KELOMPOK 6
FILDIANITA AMALIAH ALWY (D131 17 1504)
INDAH NUR SAKINAH J. (D131 17 1506)
REZKY PRATAMA ALI (D131 17 1508)
FERDY TRISETIO (D131 17 1510)
i
KATA PENGANTAR
Akhir kata, semoga Laporan praktikum ini ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
07 Desember 2019
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
A. Kompos ........................................................................................................ 3
1. Alat ........................................................................................................... 8
2. Bahan ...................................................................................................... 12
iii
BAB IV ................................................................................................................. 16
A. Hasil ........................................................................................................... 16
B. Pembahasan ................................................................................................ 17
BAB V................................................................................................................... 19
PENUTUP ............................................................................................................. 19
A. Kesimpulan .................................................................................................. 19
B. Saran ............................................................................................................. 19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampah merupakan masalah yang sejak dulu hingga kini sulit untuk diatasi
dalam lingkungan masyarakat, karena sampah telah menjadi barang keseharian
masyarakat. Setiap hari manusia menghasilkan sampah dari hasil kegiatan mereka.
Sampah dari hari ke hari menjadi bertambah dan kemampuan mengelola sampah
menjadi berkurang.
Penumpukan sampah menyebabkan tibulnya berbagai penyakit sepertidiare,
tifus, dan sebagainya. Selain itu, sampah dapat pula menyebabkan perairan menjadi
tercemar, badan-badan air warnanya hitam dan berbau busuk serta dapat
menyebabkan banjir akibat pembuangan sampah yang tidak tepat sehingga
mengancam kelangsungan dan kelestarian lingkungan hidup.
Sampah organic domestik adalah sampah yang berasal dari pemukiman antara
lain sisa makanan, daun, buah-buahan dan sisa sayuran. Sampah orgnaik memiliki
presentase terbesar dalam keseluruhan produksi smpah disbanding sampah
anorganik maupun sampah yang mengandung limbah berbahaya.
Pemanfaatan limbah dilakukan dengan menjadikan hal baru yang sangat
bermanfaat limbah tersebutadalah dengan menjadikannya kompos di mana kompos
ini bisa dimanfaatkan oleh para petani, sebagai pupuk alami yang bisa menjadi
pilihan sebagai pupuk ramah lingkungan.
Pengelolahan sampah dengan kompos bisa dilalkukan dengan cara
konvensional dan menggunakan Effective Microorganism (EM4). Proses
pengomposan agar dapat berjalan lebih cepat dan efisien dilakukan dengan
menambahkan mikroorganisme perombak bahan organik atau aktivator. Aktivator
berfungsi mengurai sisa organic yang telah mati menjadi unsur-unsur yang
dikembalikan ke dlaam tanah (N, P, K, Ca, Mg dan lain-lain) dan atmosfer (CH4
atau CO2) sebagai hara yang dapat digunakan kembali tanaman. Pada percobaan ini
1
penggunaan Effective Microorganism (EM4) adalah untuk mempercepat proses
pembuatan kompos.
Salah satu metode pembuatan kompos yang sederhana, praktis dan dapat
diterapkan untuk skala rumah tangga adalah metode composting Takakura, yang
dapat diaplikaskan dalam skala individua tau rumah tangga. Selain sederhana dan
relative murah, metode composting Takakura tepat untuk diaplikasikan dalam skala
rumah tangga karena tidak membutuhkan lahan yang luas, portable, proses
dekomposisi yang cepat, dan tidak berbau.
B. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kompos
Kompos merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia yang dibuat
dari proses pembusukan sisa-sia bahan orgnaik. Proses pengomposan dapat
berlangsung secara aerobik dan anaerobik yang saling menunjang pada kondisi
lingkungan tertentu. Secara keseluruhan proses ini disebut dekomposisi atau
penguraian (Ekawandani & Kusuma, 2018). Kompos merupakan bahan organik,
seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang
jagung, sulur, carang-carang serta kotoran hewan yang telah mengalami proses
dekomposisi oleh mikroorgsnisme pengurai, sehingga dpat dimanfaatkan untuk
memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos mengandung hara-hara mineral yang
esensial bagi tanaman (Setyorini, 2019).
Penggunaan kompos sebagai bahan pembenah tanah (Soil Conditioner) dapat
meniingkatkan kandungan bahan orgnaik tanah sehingga mempertahankan dan
menambah kesuburan tanah pertanian. Karateristik umum dimiliki kompos antara
lain (Setyorini, 2019) :
1.) Mengandung unsur hara dalam jumlah bervariasi tergantung bahan asal.
2.) Menyediakan unsur hara secara lambat (Slow Rate) dan dalam jumlah yang
terbatas, dan
3.) Mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah.
Kompos bermanfaat untuk (Ekawandani & Kusuma,2018) :
1.) Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur.
2.) Memperkuan daya ikat agregat tanah berpasir.
3.) Meningkatkan daya tahan dan daya serap air.
4.) Memperbaiki drainase dan pori-pori dalam tanah.
5.) Menambah dan mengaktifkan unsur hara.
6.) Meningkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara.
7.) Membantu dekomposisi bahan mineral.
3
8.) Menyediakan bahan makanan bagi mikroorganisme yang menguntungkan
pertumbuhan tanaman.
B. Faktor yang Memengaruhi Mutu Kompos
Mutu kompos dipengaruhi oleh tipe dan mutu dari bahan dasarnya, serta mutu
dari proses pengomposannya. Proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa
parameter, seperti ukuran partikel, kandungan air, skrening, formasi timbunan,
aerasi, dan sebagainya. Mutu kompos yang sudah siap dipakai sangat bergantung
kepada tingkat kontaminan dari bahan pembentukanya.
Bahan orgnaik dapat tercemar melalui air yang tercemar, sumber bahan
orgnaik, dan residu pestisida. Sumber logam berat yang mencemari kompos
tersebut antara lain : baterai (merkuri, kadminium, plumbum dan seng), kulit
(kromium, cat (kromium, plumbum dan kadmium), plastik (kadmium, plumbum
dan nikel), pelapis cahaya (plumbum), kertas (plumbum), elektronik (plumbum dan
kadmium), keramik, kosmetika dan debu (Setyorini, 2019).
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar proses pengomposan dapat berlangsung
lebih cepat antara lain ebagai berikut.
1.) Nilai C/N bahan
Semakin rendah nilai C/N, waktu yang diperlukan semakin singkat.
2.) Ukuran bahan
Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya
karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri. Untuk itu, bahan
organik perlu dicacah hingga berukuran kecil. Bahan yang keras sebaiknya
dicacah hingga ukuran 0,5 – 1 cm, sedangkan bahan yang tidak keras
dicacah dengan ukuran yang agak lebih besar, secikar 5 cm. Pencacahan
bahan yang tidak keras sebaiknya tidak terlalu kecil karena bahan yang
telah hancur (banyak air) kurang baik karena kelembapannya menjadi
tinggi.
3.) Komposisi bahan
Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan cepat.
Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila
ditambahkan dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambakan bahan
4
makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan organisme. Dengan
demikia, mikrooganisme juga akan mendapatkan bahan makakanan lain
selain dari bahan organik.
4.) Jumlah Mikroorganisme
Dalam proses pengomposan, yang akan berperan adalah bakteri, fungi,
Actinomycetes, dan protozoa. Selain itu, harus sering ditambahkan pula
mikroorganisme ke dalam bahan yang dokomposkan. Dengan
bertambahnya jumlah mikroorganisme, diharapkan proses pengomposan
akan lebih cepat.
5.) Kelembapan dan Aerasi
Pada umumnya mikroorganisme dapat bekerja dengan kelembapan 40 –
60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja
secara optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat
menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati. Adapun
kebutuhan aerasi tergantung dari proses berlangsungnya pengomposan
tersebut, baik secara aerobik maupun anaerobik.
6.) Suhu
Suhu optimal untuk pengomposan sekitar 30—50° C. Suhu yang terlalu
tinggi akan mengakibatkan kematian mikroorganisme. Bila suhu relatif
rendah, mikroorganisme belum dapat bekerja atau berada dalam keadaan
dorman. Aktivitas mikroorganisme dalam proses pengomposan tersebut
juga menghasilkan panas sehingga untuk menjaga suhu tetap optimal sering
dilakukan pembalikan. Namun, ada mikroba yang bekerja pada suhu yang
relatif tinggi, yaitu 80° C, seperti Trichoderma
pseudokoningii dan Cytophaga sp. Kedua jenis mikroba ini digunakan
sebagai aktivator dalam proses pengomposan skala besar atau skala
industri, seperti pengomposan tandan kosong kelapa sawit.
7.) Keasaman (pH)
Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme. Kisaran pH yang baik untuk pengomposan sekitar 6,5—
7,5 (netral). Oleh karena itu, dalam proses pengomposan sering diberi
5
tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan pH. Proses pengomposan
dapat dipercepat dengan bantuan aktivator. Beberapa aktivator yang
tersedia di pasaran antara lain OrgaDec, Stardec, EM4, dan Fix–Up Plus.
Semua aktivator tersebut sudah dikemas dalam berbagai ukuran yang siap
dipasarkan dalam Proses pengomposan ternyata juga dapat melibatkan
hewan lain (organisme makro), seperti cacing tanah yang bekerja sama
dengan mikroba dalam proses penguraian. Dalam hal ini, cacing memakan
bahan organik yang tidak terurai, mencampur bahan organik, dan membuat
rongga-rongga udara sebagai aerasi. Kehadiran cacing tanah dapat
mempercepat penghancuran bahan organik oleh mikroorganisme.
Penguraian oleh mikroorganisme disebut pengomposan atau composting,
sedangkan keterlibatan cacing (vermes) dalam proses pengomposan
disebut vermicomposting dan hasilnya disebut casting atau kascing
(Pertanianku, 2016).
C. Kematangan Kompos
Agar dapat digunakan sebagai bahan penyubur tanah, kompos harus benar-
benar stabil (matang). Beberapa metode dan parameter yang diuji untuk
menentukan derajat kestabilan kompos antara lain :
1.) Karbon/nitrogen (rasio C/N).
2.) Stabilitas terhadap pemanasan.
3.) Reduksi bahan organik, dan
4.) Parameter humifikasi.
Penelitian lain menunjukkan indikator kematangan kompos seperti disajikan
pada tabel 2.1 anta lain penetapan rasio C.\/N, pH, KTK, sedangkan sifat-sifat yang
perlu diketahui pada tingkat petani yaitu warna kompos serta aroma. Kompos yang
sudah matang bewarna coklat gelap dan berbau tanah (earthy) (Setyorini, 2019).
Tabel 2.1 Beberapa Indikator Kematangan Kompos
Parameter Indikator
Suhu Stabil
6
pH Alkalis
COD Stabil
BOD Stabil
C/N rasio < 20
Laju Respirasi < 10 mg g-1 kompos
Warna Coklat Tua
Bau Earthy
KTK > 60 me 100 g-1 abu
7
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Alat
1.) Keranjang 60 Liter
Sebagai wadah pembuatan kompos
2.) Kardus
Melindungi sampah organik dari binatng,
menjaga sirkulasi dan kembapan serta
mencegah kompos keluar dari keranjang.
8
3.) Gunting
Untuk memotong kardus, plester bening
dan sampah sayur
4.) Pisau
Untuk mencacah sampah sayur.
9
6.) Jarum dan Benang Jahit
Digunakan untuk menjahit kain berpori
agar dapat diisi dengan sekap padi
10
9.) Batang Kayu
10.) Timbangan
Untunk mengukur berat sampah sayur
dan kompos yang telah jadi.
11
2. Bahan
1.) Sampah Organik
3.) EM4
Mempercepat dalam proses penguraian
bahan organik secara dengan bantuan
bakteri pengurai yang ada didalamnya.
12
4.) Air
Disemprotkan pada bahan organik
untuk menjaga kelembapan bahan
organik.
5.) Gula
Untuk membantu mengaktifkan
mikroorganisme yang ada pada EM4.
C. Metode Pegerjaan
13
rekatkan kardus dengan keranjang dengan menggunakan plester
bening agar kardus tidak berpindah.
2.) Jahit kain berpori hingga membentuk seperti sarung bantal dan isi
dengan sekam padi. Bantalan berisi sekap padi dibuat dua buah.
3.) Salah satu bantalan diletakkan pada bagian dasar keranjang.
4.) Kemudian sekam padi ditambahkan diatas bantlan.
5.) Sampah sayur dimasukkan kedalam keranjang. Sebaiknya pada sisi
samping sampah saur diberi sekam agar air lindi dari sampah sayur
tidak merembes keluar.
6.) Masukkan sekap padi diatas sampah organik.
7.) Terakhir bantalan kedua diletakkan paling atas bahan kompos.
Keranjang ditutup.
3. Penambahan EM4
Penambahan EM4 dilakukan sehari setelah pembuatan kompos Takakura.
Cara penambahan EM4 yaitu :
1.) Campurkan larutan EM4 sebanyak 10 gr dengan gula 10 gr dan
homogenkan.
2.) Pada keranjang, tutup keranjang dibuka bantalan diangkat dan sekap
padi disingkirkan agar tidak menghalangi EM4 yang akan ditaburkan
pada sampah sayur.
3.) EM4 kemudian ditaburkan secara merata pada sampah sayur dan bila
perlu diaduh dnegan menggunakan batangan kayu.
4.) Tutup kembali sampah sayur dengan sekap padi dan bantalan.
4. Pemanenan Kompos
Pemanenan kompos dilakukan setelah lebih dari 20 hari, atau saat
kompos telah matas. Kompos yang telah matang akan bewarna seperti
tanah dan akan menggumpal. Adapun hal-hal yang dilakukan saat
pengambilan kompos.
1.) Menngangkat bantalan dan sekap padi yang menutupi kompos yang
telah jadi.
14
2.) Mengambil gumpalan kompos bewarna coklat tua (agak hitam) dan
dikumpulkan dalam sebuah wadah.
3.) Gumpalan kompos kemudian dipisahkan dengan sekap padi yang
masih merekat pada kompos.
4.) Gumpalan kemudian dihancurkan agar berbentuk seperti tanah.
5.) Kompos ditimbang. Amati dan catat hasilnya.
15
BAB IV
A. Hasil
16
dilakukan
penambahan EM4.
Tekstur
menjadi
Minggu Hijau Berbau
seperti tanah
4 Kehitaman tanah
namun agak
basah*
Tekstur
berubah
Kompos telah matang
Minggu Berbau seperti tanah
Hitam dan diambil untuk
5 tanah dan tidak
ditimbang.
sebasah
minggu 4
Pada hasil akhir pembuatan kompos didapatkan total berat kompos yang
dihasilkan adalah 60,4 gram dari 1,1 sampah sayur yang didekomposisikan.
B. Pembahasan
17
1.) Bau
Dalam proses pembuatan kompos yang berjalan dengan normal, maka tidak
menghasilkan bau yang menyengat. Namun dalam pembuatan kompos tidak akan
terbebas dari adanya bau. Kompos yang sudah matang dapat diketahui dari baunya
yang seperti bau tanah. Berdasarkan hasil pengamatan, kompos yang dihasilkan
memiliki bau eperti tanah (earthy) sehingga dapat dikatakan kompos sudah matang.
2.) Warna
Warna merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kematangan kompos
yaitu cokelat kehitam-hitaman seperti tanah yang basah. Apabila kompos masih
berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos
tersebut belum matang. dari hasil pengamatan, kompos yang dihasilkan berwarna
coklat kehitaman sehingga dapat dikatakan kompos tersebut sudah matang.
3.) Tekstur
Pada kompos yang sudah matang, bentuk fisiknya menyerupai tanah yang
berwarna coklat kehitaman. Menurut hasil pengamatan, kompos yang dihasilkan
bertekstur remah dan menggumpal. Bentuk fisik sedikit masih terlihat seperti
cacahan sayurn tetapi sudah menghitam sehingga dapat dikatakan bahwa kompos
cukup matang.
4.) Waktu
Waktu efektif dalam pembuatan kompos adalah > 20 hari sebelum akhirnya
dapat dikatakan matang. Pada percobaan ini pembuatan kompos dilakukan selama
kurang lebih lima minggu, dan dari waktu lima minggu tersebut dikatakan cukup
untuk membuat kompos karena kompos telah matang pada waktu tersebut.
18
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.) Dari hasil praktikum tersebut didapatkan kompos matang yang siap panen
sebanyak 60,4 gram dari dekomposisi 1,1 kg sampah sayur.
2.) Kompos yang dibuat selama kurang lebih lima minggu dianggap matang
karena memenuhi syarat-syarat kematangan dari kompos yaitu berbau
tanah, bewarna coklat kehitaman dan bertekstur menyerupai tanah.
B. Saran
1.) Sebaiknya sayur dicacah menyesuaikan dengan tekstur dari sampah sayuran.
2.) Sebaiknya Sebaiknya sayur yang dimasukkan kedalam keranjang komposter
tidak terlalu basah agar ukurannya tidak timpang.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ekawandani, N., & Kusuma, A. A. (2018). Pengomposan Sampah Organik (Kubis
dan Kulit Pisang) dengan Menggunakan EM4. TEDC, 38-43.
Kesehatan, K. K. (2013). Pembuatan Kompos Takakura. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Pertanianku. (2016, April 24). Inilah Beberapa Faktor yang mempengaruhi
Pengomposan. Dipetik 8 Desember, 2019, dari Pertanianku.com:
https://www.pertanianku.com/inilah-beberapa-faktor-yang-mempengaruhi-
pengomposan/
Setyorini, D. (2019, Februari 15). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Dipetik
Desember 7, 2019, dari Balai Penelitian Tanah:
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/buku/pupuk/pupu
k2.pdf
20