Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN P5 PEMBUATAN KOMPOS

Disusun Oleh :

LAYLATUSSAIDAH,S.Pd (TIM P5)

SMP NEGERI 2 MERAL BARAT


PROVINSI KEPULAUAN RIAU
KABUPATEN KARIMUN
TAHUN 2022

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................i

Daftar Isi................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................2

BAB II Tinjauan Pustaka

A. Kompos................................................................................................3
B. Proses Pengomposan Anaerobik.........................................................3
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Anaerobik............................................................................................4
D. Aktivator..............................................................................................6
E. Kol.......................................................................................................6
F. Limbah Sayuran...................................................................................6
G. Manfaat Kompos.................................................................................7

BAB III METODE KERJA

A. Alat.....................................................................................................10
B. Bahan..................................................................................................10
C. Cara Kerja...........................................................................................11

BAB IV HASIL

A. Hasil....................................................................................................13
B. Pembahasan........................................................................................15

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................20
B. Saran...................................................................................................20

Daftar Pustaka

Lampiran

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampah adalah bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar,
perkantoran, rumah, penginapan, hotel, rumah makan, industri, atau aktivitas
manusia lainnya. Sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang
sudah tidak terpakai. Sampah juga merupakan bagian terintim dari diri manusia
yang hingga saat ini masalahnya selalu menarik untuk dibicarakan tetapi
menakutkan untuk dijamah. Berawal dari keberadaan sampah tersebut maka
estetika akan berkurang nilainya jika sampah dibiarkan ada dimana-mana. Semua
riset mengatakan bahwa pertambahan jumlah sampah sama dengan pertambahan
jumlah penduduk sehingga, semakin banyak penduduk yang menghuni bumi
maka jumlah sampah juga akan semakin bertambah.

Kesadaran masyarakat tentang hidup bersih dan teratur perlu terus


ditumbuhkan, salah satunya dalam penanganan sampah dari skala rumah tangga
karena sampah juga merupakan bagian dari perilaku hidup bersih dan sehat.
Untuk mengubah kebiasaan membuang sampah menjadi mengelola sampah perlu
upaya yang dimulai secara individual di setiap rumah. Untuk menjaga lingkungan
bersih bebas dari sampah salah satu solusinya mengubah kebiasaan membuang
sampah untuk mengolah sampah menjadi kompos dimulai dari sampah rumah
tangga. Karena sebagiansampah yang dihasilkan merupakan sampah organik
(sampah basah), yaitu mencapai 60-70% dari total volume sampah, yang berasal
dari dapur dan halaman. Sampah organik ini, jika pengelolaannya tidak secara
benar maka akan memberikan bau busuk (H2S dan FeS) dan akan menjadi sumber
lalat, bahkan dapat menjadi sumber lebih dari 25 jenis penyakit.

1
Sampah organik yang masih mentah, apabila diberikan secara langsung ke
dalam tanah, justru akan berdampak menurunkan ketersediaan hara tanah,
disebabkan sampah organik langsung akan disantap oleh mikroba. Populasi
mikroba yang tinggi, justru akan memerlukan hara untuk tumbuh dan
berkembang, dan hara tadi diambil dari tanah yang seyogyanya digunakan oleh
tanaman, sehingga mikroba dan tanaman saling bersaing merebutkan hara yang
ada. Berdasarkan keadaan tersebut, justru akan terjadi gejala kekurangan hara
nitrogen (N) yang sering ditunjukan oleh daun berwarna kekuning-kuningan
(clorosis).

Alam memiliki andil besar dalam pengolahan sampah secara otomatis


terutama sampah organik. Akan tetapi kerja keras alam dalam pengolahan sampah
secara natural sangat tidak berimbang dibanding berjuta ton volume sampah yang
diproduksi. Selain itu sampah tidak selalu harus dibuang karena dengan sedikit
kreatifitas dan kerja keras manusia, sampah yang tidak layak pakai dapat berubah
menjadi barang kaya manfaat. Beragam jenis sampah, terutama sampah organik
dapat dengan mudah dan sederhana diaplikasikan menjadi bahan olahan.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengolahan sampah sederhana dengan cara pembuatan kompos


menggunakan bahan dasar sampah daun kering dan ranting kering secara
anaerobik dan dengan perlakuan pemberian biosin dan molase?

C. Tujuan

a. Mahasiswa mengetahui cara pengolahan sampah sederhana melalui


pembuatan kompos secara anaerobik dengan menggunakan bahan dasar
sampah daun kering dan ranting kering dengan perlakuan pemberian biosin
dan molase.
b. Mahasiswa mampu mengaplikasikan sampah menjadi bahan yang bisa
dimanfaatkan yaitu proses pengomposan sebagai pupuk bagi tanaman.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kompos

Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah


agar dapat menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pupuk organik adalah bahan organik
yang umumnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam
tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen
yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Suriawiria (2003) menyatakan bahwa
pupuk organik mempunyai kandungan unsur hara, terutama N, P, dan K yang
relatif sedikit dibandingkan dengan pupuk anorganik, tetapi mempunyai peranan
lain yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan
kesehatan tanaman. Pengomposan menurut Yang (1997), merupakan suatu proses
biooksidasi yang menghasilkan produk organik yang stabil dan dapat
dikontribusikan secara langsung ke tanah serta digunakan sebagai pupuk. Harada
et al. (1993) menyatakan produk dari pengomposan berupa kompos apabila
diberikan ke tanah akan mempengaruhi sifat fisik, kimia maupun biologis tanah.

B. Proses Pengomposan Anaerobik

Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada


struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara).
Proses tersebut merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu,
seperti yang terjadi pada proses pengomposan aerobik. Proses pengomposan
secara anaerobik akan menghasilkan metana (alkohol), CO2, dan senyawa lain
seperti asam organik yang memiliki berat molekul rendah (asam asetat, asam
propionat, asam butirat, dan asam laktat).

3
Proses anaerobik umumnya dapat menimbulkan bau yang tajam. Sisa hasil
pengomposan anaerobik berupa lumpur yang mengandung air sebanyak 60%
dengan warna cokelat gelap sampai hitam. Kehilangan unsur hara pada proses
pengomposan secara anaerobik sedikit, sehingga umumnya mempunyai
kandungan unsur hara yang lebih tinggi dari proses pengomposan secara aerobik
(Samekto, 2006

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan Anaerobik


1. Ukuran Bahan
Proses pengomposan dapat dipercepat jika bahan mentah kompos dicincang
menjadi bahan yang lebih kecil. Bahan yang kecil akan cepat didekomposisi
karena peningkatan luas permukaan untuk aktivitas organisme perombak
(Gaur, 1983). Menurut Murbandono (1993), sampai batas tertentu semakin
kecil ukuran partikel bahan maka semakin cepat pula waktu pelapukannya
2. Rasio Karbon-Nitrogen (C/N)
Rasio C/N bahan organik merupakan faktor yang paling penting dalam
pengomposan. Hal tersebut disebabkan mikroorganisme membutuhkan
karbon untuk menyediakan energi (Gunawan dan Surdiyanto, 2001) dan
nitrogen yang berperan dalam memelihara dan membangun sel tubuhnya
(Triadmojo, 2001). Kisaran rasio C/N yang ideal adalah 20-40, dan rasio
yang terbaik adalah 30 (Center for policy and Implementation Study, 1992).
Rasio C/N yang tinggi akan mengakibatkan proses berjalan lambat karena
kandungan nitrogen yang rendah, sebaliknya jika rasio C/N terlalu rendah
akan menyebabkan terbentuknya amoniak, sehingga nitrogen akan hilang ke
udara (Gunawan dan Surdiyanto, 2001)
3. Temperatur Pengomposan
Pengomposan akan berjalan optimal pada suhu yang sesuai dengan suhu
optimum pertumbuhan mikroorganisme perombak. Menurut Murbandono
(1993), suhu optimum pengomposan berkisar antara 35-55 oC, akan tetapi
setiap kelompok mikroorganisme mempunyai suhu optimum yang berbeda

4
sehingga suhu optimum pengomposan merupakan integasi dari berbagai
jenis mikroorganisme.
4. Derajat Keasaman (pH)
Identifikasi proses degradasi bahan organik pada proses pengomposan dapat
dilakukan dengan mengamati terjadinya perubahan pH kompos. Menurut
Center for Policy and Implementation Study (1992), derajat keasaman (pH)
yang dituju adalah 6-8,5 yaitu kisaran pH yang pada umumnya ideal bagi
tanaman. Hasil dekomposisi bahan organik ini menghasilkan kompos yang
bersifat netral sebagai akibat dari sifatsifat basa bahan organik yang
difermentasikan. Pada pengomposan pupuk organik padat nilai pH pada hari
ketiga berkisar dari 7,66-8,84 dan hari ke-enam berkisar pada 8,66-9,08
(Nengsih, 2002).
5. Mikroorganisme yang Terlibat dalam Pengomposan
Pengomposan akan berjalan lama jika mikroorganisme perombak pada
permulaannya sedikit. Mikroorganisme sering ditambahkan pada bahan
yang akan dikomposkan yang bertujuan untuk mempercepat proses
pengomposan (Indriyani, 1999). Populasi mikroorganisme selama
berlangsungnya proses pengomposan akan berfluktuasi. Berdasarkan
kondisi habitatnya (terutama suhu), mikroorganisme yang terlibat dalam
pengomposan tersebut terdiri dari dua golongan yaitu mesofilik dan
termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah mikroorganisme yang hidup
pada suhu antara 45-65 oC. Pada waktu suhu tumpukan kompos kurang dari
45 oC, maka proses pengomposan dibantu oleh mesofilik di atas suhu
tersebut (45-65 oC) mikroorganisme yang berperan adalah termofilik (Gaur,
1983 dan Center for Policy and Implementation Study, 1992).
Menurut Center for Policy and Implementation Study (1992),
mikroorganisme mesofilik pada hakekatnya berfungsi memperkecil ukuran
partikel zat organik sehingga luas permukaan partikel bertambah. Menurut
Gaur (1983), bakteri termofilik yang tumbuh dalam waktu yang terbatas
berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein, sehingga bahan-
bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat.

5
D. Aktivator

Aktivator merupakan bahan yang mampu meningkatkan dekomposisi


bahan organik. Aktivator mempengaruhi proses pengomposan melalui dua cara,
cara pertama yaitu dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif
dalam menghancurkan bahan organik (pada activator organic), kedua yaitu
meningkatkan kadar N yang merupakan makanan tambahan bagi mikroorganisme
tersebut

E. Daun Kering

Kubis kepala alias kol (Brassica oleracea var capitata) adalah kol yang
dalam pertumbuhannya dapat membentuk bulatan seperti kepala atau telur.
Bentuk kepala atau telur ini juga lazim disebut krop. Daun kering merupakan
salah satu bahan baku pembuatan kompos. Daun kering mengandung unsur
nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) yang dibutuhkan oleh tanaman. Selain itu,
daun kering juga mengandung karbon (C) yang berperan sebagai sumber energi
bagi mikroorganisme pengurai. Daun kering dapat diolah menjadi kompos dengan
cara yang cukup sederhana. Berikut adalah langkah-langkah pembuatan kompos
dari daun kering:
1. Siapkan bahan baku
Bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat kompos dari daun kering adalah
daun kering, air, dan EM4 (Effective Microorganisms 4). EM4 adalah campuran
mikroorganisme yang dapat mempercepat proses pengomposan.
2. Potong-potong daun kering
Potong-potong daun kering menjadi ukuran yang lebih kecil agar proses
pengomposan lebih cepat.
3. Campurkan bahan baku
Campurkan daun kering, air, dan EM4 dalam wadah tertutup.
4. Aduk secara teratur
Aduk campuran kompos secara teratur, setidaknya 2 kali sehari.
5. Simpan di tempat yang teduh
Simpan campuran kompos di tempat yang teduh dan terhindar dari sinar matahari
langsung.

6
Proses pengomposan dari daun kering membutuhkan waktu sekitar 2-3 bulan.
Setelah kompos matang, kompos dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman.
Berikut adalah beberapa tips untuk membuat kompos dari daun kering:
 Gunakan daun kering yang bersih dan bebas dari kotoran.
 Tambahkan air secukupnya agar campuran kompos tetap lembap.
 Aduk campuran kompos secara teratur agar proses pengomposan lebih cepat.
 Simpan campuran kompos di tempat yang teduh dan terhindar dari sinar matahari
langsung.
Dengan memanfaatkan daun kering untuk pembuatan kompos, kita dapat
mengurangi jumlah sampah organik dan sekaligus menyuburkan tanaman.

F. Limbah Ranting Kering

Limbah ranting kering merupakan salah satu jenis sampah organik yang dapat
diolah menjadi kompos. Limbah ranting kering mengandung unsur karbon (C)
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme pengurai. Selain itu, limbah ranting kering
juga mengandung unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) yang dapat
menyuburkan tanaman.
Limbah ranting kering dapat diolah menjadi kompos dengan cara yang cukup
sederhana. Berikut adalah langkah-langkah pembuatan kompos dari limbah
ranting kering:
1. Siapkan bahan baku
Bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat kompos dari limbah ranting kering
adalah limbah ranting kering, air, dan EM4 (Effective Microorganisms 4). EM4
adalah campuran mikroorganisme yang dapat mempercepat proses pengomposan.
2. Potong-potong limbah ranting kering
Potong-potong limbah ranting kering menjadi ukuran yang lebih kecil agar proses
pengomposan lebih cepat.
3. Campurkan bahan baku
Campurkan limbah ranting kering, air, dan EM4 dalam wadah tertutup.
4. Aduk secara teratur
Aduk campuran kompos secara teratur, setidaknya 2 kali sehari.
5. Simpan di tempat yang teduh

7
Simpan campuran kompos di tempat yang teduh dan terhindar dari sinar matahari
langsung.
Proses pengomposan dari limbah ranting kering membutuhkan waktu sekitar 3-4
bulan. Setelah kompos matang, kompos dapat digunakan untuk menyuburkan
tanaman.
Berikut adalah beberapa tips untuk membuat kompos dari limbah ranting kering:
 Gunakan limbah ranting kering yang bersih dan bebas dari kotoran.
 Tambahkan air secukupnya agar campuran kompos tetap lembap.
 Aduk campuran kompos secara teratur agar proses pengomposan lebih cepat.
 Simpan campuran kompos di tempat yang teduh dan terhindar dari sinar matahari
langsung.
Dengan memanfaatkan limbah ranting kering untuk pembuatan kompos, kita
dapat mengurangi jumlah sampah organik dan sekaligus menyuburkan tanaman.
Berikut adalah beberapa manfaat pembuatan kompos dari limbah ranting kering:
 Mengurangi jumlah sampah organik
 Meningkatkan kualitas tanah
 Memperkaya unsur hara tanah
 Meningkatkan kesuburan tanaman
 Meningkatkan hasil panen
Pembuatan kompos dari limbah ranting kering merupakan salah satu upaya untuk
mengurangi jumlah sampah organik dan sekaligus meningkatkan kualitas tanah.
Upaya ini dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri, sehingga dapat
menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan sampah dan lingkungan.

G. Manfaat Kompos
Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik
tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Aktifitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan
meningkat dengan penambahan kompos. Aktifitas mikroba ini membantu
tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang

8
dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktifitas mikroba tanah juga diketahui
dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk
dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang
dipupuk dengan pupuk kimia, misalnya hasil panen lebih tahan disimpan, lebih
berat, lebih segar, dan lebih enak.

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek yakni
sebagai berikut (Isroi, 2008) :

1) Aspek Ekonomi
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
2) Aspek Lingkungan
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
3) Aspek bagi tanah/tanaman
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas serap air tanah
4. Meningkatkan aktifitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fisik tanah
yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman
hortikultura (buah-buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya
perishable ini hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di
bidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan produksi

9
tanaman. Di bidang kehutanan, tanaman akan tumbuh lebih baik dengan kompos.
Sementara itu, pada perikanan, umur pemeliharaan ikan berkurang dan pada
tambak, umur pemeliharaan 7 bulan menjadi 5-6 bulan.

Kompos membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih harum
dan lebih masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik,
selain lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia
rasanya lebih baik, lebih getas, dan harum. Penggunaan kompos sebagai pupuk
organik saja akan menghasilkan produktivitas yang terbatas. Penggunaan pupuk
buatan saja (urea, SP, MOP, NPK) juga akan memberikan produktivitas yang
terbatas. Namun, jika keduanya digunakan saling melengkapi, akan terjadi sinergi
positif. Produktivitas jauh lebih tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk tersebut
secara masing-masing.

Sampah organik secara alami akan mengalami peruraian oleh berbagai jenis
mikroba, binatang yang hidup di tanah, enzim dan jamur. Proses peruraian ini
memerlukan kondisi tertentu, yaitu suhu, udara dan kelembaban. Makin cocok
kondisinya, makin cepat pembentukan kompos, dalam 4–6 minggu sudah jadi.
Apabila sampah organik ditimbun saja, baru berbulan-bulan kemudian menjadi
kompos. Dalam proses pengomposan akan timbul panas karena aktifitas mikroba.
Ini pertanda mikroba mengunyah bahan organik dan merubahnya menjadi
kompos. Suhu optimal untk pengomposan dan harus dipertahankan adalah 450-
650C. Jika terlalu panas harus dibolak-balik, setidak-tidaknya setiap 7 hari (Nia,
Tanpa Tahun).

10
BAB III

METODE KERJA

A. Alat
1. Ember Cat Plastik
2. Ember Plastik
3. Pipa Paralon
4. Pisau
5. Sarung tangan
Lateks

6. Karung Beras untuk Tempat sampah


7. Gelas Ukur
8. Bambu 5 buah (10 cm)
9. Plastik yang dilubangi
10. Kawat yang dibulatkan
11. Alat ayakan
B. Bahan
1. Sampah Organik ±10 kg
2. Air Sumur
3. Biosin
4. Molase
5. Daun Kering
6. Ranting Kering

11
C. Cara Kerja
No. Cara Kerja Gambar
Persiapan Alat Pengompos

Ember cat plastik disiapkan tanpa dibuang bagian


1.

Dilubangi bagian bawah Ember cat plastik untuk sirkulasi

Persiapan Sampah Organik

Sampah organik yang mudah membusuk dicacah ukuran

2.
Sampah organik yang sudah dicacah lalu ditimbang

Persiapan Larutan

Sampah ±10 kg bisa menggunakan tong ukuran


60 liter.
3.
Pembuatan larutan berupa :
3 sendok biosin
3 sdm molase
Dilarutkan dengan 300 cc air
Pencampuran Sampah dengan Larutan Inokulan
Sampah yang sudah ditimbang, dicampur
4. menggunakan larutan inokulan

Sampah siap digunakan

12
Pelaksanaan Pembuatan Kompos

Pengumpulan Sampah Daun kering

Diatas plastik diisi dengan sampah organik setinggi 5


cm dan seterusnya diisi dengan dengan daun kering
setinggi 2 cm dan lalu dimasukkan tanah setinggi 3cm.

Proses Pencacahan Sampah Daun Kering

Dilakukan berulang sampai ember cat penuh

Ember cat plastik kompos disimpan ditempat yang


kurang cahaya dan diperiksa sekali seminggu serta
dicatat suhu dan kelembapannya, tong kompos
didiamkan selama 3-4 minggu menunggu proses
peguraian.
Kompos jadi

Proses Pemberian Peracikan dengan air yang telah bercampur


EM4. Jika sampah sudah tidak berbau busuk dan ketinggian
sampah menurun ± 50 cm, berarti kompos sudah jadi.

Kompos dibongkar dari ember cat dan diangin


anginkan selama ± 2 hari
6.

Setelah kompos agak kering lalu diayak dan disimpan


di dalam karung

Kompos siap dimanfaatkan

13
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan kegiatan pembuatan kompos yang dilakukan dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut :

1. Metode pengomposan yang digunakan yaitu metode anaerob.


2. Hasil yang yang didapatkan berdasarkan faktor- faktor yang mempengaruhi
pembuatan kompos adalah kompos masih berbau, tekstur lembek dan
menggumpal, warna coklat kekuning-kuningan.
3. Kekurangan dari pembuatan kompos berbahan daun dan ranting kering ini
adalah bau yang ditimbulkan sedangkan kelebihannya adalah bahan baku
kompos yang mudah didapatkan.
4. Kompos yang dihasilkan belum sempurna atau bisa dikatakan belum matang.

B. Saran

Dalam pembuatan kompos ini, saran yang dapat diberikan antara lain:

1. Waktu pelaksanaan pembuatan kompos perlu diperhatikan mengingat


waktu yang dibutuhkan cukup lama tergantung dengan bahan dan metode
yang digunakan.
2. Dalam pencacahan bahan dasar kompos yaitu sampah daun dan ranting
kering harus dipotong dengan ukuran yang lebih kecil sehingga dapat
memudahkan proses pengomposan dan penguraiannya juga semakin
mudah.
3. Perlunya memperhatikan lokasi penyimpanan kompos agar tidak
mengganggu lingkungan sekitar.

14
DAFTAR PUSTAKA

AgroMedia., 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional (BSN)., 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah


Organik Domestik. SNI 19-7030-2004. http://www.bsn.go.id [30 Mei 2016]

Djaja, W., 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan
Sampah. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Djuarnani, N., Kristian., dan B. S. Setiawan., 2005. Cara Cepat Membuat


Kompos. Agromedia Pustaka, Jakarta

Eriyatno., 2003. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen.


IPB Press, Bogor

Gaspersz, V., 1992. Analisis Sistem Terapan. Penerbit Tarsiti, Bandung.

Ginting, R., 2007. Sistem Produksi. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Hasibuan, B.E., 2006. Ilmu Tanah. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Herjanto, E., 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. PT Gramedia Widiasarana


Indonesia, Jakarta.

Indriani, Y. H., 2001. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Isroi dan N. Yuliarti. 2009. Kompos. Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Komaruddin, 1991. Asas-Asas Manajemen Produksi. Bumi Aksara, Jakarta.

Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar; Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Murbandono, L. 2009.Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Jakarta.

Musnamar, E. I. 2003. Pupuk Organik Padat: Pembuatan dan Aplikasi. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Novizan., 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Render, B., dan Heizer, J., 2006. Manajemen Operasi. Penerbit Salemba Empat,
Jakarta.

15
LAMPIRAN

Foto bersama setelah

Kegiatan Komposting

Pengumpulan sampah dan


daun kering

Kompos siap di packing

16

Anda mungkin juga menyukai