuk dijamah.
Berawal dari keberadaan sampah tersebut maka estetika akan berkurang nilainya jika
sampah dibiarkan ada dimana-mana. Semua riset mengatakan bahwa pertambahan
jumlah sampah sama dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga, semakin
banyak penduduk yang menghuni bumi maka jumlah sampah juga akan semakin
bertambah.
Kesadaran masyarakat tentang hidup bersih dan teratur perlu terus ditumbuhkan, salah
satunya dalam penanganan sampah dari skala rumah tangga karena sampah juga
merupakan bagian dari perilaku hidup bersih dan sehat. Untuk mengubah kebiasaan
membuang sampah menjadi mengelola sampah perlu upaya yang dimulai secara
individual di setiap rumah. Untuk menjaga lingkungan bersih bebas dari sampah salah
satu solusinya mengubah kebiasaan membuang sampah untuk mengolah sampah
menjadi kompos dimulai dari sampah rumah tangga. Karena sebagiansampah yang
dihasilkan merupakan sampah organik (sampah basah), yaitu mencapai 60-70% dari
total volume sampah, yang berasal dari dapur dan halaman. Sampah organik ini, jika
pengelolaannya tidak secara benar maka akan memberikan bau busuk (H2S dan FeS)
dan akan menjadi sumber lalat, bahkan dapat menjadi sumber lebih dari 25 jenis
penyakit.
Sampah organik yang masih mentah, apabila diberikan secara langsung ke dalam
tanah, justru akan berdampak menurunkan ketersediaan hara tanah, disebabkan
sampah organik langsung akan disantap oleh mikroba. Populasi mikroba yang tinggi,
justru akan memerlukan hara untuk tumbuh dan berkembang, dan hara tadi diambil
dari tanah yang seyogyanya digunakan oleh tanaman, sehingga mikroba dan tanaman
saling bersaing merebutkan hara yang ada. Berdasarkan keadaan tersebut, justru akan
terjadi gejala kekurangan hara nitrogen (N) yang sering ditunjukan oleh daun
berwarna kekuning-kuningan (clorosis).
Alam memiliki andil besar dalam pengolahan sampah secara otomatis terutama
sampah organik. Akan tetapi kerja keras alam dalam pengolahan sampah secara
natural sangat tidak berimbang dibanding berjuta ton volume sampah yang
diproduksi. Selain itu sampah tidak selalu harus dibuang karena dengan sedikit
kreatifitas dan kerja keras manusia, sampah yang tidak layak pakai dapat berubah
menjadi barang kaya manfaat. Beragam jenis sampah, terutama sampah organik dapat
dengan mudah dan sederhana diaplikasikan menjadi bahan olahan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengolahan sampah sederhana dengan cara pembuatan kompos
menggunakan bahan dasar sampah sayur secara anaerobik dan dengan perlakuan
pemberian em4 dan gula merah?
C. Tujuan
a. Mahasiswa mengetahui cara pengolahan sampah sederhana melalui pembuatan
kompos secara anaerobik dengan menggunakan bahan dasar sampah sayur dengan
perlakuan pemberian EM4 dan gula merah.
b. Mahasiswa mampu mengaplikasikan sampah menjadi bahan yang bisa
dimanfaatkan yaitu proses pengomposan sebagai pupuk bagi tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kompos
Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah agar dapat
menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pupuk organik adalah bahan organik yang umumnya berasal
dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai
sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan
hewan. Suriawiria (2003) menyatakan bahwa pupuk organik mempunyai kandungan
unsur hara, terutama N, P, dan K yang relatif sedikit dibandingkan dengan pupuk
anorganik, tetapi mempunyai peranan lain yang sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan tanaman. Pengomposan menurut Yang
(1997), merupakan suatu proses biooksidasi yang menghasilkan produk organik yang
stabil dan dapat dikontribusikan secara langsung ke tanah serta digunakan sebagai
pupuk. Harada et al. (1993) menyatakan produk dari pengomposan berupa kompos
apabila diberikan ke tanah akan mempengaruhi sifat fisik, kimia maupun biologis
tanah.
B. Proses Pengomposan Anaerobik
Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia
dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses tersebut
merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu, seperti yang terjadi
pada proses pengomposan aerobik. Proses pengomposan secara anaerobik akan
menghasilkan metana (alkohol), CO2, dan senyawa lain seperti asam organik yang
memiliki berat molekul rendah (asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam
laktat).
Proses anaerobik umumnya dapat menimbulkan bau yang tajam. Sisa hasil
pengomposan anaerobik berupa lumpur yang mengandung air sebanyak 60% dengan
warna cokelat gelap sampai hitam. Kehilangan unsur hara pada proses pengomposan
secara anaerobik sedikit, sehingga umumnya mempunyai kandungan unsur hara yang
lebih tinggi dari proses pengomposan secara aerobik (Samekto, 2006)
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan anaerobik
1. Ukuran Bahan
Proses pengomposan dapat dipercepat jika bahan mentah kompos dicincang
menjadi bahan yang lebih kecil. Bahan yang kecil akan cepat didekomposisi
karena peningkatan luas permukaan untuk aktivitas organisme perombak (Gaur,
1983). Menurut Murbandono (1993), sampai batas tertentu semakin kecil ukuran
partikel bahan maka semakin cepat pula waktu pelapukannya .
2. Rasio Karbon-Nitrogen (C/N)
Rasio C/N bahan organik merupakan faktor yang paling penting dalam
pengomposan. Hal tersebut disebabkan mikroorganisme membutuhkan karbon
untuk menyediakan energi (Gunawan dan Surdiyanto, 2001) dan nitrogen yang
berperan dalam memelihara dan membangun sel tubuhnya (Triadmojo, 2001).
Kisaran rasio C/N yang ideal adalah 20-40, dan rasio yang terbaik adalah 30
(Center for policy and Implementation Study, 1992). Rasio C/N yang tinggi akan
mengakibatkan proses berjalan lambat karena kandungan nitrogen yang rendah,
sebaliknya jika rasio C/N terlalu rendah akan menyebabkan terbentuknya
amoniak, sehingga nitrogen akan hilang ke udara (Gunawan dan Surdiyanto,
2001)
3. Temperatur Pengomposan.
Pengomposan akan berjalan optimal pada suhu yang sesuai dengan suhu optimum
pertumbuhan mikroorganisme perombak. Menurut Murbandono (1993), suhu
optimum pengomposan berkisar antara 35-55 oC, akan tetapi setiap kelompok
mikroorganisme mempunyai suhu optimum yang berbeda sehingga suhu optimum
pengomposan merupakan integasi dari berbagai jenis mikroorganisme.
4. Derajat Keasaman (pH)
Identifikasi proses degradasi bahan organik pada proses pengomposan dapat
dilakukan dengan mengamati terjadinya perubahan pH kompos. Menurut Center
for Policy and Implementation Study (1992), derajat keasaman (pH) yang dituju
adalah 6-8,5 yaitu kisaran pH yang pada umumnya ideal bagi tanaman. Hasil
dekomposisi bahan organik ini menghasilkan kompos yang bersifat netral sebagai
akibat dari sifatsifat basa bahan organik yang difermentasikan. Pada pengomposan
pupuk organik padat nilai pH pada hari ketiga berkisar dari 7,66-8,84 dan hari ke-
enam berkisar pada 8,66-9,08 (Nengsih, 2002).
5. Mikroorganisme yang Terlibat dalam Pengomposan
Pengomposan akan berjalan lama jika mikroorganisme perombak pada
permulaannya sedikit. Mikroorganisme sering ditambahkan pada bahan yang akan
dikomposkan yang bertujuan untuk mempercepat proses pengomposan (Indriyani,
1999). Populasi mikroorganisme selama berlangsungnya proses pengomposan
akan berfluktuasi. Berdasarkan kondisi habitatnya (terutama suhu),
mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan tersebut terdiri dari dua
golongan yaitu mesofilik dan termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah
mikroorganisme yang hidup pada suhu antara 45-65 oC. Pada waktu suhu
tumpukan kompos kurang dari 45 oC, maka proses pengomposan dibantu oleh
mesofilik di atas suhu tersebut (45-65 oC) mikroorganisme yang berperan adalah
termofilik (Gaur, 1983 dan Center for Policy and Implementation Study, 1992).
Menurut Center for Policy and Implementation Study (1992), mikroorganisme
mesofilik pada hakekatnya berfungsi memperkecil ukuran partikel zat organik
sehingga luas permukaan partikel bertambah. Menurut Gaur (1983), bakteri
termofilik yang tumbuh dalam waktu yang terbatas berfungsi untuk
mengkonsumsi karbohidrat dan protein, sehingga bahan-bahan kompos dapat
terdegradasi dengan cepat.
D. Aktivator
Aktivator merupakan bahan yang mampu meningkatkan dekomposisi bahan organik.
Aktivator mempengaruhi proses pengomposan melalui dua cara, cara pertama yaitu
dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan
bahan organik (pada activator organic), kedua yaitu meningkatkan kadar N yang
merupakan makanan tambahan bagi mikroorganisme tersebut
E. Kol
Kubis kepala alias kol (Brassica oleracea var capitata) adalah kol yang dalam
pertumbuhannya dapat membentuk bulatan seperti kepala atau telur. Bentuk kepala
atau telur ini juga lazim disebut krop. Semua kol yang baru tumbuh umumnya
memiliki hipokotil sepanjang 2 cm, bewarna merah. Kecuali kol berkeping dua,
berakar tunggang dan serabut. Daun pertama mempunyai tangkai yang lebih panjang
dari pada daun yang diatasnya. Kol dapat ditanam hampir di semua jenis tanah. Tanah
yang ideal yaitu tanah liat berpasir yang cukup bahan organis.Pertumbuhan kol paling
baik di daerah yang hawanya dingin. Temperatur optimum pertumbuhan terletak
antara 150C, sedang di atas temperatur 250C pertumbuhan kol terhambat (Pracaya,
2001). Tanaman kol merupakan tanaman dataran tinggi, tumbuh terbaik pada
ketinggian tempat lebih dari 750 meter di atas permukaan laut. Namun demikian
sekarang sudah banyak kultivar yang dapat ditanam pada dataran yang lebih rendah.
Kol termasuk tanaman dwimusim, namun dapat juga ditanam sebagai tanaman
semusim. Titik tumbuh yang terletak di ujung tanaman tertutup oleh daun-daun yang
saling menutupi satu sama lain. Warna daun bermacam-macam putih, hijau, ungu, dan
sebagainya (Ashari, 1995).
F. Limbah Sayuran
Limbah atau sampah merupakan zat-zat atau bahan-bahan yang sudah tidak terpakai
lagi. Mengelompokkan sampah atau limbah berdasarkan beberapa faktor yaitu
menurut bentuk dan sifatnya. Berdasarkan bentuknya, sampah dibedakan menjadi
sampah padat, cair dan gas. Berdasarkan sifatnya, sampah dibedakan menjadi sampah
yang mengandung senyawa organik yang berasal dari tanaman, hewan dan mikroba
dan sampah anorganik yaitu garbage (bahan yang mudah membusuk) dan rubbish
(bahan yang tidak mudah membusuk). Salah satu sampah atau limbah yang banyak
terdapat di sekitar kota adalah limbah pasar. Limbah pasar merupakan bahanbahan
hasil sampingan dari kegiatan manusia yang berada di pasar dan banyak mengandung
bahan organik. Sampah pasar yang banyak mengandung bahan organik adalah
sampah-sampah hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan dan daun-daunan serta
dari hasil perikanan dan peternakan. Limbah sayuran adalah bagian dari sayuran atau
sayuran yang sudah tidak dapat digunakan atau dibuang.
Berdasarkan pengamatan di lapangan limbah yang terdapat di Pasar Mrican terdiri
dari limbah buah-buahan dan sayur-sayuran. Limbah buah-buahan terdiri dari limbah
buah semangka, melon, pepaya, jeruk, nenas dan lain-lain sedangkan limbah sayuran
terdiri dari limbah daun bawang, seledri, sawi hijau, sawi putih, kol, limbah kecambah
kacang hijau, klobot jagung, daun kembang kol dan masih banyak lagi limbah-limbah
sayuran lainnya. Namun yang lebih berpeluang digunakan sebagai bahan pengganti
hijauan untuk pakan ternak adalah limbah sayuran karena selain ketersediaannya yang
melimpah, limbah sayuran juga memiliki kadar air yang relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan limbah buahbuahan sehingga jika limbah sayuran dipergunakan
sebagai bahan baku untuk pakan ternak maka bahan pakan tersebut akan relatif tahan
lama atau tidak mudah busuk
G. Manfaat Kompos
Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan
kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki
struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan
meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
Aktifitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan
penambahan kompos. Aktifitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap
unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang
pertumbuhan tanaman. Aktifitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu
tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga
cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk
kimia, misalnya hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih
enak. Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek yakni
sebagai berikut (Isroi, 2008) : 1)

1) Aspek Ekonomi
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
2) Aspek Lingkungan
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
3) Aspek bagi tanah/tanaman
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas serap air tanah
4. Meningkatkan aktifitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fisik tanah yang
selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman hortikultura (buah-
buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya perishable ini hampir
tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di bidang perkebunan,
penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman. Di bidang
kehutanan, tanaman akan tumbuh lebih baik dengan kompos. Sementara itu, pada
perikanan, umur pemeliharaan ikan berkurang dan pada tambak, umur pemeliharaan 7
bulan menjadi 5-6 bulan.
Kompos membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih harum dan lebih
masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik, selain lebih sehat
dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia rasanya lebih baik,
lebih getas, dan harum. Penggunaan kompos sebagai pupuk organik saja akan
menghasilkan produktivitas yang terbatas. Penggunaan pupuk buatan saja (urea, SP,
MOP, NPK) juga akan memberikan produktivitas yang terbatas. Namun, jika
keduanya digunakan saling melengkapi, akan terjadi sinergi positif. Produktivitas jauh
lebih tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk tersebut secara masing-masing.
Sampah organik secara alami akan mengalami peruraian oleh berbagai jenis mikroba,
binatang yang hidup di tanah, enzim dan jamur. Proses peruraian ini memerlukan
kondisi tertentu, yaitu suhu, udara dan kelembaban. Makin cocok kondisinya, makin
cepat pembentukan kompos, dalam 4 – 6 minggu sudah jadi. Apabila sampah organik
ditimbun saja, baru berbulan-bulan kemudian menjadi kompos. Dalam proses
pengomposan akan timbul panas karena aktifitas mikroba. Ini pertanda mikroba
mengunyah bahan organik dan merubahnya menjadi kompos. Suhu optimal untk
pengomposan dan harus dipertahankan adalah 450-650C. Jika terlalu panas harus
dibolak-balik, setidak-tidaknya setiap 7 hari (Nia, Tanpa Tahun).
BAB III
METODE KERJA

A. Alat
1. Ember cat + tutup
2. Talenan
3. Pisau
4. Karung beras
5. Tali rafia
6. Batu
7. Drigen air
B. Bahan
1. Gula merah (200 g)
2. EM4 (10 ml)
3. Air cucian beras (1L)
4. Air sumur (5L)
5. Air kelapa (1L)
6. Sampah Organik (5kg)
C. Cara kerja

No Cara kerja Gambar


1. Persiapan sampah organik
 Sampah organik yg sudah terkumpul di
cacah

 Masukkan sampah organik yang sudah


dicacah kedalam karung, lalu diikat

2. Persiapan larutan
 isi ember dengan air
 masukkan gula, EM4, air kelapa, dan
air cucian beras ke dalam ember.
Aduk-aduk hingga larut merata
3. masukkan karung yang sudah berisi limbah
organik ke dalam ember yang sudah berisi
bahan- bahan campuran dengan air.
Ctt: Karung benar-benar tenggelam dalam
air. Jika tidak tenggelam, letakkan pemberat
di atasnya (jangan pakai pemberat besi)

4. tutup rapat dan simpan di tempat yang tidak


terkena matahari secara langsung
5. jangan dibuka-buka sampai hari ke-9
 buka tutup ember pada hari ke 10 dan
angkat karung secara perlahan
BAB IV
A. Hasil
B. Pembahasan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

AgroMedia., 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. AgroMedia Pustaka, Jakarta.


Badan Standarisasi Nasional (BSN)., 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik
Domestik. SNI 19-7030-2004. http://www.bsn.go.id [30 Mei 2016]
Djaja, W., 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Djuarnani, N., Kristian., dan B. S. Setiawan., 2005. Cara Cepat Membuat Kompos.
Agromedia Pustaka, Jakarta
Eriyatno., 2003. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press,
Bogor
Gaspersz, V., 1992. Analisis Sistem Terapan. Penerbit Tarsiti, Bandung.
Ginting, R., 2007. Sistem Produksi. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Hasibuan, B.E., 2006. Ilmu Tanah. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Herjanto, E., 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta.
Indriani, Y. H., 2001. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Isroi dan N. Yuliarti. 2009. Kompos. Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Komaruddin, 1991. Asas-Asas Manajemen Produksi. Bumi Aksara, Jakarta.
Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar; Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Murbandono, L. 2009.Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Jakarta.
Musnamar, E. I. 2003. Pupuk Organik Padat: Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Novizan., 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Render, B., dan Heizer, J., 2006. Manajemen Operasi. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai