Anda di halaman 1dari 44

Kompos dan Pengomposan

Posted by NURSAPTIA PURWA ASMARA on Sunday, October 21, 2012 with No


comments

Menurut Yuliarti dan Isroi (2009), kompos merupakan hasil penguraian tidak
lengkap (parsial) dari campuran bahan-bahan organik. Kompos yang digunakan
sebagai pupuk disebut pula pupuk organik karena penyusunannya terdiri dari bahan-
bahan organik. Penambahan bahan organik merupakan suatu tindakan perbaikan
lingkungan tumbuh tanaman yang antara lain dapat meningkatkan efisiensi pupuk
(Yuwono, 2009).
Menurut Djuarnani, dkk (2005) Kualitas kompos sangat ditentukan oleh
tingkat kematangan kompos, di samping kandungan logam beratnya. Bahan organik
yang tidak terdekomposisi secara sempurna akan menimbulkan efek yang
merugikan pertumbuhan tanaman. Penambahan kompos yang belum matang ke
dalam tanah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Secara umum
kompos yang sudah matang dapat dicirikan dengan sifat sebagai berikut:
1, Berwarna cokelat tua hingga hitam dan remah
2, Tidak larut dalam air, meskipun sebagian dari kompos bisa membentuk suspensi.
3, Jika digunakan pada tanah, kompos dapat memberikan efek menguntungkan bagi
tanah dan pertumbuhan tanaman.
4, Tidak menimbulkan bau.

Menurut Indriani (2008) kompos memiliki beberapa sifat yang menguntungkan


antara lain :
1, Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan
2, Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai
3, Menambah daya ikat air pada tanah
4, Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah
5, Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara
6, Mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit
7, Membantu proses pelapukan bahan mineral
8, Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia
9, Menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan.

Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi


bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan terkendali
(terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus atau kompos. Proses pengomposan
melibatkan sejumlah organisme tanah termasuk bakteri, jamur, protozoa,
aktinomycetes, cacing tanah, dan serangga (Simamora dan Salundik, 2006).
Menurut Indriani (2008) pengomposan merupakan peruraian dan pemantapan
bahan-bahan organik secara biologi dalam temperatur termofilik (temperatur yang
tinggi) dengan hasil akhir bahan yang cukup bagus untuk digunakan ke tanah tanpa
merugikan lingkungan.
Menurut Indriani (2008) pengomposan dapat terjadi dalam kondisi aerobik
dan anaerobik. Pengomposan aerobik terjadi dalam keadaan adanya oksigen
sedangkan pengomposan anaerobik merupakan pengomposan tanpa oksigen.
Proses pengomposan aerobik akan dihasilkan CO2, air dan panas, sedangkan
dalam proses pengomposan anaerobik akan dihasilkan metana (alkohol), CO 2 dan
senyawa antara seperti asam organik.
Proses pengomposan dapat berjalan lancar apabila kita memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan. Faktor-faktor tersebut
antara lain :
1, Rasio C/N Bahan Baku
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1.
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk
sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 hingga 40, mikroba mendapatkan
cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi,
mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan
lambat. Selama proses pengomposan itu rasio C/N akan terus menurun. Kompos
yang telah matang memilki rasio C/N-nya kurang dari 20.
2, Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba terjadi di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang
lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan organik
sehingga proses pengomposan dapat berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga
menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan, misalnya
dengan cara pencacahan.
3, Aerasi
Pengomposan dapat berjalan cepat bila kondisi oksigen mencukupi (aerob). Aerasi
alami berlangsung saat terjadi peningkatan suhu, yang menyebabkan udara hangat
keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan bahan kompos.
Namun demikian, hal itu sangat tergantung pada ketebalan tumpukan bahan. Jika
tumpukan bahan terlalu tebal maka aerasi akan berjalan lebih lambat. Aerasi juga
ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi
terhambat maka akan terjadi proses anaerob yang menghasilkan bau yang tidak
sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau dengan
mengalirkan udara di dalam tumpukan bahan organik yang hendak dikomposkan itu.
4, Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan bahan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Rongga-rongga itu akan terisi air dan udara yang memasukkan oksigen untuk
proses pengomposan. Apabila rongga dipenuhi oleh air maka pasokan oksigen akan
berkurang dan proses pengomposan akan terganggu.
5, Kelembaban
Kelembaban memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme mikroba,
yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap pasokan oksigen.
Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut
larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk metabolisme
mikroba, sehingga sangat baik untuk proses pengomposan. Apabila kelembaban di
bawah 40%, maka aktivitas mikroba akan menurun dan aktivitasnya akan lebih
rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembabannya lebih besar dari 60%,
unsur hara akan tercuci, volume udara berkurang. Akibatnya, aktivitas mikroba akan
menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
6, Temperatur
Temperatur atau panas sangatlah penting dalam proses pengomposan. Panas
dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu
dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, maka semakin tinggi aktivitas
metabolisme, semakin banyak konsumsi oksigen, semakin cepat pula proses
dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan bahan
organik. Temperatur yang berkisar antara 30-700C menunujukkan aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 70 0C akan membunuh
sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang dapat bertahan hidup.
Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba pathogen tanaman.
7, pH
pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5.
Proses pengomposan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada bahan organik
dan pH-nya.
8, Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan yang berbahaya bagi
kehidupan mikroba. Logam-logam berat, seperti Hg, Cu, Zn, Cr adalah beberapa
bahan yang masuk dalam kategori ini. Logam-logam berat itu akan mengalami
imobilisasi selama proses pengomposan (Cr adalah beberapa bahan yang masuk
dalam kategori ini. Logam-logam berat itu akan mengalami imobilisasi selama
proses pengomposan (Yuliarti dan Isroi, 2009).

Proses pengomposan dapat dipercepat dengan bantuan aktivator. Beberapa


aktivator yang tersedia di pasaran antara lain : OrgaDec, Stardec, EM-4, Fix-Up Plus
dan Harmony. Pada penelitian ini, aktivator yang digunakan untuk mempercepat
proses pengomposan adalah EM-4. Proses pengomposan dengan bantuan EM-4
berlangsung secara anaerob (sebenarnya semi anaerob karena masih ada sedikit
udara dan cahaya). Proses pengomposan dengan metode ini apabila berlangsung
dengan baik, maka bau yang dihasilkan akan hilang (Indriani, 2008).

http://belajar-di-rumah.blogspot.com/2012/10/kompos-dan-pengomposan.html

KOmpos

Kompos merupakan dekomposisi parsial atau tidak lengkap, dipercepat secara artifisial dari
campuran bahan-bahan organik oleh pupulasi berbagai macam mikroba dalam konsisi lingkungan
yang hangat, lembab, dan aerobik (Crawford, 2003). Menurut Haung (1980), pengomposan dapat
dilakukan pada kondisi aerobik dan anaerobik. Pengomposan aerobik adalah dekomposisi bahan
organik dengan kehadiran oksigen (udara), dengan produk utamanya adalah karbondioksida, air dan
panas. Pengomposan anaerobik adalah dekomposisi bahan organik dalam kondisi ketidakhadiran
oksigen bebas.

Penggunaan sampah untuk kesuburan tanah biasa disebut pengomposan. Pengomposan


merupakan suatu metode untuk mengkonversikan atau menguraikan bahan-bahan organik menjadi
bahan yang lebih sederhana dengan menggunakan jasa aktivitas mikroba. Kompos merupakan
dekomposisi parsial atau tidak lengkap, dipercepat secara artifisial dari campuran bahan-bahan
organik oleh pupulasi berbagai macam mikroba dalam konsisi lingkungan yang hangat, lembab, dan
aerobik. Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah
organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan,
limbah-limbah pertaniah, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula,
limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang,
tanduk, dan rambut (Crawford, 2003).

Proses pengomposan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut dapat
berupa faktor fisis, kimia, maupun biologi. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan
antara lain: (Murbandono, 2002)

a) Bahan baku, yaitu bahan yang digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan kompos. Pada
bahan baku yang lebih lunak akan lebih cepat terurai menjadi kompos daripada yang agak keras.

b) Temperatur/suhu: suhu yang kurang atau berlebih akan menyebabkan bakteri pengurai tidak bisa
berkembang dengan baik sehingga proses pengomposan juga akan semakin lama.

c) pH: semakin tinggi kadar pH maka akan semakin cepat proses pengomposan

d) Air dan udara: kalau air kurang maka bahan akan bercendawan, dan kalau kelebiahan air akan
menyebabkan keadaan menjadi anaerob.

e) Kelembapan: Kelembaban yang tinggi akan menyebabkan volume udara menjadi berkurang,
timbunan yang semakin basah maka harus sering diaduk.

f) Rasio C/N: semakin mendekati rasio C/N tanah maka bahan tersebut akan lebih cepat menjadi
kompos.

g) Ukuran Partikel: Semakin besar ukuran partikel maka akan semakin lama proses pengomposan atau
sebaliknya.

h) Kandungan Nitrogen: Semakin banyak kandungan N, bahan baku akan semakin cepat terurai.

Usaha peternakan sapi perah, dengan


skala lebih besar dari 20 ekor dan relatif terlokalisasi akan menimbulkan masalah terhadap
lingkungan (SK.Mentan. No.237/Kpts/RC410/1991 tentang batasan usaha peternakan yang harus
melakukan evaluasi lingkungan). Populasi sapi perah di Indonesia terus meningkat dari
334.371 ekor pada tahun 1997 menjadi 368.490 ekor pada tahun 2001 dan limbah yang dihasilkan
pun akan semakin banyak (BPS, 2001). Satu ekor sapi dengan bobot badan 400–500 kg dapat
menghasilkan limbah padat dan cair sebesar 27,5-30 kg/ekor/hari.
Limbah peternakan umumnya meliputi
semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah
padat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan (Soehadji, 1992). Ditambahkan oleh Soehadji (1992),
limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan
gas. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat
(kotoran ternak, ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah
semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni atau urine, air pencucian
alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam
fase gas.

Dalam pengomposan digunakan berbagai bahan. Bahan baku yang digunakan adalah limbah
organik pertanian atau peternakan 83 % misalnya dari kotoran ternak dan sampah kota; serbuk
gergaji (kayu yang lunak) 5%; abu (bekas pembakaran bahan organic) 10%; kalsit atau dolomit 2%;
dan stardec 0,25%.

Limbah organic, serbuk gergaji, abu, kalsit/dolomite dn stardec dicampur hingga homogen
pada tempat yang ternaungi dengan ketinggian minimum 1,5 meter. Pada tumpukan tersebut
kemudian dilakukan aerasi dengan cara pembalikan / penyisiran yang dilakukan 7 hari sekali
sebanyak 4 kali. Pada proses pembalikan harus benar-benar dibalik dimana bahan yang di bagian
dalam harus terangkat menjadi yang paling atas sehingga proses pengomposan berjalan dengan
baik. Selama proses, kadar air dijaga ±60%. Suhu juga perlu dijaga dan diharapkan sampai suhu 700C
selama minimal 2 minggu. Proses penguraian atau dekomposisi akan berhenti secara alami, ditandai
dengan adanya penurunan suhu menjadi ±300C dan kadar air ±40%. Jika keadaan ini tercapai maka
akan dihasilkan pupuk organic berkualitas dan berdaya guna seperti biasanya yang disebut Fine
compost.

Setelah proses pembalikan pertama kemudian didiamkan lagi selama satu minggu,
selanjutnya dilakukan pembalikan kedua. Didiamkan lagi selama 7 hari lalu dilakukan pembalikan
ketiga. Proses tersebut diulang lagi yaitu didiamkan selama 7 hari kemudian dilakukan pembalikan
keempat. Total pembalikan yang dilakukan adalah adalah 4 kali. Jika ditambahkan dengan pada
pembalikan pertama maka dibutuhkan waktu selama 35 hari.

Jika proses tersebut telah dilakukan dengan baik dan benar, maka selanjutnya sudah
diperoleh kompos yang masih terdiri dari yang berukuran besar dan kecil. Kompos yang sudah jadi
akan terlihat berwarna coklat kehitaman, suhunya turun sampai suhu ±300C atau mendekati suh
ruang, bau kotoran ternak hilang dan berbau tanah, teksturnya remah, dan kadar airnya sekitar 40%.
Pada kompos yang sudah jadi tersebut, disaring dengan menggunakan penyaring sehingga terpisah
antara yang besar dan kecil. Bahan yang kecil digunakan sebagai kompos sedangkan yang besar akan
diproses lagi pada suatu mesin Granulator sehingga menjadi granul. Kompos dan granul ini akan
dijual ke masyarakat dan juga dibagikan ke petani. Sedangkan petani tersebut akan memberikan
jerami ke LHM sehingga keduanya saling menguntungkan.

Proses pengomposan yang diterapkan di Lembah Hijau Multifarm sesuai dengan proses
remidiasi pada umumnya. Kegiatan yang dilakukan adalah dengan pemisahan sampah, memperkecil
ukuran sampah agar meningkatkan luas permukaan untu proses penguraian oleh mikroorganisme
yang berperan dan adanya pengaturan aerasi dengan cara membolak-balik kompos setiap hari
(pengomposan berlangsung secara anaerob). Pada awal pengomposan juga terjadi peningkatan suhu
kompos yang menandakan adanya peningkatan aktivitas mikroorganisme di dalam kompos dalam
mendegradasi sampah. Jadi, dapat dikatakan hal tersebut telah sesuai dengan teori pengomposan
yang ada.

Mikroorganisme yang berperan di dalam pengomposan yang diterapkan di Lembah Hijau


Multifarm berasal langsung dari sampah yang ada. Bisa dimungkinkan jika saja ada perlakuan
penambahan EM pada pengomposan tersebut, proses pengomposan dapat berjalan lebih cepat
(bisa lebih cepat dari 1 bulan). Selain tidak adanya penambahan EM, di Lembah Hijau Multifarm
tersebut tidak ada pengukuran nisbah C/N yang merupakan salah satu faktor penentu di dalam
keberhasilan pembuatan kompos dan pemantauan kondisi pengomposan secara pasti (seperti suhu,
kelembaban, dan pH), sehingga bisa saja kualitas kompos yang diproduksi tidak stabil. Oleh karena
itu, sangat dirasa perlu adanya teknik pengomposan yang lebih intensif agar kualitas kompos yang
dibuat dapat stabil dan terjamin kualitasnya.

Keragaan analisis ekonomi dari masing-masing usahatani yang dilakukan dalam sistem
usahatani terpadu di CV. LHM tersaji dalam Tabel 1. Analisis ekonomi tersebut memberikan
keuntungan yang cukup signifikan, karena mempunyai B/C ratio yang lebih besar dari satu. B/C
Ratio terkecil diperoleh pada usaha budidaya padi sawah yang berarti keuntungan yang
diperoleh dari usaha ini relatif kecil, jika dibandingkan dengan usaha lainnya.
Tetapi hal ini dapat ditutupi dari keuntungan yang diperoleh dari usaha
lainnya, yang keuntungannya relatif lebih besar. Sedangkan B/C ratio terbesar diperoleh pada
usaha pembuatan starbio yang berarti keuntungan
yang diperoleh dari usaha ini relatif besar, jika dibandingkan dengan usaha lainnya, ini dapat
digunakan untuk menambah keuntungan usaha lainnya yang relatif kecil. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Sudaryanto dan Jamal (2000) yang menyebutkan bahwa penggunaan sumber
daya pertanian yang optimum lebih mudah dicapai melalui diversifikasi cabang-cabang usahatani
yang dilaksanakan secara terpadu.

http://olemoses.blogspot.com/p/kompos.html

Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan


Faktor yang memengaruhi proses Pengomposan Setiap organisme pendegradasi bahan organik
membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka
dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila
kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke
tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan
sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri. Faktor-faktor yang
memperngaruhi proses pengomposan antara lain: 1. Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses
pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber
energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba
mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi,
mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan
utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas
tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan
mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena
kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen. Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada di
antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak
antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel
juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan
dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. 2. Aerasi Pengomposan yang
cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada
saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin
masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air
bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan
menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau
mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos. 3. Porositas Porositas adalah ruang di antara
partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi
dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay
Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan
berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. 4. Kelembapan (Moisture content)
Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan
secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan
organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran
optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih
besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan
menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. 5.
Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara
peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak
konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi
dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan
aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian
mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga
akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma. 6. pH Proses
pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses
pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8
hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH
bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan
menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa
yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos
yang sudah matang biasanya mendekati netral. 7. Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting
dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara
ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan. 8. Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan
mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk
kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan. 9. Lama
pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan,
metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator
pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai
2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

http://alfianaadha.blogspot.com/2013/05/faktor-yang-memengaruhi-proses.html

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan


July 27th, 2010Artikel • Informasi Penerapan0 Comments

Secara umum dapat diartikan sebagai proses perombakan atau penguraian bahan organik
secara biologis (dengan bantuan mikroflora/mikrofauna) menjadi pupuk yang lebih sederhana
dan menyerupai humus, dengan karateristik yang relatif berbeda dari aslinya. Produk ini
yang kemudian dikenal sebagai kompos. Kompos umumnya dihasilkan dari sampah organik
yang berasal dari sisa makanan, sampah dapur, sayuran, daun-daunan dan sampah organik
lainnya.

Proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa hal yang bekaitan dengan


aktivitas mikroorganisme selama proses pengomposan berlangsung :

1. Ukuran dan jenis sumber bahan organik


2. Keseimbangan nutrisi ( Rasio C : N )
3. Suhu
4. Kelembaban
5. Sirkulasi udara
6. Bioaktivator

1. Ukuran dan jenis bahan organik adalah salah satu komponen penting untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan dari pengomposan. Ukuran bahan organik yang relatif
lebih kecil akan mempermudah percepatan proses pengomposan, disamping ukuran, jenis dan
karakter dari bahan organik juga sangat menentukan, misalkan gabah, partikel kayu/ranting,
sabut kelapa, yang semuanya relatif mempunyai unsur karbon yang tinggi. Pencacahan bahan
organik jelas akan sangat membantu kecepatan pengomposan, perlakuan awal dan
proporsional campuran jenis bahan organik yg digunakan juga sangat membantu
percepatan dan kualitas hasil pengomposan. Ukuran partikel juga sangat mempengaruhi
proses percepatan pengomposan. Ukuran partikel bahan yang optimal untuk dikomposkan
berkisar dari 1/8 inci hingga 1/2 inci, ukuran ini sangat relatif.

2. Keseimbangan Nutrisi (Rasio C:N) adalah sangat berpengaruh terhadap kinerja


mikroorganisme dalam merombaka bahan organik selama proses pengomposan berlangsung.
Karbon (C) dibutuhkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, jamur dan aktinomisetes
sebagai sumber energi (makanan), sedangkan Nitrogen (N) yang umumnya berasal dari
protein yang terkandung dalam bahan organik diperlukan untuk membiakan diri. Apabila
kandungan C terlalu tinggi maka proses pengomposan akan cenderung menurun (melambat),
namun apabila kandungan N terlalu tinggi maka umumnya akan cenderung menimbulkan bau
ammonia atau bahkan cenderung mengarah pada pembusukan (putrefaction). Keseimbangan
rasio C:N dalam pengomposan secara umum berkisar antara 20-40 bagian
karbon(C) yang berbanding dengan 1 bagian Nitrogen (N).

3. Suhu atau Temperatur yang ditimbulkan selama proses pengomposan adalah merupakan
hasil pelepasan energi reaksi eksotermik dalam tumpukan. Kenaikan suhu selama proses
pengomposan sangat menguntungkan bagi beberapa jenis mikroorganisme thermofilik, akan
tetapi proses pengomposan yg tidak terkontrol, misalkan suhu di atas 65-70 °C akan
menyebabkan aktivitas populasi mikroorganisme menjadi menurun drastis. Untuk menjaga
kondisi suhu yang optimum sedianya suhu dalam tumpukan dipertahankan antara 50-60 °C,
selama kurun waktu 9-11 hari pertama sejak awal pengomposan atau cukup 7-9 hari pertama
dengan menjaga suhu berkisar antara 60-65 °C. Kondisi ini (kurva suhu tumpukan kompos)
juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti karakter bahan organik yang dikomposkan, nisbah
volume tumpukan atau timbunan yang berbanding dengan permukaan tumpukan. Makin
tinggi volume tumpukan maka makin besar isolasi panas yang terjadi dalam tumpukan bahan
yang dikomposkan.

Perlakuan pembalikan tumpukan kompos akan sangat membantu proses aerasi


dan homogenitas suhu dan bahan. Pembalikan secara berkala dan teratur akan
membantu pemerataan kondisi terhadap tumpukan kompos bagian bawah, tengah dan atas,
namun sebaiknya pembalikan jangan sering dilakukan, terutama fase awal /dekomposisi, hal
ini untuk menjaga kondisi suhu tumpukan dan aktivitas mikroorganisme dalam
tumpukan. Suhu tumpukan yang dingin akan berakibat proses pengomposan menjadi lambat.

4. Kelembaban atau Kadar Air. Dalam proses pengomposan adalah penting. Air
merupakan media reaksi kimia atau pelarut media membawa nutrisi dan bahan utama bagi
kehidupan mikroorganisme. Jika kondisi kadar air (kelembaban) dalam tumpukan bahan
yang dikomposkan sangat rendah, maka proses pengomposan akan berjalan sangat lambat,
sebaliknya apabila kadar air terlalu tinggi proses pengomposan juga akan kurang baik,
dimana ruang oksigen dalam tumpukan akan berkurang serta akan menimbulkan bau
yang kurang sedap, proses pengomposan akan cenderung pada anaerob. Kondisi kelembaban
yang optimal berkisar antara 45%-60%. Untuk memperkirakan kadar air dapat dilakukan
dengan cara menggenggam/meremas bahan organik, bila tidak menetes cairan dan apabila
genggaman dibuka bahan organik akan mengembang namun tidak berhambur, maka
diperkirakan kadar airnya telah cukup untuk proses pengomposan tsb. Untuk lebih mudahnya
dapat diukur dengan alat pengukur kelembaban ( Gauge Moisture Content).

5. Aerasi atau Oksigen diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan respirasi. Selama
itu berlangsung kandungan oksigen tumpukan akan berkurang dan kandungan
karbondioksida akan meningkat. Ketika kandungan oksigen dalam tumpukan kurang dari
10% akan menimbulkan bau yang kurang sedap dan proses pengomposan akan mengarah
pada kondisi anaerob. Untuk menjaga kondisi udara baik yang jumlahnya besar, dapat
dilakukan dengan menyuntikkan udara ke dalam tumpukan atau bila jumlahnya sedikit dapat
juga tumpukan dibalik/ diaduk. Pembalikan tumpukan sebaiknya setiap minggu sekali
gunanya untuk menghomogenkan bahan-bahan yg dikomposkan dan memberikan proses
pengomposan yg stabil antara tumpukan kompos bagian bawah, tengah dan atas.

6. Bioaktivator adalah penambahan aktivator mikroorganisme yg menguntungkan akan


sangat membantu dalam proses percepatan pengomposan, dilain pihak penambahan ini akan
memungkinkan kompos yg dihasilkan memiliki karakteristik yang lebih sehat dan lebih baik
bila diterapkan ke dalam tanah. Juga dapat membantu menekan populasi mikroorganisme
penyakit (pathogen) yang banyak terdapat dalam bahan organik yang dikomposkan terutama
bila yang berasal dari kotoran hewan atau limbah tanaman berpenyakit.

http://www.masagri.com/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-proses-pengomposan/

Pembuatan Kompos
10

Pembuatan kompos adalah menumpukkan bahan-bahan organis dan membiarkannya terurai


menjadi bahan-bahan yang mempunyai nisbah C/N yang rendah (telah melapuk) (Hasibuan,
2006).

Bahan-bahan yang mempunyai C/N sama atau mendekati C/N tanah, dapat langsung
digunakan sebagai pupuk, tetapi bila C/N nya tinggi harus didekomposisikan dulu sehingga
melapuk dengan C/N rendah yakni 10-12 (Rinsemo, 1993).

Dalam pembuatan kompos ini dapat dikemukakan cara-cara Krantz, Indore, dan Macdonald.
Cara Krantz yaitu dengan menggunakan bahan-bahan mentah (serasah, sampah organic, dll)
ditumpuk sampai setinggi 50 cm atau lebih. Kemudian diberi pupuk kandang sebagai
aktifator, setelah beberapa hari temperature mencapai 50oC-60oC, temperatur ini bisa
mematikan kuman-kuman serta biji-biji tanaman pengganggu. Tumpukan diinjak-injak
sehingga keadaan menjadi anaerob, selanjutnya ditambahkan bahan-bahan mentah sehingga
tumpukan mencapai sekitar 80 cm, demikian seterusnya perlakuan penamabahan dilakukan
sampai tumpukan menjadi tinggi sekitar 1,5 m. kemudian tumpukan harus ditutup dengan
lapisan tanah bagian atasnya, perlakuan demikian untuk mencegah kehilangan N lebih lanjut
dan juga melindungi kompos dari pengaruh teriknya sinar matahari. Setelah 3 bulan biasanya
kompos telah matang dan dapat dipergunakan (Sutejo, 2002).

Cara Indore yaitu dengan menggunakan bahan-bahan mentah (serasah, sampah, bahan
organik, dll) ditumpuk berlapis-lapis setinggi ± 60 cm dengan ukuran panjang, Lebar 2,5 x
2,5 cm. Setiap lapis tingginya sekitar 15 cm, jadi bagi ketinggian 60 cm harus dibuat 4 lapis.
Diantara lapisan-lapisan diberikan pupuk kandang sebagai lapis yang tipis, atau disiram
dengan cairan pupuk kandang. Lakukan perlakuan pembalikan, lapisan-lapisan kompos itu
secara teratur, yaitu pada hari ke15, 30 dan 60. Pembalikan ini dimaksud untuk meratakan
penguraian. Pada pembalikan ini lapisan 1 dan ke 4 disatukan dan jua lapisan ke 2 dan ke 3
disatukan dan tumpukan ke 1 diletakkan dibawah dan tumpukan ke 2 diatasnya setelah umur
kompos 60 hari kedua tumpukan disatukan dan dilakukan pembalikan secara merata. Agar
kompos tetap dalam keadaan anaerob perlu ditempatkan dibawah atap agar tidak terkena air
hujan (Sutejo, 2002).

Cara Macdonald menggunakan bahan-bahan mentah, (batang-batang kecil dan daun-daunan,


serasah atau sampah tanaman) dimasukkan kedalam tempat tumpukan bahan-bahan mentah
dan mencapai tinggi sekitar 1 m, setiap 20 cm tinggi tumpukan diberi aktifator misalnya
pupuk kandang atau sayuran yang telah busuk untuk pengembangan bakteri. Didalam
tumpukan itu akan menimbulkan panas, dalam keadaan panas biji-biji tanaman dan larva
hama tanaman dapt terbunuh. Pada waktu kering segera siramkan cairan pupuk kandang
secukupnya dan kemudian tutup kembali. Setelah 2 sampai 3 bulan kompos dapat digunakan
(Sutejo, 2002).

Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan

Sutanto (2002) menyatakan bahwa dalam proses pengomposan yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:

 Kelembapan timbunan bahan kompos, berpengaruh terhadap kehidupan mikrobia,


agar tidak terlalu kering atau basah dan tergenang.
 Aerasi timbunan, berhubungan erat dengan kelengasan.
 Temperatur harus dijaga tidak terlampau tinggi (maksimum 600C), dan juga dilakukan
pembalikkan untuk menurunkan temperatur.
 Suasana, dalam pengomposan menghasilkan asam-asam organik sehingga pH turun,
untuk itu diperlukan pembalikkan.
 Netralisasi keasaman, dapat dilakukan dengan menambah kapur seperti dolomit atau
abu.
 Kualitas kompos, dapat diberi pupuk seperti P untuk meningkatkan kualitas kompos.

Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyimpulkan bahwa pengomposan pada dasarnya


merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses
dekomposisi bahan organik. Mikrobia tersebut adalah bakteri, fungi dan jasad renik lainnya.

Suriawiria (2003) menyatakan bahwa adapun kunci membuat kompos yang bagus meliputi:
rasio karbon/nitrogen, adanya bahan mikroorganisme, tingkat kelembapan, tingkat oksigen
dan ukuran partikel. Dari ketiga pendapat tersebut faktor-faktor yang mempengaruhi
pengomposan adalah hampir sama.
Mikroorganisme Sellulotik (MOS)

Mikroorganisme sellulotik digunakan tujuan utamanya adalah untuk dapat mempercepat


proses pengomposan. Usaha mempercepat proses pengomposan dapat dilakukan dengan
memberikan inokulasi mikroorganisme selulopati seperti bakteri, fungi dan aktinomisetes
yang dapat meningkatkan kandungan nitrogen dan fosfat (Sutanto, 2002).

Mekanisme pembongkaran sellulosa oleh berbagai mikroorganisme, sama sekali tergantung


atas sifat/keadaan organisme dan kondisi-kondisi dekomposisi. Contoh pada bakteri aerobik
akan menghasilkan CO2, pigmen-pigmen tertentu, sejumlah substansi (zat) sel mikrobial,
sedangkan bakteri anaerobik membentuk berbagai asam organik dan alkohol (Sutedjo, dkk,
1996).

Rao (1994) menyimpulkan bahwa dalam kondisi anaerob, dekomposisi sampah organik
terjadi sebagai akibat kegiatan mikroorganisme yang mesofil dan termofil. Di dalam
timbunan kompos, mikroorganisme mesofil dan termofil (bakteri dan actinomycetes) penting
dalam memecahkan substrat selulosa. Mikrobia ini memecahkan karbohidrat dan protein
kompleks menjadi asam organik dan alkohol.

Effective Microorganisme (EM4)

Menurut Anonim (2008) beberapa keuntungan aplikasi effective microorganisme adalah


bahwa EM dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen atau yang merugikan tanah
dan tanaman sekaligus menghilangkan bau yang ditimbulkan dari proses penguraian bahan
organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi dan senyawa organik pada tanaman,
meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan, misalnya Mycorhiza,
Rhizobium, bakteri pelarut fosfat.

EM4 pertanian akan aktif memfermentasi bahan organik (sisa-sisa tanaman, pupuk hijau,
pupuk kandang, dan lain-lain) yang terdapat dalam tanah. Hasil fermentasi bahan organik
tersebut adalah berupa senyawa organik yang mudah diserap langsung oleh perakaran
tanaman misalnya gula, alkohol, asam amino, protein, karbohidrat, vitamin dan senyawa
organik lainnya (Anonim, 2007).

Mikroorganisme Efektif (EM) merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme


yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, aktinomisetes dan jamur
peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman
mikrobia tanah. Pemanfaatan EM dapat memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah, dan
selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman (Sutanto, 2002).

Disamping itu, menurut Indriani (2007) kompos mempunyai beberapa sifat yang
menguntungkan antara lain: (1) memperbaiki struktur tanah, (2) memperbesar
daya ikat tanah berpasir, (3) menambah daya ikat air pada tanah, (4) memperbaiki drainase
dan tata udara dalam tanah, (5) mengandung hara yang lengkap, (6) memberi ketersediaan
bahan makanan bagi mikrobia, dan (7) menurunkan aktivitas mikroorganisme
yang merugikan.

Pupuk Kandang Kambing


Kadar N dari pupuk kambing adalah tinggi. Kadar airnya lebih rendah daripada pupuk
kandang sapi oleh sebab itu perubahannya berlangsung cepat seperti pupuk kandang kuda
(Sosrosoedirdjo, dkk, 2002).

Kambing atau domba mempunyai kuantitas dan komposisi kotoran segar yang dikeluarkan ;

Hewan kotoran per ton air % N pon P2O5 pon K2O

Kambing cairan 660 – 9,9 0,3 8,4

Domba padat 340 – 10,7 6,7 13,8

(Foth, 1995).

Kambing dan domba 0,5 kg/hari, apabila kotoran tersebut dikomposkan maka akan terjadi
penyusutan sekitar 50%. Apabila kmpos tersebut dimanfaatkan sebagai sumber pupuk
organik untuk tanaman pangan. Takaran pupuk organik sekitar 2 ha, maka luas lahan yang
dapat dipupuk mencapai 7,25 juta ha (Stevenson, 1981).

Kotoran kambing dan biri-biri mempunyai banyak persamaan dan banyak mengandung N.
kadar airnya lebih rendah dari kotoran sapi dan kerbau. Oleh karena itu perubahan yang
terjadi berlangsung cepat dan hampir sama dengan kotoran kuda, sehingga
digolongkan sebagai pupuk panas (Sosrosoedirdjo, dkk, 1992).

Manfaat Kompos Bagi Tanah dan Tanaman

Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) sifat baik dari kompos yang merupakan pupuk
organik terhadap kesuburan tanah yaitu dapat menyediakan unsur hara seperti N, P, K, Ca,
Mg, S serta hara mikro dalam jumlah relatif kecil, dapat mempermudah pengolahan tanah-
tanah yang berat, membuat permeabilitas tanah menjadi lebih baik dan juga dapat dijadikan
sebagai pupuk bagi tanaman.

Pemberian pupuk organik akan menambah unsur hara yang dibutuhkan dalam pertumbuhan
tanaman. Memang persentase unsur hara yang bertambah dari pupuk organik masih lebih
kecil disbanding pupuk organik secara umum, fungsi pupuk organik adalah sebagai berikut:

1. kebutuhan tanah bertambah. Adanya penambahan unsur hara, humus, dan bahan
organik kedalam tanah menimbulkan efek residual, yaitu berpengaruh dalam jangka
panjang
2. sifat fisik dan kimia tanah diperbaiki. Pemberian pupuk organik menyebabkan
terjadinya perbaikan struktur tanah
3. sifat biologi tanah dapat diperbaiki dan mekanisme jasad renik yang ada menjadi
hidup (Indriani, 2001).

Disamping itu, menurut Indriani (2007) kompos mempunyai beberapa sifat yang
menguntungkan antara lain:

(1) memperbaiki struktur tanah,

(2) memperbesar daya ikat tanah berpasir,


(3) menambah daya ikat air pada tanah,

(4) memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah,

(5) mengandung hara yang lengkap,

(6) memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia, dan

(7) menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan.

https://wahyuaskari.wordpress.com/literatur/pembuatan-kompos/

Cara Membuat Pupuk Kompos Dengan Alat Komposter Viidwmv

Pupuk organik, Pupuk adalah zat hara yang ditambahkan pada tumbuhan agar berkembang
dengan baik sesuai genetis dan potensi produksinya. pupuk dapat dibuat dari bahan organik
ataupun. Sebuah perjalanan hidup: makalah pupuk kompos, Tanaman yang menggunakan
pupuk organik lebih tahan terhadap penyakit. proses pembuatan kompos berlangsung dengan
menjaga keseimbangan kandungan nutrien.

.:: biotanikan ::., Pupuk cair organik. pupuk cair adalah hasil pengolahan limbah organik yang
dicairkan, fungsinya sama dengan kompos,namun karena berupa cairan proses penyerapan
ke. Manfaat em-4 perikanan membuat sendiri ~ lam, Meningkatkan daya tahan tubuh
ikan/udang sehingga mengurangi pengunaan antibiotik. §.

Download
Cara Membuat Pupuk Kompos Dengan Alat Komposter
Viidwmv
Pupuk kebun ( memadu organik anorganik), Pupuk organik dan anorganik sering
dipersepsikan untuk dipilih salah satunya bagi pemupukan kebun. padahal, kedua jenis pupuk
itu saling melengkapi satu sama lain.. Teknologi tepat guna (ttg) pengelolaan sampah, Sarana
dan prasarana pengelolaan sampah berbasis 3r. pada dasarnya teknologi tepat guna adalah
teknologi yang memberikan tingkat pelayanan yang paling. Pupuk kebun ( memadu organik
anorganik): upaya memacu, Pupuk organik dan anorganik sering dipersepsikan untuk dipilih
salah satunya bagi pemupukan kebun. padahal, kedua jenis pupuk itu saling melengkapi satu
sama lain.. Pengolahan penanganan limbah | utamisubardo' blog, Pengolahan dan penanganan
limbah penanganan limbah yang baik akan menjamin kenyamanan bagi semua orang.
dipandang dari sudut sanitasi, penanganan limbah.

Related article Cara Membuat Pupuk Kompos Dengan Alat Komposter Viidwmv :

 Pupuk organik

Pupuk adalah zat hara yang ditambahkan pada tumbuhan agar berkembang dengan baik
sesuai genetis dan potensi produksinya. pupuk dapat dibuat dari bahan organik ataupun.

 Sebuah perjalanan hidup: makalah pupuk kompos

Tanaman yang menggunakan pupuk organik lebih tahan terhadap penyakit. proses
pembuatan kompos berlangsung dengan menjaga keseimbangan kandungan nutrien.

 .:: biotanikan ::.

Pupuk cair organik. pupuk cair adalah hasil pengolahan limbah organik yang dicairkan,
fungsinya sama dengan kompos,namun karena berupa cairan proses penyerapan ke.

 Manfaat em-4 perikanan dan cara membuat sendiri ~ lam

Meningkatkan daya tahan tubuh ikan/udang sehingga mengurangi pengunaan antibiotik. §.

 Pt. cipta visi sinar kencana ( cvsk) - www.kencanaonline

Badan hukum pt. cipta visi sinar kencana ( cvsk) merupakan perobahan dari cv yang pada
tahun 2005 menjadi perseroan terbatas ( pt) - dengan akta notaris ano muhammad.

http://dudukui.net/cara/cara-membuat-pupuk-kompos-dengan-alat-komposter-viidwmv-.html

Penghijauan
Yusticia
Arif
IQRO'

TERVERIFIKASI
Jadikan Teman | Kirim Pesan

0inShare

Membuat Komposter Rumahan Sederhana


REP | 08 September 2013 | 15:34 Dibaca: 5411 Komentar: 42 17

Gagasan untuk membuat komposter di rumah sebenarnya sudah lama. Namun baru beberapa bulan
ini bisa saya wujudkan. Komposter adalah sebuah metode pengolahan sampah organik menjadi
kompos yang kemudian bisa digunakan sebagai pupuk. Sebenarnya, konsep komposter ini sederhana
saja, yaitu memanfaatkan kerja bakteri untuk menguraikan sampah.

Setelah beberapa bulan ini saya lakukan, volume sampah dari rumah berkurang mencapai 50%
karena pemakaian komposter ini. Ini adalah angka yang cukup siginifikan, dan apabila tiap-tiap
rumah tangga bersedia dan berkehendak melakukannya, maka volume sampah di tingkat lingkungan
otomatis juga akan berkurang. Ini menjadi kabar baik untuk masalah persampahan, yang selama ini
menjadi isu rumit terutama di lingkungan perkotaan yang padat hunian dan keterbatasan kapasitas
dan metode pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Untuk membuat komposter sederhana rumahan, bahan-bahan yang diperlukan adalah :

1. Tempat penampungan sampah organik beserta tutupnya, perkirakan ukuran sesuai volume
sampah organik yang dihasilkan pada rumah kita. Contoh : ember atau tong plastik (barang-
barang ini mudah kita dapat). Tutup kita perlukan, agar sampah yang ditampung dalam
wadah tersebut tidak didatangi lalat. Buat lubang kecil-kecil pada wadah yang kita pilih, agar
oksigen bisa masuk, dan pastikan juga lubang-lubang kecil di bagian bawah wadah untuk
mengeluarkan lindi (cairan sisa pembusukan).

2. Cairan EM4, sebagai makanan bakteri untuk mempercepat proses penguraian sampah (bisa
dibeli di toko-toko pertanian)

3. Sedikit air untuk mengencerkan larutan EM4

4. Gunting atau pisau untuk merajang sampah, disini ukuran sampah organik sengaja saya
potong-potong agar proses pembusukan berlangsung cepat

5. Tentu saja sampah an organik dari rumah, dan pengaduk sampah (bisa batang kayu atau
lainnya)

Cara membuat kompos rumahan dengan komposter :

Siapkan sampah an organik, tips saya adalah, potong sampah menjadi kecil-kecil sehingga
proses pembusukan cepat berlangsung
Siapkan cairan EM4, dan botol bekas air mineral untuk mengencerkan cairan EM4. Saya
biasa mengencerkan dengan perbandingan 1:10, jadi setiap 1 tutup botol EM4, saya cairkan
dengan 10 tutup air.

Masukkan sampah ke dalam wadah (komposter)


Tuangkan cairan EM4 yang sudah diencerkan kedalam tumpukan sampah, kemudian aduk
sampai rata.

Pastikan komposter ditutup sehingga tidak didatangi lalat, serta bau busuk dari proses
penguraian sampah tidak mengganggu.
Taruh komposter sedikit lebih tinggi dari tanah, bisa diganjal dengan batu bata atau material
lainnya, sehingga cairan lindi tidak tertinggal dan mengendap di dalam komposter.

Setelah beberapa waktu, proses pembusukan mulai menampakkan hasilnya. Pastikan kita
selalu mengaduk timbunan sampah di dalam komposter ini.
Setelah kurang lebih 2 bulan (ini bisa berbeda-beda), akhirnya kompos pun dihasilkan dan
siap digunakan untuk pupuk.

Sebenarnya proses dan bahan yang digunakan untuk membuat komposter sangatlah
sederhana dan mudah didapat di sekitar rumah tangga kita. Hanya dibutuhkan keinginan kuat
dan komitmen untuk tetap berkelanjutan mengolahnya. Saya merasakan sendiri manfaatnya
dari pengolahan sampah organik rumah tangga ini. Selain volume sampah dari rumah
berkurang, saya mendapatkan manfaat dari kompos yang dihasilkan, karena kebetulan saya
juga memiliki kebun kecil di rumah. Saat ini, saya tidak perlu membeli pupuk lagi.

Semoga sedikit pengalaman saya di atas bermanfaat bagi rekan-rekan di forum Kompasiana
ini. Sudah saatnya bagi kita untuk melakukan tindakan nyata meski sederhana, untuk
pengolahan sampah dan penghijauan.

Selamat mencoba.

http://green.kompasiana.com/penghijauan/2013/09/08/membuat-komposter-rumahan-sederhana-
587880.html

Teknologi tepat guna (TTG) dalam pengelolaan sampah berbasis 3R


June 2, 2012Limbahsampahjujubandung

Sarana dan Prasarana Pengelolaan sampah berbasis 3R

Pada dasarnya Teknologi Tepat Guna adalah teknologi yang memberikan tingkat pelayanan
yang paling dapat diterima secara teknis, sosial dan lingkungan dengan tingkat biaya yang
paling murah. Namun mengingat kondisi setempat, adakalanya diperlukan teknologi yang
tidak murah bila memang sesuai dengan kondisi setempat.

Persyaratan teknologi tepat guna adalah:

 dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat;


 merupakan hasil rekayasa praktis yang mudah diterapkan;
 efektif dan efisien;
 ekonomis dan pemeliharaannya mudah;
 memanfaatkan sumber daya yang ada;
 mudah dioperasikan oleh pemakai;
 dibuat sesuai kebutuhan;
 mudah dikembangkan

Macam-macam teknologi tepat guna bidang persampahan , diantaranya :

 Pengomposan sampah organik dapur (sampah basah) dengan komposter rumah tangga
secara individual atau komunal,yang tertanam maupun tidak tertanam, dengan komposter
pot, komposter karung
 Pengomposan Sampah organik rumah tangga dengan pengembangbiakan cacing tanah
 Pengomposan skala lingkungan
 Daurulang sampah plastik lembaran(kresek)- peletasi

Pengomposan Sampah Rumah Tangga dan Komunal

Komposter rumah tangga adalah prasarana yang digunakan untuk mengolah sampah dapur
menjadi kompos. Sampah organik dapur adalah sampah organik yang dihasilkan dari dapur
antara lain sisa makanan dan sisa sayuran. Prinsip kerja pembusukan sampah organik dengan
bantuan mikroorganisme dari sampah itu sendiri.

Tipe komposter : komposter tanam dan komposter yang tidak ditanam (Tipe Ayun)

Komposter Tanam

Cara Pemasangan Komposter Tipe Tanam:


Penyiapan lahan dan 2 buah komposter
Tanah digali dengan diameter bawah 90 cm dan diameter atas 140 cm
Komposter diletakkan di tengah galian, Di dasar galian, di pinggir dan di dalam komposter
diisi dengan kerikil ukuran 1-2 cm setinggi 10 cm
Selimuti pipa gas dengan kerikil setebal 5 cm baru ditimbun dengan tanah asal. Timbun
komposter dengan tanah setebal 5 cm di bawah lubang pemasukan sampah

Keterangan:

 Siapkan lahan untuk penanaman komposter pada lokasi yang memungkinkan yaitu lokasi
yang tersedia untuk pemasangan 2 buah komposter yang akan dioperasikan secara
bergantian, terhindar dari curahan hujan yang secara langsung dapat masuk ke dalam
komposter dan jarak komposter ke sumber air tanah dangkal minimal 10 m untuk
menghindari pencemaran.
 Gali tanah, dengan ukuran dan kedalaman galian sesuai dengan model dalam Petunjuk
Teknis Spesifikasi Komposter Rumah Tangga Individual dan Komunal. Dasar komposter
berada minimal 30 cm di atas muka air tanah. Muka air tanah dapat ditentukan berdasarkan
muka air sumur di daerah sekitarnya pada musim kemarau.
 Letakkan komposter di tengah galian tanah. Di dasar galian di pinggir dan di dalam
komposter diisi dengan kerikil ukuran 1-2 cm setebal 10 cm.
 Selimuti pipa gas dengan kerikil setebal 5 cm baru ditimbun dengan tanah asal.
 Timbun komposter dengan tanah setebal 5 cm di bawah lubang pemasukan sampah.

Ketentuan pemasangan komposter ini sama, baik untuk komposter rumah tangga individual
maupun komunal.

Cara Pengoperasian

Penyiapan Sampah Dapur

Siapkan sampah organik/ sampah basah yang sudah dipilah dalam wadah sampah organik
atau pada kantong plastik yang telah dilubangi kedua ujungnya di dalam ember, tiriskan air
yang terkandung pada sampah.
Pemasukan Sampah

 Masukkan sampah yang sudah ditiriskan ke dalam komposter pertama (tanpa kantong
plastik) dan ratakan.
 Lakukan pemasukan sampah secara rutin setiap hari sampai komposter penuh
 Hentikan pemasukan sampah dapur pada komposter pertama yang telah penuh, ganti
pemasukan sampah ke komposter kedua.

Pematangan Kompos

Setelah komposter pertama terisi penuh oleh sampah, biarkan sampah selama 4-6 bulan agar
terjadi proses pengomposan. Bila sampah telah berubah menjadi kompos yang ditandai
dengan perubahan warna menjadi hitam seperti tanah, keluarkan kompos tersebut dengan
menggunakan garu, sisakan kompos setebal 2 cm yang akan berfungsi sebagai starter untuk
mempercepat pengomposan selanjutnya. Kompos dianginkan selama 1 minggu untuk
pendinginan di lokasi yang terhindar dari curah hujan. Kompos tersebut dapat digunakan
sebagai penggembur tanah.Selanjutnya komposter pertama dapat menampung kembali
sampah dapur. Ketentuan pengoperasian komposter ini sama, baik untuk komposter
individual maupun komunal.
Gambar Komposter Individual dan Cara Pemasangan
Gambar Model-model Komposter Tanam Individual

Komposter Ayun

Komposter ayun ini merupakan komposter yang tidak ditanam mengolah sampah organik
rumah tangga yang berupa sisa-sisa makanan melalui pengomposan dengan memanfaatkan
tong bekas dengan pengoperasian secara diayun. Kapasitas: 30 liter untuk 2- 3 bulan dan 60
liter untuk 4-6 bulan. Satu rumah tangga membutuhkan 2 komposter putar, digunakan secara
bergantian.Wadah penampungan air sampah diletakkan dibawah komposter ayun.

Pengoperasian

 Masukkan kompos atau serbuk gergaji sebagai starter


 Masukkan sampah dapur ke dalam komposter putar dan ditutup
 Putar kompster diputar 5-10 kali untuk pencampuran dengan mikroorganisme
 Lakukan tiap hari sampai komposter penuh
 Air sampah yang tertampung dapat digunakan sebagai pupuk tanaman
 Diamkan kompos putar yang sudah penuh selama 1 bulan
 Keluarkan kompos dan diangin-anginkan
 Kompos dapat digunakan
-

Gambar Komposter Ayun

Komposter Gentong

Gentong dari tanah liat ini dapat dijadikan komposter karena sirkulasi udara yang cukup dan
juga kelembabannya. Pembalikan dan pengadukan juga tetap perlu dilakukan.
Gambar Komposter dari Gentong

Komposter Aerob /Komposter Vent

Menggunakan tong plastik berukuran 120 Liter yang dilengkapi pipa vertikal dan horisontal
agar proses berlangsung secara aerob (dengan udara). Salah satu pengguna komposter jenis
ini adalah masyarakat di Jambangan, Surabaya.

Gambar Komposter Vent

TAKAKURA

Metoda ini menggunakan keranjang berlubang dan kemudian dilapisi dengan gelangsing.
Caranya: sampah organic dicampurkan dengan mikroorganisme padat dari campuran bekatul,
sekam padi, pupuk kompos, dan air. Kemudian dimasukkan kedalam keranjang dan ditutup
dengan keset dari sabut kelapa. Cara ini diterapkan oleh Pusdakota – Universitas Surabaya.
Penemu metoda Pengelolaan sampah skala RT sistem aerob, membutuhkan aliran udara
untuk memaksimalkan fungsi bakteri, metoda ini ditemukan oleh Prof Koji Takakura dari
JPEC Jepang.

Alat dan Bahan:


Gambar Alat dan bahan untuk komposter Takakura

Fungsi alat dan bahan:

 Agar proses aerob berlangsung dengan baik, pilihlah keranjang yang berlubang, dan lapisi
dengan kardus. Fungsi kardus adalah:
o membatasi gangguan serangga,
o mengatur kelembaban, dan
o berpori-pori, sehingga dapat menyerap serta membuang udara & air.
 Letakkan bantal sekam di bawah dan di atas keranjang. Fungsi bantal sekam adalah:
o sebagai tempat mikrobakteri yang akan mempercepat pembusukan sampah organik,
o karena berrongga besar, maka bantal sekam dapat segera menyerap air dan bau
sampah,dan
o sifat sekam yang kering akan memudahkan pengontrolan kelembaban sampah yang
akan menjadi kompos.
 Media kompos jadi yang berasal dari sampah rumah tangga diisikan
1 / 2 sampai 2/3 bagian keranjang. Kompos yang ada dalam keranjang berfungsi sebagai
aktivator/ragi bagi sampah baru.
 Pilih kain penutup yang serat atau berpori besar. Tutupkan kain di atas bantal sekam, agar
lalat tidak dapat bertelur dalam keranjang, serta mencegah metamorfosis (perubahan) dari
belatung menjadi lalat, karena lalat tidak dapat keluar dan mati di dalam keranjang.
 Tutup keranjang bagian atas sebagai pemberat agar tidak diganggu oleh predator
(kucing/anjing). Pilih tutup yang berlubang agar udara dapat keluar masuk.

Catatan lain dalam membuat Kompos:

 Hindarkan dari hujan (taruh di tempat teduh)


 Sampah yang dimasukkan berumur maksimal 1 hari
 Sampah yang dalam ukuran besar harap dicacah dahulu

Cara perawatan
 Cuci kain penutup satu minggu sekali
 Bila kompos kering, cipratkan air bersih, sambil diaduk
 Bila sudah lapuk, kardus harus diganti agar tidak robek dan menyebabkan lalat/serangga
masuk

Cara pemanenan kompos :

 Bila keranjang penuh, diamkan selama 2-4 minggu agar kompos benar benar matang.
Sementara itu, gunakan keranjang lain untuk memulai proses pembuatan kompos yang
baru.
 Setelah matang, kompos dikeluarkan dari keranjang, diangin-anginkan dan kemudian diayak.
Bagian yang halus dapat dijual/ diberikan ke tanaman, sedangkan bagian yang kasar dapat
digunakan sebagai ’starter’ awal proses komposting berikutnya.
Gambar Langkah langkah membuat kompos dengan keranjang Takakura (USAID-
Pengolahan Sampah Berbasis Masyarakat)

Pengembangan Takakura dengan berbagai bahan antara lain Bambu disebut Bambookura,
dan Kardus (Doskura) dan Ember.

Cara pengoperasian Takakura:


Gambar Takakura dikembangkan dari bahan bambu (Bambokura)

Doskura menggunakan kardus sebagai pengganti keranjang. Cukup kardus yang dilapisi
dengan gelangsing dan diberi aktivator (kompos), doskura dapat juga mengubah sampah
menjadi kompos. Hanya saja, karena kardus mudah lapuk maka kardus harus diganti secara
kontinyu setiap 6-8 minggu sekali. Untuk memperpanjang umur kardus, sebaiknya kardus
tidak diletakkan langsung di lantai namun diberi alas berupa kayu atau triple.

Gambar Takakura dikembangkan dari bahan kardus (Doskura)

Ember bekas cat seperti ini dapat dijadikan komposter sederhana dengan memberi lubang
yang cukup untuk aerasi. Mirip dengan Takakura, digunakan bantal sekam dan kardus untuk
mengontrol kelembaban dan mengurangi bau. Komposter model ini digunakan di
Penjaringan, Jakarta Utara.
Gambar Ember berlubang sebagai Takakura

Komposter Komunal

Komposter dan Takakura dapat dibuat komunal dari bahan plastic, kayu, pasangan bata
sebagaimana dilihat pada gambar berikut. Metoda ini menggunakan konstruksi sederhana
pasangan bata yang dikombinasikan dengan bilik kayu sebagai pintu untuk ruang
pengomposan. Cara ini digunakan di Kebun Karinda Lebak Bulus, Jakarta.
Gambar Komposter Tanam komunal (10 KK)

Gambar Takakura susun dan komposter kotak

Sumber: Lya m Taufik Kamil, Pengelolaan Sampah Terpadu 3R dan Berbasis Masyarakat
(Reduce, Reuse, Recycle), PU

Cara Mudah Membuat Komposter

Membuat komposter sendiri di rumah dapat menggunakan


berbagai wadah yang terdapat di rumah kita seperti ember, gentong, tong plastik, drum dan
sebagainya. Cara membuatnya mudah. Kalau komposter dibuat sendiri, biayanya menjadi lebih
murah. Berikut ini akan disampaikan tata cara pembuatan salah satu bentuk komposter yang sudah
teruji aplikasinya. Bahannya terbuat dari tong plastik dari jenis HDPE sehingga cukup kuat dan awet.
Jenis komposter ini kalau dibeli harganya dapat mencapai Rp. 150 ribu lebih. Hanya saja pembuatan
komposter lebih cocok dilakukan oleh bapak-bapak di rumah, bukan oleh ibu, karena membutuhkan
keterampilan dan ‘kerja’ kaum lelaki. Komposter tersebut didisain untuk dapat digunakan secara
mudah bagi ibu-ibu rumah tangga oleh Pusat Teknologi Lingkungan (BPPT) dan telah diujicoba oleh
proyek JBIC (Japan Bank for International Cooperation) pada tahun 2007 dengan hasil yang baik di
wilayah RW 01 Kelurahan Cempaka Putih Timur (Jakarta Pusat). Pada tahun 2008 masyarakat di
wilayah tersebut bahkan telah mereplikasi sekitar 100 komposter dalam rangka untuk produksi
kompos yang bersifat komersial untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Pada tahun 2009,
komposter tersebut juga diaplikasikan di RW 03 Kelurahan Rawajati dengan jumlah sekitar 110
komposter dalam rangka produksi kompos untuk media tanam jahe merah. Bahan • Tong plastik
dan tutupnya • Styrofoam (gabus) bekas packaging • Net (jaring) • Karpet • Kompos Peralatan • Bor
listrik/solder/paku • Spidol • Gunting/Cutter Cara Membuat Komposter

Kunci utama proses komposting adalah adanya aerasi yang baik.


Oleh karena itu pada komposter sebaiknya terdapat lubang-lubang ventilasi. Lubang ventilasi dapat
dibuat dengan cara mengebornya atau melubanginya dengan solder listrik atau paku yang
dipanaskan. Caranya adalah sebagai berikut: • Buatlah pola lubang dengan spidol di bagian dasar
dan dinding komposter. Pola lubang pada dasar komposter dibuat melingkar dengan jarak antar
lubang sekitar 4 cm. • Sedangkan pola lubang pada dinding komposter adalah sebagai berikut: •
Dengan solder atau bor (dengan mata bor berdiameter 0,5 – 1 cm), lubangilah pola-pola tersebut
secara hati-hati dan rapi. Cara Membuat Bantalan Bantalan komposter dibuat dari bahan styrofoam
bekas, dengan cara sebagai berikut: • Potong-potonglah styrofoam bekas berukuran 2 cm
secukupnya. • Potongan-potongan styrofoam tersebut kemudian dimasukkan ke dalam jaring agar
tidak tercerai-berai. Ukuran jaring berisi potongan styrofoam disesuaikan dengan diameter
komposter. • Bantalan yang sudah jadi tersebut kemudian diletakkan di dasar komposter. Catatan :
• Kalau tidak ada jaring, dapat pula digunakan karung bawang putih atau shading net (jaring
peneduh). • Untuk bahan bantalannya, kalau tidak ada styrofoam, dapat pula digunakan ijuk, sabut
kelapa, atau kulit padi. Gunakan material yang mudah di dapat di sekitar rumah. Cara Membuat
Pelapis Bantalan dan Selimut Atas • Buatlah pola melingkar pada lembaran karpet dengan bantuan
tutup tong plastik dan spidol. • Guntinglah karpet menurut polanya. • Buatlah dua buah. • Salah
satunya dilubangi secara merata sebagai pelapis di atas bantalan. Yang satunya tidak perlu dilubangi,
digunakan sebagai selimut penutup sampah yang sedang dikomposkan. Penyusunan Bagian-bagian
Komposter • Bantalan styrofoam diletakan di bagian dasar • Di atasnya ditaruh karpet pembatas
yang berlubang-lubang • Di atas karpet, ditaruh kompos • Karpet selimut ditaruh paling atas (diatas
sampah yang sedang dikomposkan). Peralatan Pendukung Peralatan komposting sampah rumah
tangga, selain komposter, adalah : • Gunting atau golok (digunakan untuk mencacah sampah). •
Cetok (digunakan untuk membolik-balik kompos. • Tatakan (untuk wadah sampah yang sudah
tercacah sebelum dimasukkan ke komposter).

http://sriwahyono.blogspot.com/2010/04/tata-cara-membuat-komposter.html

CARA PEMBUATAN TONG SAMPAH KOMPOSTER


Juli 6, 2012 Tinggalkan komentar

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Tanaman adalah salah satu unsur terpenting untuk menunjang kehidupan manusia, tanpa
tanaman sulit rasanya kita sebagai manusia bertahan untuk hidup lebih lama di permukaan
bumi ini. Alasannya sederhana tanpa tumbuhan sama artinya tak ada oksigen, dan itu berarti
manusia tidak bisa melakukan proses respirasi (pernafasan). Sebenarnya bukan hanya
manusia, hewan pun demikian halnya sangat membutuhkan tumbuhan untuk proses respirasi
dan sumber makanan untuk mempertahankan kehidupannya.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh manusia saat ini untuk terus mempertahankan
keberadaan tumbuhan, sebagai penunjang kehidupan, adalah menanam tumbuhan. Dengan
upaya tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata untuk menyelamatkan
tumbuhan.

Saat ini untuk memberikan kualitas yang baik terhadap tumbuhan, manusia senantiasa
membuat formula-formula baru guna perbaikan kualitas dari hari ke hari. Salah satu formula
yang di temukan adalah pembuatan komposter. Sebanarnya komposter ini bukanlah sesuatu
yang baru karena nenek moyang kita dahulu telah menggunakannya, bedanya mereka hanya
menggunakannya secara sederhana.

Dikesampatan ini penulis akan menjelaskan proses pembuatan komposter yang diharapkan
dapat memberikan sumbangsih yang besar terhadap praktisi agrokultur dalam
mengembangkan proses pertumbuhan tanaman yang lebih baik.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Jenis Sampah


Sdit insan utama (2011) Berdasarkan asalnya, sampah dapat digolongkan menjadi dua yaitu
sampah organik dan sampah anorganik.

1. A. Sampah Organik

Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari
alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan
mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan
organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit
buah, dan daun.

Sampah organik dibagi dua yaitu :

1. Sampah Organik Hijau (sisa sayur mayur dari dapur)


Contohnya : tangkai/daun singkong, papaya, kangkung, bayam, kulit terong, wortel, labuh
siam, ubi, singkong, kulit buah-buahan, nanas, pisang, nangka, daun pisang, semangka,
ampas kelapa, sisa sayur / lauk pauk, dan sampah dari kebum (rumput, daun-daun
kering/basah) .
2. Sampah Organik Hewan yang dimakan seperti ikan, udang, ayam, daging, telur dan
sejenisnya.

Sampah organik hijau dipisahkan dari sampah organik hewan agar kedua bahan ini bisa
diproses tersendiri untuk dijadikan kompos.

B. Sampah Anorganik

Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak
bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik
dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam,
sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis
ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, kertas, karton,
kardus, styrofoam, kaleng dan lain-lain.

Sedangkan sampah anorganik berupa plastik dikurangi pemakaiannya, memakai ulang


barang-barang yang diperlukan, didaur ulang, yang masih bersih dikumpulkan dan diberikan
kepada pemulung.

Sampah anorganik yang dapat didaur ulang misalnya :

– kemasan-kemasan plastik untuk dijadikan tas, dompet, kantong HP dll.

– Botol plastik bekas dapat dibuat menjadi tutup gelas.

– Gelas plastik bekas dapat dibuat pot-pot tanaman.

– Styrofoam dapat digunakan sebagai campuran batako.

Sampah yang bersih dapat dijual/diberikan pada pemulung. Misalnya karton, kardus, besek,
botol, plastik-plastik kemasan makanan, kantong-kantong plastik, koran, majalah, kertas-
kertas, dan sebagainya. Jenis-jenis yang bersih ini pisahkan dalam satu kantong, langsung
saja diberikan pada pemulung tanpa dibuang ke bak sampah terlebih dahulu, atau bisa dijual
sendiri.

Sampah yang benar-benar kotor dan kita tidak bisa mendaur ulang, tidak layak diberikan
pada pemulung. Inilah yang dibuang dalam bak sampah. Dengan demikian kita dapat
membantu mengurangi volume sampah yang dibuang di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

2.2 Jenis Sampah Yang Baik Digunakan Untuk Kompos

Berdasarkan penjelasan di atas kita dapat melihat bahwa yang dapat dibuat kompos adalah
sampah organik. Sampah organik ini misalnya:

1. Sampah Organik Hijau (sisa sayur mayur dari dapur)


Contohnya : tangkai/daun singkong, papaya, kangkung, bayam, kulit terong, wortel, labuh
siam, ubi, singkong, kulit buah-buahan, nanas, pisang, nangka, daun pisang, semangka,
ampas kelapa, sisa sayur / lauk pauk, dan sampah dari kebum (rumput, daun-daun
kering/basah) .
2. Sampah Organik Hewan yang dimakan seperti ikan, udang, ayam, daging, telur dan
sejenisnya.

2.3 Tong Sampah Komposter

1. Pembuatan Tong Sampah Komposter


2. Dari bahan Plastik

Alat dan bahan

 Tong plastik bekas ukuran 20 liter, 1 buah


 Pipa paralon ukuran panjang 13 cm, diameter 1 inch, 2 buah
 Pipa paralon ukuran panjang 10 cm, diameter 1 inch, 1 buah
 Pipa paralon ukuran panjang 9 cm berdiameter 1 inch, 1 buah
 Sambungan pipa berbentuk T, 2 buah
 Sambungan pipa berbentuk L, 1 buah
 Kran plastik, 1 buah
 Alat bor
 Meteran
 Kasa plastic

Cara membuat komposter

 Buat dua lubang udara di sisi kanan dan kiri tong sampah dengan menggunakan bor.
Diameter lubang harus sama dengan diameter pipa paralon.
 Buat catu lubang lagi di sisi lain tong, posisi lubang ketiga ini harus lebih rendah dari pada
lubang sebelumnya atau sekitar 10 cm dari dasar tong.
 Setelah itu buat lubang-lubang kecil di badan pipa paralon 13 cm dan pipa pralon 10 cm lalu
bungkus badan pipa yang berlubang tersebut dengan kasa plastik hingga tertutup rapi.
 Selanjutnya instalasi udara untuk komposter dapat dirangkai dimulai dari memasang kedua
pipa paralon 13 cm, masing-masing pada lubang kanan dan kiri. Kedua pipa dimasukkan dari
arah dalam ke luar, pipa didorong dari dalam hingga keluar 3 cm dari lubang dan sisanya
sekitar 10 cm berada di dalam tong.
 Kedua ujung pipa yang mencuat keluar 3 cm tersebut kemudian ditutup dengan kasa plastik.
Potong kasa plastik berbentuk lingkaran dengan diameter sekitar 1 cm lebih panjang dari
diameter pipa. Beri lem PVC di sekitar ujung pipa lalu tempelkan kasa atur hingga tertutup
rapi.
 Selanjutnya kedua pipa 13 cm tadi disambung dengan sambungan pipa berbentuk T.
 Dari kaki sambungan T tersebut dirangkaikan dengan pipa paralon 10 cm.
 Kemudian pasang sambungan pipa L pada bagian ujung bawah pipa paralon 10 cm.
Sambungan pipa L dipasang dengan arah kakinya mangarah ke lubang yang akan di pasangi
kran (lubang ketiga).
 Pasang kran plastik pada lubang ketiga tersebut.
 Terakhir masukkan pipa paralon 9 cm untuk menyambung antara lubang kran plastik dengan
pipa L.

Prinsip Kerja

 Mengolah sampah dapur (45% s/d 53%) dari sampah rumah tangga.
 Mengalami proses pembusukan dengan bantuan mikroorganisme dari sampah dan yang
berada di dalam tanah.
 Kapasitas : 60 – 100 Lt (200 kg sampah) dan dapat dioperasikan untuk penampungan
sampah antara 7 – 12 bulan per KK (5 – 6) org.
 Lama proses pengomposan (4 – 6) bulan setelah terisi penuh.
 Menghasilkan kompos (30% – c/n = 16 – 20, N=1, 79, Ca = 23, 27).

Gambar Tong Sampah Komposter:

Bahan lain yang bisa digunakan untuk membuat tong sampah komposter dan cara kerjanya:

1. a. Gentong

Kalau mau pakai gentong, cari gentong yang ukuran paling tidak 1/2 meter kubik dengan
dinding gentong agak tebal, agar tidak mudah pecah bila tersenggol orang. Jangan lupa, cari
tutup gentong yang pas dan rapat, bisa memakai cowet tanah (yang untuk membuat sambel)
yang ukurannya pas mulut gentong. Kalau gentong diberi lubang-lubang kecil di pantatnya,
risikonya ada air lindi yang menetes keluar, nanti bisa menjijikkan. Ada dua solusi. Pertama
tidak perlu dilubangi, tetapi pada awal sebelum bahan kompos pertama masuk, maka gentong
perlu di isi tanah dulu, sekitar 1/5 isi gentong, seperti dijelaskan di atas. Kedua, bila gentong
ingin dilubangi di bagian pantatnya, maka sebaiknya pantat gentong di tanam dalam tanah,
hanya pantatnya saja, supaya air lindi yang keluar mengalir keluar berproses langsung dengan
tanah. Bisa saja proses kompos ini menjadi ‘becek’, tergantung dari bahan yang masuk
banyak kandungan cairan atau tidak. Tidak apa-apa. Solusinya bisa dicampurkan dedak beras
yang halus (bukan sekam), diaduk saja sampai tidak becek.

Kalau gentong tertutup baik dan tidak retak, maka bau tidak akan keluar. Bau akan keluar
saat tutup dibuka. Bisa terjadi dinding luar gentong menjadi lembab, tetapi tetap tidak akan
bau. Wadah diletakkan di mana saja, taruh dihalaman atau di pojok luar rumah. Gentong bisa
dicat warna-warni, ditulisi apa saja, bisa sebagai bagian hiasan di luar rumah. Tetangga sama
sekali tidak akan terganggu. wadah Boleh saja kena hujan, atau kena matahari langsung,
tetapi sebaiknya di bawah pohon agar teduh.

1. Tong
Pertama: Pipa PVC diameter 1,5 inchi, ukuran 1 meter, dibagi 4 @ 25 cm. Pipa ini fungsinya
sebagai “pernafasan” melalui tanah, karena proses kompsonya tak perlu udara (an-aerob).
Pipa dibolongin pakai bor atau solder. Lalu salah satu ujungnya ditutup dop. Pipa dibungkus
kawat nyamuk (plastik) dan di lem.

Kedua: Tong plastik ukuran sedang (sesuai keinginan). Harganya sekitar Rp 30 ribu. badan
tong dan pantat (dasar) dilobangi pakai bor ukuran 10. Lebih banyak semakin bagus.
Ketiga: Setelah dirakit, tong ditimbun ditanah. Sebelumnya masukan dulu kerikil
secukupnya, diikuti pasir, dan ijuk.
Keempat: Timbun sampai penuh, hanya bagian tutupnya yang nampak. Ratakan dan tanami
rumput di sekitarnya. Komposter siap digunakan.

Sebelum lupa, bila berniat menggunakan komposter jenis ini, Anda harus siap lahir
batin.Pertama, ada ratusan belatung di dalamnya selama proses pembusukan.

Kedua, bau? Tentu saja, karena prosesnya khan mirip dengan septic tank rumah kita. Coba
kalau septic tank dibuka bagaimana baunya? jangan khawatir baunya masih “normal” kok,
tidak sebusuk septic tank. Ya agak-agak mirip comberan gitulah.

1. c. Lubang di tanah

Ukuran 60Cm x 60Cm x 100Cm . Galian tidak disemen, kecuali sekitar 1 bata atau 10 cm di
bagian permukaan, yaitu untuk menjaga supaya tidak runtuh. Lubang tanah ini kemudian
ditutup dengan beton tipis.

sampah tidak perlu dipotong-potong kecil-kecil, jadi apa adanya saja. Kemudian dikocorkan
MOL pekat, lalu di atasnya diberi lapisan tanah setebal kurang lebih 5 cm. Maksudnya agar
bila ada proses berbau, tidak menyebar keluar. Setelah itu tutup beton tipis ditutupkan Dalam
tempo 1 (satu) bulan kompos bisa dipanen
Ini tidak disarankan dibuat pada lokasi yang air tanahnya dangkal misal permukaan air
tanahnya – 1 m sampai -5 m, kalau lebih dari -5 m tidak apa-apa. Hal ini karena
dikhawatirkan air tanahnya akan tercemari oleh lindi yang mungkin terjadi, apalagi bila
prosedurnya tidak benar.

Kekurangan lainnya, kalau musim hujan air akan mengenang pada lubang, sehingga proses
pengomposan akan terhambat.

Bila tempatnya memadai sebaiknya di buat 1 seri komposter yang terdiri dari 3 lubang,
ukuran masing-masing lubang sama, dengan jarak antara tiap lubang sekitar 50 cm kemudian
dibuat 1 seri komposter yang terdiri dari 3 lubang, ukuran masing-masing lubang sama,
dengan jarak antara tiap lubang sekitar 50 cm. Lubang A untuk sampah baru, baik daun segar,
sayur busuk, kotoran hewan, bahkan bangkai tikus. Lubang B untuk kompos setengah matang
(berasal dari lubang A bagian lapisan bawah yang telah mulai terurai). Lubang C untuk
kompos hampir jadi (berasal dari lubang B bagian lubang bawah yang sudah banyak
mengalami penguraian).

 Dari bahan yang terdapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahan yang baik untuk digunakan
untuk membuat tong sampah komposter yaitu plastik. Selain karena bahannya yang mudah
di dapatkan juga harga bahannya murah serta jika digunakan dapat bertahan lebih lama.

2.4 Keuntungan Tong Samapah Komposter

1. Keuntungan ekonomis:

Dalam pembuatannya lebih mudah dibuat karena hanya memodifikasi bahan jadi yang
harganya lebih murah di pasaran dan dapatdigunakan berkali-kali. Karena terbuat dari plastik
yang tahan lama.

1. Keuntungan komersial:

Pupuk yang dihasilkan oleh tong sampah komposter dapat dijual kepada petani maupun
masyarakat umum.

https://imhaweblogs.wordpress.com/2012/07/06/cara-pembuatan-tong-sampah-komposter/

Anda mungkin juga menyukai