Anda di halaman 1dari 27

Nama : Utari Wulandari

NIM : 2013351043
Prodi : Sarjana Terapan Sanitasi Lingkungan
Matkul : Parasitologi

Tugas Resume

SOIL TRANSMITED HELMINTH


1. CACING GELANG (ASCARIS LUMBRICOIDES)

Taksonomi
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernantea
Ordo : Ascaridida
Super family : Ascaridoidea
Famili : Ascaridae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides (lineus : 1758)
Morfologi
Cacing Ascaris lumbricoides memiliki 3 tahapan perkembangan hidupnya namun stadium
larva tidak banyak diulas sehingga lebih dikenal dalam 2 stadium dalam perkembangan,yaitu:
1. Telur
Pada stadium ini dapat kita temukan berbagai bentuk telur diantaranya telur fertil, infertil
dan yang telah mengalami dekortikasi.
2. Bentuk Dewasa
Pada stadium ini cacing ditemukan dalam 2 jenis kelamin yang terpisah (tidak
hermaprodit). Stadium telur spesies ini berbentuk bulat oval dan ukurannya berkisar
antara 45 – 75 mikron x 35 – 50 mikron.
Siklus hidup Ascaris Lumbricoides
a. Cacing ini keluar bersama dengan tinja penderita. Jika telur cacing dibuahi jatuh di tanah
yang lembab dan suhunya optimal, telur akan berkembang menjadi telur yang infektif
yang mengandung larva cacing. Untuk menjadi infektif diperlukan pematangan di tanah
yang lembab dan teduh selama 20-24 hari dengan suhu optimum 30°C.
b. Bentuk ini bila tertelan manusia akan menetas menjadi larva di usus halus, khusunya
pada bagian usus halus bagian atas. Dinding telur akan pecah kemudian larva keluar,
menembus dinding usus halus dan memasuki vena porta hati. Dengan aliran darah vena,
larva beredar menuju dinding paru, lalu menembus dinding kapiler menembus masuk
dalam alveoli, migrasi larva berlangsung selama 15 hari.
c. Setelah melalui dinding alveoli masuk ke rongga alveolus, lalu naik ke trachea melalui
bronchiolus dan bronchus. Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga menimbulkan
rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk dalam eosofagus menuju ke usus halus,
tumbuh menjadi cacing dewasa.
d. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi
cacing dewasa. Migrasi larva cacing dalam darah mencapai organ paru disebut “lung
migration”. Dua bulan sejak masuknya telur infektif melalui mulut cacing betina mulai
mampu bertelur dengan jumlah produksi telurnya encapai 300.000 butir perhari.
Epidemologi
Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000 – 200.000 butir sehari, terdiri dari telur
yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai maka telur yang dibuahi
akan berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Spesies ini dapat
ditemukan hampir diseluruh dunia, terutama didaerah tropis dengan suhu panas dan sanitasi
lingkungan jelek.
Hubungan Ascaris Lumbricoides Dengan Triangle Epidimologi
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit STH erat hubungannya dengan hygiene
dan sanitasi hasil bebarapa penelitian antara lain kebersihan diri seperti mencuci tangan dengan
sabun, memakai alas kaki, kebiasaan memotong kuku merupakan cara yang terbaik dalam
mencegah penularan dari kecacingan. (Mekonnen dkk,2013).
Selain itu sanitasi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kecacingan Ascaris
lumbricoides seperti pemakaian jamban yang tidak layak akan menimbulkan pencemaran pada
tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, ketersediaan tempat pembuangan sampah dan
ketersediaan air bersih (S. Kartini, 2016).
a. Konsep dasar terjadinya penyakit menular menurut segitiga epidemiologi sebagai model
timbulnya penyakit. Pada segitiga epidemiologi terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
timbulnya penyakit, yaitu: faktor agent (penyebab) sebagai penyebab penyakit,
environment (lingkungan) sebagai faktor lingkungan, dan host (penjamu) sebagai faktor
penjamu) (Aida & Mukono, 2015).
b. Segitiga epidemiologi cacingan sendiri meliputi host yaitu manusia, agent yaitu penyebab
penyakit dalam hal ini adalah cacing dan lingkungan yaitu faktor yang datang dari luar
(ekstrinsik) meliputi lingkungan biologis, lingkungan fisik dan lingkungan sosial .
c. Infeksi kecacingan, untuk faktor agent melibatkan jenis klasifikasi cacing meliputi : T.
trichiura, Hookworm, Enterobius vermicularis, dan Ascaris lumbricoides, faktor host
diantaranya karakteristik manusia dan higiene personal meliputi: Jenis kelamin, aktifitas
mencuci tangan, pengggunaan alas kaki, kontak dengan tanah, kebersihan kuku,
Higenitas diri (Dewi and Laksmi, 2017) serta faktor lingkungan meliputi penyediaan air
bersih dan ketersediaan jamban, ketersediaan tempat sampah (D. Kartini, 2018).
Gambaran Penyakit Ascariasis Lumbricoides Di Indonesia
Prevelensi cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama pada
golongan penduduk yang kurang mampu, dengan sanitasi buruk. Di Indonesia dengan jumlah
penduduk 220.000, prevelensi cacingan 17,3% dan jumlah rata-rata cacing per orang 6 ekor
cacing.
Ascariasis
a. Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides.
b. Penyakit kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan dan produktifitas penderita (KEPMENKES RI No.424/2006)
Etiologi Ascariasis
a. Infeksi A. lumbricoides sering ditemukan di daerah iklim hangat dan lembab yang
memiliki sanitasi hygiene buruk.
b. Cacing A. Lumbricoides hidup di usus dan telurnya akan keluar bersama tinja hospes.
Jika hospes defekasi di tanah (taman,lapangan) atau jika tinja mengandung telur yang
fertil maka telur tersebut akan tersimpan dalam tanah. Telur mejadi infeksius jika telur
matang (Adi, 2013)
c. Secara klinis infeksi A. Lumbricoides akan berbeda, pada saat A. Lumbricoides berada
dalam perut dan menuju daerah ileum akan terjadi gejala yang serius. Pada infeksi akut
dan sub akut, gejala infeksi akan kelihatan saat migrasi larva dan cacing dewasa ke usus
dengan gejala seperti sakit perut yang parah, diare, demam, dehidrasi dan muntah.

Sumber:
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas
Airlangga, Indonesia 233JBP Vol. 18, No. 3, December 2016—Elfred
Modul Epidemiologi STH Sutanto. dkk, 2008.
Modul Parasitology Kesehatan Masyarakat_ Didik Sumanto, SKM, M.Kes
Soal:
1. Ascariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing?
a. Ancylostoma Duodenale
b. Trichinella Spiralis
c. Ascaris Lumbricoides
d. Enterobius Vermicularis
e. Echinococcus Granulosus
Jawab : C. Ascaris Lumbricoides
2. Didalam siklus hidup Ascaris Lumbricoides migrasi larva berlangsung selama...hari
a. 30 hari
b. 15 hari
c. 10 hari
d. 25 hari
e. 20 hari
Jawab : B. 15 hari
3. Dibawah ini yang merupakan taksonomi Famili pada Ascaris Lumbricoides adalah?
a. Ascaridoidea
b. Ascaris
c. Secernantea
d. Nematoda
e. Ascaridae
Jawab : E. Ascaridae
4. Yang menjadi agent dalam hubungan Ascaris Lumbricoides dengan Triangle
Epidemologi adalah?
a. Ascaris Lumbricoides
b. Iklim
c. Manusia
d. Ancylostoma duodenale
e. Tanah
Jawab : A. Ascaris Lumbricoides
5. Dibawah ini yang merupakan taksonomi ordo pada Ascaris lumbricoides adalah?
a. Secernantea
b. Ascaris
c. Nematoda
d. Nemathelminthes
e. Ascaridida
JAWAB : E. ASCARIDIDA
2. CACING DEWASA (ANCYLOSTOMA DUODENALE)

Klasifikasi
Kingdom :Animalia
Phylum :Nematoda
Class :Secernentea
Ordo :Strongylida
Famili :Ancylostomatidae
Genus :Ancylostoma
Spesies :Ancylostomaduodenale
Morfologi dan Daur Hidup
Ancylostomaduodenale berukuran lebih besar dari Necatoramericanus. Yang betinau
kurannya 10-13mm x0,6mm, yangjantan8-11x0, 5mm. Bentuknya menyerupai hurufC, Rongga
mulut Ancylostoma duodenale mempunyai dua pasang gigi, telur dari Cacing Ancylostoma
duodenale ukurannya 40-60 mikron, bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Ovum telur
yang baru dikeluarkan tidak bersegmen. Ancylostomaduodenale betina dalam satu hari
bertelur10.000butir. Cacing dewasa hidup didalam usus halus manusia. Cacing melekat pada
mukosausus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik. Infeksi pada manusia dapat
terjadi melalui penetrasi kulit oleh larva filariform yang ada ditanah. Daur hidup kedua cacing
tambang ini dimulai dari larva filariform menembus kulit manusia kemudian masuk kekapiler
darah dan berturut-turut menuju jantung, paru-paru, bronkus, trakea, laring, dan terakhir dalam
usus halus sampai menjadi dewasa.
Penyakit Yang Disebabkan
Infeksi cacing tambang adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya cacing tambang
kedalam tubuh. Infeksi cacing tambang terjadi saat larva cacing masuk kedalam tubuh setelah
mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Gejala infeksi cacing tambang bisa bervariasi pada setiap orang. Pada beberapa orang dengan
sistem imun yang baik, gejala infeksi cacing tambang terkadang tidak terlihat. Jika cacing
tambang menginfeksi kulit, biasanya akan muncul keluhan berupa ruam gatal yang berkelok-
kelok pada tempat masuknya cacing. Infeksi cacing tambang pada kulit disebut dengan
cutaneous larva migran. Jika larva cacing tambang masuk ketubuh dan berkembang dalam
saluran pencernaan, akan muncul gejala berupa:
1. Sakit perut
2. Diare
3. Nafsu makan menurun
4. Berat badan menurun
5. Mual
6. Demam
7. BAB berdarah
8. Anemia
Faktor yang dapat meningkatkan risiko infeksi cacing tambang
1. Tinggal dilingkungan yang memilikisistem sanitasi yang buruk.
2. Mengonsumsi makanan dan minuman yang memiliki risiko terkontaminasi telur atau
larva cacing tambang,seperti daging mentah atau setengah matang.
3. Melakukan aktivitas yang sering bersentuhan langsung dengan tanah tanpa penggunaan
pelindung yang cukup.
Epidemologi dan Pencegahan
Di Indonesia kasus Ancylostoma duodenale cukup tinggi. Kasusnya banyak di temukan
didaerah pedesaan,khususnya pada pekerja didaerah perkebunan yang kontak langsung dengan
tanah. Penyebaran infeksi berhubungan dengan kebiasaan defekasi ditanah.Habitat yang cocok
untuk pertumbuhan larva ialah tanah yang gembur (misalnya humus dan pasir). Suhuoptimum
untuk perkembangan larva Necatoramericanus adalah 28°C-32°C, sedangkan suhu optimum
untuk Ancylostomaduodenale adalah 23°C-25°C. Infeksi dapat dihindari dengan menggunakan
alas kaki (sandal atau sepatu). Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari
disembarang tempat.
Pintu keluar/masuk Ancylostomaduodenale
Masuk ketubuh dengan cara larva cacing tambang menembus kulit manusia. Larva cacing
yang berhasil menembus lapisan dermis kulit kemudian bergerak menuju paru-paru melalui
aliran darah vena atau melalui saluran sistem limfa. Setelah dari paru-paru, larva berpindah
keusus manusia dan memicu gejala infeksi. Dan keluar melalui tinja.

Sumber :
https://www.alodokter.com/infeksi
cacingtambang#:~:text=Infeksi%20cacing%20tambang%20adalah%20penyak
it,Ancylostoma%20duodenale%20dan%20Necator%20americanus
http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/ALM/article/view/822
http://repository.unimus.ac.id
file:///C:/Users/user/Downloads/jtptunimus-gdl-marlinagoc-5284-2- bab2.pdf
Soal:
1. Berpakah suhu optimum untuk Ancylostomaduodenale adalah...
a. 17-22
b. 21-23
c. 21-26
d. 23-28
e. 24-30
Jawab : B. 21-23
2. Dibawah ini yang merupakan taksonomi Famili pada Ancylostomaduodenale adalah…
a. Ancylostomatida
b. Strongylida
c. Animalia
d. Secernentea
e. Nematoda
Jawab : A. Ancylostomatida
3. Gejala yang muncul akibat infeksi cacing tambang adalah…
a. Tipes
b. Jantung
c. Hepatitis
d. Mimisan
e. Anemia
Jawab : E. Anemia
4. Berapakah suhu optimum untuk perkembangan larva Necatoramericanus adalah…
a. 22-26
b. 25-30
c. 28-32
d. 30-33
e. 37-43
Jawab : C. 28-32
5. Dibawah ini yang merupakan taksonomi Ordo pada Ancylostomaduodenale adalah…
a. Ancylostomatidae
b. Secernentea
c. Animalia
d. Strongylida
e. Nematoda
Jawab : D. Strongylida
NON-SOIL TRANMITED HELMINTH
1. CACING KREMI (ENTEROBIUS VERMICULARIS)

Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk ke tubuh melalui makanan, pakaian,
bantal, sprai serta inhalasi debu yang mengandung telur yang kemudian akan bersarang di usus
dan akan dihancurkan oleh enzim usus, telur yang lolos akan berkembang menjadi larva dewasa.
Nama umum yang dipakai untuk cacing ini ada banyak, seperti Enterobius vermicularis,
Pinworm, Buttworm, Seatworm, Threadworm, dan dalam bahasa indonesia disebut Cacing Kremi.
Kemudian penyakit yang ditimbulkannya disebut Oxyuriasis atau Enterobiasis.

Klasifikasi Enterobius Vermicularis


Phylum : Nematoda
Kelas : Plasmidia
Ordo : Rhabditia
Genus : Enterobius
Spesies : Enterobius vermicularis
Penyakit ini dapat menulari siapapun, namun yang seringkali terinfeksi adalah anak kecil.

Siklus hidup dan morfologi


Cacing betina berukuran panjang 8 – 13 mm, lebar 0,3 – 0,5 mm dan mempunyai ekor yang
meruncing. Bentuk jantan lebih kecil dan berukuran panjang 2 -5 mm, lebar 0,1 – 0,2 mm dan
mempunyai ujung kaudal yang melengkung. Cacing betina mungkin memerlukan waktu kira-
kira satu bulan untuk menjadi matang dan mulai untuk produksi telurnya.
setelah membuahi cacing betina, cacing jantan biasanya mati dan mungkin akan keluar bersama
tinja.
Untuk diagnosis infeksi ini, cacing dewasa dapat di ambil dengan pita perekat. Meskipun
telur biasanya tidak diletakkan di dalam usus, beberapa telur dapat ditemukan di dalam tinja.
Telur tersebut menjadi matang dan infektif dalam waktu beberapa jam. Telur cacing kremi
tampak seperti bola tangan (American Football) dengan satu sisi mendatar. Bentuknya lonjong,
bagian lateral tertekan, datar di satu sisi dan berukuran panjang 50-60µm, lebar 20-30µm.

Triangle Epidemiologi Cacing Kremi


1. Agent
Agent merupakan penyebab penyakit, dapat berupa makhluk hidup maupun tidak hidup.
Agent penyakit cacingan ini tentu saja adalah cacing.
2. Host
Host atau penjamu ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga menjadi faktor
risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Manusia merupakan satu-satunya host bagi E.
vermicularis. Manusia terinfeksi bila menelan telur infektif. Telur akan menetas di dalam
usus dan berkembang menjadi dewasa dalam caecum, termasuk appendix (Mandell et al.,
1990). Faktor penjamu yang biasanya menjadi faktor untuk timbulnya suatu penyakit
sebagai berikut:
a) Umur
Anak-anak lebih rentan terkena penyakit cacingan. Data departemen kesehatan (1997)
menyebutkan, prevalensi anak usia SD 60 – 80% dan dewasa 40 – 60% (Kompas,
2002).
b) Jenis Kelamin
Prevalensi menurut jenis kelamin sangat erat hubungannya dengan pekerjaan dan
kebiasaan penderita. Distrik Mae Suk, Provinsi Chiangmai Thailand ditemukan anak
laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 48,8% dibandingkan dengan anak perempuan
yang hanya 36,9% pada umur 4,58 ± 2,62 tahun (Chaisalee et al., 2004). Sedangkan di
Yogyakarta infeksi cacing lebih banyak ditemui pada penderita laki-laki
dibandingkan penderita perempuan.
c) Kebiasaan Hidup dan Kehidupan Sosial Host Sendiri
Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial-ekonomi, kebersihan diri
dan lingkungan. Tingkat infeksi kecacingan juga dipengaruhi oleh jenis aktivitas atau
pekerjaan.
3. Environmental
Faktor lingkungan
cacingan. Hal adalahfaktor
ini lingkungan
karena faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit
ekstrinsik. Faktor ini ini datangnya
dapat dibagi dari luar atau
menjadi: biasa disebut dengan faktor
1) Linkungan Fisik
Yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah yang berwujud geogarfik dan
musiman. Lingkungan fisik ini dapat bersumber dari udara, keadaan tanah, geografis,
air sebagai sumber hidup dan sebagai sumber penyakit, Zat kimia atau polusi, radiasi,
dll.
Infeksi cacing terdapat luas di seluruh Indonesia yang beriklim tropis, terutama di
pedesaan, daerah kumuh, dan daerah yang padat penduduknya. Cacingan merupakan
penyakit khas daerah tropis dan subtropis , dan biasanya meningkat ketika musim
hujan. sungai dan kakus meluap, dan larva cacing bersentuhan dan masuk ke dalam
tubuh manusia. Larva cacing yang masuk ke dalam tubuh perlu waktu 1-3 minggu
untuk berkembang.
2) Lingkungan Sosial Ekonomi
Yang termasuk dalam faktor lingkungan soial ekonomi adalah sistem ekonomi
yang berlaku yang mengacu pada pekerjaan sesorang dan berdampak pada
penghasilan yang akan berpengaruh pada kondisi kesehatannya. Selain itu juga yang
menjadi masalah yang cukup besar adalah terjadinya urbanisasi yang berdampak pada
masalah keadaan kepadatan penduduk rumah tangga, sistem pelayanan kesehatan
setempat, kebiasaan hidup masyarakat, bentuk organisasi masyarakat yang
kesemuanya dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan terutama munculnya
bebagai penyakit cacingan.
Pintu Keluar Masuk Enterobius Vermicularis
Pada cacing enterobius vermicularis (Cacing kremi) tidak mengenal adanya reservoir host.
Penularan biasanya dari tangan ke mulut ataumelalui makanan, minuman dan debu jadi anjing
dan kucing bukan merupakan ancamandalam hal penularan penyakit infeksi akibat cacing
Enterobius vermicularis, (Bernardus, 2007).
Cara penularan dapat melalui tiga jalan :
1. Dari tangan ke mulut penderita sendiri(auto infection) atau pada orang lain. Kalau anak
menggaruknya, telur-telur itu akan melekat dibawah kuku jari tangandan akan terbawa ke
makanan ataupun benda lainnya. Dengan cara ini, telur ccing tersebut masuk kemulut
anak itu sendiri atau anak yang lain. Dengan demikian, terjadilah penularan cacing kremi
(Enterobius vermicularis ).
2. Penularan berasal dari pernafasan dengan menghirup udara yang tercemar telur yang
infektif.
3. Menular secara retroinfeksi atau penularan yang terjadi padapenderita itu sendiri, olek
karena itu larva yang menetas di daerah perianal.
Gambaran di Indonesia
Sebuah penelitian sudah dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus 2018 di Laboratorium
Parasitologi DIII Analis Kesehatan StiKes Icme Jombang dengan mengambil sampel dari siswa
SDN Latsari 1. SDN Latsari 1 berdekatan dengan pembuangan sampah yang berjarak sekitar 30
meter. Dengan mengambil sampel sebanyak 30 responden, didapatkan data prevalensi Enterobius
vurmacularis sebanyak 0 orang (0 %), sedangkan prevalensi yang tidak terdeteksi Cacing kremi
ssebanyak 30 orang (100%) dan dinyatakan tidak ada responden yang terdeteksi kecacingan
Cacing kremi.

Sumber:
Chin, James. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta:Infomedika.
Gandahusada, Srisasi dkk. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta:Balai Penerbit
FKUI.
Jannah, Roisatun Nurul. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi
Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi) Pada Anak Sekolah. (Studi Pada Siswa Sekolah MI
Mutaallimin Meteseh Kec. Tembalang Kota Semarang). Undergraduate thesis, Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:Rineka Cipta.
Noviawati, Fitria Rizki. 2018. Detekesi Kecacingan (Enterobius Vermikularis) Pada Anak SD
Negeri Latsari 1 Usia 7-10 Tahun di Desa Latsari Kecamatan Mojowarnon Kabipaten Jombang.
Makalah. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.
Soal:
1. Manusia yang terinfeksi sparganosis pada dasarnya disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya adalah…
1) Minum air yang kurang bersih dan mengandung Cyclops invektif.
2) Kulit tubuh yang lunak dan tertembus oleh pseudocercoid.
3) Memakan daging yang telah mengandung plerocercoid.
a. 1 dan 3
b. 1 dan 2
c. 2 dam 3
d. 1,2 dan 3
e. Semua benar
Jawab : A. 1 dan 3
2. Jenis Mastigophora parasitis mempunyai daya verulansi tinggi dan berbahaya bagi hati
dan limpa manusia adalah…
a. Leishamania Trichinella
b. Leishamania Evanci
c. Leishamania Tropica
d. Leishamania Donovani
e. Leishamania Braziliensis
Jawab : D. Leishamania Donovani
3. Suatu cacing pipih hidup sebagai parasit dalam usus halus manusia, sedang dalam daur
hidupnya pernah berada dalam sapi. Dari ciri di atas dapat disimpulkan bahwa cacing
tersebut adalah…
a. Diphyllobotrium Latum
b. Taenia Saginata
c. Echino Discous
d. Chlonorcis Sinensis
e. Taenia Solium
Jawab : B. Taenia saginata
4. Untuk pemeriksaan adanya infeksi telur Enterobius vermicularis (cacing kremi) dipakai
suatu metode pengamatan yaitu…
a. Metode Metiolet
b. MetodeTrichinella spiralis
c. Metode Anal Swab
d. Metode Harada Mori
e. Metode Bearman
Jawab : C. Metode Anal Swab
2. CACING OTOT (TRICHINELLA SPIRALIS)

Menurut Muraray 2004 spesies Trichinella spiralis ada 8 spesies, yaitu :


1. Trichinella spiralis (T1)
2. Trichinella natifah (T2) pada kuda, beruang, ikan paus.
3. Pada babi, kuda, serigala, babi hutan, beruang. Trichinella britovi pada kuda, babi hutan,
babi.
4. Trichinella psidospiralis (T4) pada burung , mamalia, omnivora (tidak membentuk
kapsul).
5. T5 pada beruang.
6. T6 pada beruang.
7. Trichinella nelsoni (T7) pada binatang pemakan daging (karnivora) si Afrika tropis.
8. T8 pada singa, di Afrika Selatan.
Trichinella spiralis menyebabkan penyakit trichinosis, trikinelosis, dan trikiniasis. Selain
menginfeksi manusia, cacing ini juga menginfeksi mamalia lain seperti tikus, kucing, anjing,
babi, beruang, dan lain-lain.
Infeksi pada manusia dimulai dengan memakan daging babi, beruang, singa laut (walrus)
atau daging mamalia lainnya (karnivora dan omnivora), baik yang mentah atau dimasak secara
tidak sempurna. Daging tersebut mengandung kista berisi larva infektif yag masih hidup. Setelah
kista masuk ke dalam lambung, terjadi ekskistasi dan larva yang keluar kemudian masuk
kedalam mukosa usus menjadi dewasa. Pada hari ke 6 setelah infeksi, cacing betina mulai
mengeluarkan larva motil. Pengeluaran larva ini berlangsung terus hingga sekitar 4 minggu.
Jumlah larva yang dihasilkan dapat mencapai 1350-1500 ekor. Larva-larva ini kemudian bergerak
ke pembuluh darah, mengikuti aliran darah dan limfe menuju jantung dan paru-paru, akhirnya
menembus otot. Otot-otot yang sangat aktif akan terinvasi, termasuk diafragma, otot laring,
rahang, leher dan tulang rusuk, biceps, gastronemius, dan lain-lain.
Jalur Masuk Trichinella Spiralis
Pintu masuk dari cacing ini adalah melalui mulut manusia dan pintu keluarnya adalah
melalui anus. Cacing ini masuk ke dalam tubuh hospes melalui makanan yang terkontaminasi
cacing tersebut, Cacing tersebut kemudian berkembang biak dan keluar melalui anus dalam
bentuk feses.
Penyakit Yang Disebabkan Trichinella Spiralis Dan Etiologinya
Trichinosis, trikinelosis, dan trikiniasis adalah penyakit yang disebabkan oleh Trichinella
spiralis. Masa ikubasi trichinosis diperkirakan antara 10-14 hari setelah memakan daging yang
terinfeksi dan bervariasi antara 5-45 hari. Variasi masa inkubasi ini berhubungan dengan
banyaknya larva yang dikonsumsi, sebab gejala dan tanda-tanda penyakit baru nampak jelas bila
teradi infeksi dengan 10 larva per gram daging.
Gejala-gejala yang dapat timbul berupa sakit perut, mual,muntah, dan diare. Kemudian
penderita mengalami nyeri hebat pada otot-otot gerak, diikuti gangguan pernapasan, gangguan
menelan dan sulit berbicara. Selain itu dapat terjadi perbesaran kelenjar-kelenjar limfe, edema
sekitar mata, hidung dan tangan. Bila terjadi nekrosis otot jantung, akan terjadi miokarditis yang
dapat menimbulkan kematian penderita. Penderita juga dapat mengalami radang otak (ensefalitis)
dan radang selaput otaj (meningitis), tulis, gangguan mata, gejala-gejala neurotoksik misalya
neuritis, halusinasi, delirium, disorientasi atau mengalami komplikasi berupa pneumonia,
peritonitis dan nefritis.
Kaitan Dengan Teori John Gordon
Teori John Gordon atau disebut juga teori Epodemiologic Triangle menyebutkan bahwa
timbul atau tidaknya penyakit pada manusia dipengaruhi oleh 3 faktor utama, Host (pejamu),
agent (agen), dan environment (lingkungan). Gordon berpendapat bahwa :
1. Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent (penyebab) dan manusia (host)
2. Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan karakteristik agent dan host
(baik individu/kelompok)
3. Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam interaksi tersebut akan
berhubungan langsung pada keadaan alami dari lingkungan (lingkungan sosial, fisik,
ekonomi, dan biologis)
Pejamu (host) adalah semua faktor yang terdapat pada manusia yang dapat memengaruhi
timbulnya suatu perjalanan penyakit. Bibit penyakit (agent) adalah suatu subtansi tertentu yang
keberadaannya atau ketidakberadaannya diikuti kontak efektif pada manusia dapat menimbulkan
penyakit atau memengaruhi perjalanan suatu penyakit. Environment (lingkungan) adalah segala
sesuatu yang berada di sekitar manusia yang memengaruhi kehidupan dan perkembangan
manusia.
Pada kasus Trichinella spiralis, cacing ini dapat tersebar karena adanya bangkai tikus yang
terbengkalai atau lingkungan yang kurang bersih. Bangkai tikus yang tidak dibuang jauh dari
pemukiman manusia akan menyebarkan cacing Trichinella spiralis ke pemukiman tersebut.
Cacing ini dapat masuk ke dalam tubuh hewan ternak apabila hewan tersebut memakan pakan
ternak yang terkontaminasi Trichinella spiralis. Manusia juga dapat terjangkit cacing ini secara
langsung apabila tanpa sengaja melakukan kontak dengan bangkai atau pakan ternak yang
terkontaminasi Trichinella spiralis, selain itu cacing ini juga dapat masuk ke tubuh manusia jika
manusia memakan daging ternak yang telah terkontaminasi cacing Trichinella spiralis.
Kaitan teori John Gordon dengan hal ini yaitu berkenaan tentang menjaga keseimbangan
antara host, agent, dan environment. Apabila lingkungan tempat host terganggu (tidak dijaga
kebersihannya, semacam membiarkan bangkai tikus terbengkalai di dekat pemukiman) maka hal
tersebut akan berdampak pada keseimbangan host dan agent disekitarnya.
Gambaran Penyakit Yang Disebabkan Oleh Trichinella Spiralis Di Indonesia
Di seluruh dunia, sekitar 10.000 infeksi terjadi dalam setahun. Setidaknya 55 negara termasuk
Amerika Serikat, Cina, Argentina, dan Rusia baru-baru ini mendokumentasikan kasus-kasus
tersebut. Meskipun penyakit ini menyerang daerah tropis, penyakit ini lebih jarang ditemukan
disana. Tingkat Trichinosis di amerika serikat telah menurun sekitar 400 kasus pertahun pada
1940-an menjadi 20 atau kurang per tahun pada 2000-an. Risiko kematian akibat infeksi ini
rendah. Data tentang kasus trichinellosis pada manusia dan hewan di Indonesia masih sangat
terbatas.

Sumber :
Program pemberantasan penyakit menular. Dr Oksfriani Jufri Sumampouw, M.Kes. 2017
Trichinella spiralis, cacing yang menginfeksi otot. Novia tri astuti.
Soal :
1. Pada organ tubuh manusia dimanakah jalur masuknya cacing trichinella spiralis?
a. Hidung
b. Mata
c. Mulut
d. Telingga
e. Sela sela jari
Jawab : C. Mulut
2. Disebut apakah nama lain dari Teori Jhon Gordon?
a. Teori Epodemis
b. Teori Epodemiologic
c. Terori Agent
d. Teori Trichinell
e. Teori Jhon Trichinella
Jawab : B. Teori Epodemiologic
3. Dalam perkiraan berapa lamakah masa ikubasi trichinosis?
a. 4-9 hari
b. 5-12 hari
c. 8-15 hari
d. 10-14 hari
e. 10-16 hari
Jawab : D. 10-14 hari
4. Trichinosis, trikinelosis, dan trikiniasis adalah penyakit yang disebabkan oleh?
a. Ascaris lumbricoides
b. Enterobius verrnicularis
c. Ancylostoma duodenale
d. Schitosoma japonicum
e. Trichinella spiralis
Jawab : E. Trichinella spiralis
5. Menurut Muraray 2004 burung , mamalia, omnivora (tidak membentuk kapsul) masuk
dalam spesies?
a. Trichinella psidospiralis (T4)
b. Trichinella nelsoni (T7)
c. Trichinella natifah (T2)
d. Trichinella spiralis (T1)
e. Trichinella epodemiologic
Jawab : A. Trichinella psidospiralis (T4)
NEMATODA DALAM DARAH
1. WUCHERERIA BANCROFTI

Wuchereria bancrofti atau disebut juga cacing filaria adalah kelas dari anggota hewan tak
bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes.
Toksonomi
Kerajaan : Animalia
Fillum : Nematoda
Kelas : Sercenetea
Ordo : Onchocercidae
Genus : Wuchereria
Spesies : Wuchereria bancrofti
Daur Hidup
Cacing ini hidup pada pembuluh limfa di kaki. Jika terlalu banyak jumlahnya, dapat
menyumbat aliran limfa sehingga kaki menjadi membengkak. Pada saat dewasa, cacing ini
menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang
disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat berpindah
ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka
larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk,
kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika nyamuk
itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini, demikian seterusnya
Morfologi
Sebagai cacing dioecious , W. bancrofti menunjukkan dimorfisme seksual. Cacing dewasa
berbentuk panjang, silindris, ramping, dan licin dengan ujung membulat. Warnanya putih dan
hampir transparan. Tubuhnya cukup halus, sehingga sulit untuk dikeluarkan dari jaringan. Ia
memiliki daerah kepala atau kepala pendek yang terhubung ke tubuh utama dengan leher pendek,
yang tampak sebagai penyempitan. Bintik hitam adalah inti yang tersebar di seluruh rongga
tubuh, tanpa inti di ujung ekor.
Jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan ukuran dan struktur ujung ekornya. Cacing
jantan berukuran lebih kecil, panjang 40 mm (1,6 in) dan lebar 100 µm (0,0039 in), dan memiliki
ekor yang melengkung ke bagian perut. Ujung ekor memiliki 15 pasang papila ekor kecil, organ
sensorik. Daerah anus merupakan struktur rumit yang terdiri dari 12 pasang papila, delapan di
antaranya di depan dan empat di belakang anus. Sebaliknya, betina berukuran 60 milimeter
(2.Panjang 4 inci hingga 100 milimeter (3,9 inci) dan lebar 300 mikrometer (0,012 inci),
diameternya hampir tiga kali lebih besar daripada jantan. Ekornya secara bertahap mengecil dan
membulat di ujungnya. Tidak ada struktur sensorik tambahan yang terlihat. Vulvanya terletak di
daerah anterior, sekitar 0,25 mm dari kepala. Laki-laki dan perempuan dewasa paling sering
melingkar bersama dan sulit dipisahkan. Wanita adalahovoviviparous dan dapat menghasilkan
ribuan remaja yang dikenal sebagai mikrofilaria.
Pathogenesis
infeksi W. bancrofti bergantung pada sistem kekebalan tubuh dan respons inflamasi dari
inang. Setelah terinfeksi, cacing dewasa dalam waktu 6–8 bulan, cacing jantan dan betina kawin
dan melepaskan mikrofilaria. Mikrofilaria ini dapat dilepaskan hingga 10 tahun.
1. fase tanpa gejala biasanya terdiri dari infeksi microfilaremia tinggi, dan individu tidak
menunjukkan gejala terinfeksi. Ini terjadi karena sitokin IL-4 yang menekan aktivitas sel
TH1 dalam sistem kekebalan. Hal ini dapat terjadi selama bertahun-tahun sampai reaksi
inflamasi meningkat kembali.
2. fase inflamasi (akut) , antigen dari cacing betina dewasa menimbulkan respons inflamasi.
Cacing di saluran getah bening mengganggu aliran getah bening,
menyebabkan limfedema . Orang tersebut menunjukkan demam, menggigil, infeksi kulit,
nyeri kelenjar getah bening, dan kulit lunak pada ekstremitas limfedematosa. Gejala ini
sering berkurang setelah 5-7 hari. Gejala lain yang mungkin terjadi termasuk orkitis ,
peradangan pada testis, yang disertai dengan nyeri, pembesaran langsung
dan epididimitis (radang korda spermatika).
3. obstruktif fase (kronis) ditandai dengan getah bening varises , getah bening
skrotum, hidrokel , chyluria (getah bening dalam urin), dan kaki gajah . Mikrofilaria
biasanya tidak ada pada fase ini. Fitur utama dari fase ini adalah pembentukan bekas luka
dari area jaringan yang terkena. Ciri lainnya termasuk penebalan kulit dan kaki gajah,
yang berkembang secara bertahap dengan serangan sistem limfatik. Kaki gajah
menyerang pria terutama di kaki, lengan, dan skrotum. Pada wanita, kaki, lengan, dan
payudara terpengaruh.

Diagnosa

Apusan darah adalah alat diagnostik yang sederhana dan cukup akurat, asalkan sampel darah
diambil selama periode pada hari ketika remaja berada dalam sirkulasi perifer. Teknisi yang
menganalisis hapusan darah harus mampu membedakan antara W. bancrofti dan parasit lain yang
berpotensi ada.
Uji reaksi berantai polimerase juga dapat dilakukan untuk mendeteksi fraksi kecil, sedikitnya
1 pg, DNA filaria.
Beberapa orang yang terinfeksi tidak memiliki mikrofilaria dalam darahnya. Hasilnya, tes
yang bertujuan untuk mendeteksi antigen dari cacing dewasa dapat digunakan.

Ultrasonografi juga dapat digunakan untuk mendeteksi gerakan dan suara yang disebabkan
oleh pergerakan cacing dewasa. Cacing mati dan terkalsifikasi dapat dideteksi dengan
pemeriksaan sinar-X.

Pencegahan
Pencegahan berfokus pada perlindungan terhadap gigitan nyamuk di daerah
endemik. Pengusir serangga dan kelambu berguna untuk melindungi dari gigitan nyamuk. Upaya
pendidikan publik juga harus dilakukan di daerah endemik di dunia agar berhasil menurunkan
prevalensi infeksi W. bancrofti .

Epidemiologi

Pencegahan berfokus pada perlindungan terhadap gigitan nyamuk di daerah


endemik. Pengusir serangga dan kelambu berguna untuk melindungi dari gigitan nyamuk. Upaya
pendidikan publik juga harus dilakukan di daerah endemik di dunia agar berhasil menurunkan
prevalensi infeksi W. bancrofti .

Sumber:

Wikipedia
Soal:
1. Wuchereria bancrofti atau disebut juga cacing?
a. Fita
b. Kremi
c. Gelang
d. Filaria
e. Tambang
Jawab : D. Filaria
2. Dalam morfologi W.bancrofti daerah anus merupakan struktur rumit yang terdiri
dari ...pasang papilla
a. 12
b. 13
c. 10
d. 8
e. 5
Jawab : A. 12
3. Cacing dewasa berbentuk panjang, silindris, ramping, dan licin dengan ujung
membulat,merupakan ciri-ciri dari cacing…
a. Enterobius
b. Wuchereria bancrofti
c. Brugia malayi
d. Trichinella spiralis
e. Ascaris lumbricoides
Jawab : B. Wuchereria bancrofti
4. Dibawah ini yang merupakan taksonomi ordo pada W.bancrofti adalah…
a. Wuchereria
b. Nematoda
c. Secernentea
d. Animalia
e. Spirurida
Jawab : E. Spirurida
5. Dalam morfologi W.bancrofti Ujung ekor memiliki ...pasang papila ekor kecil, organ
sensorik..
a. 13
b. 14
c. 15
d. 16
e. 17
Jawab : C. 15
2. BRUGIA MALAYI

B. malayi adalah sebuah nematoda (cacing) parasit yang merupakan salah satu
penyebab filariasis limfatik. B. malayi merupakan nematoda yang prevalen di
daerah India, Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
Taksonomi
Kerajaan :Animalia
Filum :Nematoda
Kelas :Secernentea
Ordo :Spirurida
Famili :Onchocercidae
Genus :Brugia
Spesies :Brugia malayi
Morfologi
Cacing dewasa umumnya mirip dengan Wuchereria bancrofti, hanya saja cacing B.
malayi lebih kecil.Panjang cacing betina beriksar 43 hingga 55 mm, sedangkan panjang cacing
jantan berkisar 13 hingga 23 mm.
Cacing dewasa dapat memproduksi mikrofilaria di dalam tubuh manusia. Mikrofilaria
tersebut memiliki lebar berkisar 5 hingga 7 um dan panjang berkisar 130 hingga 170 um. Cacing
memiliki semacam selubung dan biasanya memiliki periodisitas nokturnal.
Siklus Hidup
Biasanya, vektor yang umum berperan dalam penyebaran B. malayi adalah nyamuk yang
berasal dari genera Mansonia dan Aedes. Ketika nyamuk menghisap darah manusia, nyamuk
yang terinfeksi B. malayi menyelipkan larva B. malayi ke dalam inang manusia. Di dalam tubuh
manusia, larva B. malayi berkembang menjadi cacing dewasa yang biasanya menetap di
dalam pembuluh limfa.Cacing dewasa dapat memproduksi mikrofilaria yang dapat menyebar
hingga mencapai darah tepi. Ketika nyamuk menggigit manusia yang telah terinfeksi,
mikrofilaria dapat terhisap bersamaan dengan darah kedalam perut nyamuk.[2]
Setelah masuk kedalam tubuh nyamuk, mikrofilaria menanggalkan
selubungnya. Mikrofilaria kemudian berenang melalui dinding proventikulus dan porsi
kardiak (bagian dalam perut nyamuk), hingga mencapai otot toraksis (otot dada). Di dalam otot
toraksis, larva filaria berkembang menjadi larva tahap akhir. Lava tahap akhir berenang
melalui homocoel (rongga tubuh) hingga sampai pada prosbosis (sungut) nyamuk. Ketika tiba di
dalam probosis nyamuk, cacing tersebut siap menginfeksi inang manusia yang selanjutnya.
Epidemiologi
infeksi B. malayi terbatas pada wilayah Asia.Beberapa negara yang mempunyai prevalensi B.
malayi antara lain adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, dan India.Pada tahun 2008, Korea
Selatan dan Tiongkok telah dinyatakan bebas dari infeksi cacing filariasis.Tidak
seperti Wuchereria brancofti, B. malayi dapat hidup pada inang primata atau kucing
Terdapat dua bentuk B. malayi yang dapat dibedakan bedasarkan
periodisitas mikrofilarianya pada darah tepi.Bentuk yang pertama, bentuk periodis nokturnal,
hanya dapat ditemukan pada darah tepi pada malam hari.Bentuk yang kedua, bentuk subperiodis,
dapat ditemukan pada darah tepi setiap saat, hanya saja jumlah mikrofilaria terbanyak ditemukan
di malam hari
Diagnosis
Deteksi mikrofilaria di dalam darah atau di dalam cairan limfatik akan memastikan
keberadaan infeksi B. malayi di dalam tubuh. Pemeriksaan mikroskopis untuk mendeteksi
morfologi B. malayi dapat membantu diagnosis. Pewarnaan Giemsa, secara khusus, dapat
mewarnai selubung B. malayi dengan warna merah muda. Akan tetapi, karena sifat nokturnal
yang dimiliki oleh beberapa galur B. malayi, pewarnaan darah utuk diagnosis tergolong
menyulitkan.
Esai berbasis reaksi polimerase berantai (polymerase chain reaction atau PCR) dapat
mendeteksi infeksi B. malayi dengan sensitivitas tinggi. Lebih jauh lagi, uji tersebut dapat
digunakan untuk mengamati infeksi pada inang manusia maupun vektor nyamuk.
Beberapa uji serologis dapat digunakan untuk mendeteksi kadar IgE yang naik pada tubuh
pasien. Diagnosis serologis tersebut dapat didukung oleh perhitungan kadar eosinofil dalam
darah pasien.
Pengobatan
infeksi B. malayi, serupa dengan pengobatan infeksi W. brancrofti. Obat antihistamin dan
anti-peradangan digunakan untuk mengobati peradangan, rasa tidak nyaman, dan
respon alergi. Lebih jauh lagi, respon alergi dapat diringankan dengan konsumsi obat
kortikosteroid.
Beberapa obat dapat diberikan untuk memusnahkan parasit, termasuk Invermectin, yang
masing-masing dosisnya dikonsumsi 6 bulan sekali.
Tersumbatnya pembuluh darah limfa oleh parasit dapat menyebabkan
pembengkakan. Untuk gangguan peredaran limfa, pembedahan mungkin dibutuhkan untuk
[5]

memperbaiki pembuluh yang tersumbat.

Sumber:
Wikipedia
Soal:
1. Dalam morfologi cacing brugia malayi berapak panjang cacing betina…mm
a. 22-34 mm
b. 28-32 mm
c. 43-45 mm
d. 36-38 mm
e. 40-47 mm
Jawab : C. 43-45 mm
2. Dalam morfologi cacing brugia malayi berapak panjang cacing jantan…mm
a. 10-12 mm
b. 12-19 mm
c. 13-18 mm
d. 13-23 mm
e. 14-16 mm
Jawab : D. 13-23 mm
3. Dibawah ini yang merupakan toksonomi filum pada Brugia Malayi ?
a. Nematode
b. Brugia
c. Animalis
d. Spirurida
e. Secernentea
Jawab : A. Nematoda
4. Dibawah ini yang merupakan toksonomi famili pada Brugia Malayi?
a. Animalis
b. Onchocercidae
c. Spirurida
d. Secernentea
e. Brugia malayi
Jawab : B. Onchocercidae
5. Pada morfologi cacing memiliki semacam selubung dan biasanya memiliki periodisitas
yang disebut perodisitas?
a. Mikrofilaria
b. Mansonia
c. Vector
d. Nematoda
e. Nokturnal
Jawab : E. Nokturnal

Anda mungkin juga menyukai