Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTEK PENGOLAHAN LIMBAH

(PEMBUATAN KOMPOS KOTORAN SAPI)


Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kulian Pengelohan Limbah

Disusun Oleh :

KELOMPOK 5
Moh. Wahyu Tahengo 811417133
Ilyas Puluhulawa 811417054
Ifka I. Husain 811417061
Nurnaningsih Dunggio 811417084
Oktaviani Misilu 811417094
Apriani Y. Pakaya 811416053

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subahanawatallah atas berkat, rahmat, rezky
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Pengolohan Limbah mengenai “Pembuatan
Pupuk Kompos Kotoran Sapi”. Tidak lupa penyusun juga mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari semua pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya dalam penyusunan laporan ini.
Harapan penyusun semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
laporan agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, September 2019

KELOMPOK 5
A. Materi
1. Pengertian Kompos
Secara umum, pengertian pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk
memperbaiki kesuburan tanah dengan cara menambahkan bahan tersebut ke dalam tanah
agar tanah menjadi lebih subur. Oleh karena itu, pemupukan diartikan sebagai
penambahan zat hara tanaman ke dalam tanah untuk memperbaiki sifat-sifat kimia dan
fisik tanah, seperti pengapuran, pemberian abu atau tanah mineral (lumpur, pasir dan liat)
pada tanah organik dan sebaliknya penambahan bahan organik atau kompos pada tanah
mineral. Pada awalnya lahan-lahan berhutan lebat mempunyai tanah yang subur, akan
tetapi setelah pohon ditebangi dan kemudian diusahakan untuk pertanian (berladang), maka
tanah menjadi kurus akibat proses penghanyutan dan pencucian unsur hara sehingga tanah
menjadi miskin hara dan tidak dapat digunakan lagi untuk usaha pertanian. Kondisi
demikian menjadikan tanah harus diperbaiki dengan cara dipupuk.
Untuk mengembangkan lahan gambut bagi keperluan pertanian, disamping diperlukan
adanya drainase buatan yang bertujuan untuk mengatur kelebihan air (tapi harus dicegah
agar drainase tidak menyebabkan keringnya gambut), juga diperlukan perbaikan sifat kimia
dan fisik tanah. Salah satu cara untuk memperbaiki sifat lahan gambut tersebut,
diantaranya dengan penggunaan pupuk kompos.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi kompos adalah pupuk
campuran yang terdiri atas bahan organik (seperti daun dan jerami yang membusuk) dan
kotoran hewan. Pengertian kompos menurut Wield (2014) merupakan pupuk alami
(organik) yang dapat dibuat dari bahan-bahan hijau dan bahan organik lainnya yang
ditambahkan dengan sengaja sehingga proses pembusukan akan lebih cepat. Hasil
dekomposisi atau fermentasi bahan-bahan organik seperti sisa hewan, tanaman, dan limbah
organik lainnya dapat menghasilkan kompos yang dimanfaatkan untuk memperbaiki
struktur tanah, memperbaiki kehidupan mikroorganisme dalam tanah, menambah daya ikat
air terhadap tanah, dan memperbaiki sifat-sifat tanah lainnya. Pupuk kompos mengandung
unsur-unsur hara mineral yang baik untuk tanaman serta meningkatkan bahan organik
dalam tanah. Pembuatan pupuk ini pun dapat dibuat sendiri dengan memanfaatkan bahan-
bahan organik yang mudah didapatkan dengan harga pembuatan yang relatif murah.
Proses pengomposan dapat berlangsung secara aerobik yaitu melibatkan oksigen dan
anaerobik atau tanpa menggunakan osigen di dalam prosesnya. Proses dekomposisi atau
penguraian inilah yang menjadikannya disebut sebagai pupuk kompos. Sedangkan
pengomposan merupakan proses penguraian bahan organik atau proses dekomposisi bahan
organik dimana didalam proses tersebut terdapat berbagai macam mikrobia yang
membantu proses perombakan bahan organik tersebut sehingga bahan organik tersebut
mengalami perubahan baik struktur dan teksturnya. Bahan organik merupakan bahan yang
berasal dari mahluk hidup baik itu berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Adapun
prinsip dari proses pengomposan adalah menurunkan C/N bahan organik hingga sama atau
hampir sama dengan nisbah C/N tanah (<20), dengan demikian nitrogen dapat dilepas dan
dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Indriani, 2010).
2. Jenis-Jenis Kompos
Kompos dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berbagai jenis kompos yaitu di
antaranya kompos cacing, bagase, dan bokashi.
a. Kompos Cacing
Kompos cacing merupakan kompos yang dihasilkan melalui kerja sama antara
mikroorganisme dan cacing tanah dalam mekanisme proses penguraian bahan organik.
Kehadiran cacing tanah membantu proses penguraian bahan-bahan organik yang
kemudian akan diurai kembali oleh mikroorganisme
b. Kompos bagase
Kompos bagase merupakan pupuk yang berasal dari ampas tebu hasil limbah padat
industri pabrik gula. Limbah bagase mempunyai potensi yang besar sebagai bahan
organic untuk meningkatkan keseburan tanah.
c. Kompos bokashi
Kompos bokashi adalah pupuk yang dihasilkan dari bahan organic yang
difermentasikan dengan teknologi Effective Microorganisms 4 (EM4). Jenis
mikroorganisme yang terdapat dalam EM4 antara lain Lactobacillus sp., Actinomycetes,
Khamir, dan Streptomyces. EM4 adalah suatu kutur campuran terdiri dari
mikroorganisme dalam media cair berfungsi untuk memfermentasikan bahan-bahan
organic dalam tanah dan sampah. Sehingga menguntungkan bagi kesuburan tanah. EM4
juga mampu mempercepat proses dekomposisi sampah organic sehingga cocok
digunakan untuk pengomposan.

3. Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan

Berikut adalah beberapa faktor yang memengaruhi proses pengomposan :

a. Rasion C/N

Mikroorganisme pengurai bahan organik memerlukan karbon dan nitrogen sebagai sumber
energi pertumbuhannya dan pembentukan protein. Untuk proses pengomposan nilai
optimum adalah rasio C/N sebesar 20 : 1 hingga 35 : 1.

Nilai C/N bahan organik harus mendekati atau sama dengan nilai C/N tanah sehingga
pupuk dapat digunakan atau diserap tanaman. Prinsip pengomposan yaitu menurunkan
nilai C/N bahan organik sampai sama dengan nilai C/N tanah (<20) karena pada umumnya
bahan organik memiliki C/N yang tinggi. Semakin tinggi nilai C/N maka proses
pengomposan akan semakin lama.

b. Ukuran Partikel

Semakin kecil dan homogen ukuran partikel, semakin cepat pula proses pengomposan.
Bentuk bahan yang lebih kecil dan homogen mempunyai luas permukaan yang relatif lebih
luas dibandingkan ukuran partikel yang besar.

Hal ini dapat dijadikan substrat aktivitas mikroorganisme dekomposer untuk


menghancurkan bahan-bahan organik tersebut. Ukuran partikel yang sesuai untuk
pengomposan yaitu 5-10 cm.

c. Aerasi

Aerasi atau suplai oksigen yang baik sangat diperlukan dalam proses dekomposisi agar
pengomposan berjalan dengan baik. Aktivitas mikroba aerob memerlukan sirkulasi oksigen
selama proses penguraian berlangsung.

Diperlukan pembalikan timbunan bahan organik pada saat proses penguraian agar pasokan
oksigen dapat menjangkau ke semua bahan dan aktivitas mikroba berjalan dengan baik.
d. Porositas

Porositas mempengaruhi proses pengomposan, di mana pasokan oksigen akan mengalir


jika volume rongga dalam tumpukan pupuk tidak jenuh air. Proses pengomposan akan
terhambat jika rongga-rongga terisi oleh air.

e. Kelembaban

Proses pengomposan harus memperhatikan kelembaban dari bahan organik. Timbunan


pupuk tersebut harus selalu lembab agar mikroba selalu beraktivitas. Kandungan lengas
yang biasa digunakan yaitu 50-60% karena kelembaban harus sesuai dan tidak boleh
terjadi kelebihan atau kekurangan air. Kelebihan air akan menimbulkan volume udara yang
berkurang sehingga aerasi terganggu dan kekurangan air akan menghentikan aktivitas
mikroba. Apabila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu rendah maka proses pengomposan
kan berlangsung lebih lambat karena mikroorganisme yang membantu dalam proses
pengomposan tidak bisa berkembang atau mati (Indriani, 2010).

f. Suhu

Penjagaan suhu sangat penting dalam proses pengomposan agar proses dekomposisi
berjalan dengan lancar. Biasanya timbunan bahan yang mengalami proses dekomposisi
akan terjadi peningkatan suhu mencapai 65-70% akibat aktivitas mikroba dalam proses
dekomposisi.

Hal yang mempengaruhi besarnya suhu adalah volume timbunan terhadap permukaan
sehingga diperlukan penentuan ketinggian timbunan bahan organik agar suhunya dapat
terjaga dengan baik. Semakin tinggi volume timbunan terhadap permukaan maka semakin
besar panas terisolasi dan semakin mudah timbunan tersebut panas yang membuat proses
pengomposan menjadi lebih cepat. Setelah proses pengomposan selesai dan kompos
mencapai tingkat kematangan maka suhu kompos akan menurun. (Indriani, 2010).
g. Tingkat Keasaman (pH)

Bahan organik dengan pH 3-11 dapat dijadikan kompos, namun pH optimum yang baik
dijadikan pupuk ini berkisar antara 5.5-8. Mikroba umumnya menyukai pH netral
sedangkan fungi aktif menyukai pH agak masam.

Selama proses pengomposan, pH akan bervariasi dari mulai tahap awal pengomposan pH
asam kemudian pH mulai bergerak sampai netral hingga akhir proses pengomposan.
Adapun standar tingkat keasaman yang terdapat pada proses pengomposan yaitu 6,5-7,5
(Indriani, 2010).

h. Kandungan Hara

Kandungan hara dari bahan organik yang digunakan untuk pembuatan pupuk ini juga
berpengaruh terhadap proses pengomposan. Kandungan hara bahan organik yang banyak
akan mempermudah aktivitas mikroba dalam proses dekomposisi dan mempercepat proses
dekomposisi tersebut. Unsur hara inilah yang nantinya akan bermanfaat bagi tanah dan
tanaman.

i. Kandungan Bahan Berbahaya

Proses pengomposan harus dihindarkan dari kandungan bahan berbahaya. Bahan-bahan


yang sukar dan lambat untuk diuraikan baik dalam berbentuk plastik, batu, logam maupun
bahan-bahan yang bersifat toksik/ racun tidak boleh mencemari proses pengomposan. Hal
ini dapat menghambat pertumbuhan mikroba, misalnya residu pestisida.

j. Lama Pengomposan

Proses pengomposan juga dipengaruhi oleh waktu yang diperlukan untuk pembuatannya.
Lama pengomposan sendiri tergantung dari jenis bahan yang digunakan untuk pupuk
tersebut, proses pengolahannya, dan mikroba yang berperan terhadap proses dekomposisi.
Kompos dengan kematangan yang baik akan memakan waktu prosesnya selama 2-3 bulan
dengan memerhatikan sifat-sifat kematangan pupuk ini.
4. Dampak Penggunaan Kompos

Dampak penggunaan kompos ada yang bernilai positif dan juga negatif. Pupuk tersebut
banyak memberikan manfaat yang baik bagi tanah, tanaman, dan lingkungan. Namun tidak
dipungkiri penggunaannya juga memberikan dampak negatif bagi tanah dan tanaman.
Penggunaan pupuk ini juga dapat merugikan jika kompos yang digunakan belum matang
maka bahan organik akan terserang oleh mikroba yang mengakibatkan unsur hara tanaman
menjadi berkurang.

Selain itu, kandungan unsur hara dalam kompos tidak selengkap unsur hara yang terdapat
dalam pupuk anorganik, dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bermanfaat bagi
tanaman dibandingkan pupuk organik. Banyak manfaat dari kompos khususnya bagi
kesuburan tanah dan tanaman, serta jika dilihat dari segi ekonomi dan lingkungan pun
menguntungkan.

5. Proses Pengomposan

Pengomposan merupakan peruraian bahan-bahan organik secara biologi dalam suhu tinggi
dengan produk akhir pupuk yang menguntungkan bagi tanah dan lingkungan. Proses
pengomposan meliputi proses biologis karena selama proses pengomposan berlangsung,
mikroogranisme seperti bakteri dan fungi berperan aktif (Unus 2012).

Proses pengomposan terjadi secara alami dapat berlangsung dalam waktu yang cukup
lama. Pembuatannya dapat memerlukan waktu 1-1,5 bulan, 2-3 bulan, bahkan ada yang 6-12
bulan sesuai dengan bahan pembuatannya. Proses pengomposan terdiri dari pengomposan
konvensional dan pengomposan dipercepat. Pengomposan konvensional berlangsung selama
2-3 bulan, sedangkan pengomposan dipercepat hanya memakan waktu 3-5 minggu saja dalam
proses pembuatannya.

Proses pembuatannya meliputi pengumpulan bahan-bahan organik, pengadukan bahan-


bahan tersebut agar menjadi satu kesatuan, penggunaan suhu 50-70 0C selama 2-3 hari yang
bertujuan untuk mematikan mikroorganisme patogen dan penguraian bahan organik oleh
mikroorganisme.
Proses penguraian atau dekomposisi bahan organik terdiri dari tiga tahap yaitu:

1. Tahap dekomposisi dan sanitasi, pada tahap awal ini dekomposisi berlangsung intensif,
dihasilkan suhu tinggi dalam waktu yang relatif singkat, dan terjadi perubahan bahan
organik yang mudah terdekomposisi menjadi senyawa lainnya;
2. Tahap konversi, pada tahap pematangan utama ini akan terbentuk ikatan kompleks dari
bahan yang sukar terdekomposisi menjadi lempung dan humus; serta
3. Tahap sintetik, tahap ini merupakan pasca pematangan bahan yang akan menghasilkan
pupuk matang.

B. Tujuan

1. Dapat mengetahui proses pembuatan kompos dari kotoran sapi.


2. Dapat mengolah kotoran sapi menjadi sesuatu yang bermanfaat dan bernilai ekonomis.
3. Dapat mengembangkan materi-materi dasar yang telah dipelajari dari perkuliahan untuk
menambah wawasan.

C. Pembuatan Kompos

1. Alat dan bahan

a. Alat

Nama Alat Gambar

Papan komposer
Timbangan

Karung

Masker

Handscoon
b. Bahan

Nama Bahan Gambar

Kotoran sapi basah

Larutan EM4

Dedak
Sekam

Abu sekam

Gula pasir

Gula merah
Kegiatan Gambar

Membuat Wadah untuk


Tempat Kompos

Air

Membuat fermentasi
EM4 dengan campuran
Gula Merah dan Gula
Pasir
2. Cara Kerja

Memasukkan fermentasi
EM4 ke dalam botol untuk
di diamkan selama 1 hari

Mengaduk Bahan-bahan
utama yaitu Kotoran
Sapi(50%), Sekam(15%),
abu sekam(15%), dedak
(15%) dan Fermentasi EM4
(5%).

Mengaduk Semua campuran


tersebut sampai tidak ada
lagi gumpulan-gumpalan
sampai tidak ada lagi bau
dari kotoran.

Menambahakan sedikit
demi sedikt fermentasi
EM4 kedalam campuran
kompos sampai tekstur
D. Hasil

No Karakteristik Pengamatan 1 Pengamatan 2

1 Warna Cokelat Muda Cokelat kehitaman

2 Aroma Berbau khas Tidak berbau

Agak kasar dan Agak basah dan tidak


3 Tekstur
masih menggumpal menggumpal
Tabel 1.1 Pembuatan Kompos

Pada saat mencampuran kotoran sapi dengan dedak, abu sekam dan sekam di
dapatkan kompos yang dihasilkan berwarna kecoklatan dan masih berbau serta
campurannya belum sepenuhnya homogen. Setelah dicampurkan dengan larutan
decomposer yang terdiri dari cairan EM4 2 cc, air 1 liter dan gula 6 Sdm, kotoran sapi
baunya sedikit berubah. Aroma khas kotoran sapi sedikit hilang dengan campuran larutan
decomposer. Setelah dicampurkan sampai homogen, kotoran sapi tersebut kemudian
dipindahkan ketempat yang sudah disediakan yaitu berupa papan yang di buat dalam
bentuk segiempat dengan ukuran lebar 1 meter dan dialas dengan menggunakan pitate.
Kompos tersebut di aduk di dalam kotak yang berukuran 1 meter tersebut. Setelah
campuran menjadi homogen, kemudian kotak yang berisi kotoran sapi tersebut di
pindahkan ketempat yang tidak terkenama paparan matahari langsung dan ditutup
menggunakan karung.
Setelah harinya kompos tersebut diaduk lagi. Pada pengamatan berikutnya
kompos dilihat dari segi warna berubah menjadi cokelat, aromanya tidak berbau atau
tidak berbau busuk, dan teksturnya agak lembab dan tidak ada kotoran yang
menggumpal.

EM4 merupakan suatu cairan berwarna kecoklatan dan beraroma manis asam
(segar) yang di dalamnya berisi campuran beberapa bakteri pengurai dari bahan organik
yang digunakan untuk proses pembuatan bokashi yang dapat menjaga kesuburan tanah
sehingga berpeluang untuk meningkatkan produksi dan menjaga kestabilan produksi
selain itu penggunaan EM4 juga untuk mempercepat proses pengomposan.

Pembuatan bokashi ini yaitu dengan mencampur semua bahan yang telah
ditentukan. Bahan-bahan yang sudah dicampur kemudian disemprotkan dengan larutan
EM4, gula merah, gula putih dan air lalu tuangkan di botol akua plastik yang berukuran 1
liter, penutupnya harus di tutup rapat. Penutupan disini diusahakan benar-benar rapat agar
fermentasi anaerob terjadi di dalamnya. Sehingga bokashi akan benar-benar dihasilkan.
Pada praktikum ini kami menambahkan gula sebagai campurannya karena gula
sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis
asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Dan pupuk yang kami buat
dikatakan berhasil karena warna yang dihasilkan hampir sama dengan tanah, dan tidak
berbau. Dan untuk berat bersihnya sebesar

 Dokumentasi
E. Kesimpulan
Kompos sangat berperan penting bagi tanaman, karena selain banyak
mengandung unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman. Kompos juga dapat
memperbaiki tekstur tanah dan juga dapat meningkatkan serta mempertahankan
kesuburan tanah. Kompos juga dapat menggantikan unsur unsur hara tanah yang hilang
akibat terbawah olehaliran permukaan akibat erosi dan hujan. Selain itu, kompos juga
memiliki bebrapa manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek, antara lain aspek ekonomi,
lingkungan, social, dan aspek bagi tanah atau tanaman.

Kotoran sapi yang tersusun dari feses dan urin adalah sumber pupuk organic yang
cukup berpotensi. Namun dalam penggunaannya tidak dapat langsung diberikan pada
tanaman, tetapi harus mengalami proses pengomposan terlebih dahulu. Dimana
pengomposan adalah suatu proses biologis dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk
mengubah material organik seperti kotoran ternak, sampah, daun, kertas, dan sisa
makanan menjadi material seoerti tanah yang disebut kompos. Bahan yang terbentuk
mempunyai berat volume yang lebih rendah dari pada bahan dasarnya, stabil,
dekomposisi lambat dan sumber pupuk organic. Dalam proses pengomposan ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan, antara lain bahan baku, ukuran partikel, aerasi,
porositas, kelembaban, suhu dan pH. Selain itu, teknologi pengomposan juga perlu
dilakukan agar proses pengomposan dapat berjalan lebih cepat, lebih baik dan
menghasilkan produk kompos yang berkualitas baik.

DAFTAR PUSTAKA

Azzhari Rizki, dkk. 2016. Laporan Praktikum Pembuatan Kompos.


https://www.academia.edu/26062298/Laporan_Praktikum_Pembuatan_Ko mpos.com
(Diakses pada 15 Oktober 2018. Pukul 20:00 WITA)
Kaharudin, Sukmawati F, 2010. Juknis Manjemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos
dan Biogas. BPTP NTB.
Krosalia Anggi. 2014. Pupuk Kompos. Dalam
http://anggikrosaliaa.blogspot.com/2012/10/makalah-pupuk-kompos.html.
(Diambil pada 15 Oktober 2018.Pukul 19:00 WITA)
Subekti, Kurnia. 2015. Pembuatan Kompos Dari Kotoran Sapi (Komposting).
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai