Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang berhubungan erat dengan kondisi Lingkungan.
Penyebaran kecacingan ini melalui kontaminasi tanah oleh tinja yang mengandung
telur cacing. Telur tumbuh dalam tanah, dengan suhu optimal ± 30° C. Lnfeksi
cacing terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan
atau minuman yang tercemar atau melalui tangan yang kotor ( Depkes RI, 2007;
WHO, 2011).
Cacing parasit golongan Nematoda ( cacing usus ) dibagi menjadi 2 golongan
yaitu Soil Transmitted Helminths ( STH ), Golongan STH adalah sekelompok yang
membutuhkan media tanah dalam penyebarannya. Cacing yang tergolong STH antara
lain cacing gelang ( Ascaris Lumbricoides ), cacing cambuk ( Thricuris trhicura ) dan
cacing tambang ( Ancylostoma duodenale dan Necator americanus ). Golongan non
STH adalah sekelompok cacing yang tidak memerlukan media tanah dalam
penyebarannya. Cacing yang tergolong Non STH antar lain Strongiloidiasis (
Strongyloides stercoralis ) dan cacing kremi ( Enterobius Vermicularis ).
Pravalensi kecacingan sangat tinggi terutama di daerah tropis, subtropis dan
beriklim basah dimana hygiene dan sanitasi masih kurang seperti di Afrika, Cina, dan
Asia Timur. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun
2006 didapatkan 1.221 milyar penduduk di dunia terinfeksi cacing Ascaris
lumbricoides, 795 juta penduduk dunia terinfeksi Trichuris trichiura, dan 740 juta
penduduk dunia terinfeksi cacing tambang. Data WHO pada tahun 2015
didapatkan lebih dari 1,5 milyar jiwa atau 24% dari populasi dunia terinfeksi STH .
Infeksi cacing Ascaris lumbricoides (Ascariasis ) merupakan kejadian terbanyak yang
ditemukan di dunia dengan prevalensi sekitar 807 juta jiwa dan populasi yang
beresiko sekitar 4,2 milyar (Hotezet al., 2011)
Hal ini terjadi dikarenakan banyak faktor yang tidak diperhatikan oleh
masyarakat sehingga mnyebabkan terjadinya infeksi kecacingan tersebut. Salah
satunya yaitu pengetahuan mengenai jenis cacing tersebut ( Ascaris Lumbricoides dan
Thricuris thricura ), maka dari itu kami disini akan membahas mengenai Morfologi

1
siklus hidup, pathogenesis, gejala klinis dan epidemiologi nematode usus ini ( Cacing
Ascaris Lumbricoides dan Trichurus thricura )
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat kami buat sesuai dengan pendahuluan diatas
yaitu :
1. Bagaimanakah morfologi siklus hidup cacing Ascaris Lumbricoides dan
Thricuris thricura ?
2. Bagaimanakah pathogenesis dari cacing Ascaris Lumbricoides dan Thricuris
thricura ?
3. Bagaimanakah gejala klinis dari epidemiologi yang disebabkan oleh cacing
Ascaris Lumbricoides dan Thricuris thricura ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui morfologi siklus hidup cacing Ascaris Lumbricoides dan
Thricuris thricura
2. Untuk mengetahui pathogenesis dari cacing Ascaris Lumbricoides dan Thricuris
thricura
3. Untuk mengetahui gejala klinis dari epidemiologi yang disebabkan oleh cacing
Ascaris Lumbricoides dan Thricuris thricura
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah wawasan mengenai materi parasitologi yaitu Morfologi
siklus hidup, pathogenesis, gejala klinis dan epidemiologi nematode usus (
Cacing Ascaris Lumbricoides dan Trichurus thricura )
b. Tugas ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai sumber
informasi dalam menjawab pertanyaan – pertanyaan yang didapat saat proses
pembelajaran terutama dalam Untuk menambah wawasan mengenai materi
parasitologi yaitu Morfologi siklus hidup, pathogenesis, gejala klinis dan
epidemiologi nematode usus ( Cacing Ascaris Lumbricoides dan Trichurus
thricura ). Selain itu tugas ini dapat bermanfaat sebagai bahan referensi dalam
materi parasitologi sehigga dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran.

2
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Manfaat pembuatan tugas ini bagi mahasiswa yaitu dapat meningkatkan
pengetahuan dalam materi Untuk menambah wawasan mengenai materi
parasitologi yaitu Morfologi siklus hidup, pathogenesis, gejala klinis dan
epidemiologi nematode usus ( Cacing Ascaris Lumbricoides dan Trichurus
thricura ).
b. Bagi penulis
Manfaat penulisan tugas ini bagi penulis, yaitu dapat memberikan wawasan
dan pengetahuan baru tentang materi Untuk menambah wawasan mengenai
materi parasitologi yaitu Morfologi siklus hidup, pathogenesis, gejala klinis
dan epidemiologi nematode usus ( Cacing Ascaris Lumbricoides dan
Trichurus thricura ) dengan baik dan benar. Sehingga dapat menyosialisasikan
kepada semua pihak yang membutuhkan informasi tersebut

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ascaris Lumbricoides
1. Morfologi siklus hidup cacing Ascaris Lumbricoides
Ascaris lumbricoides memiliki tiga bibir (prominent lips) yang masing
– masing memiliki dentigerous ridge (peninggian bergigi), tetapi tidak
memiliki interlabia atau alae. Ascaris lumbricoides jantan memiliki panjang
15-31 cm dan lebar 2-4 mm, dengan ujung posterior yang melingkar ke arah
ventral, dan ujung ekor yang tumpul. Ascaris lumbricoides betina memiliki
panjang 20-49 cm dan lebar 3-6 mm, dengan vulva pada sepertiga panjang
badan dari ujung anterior. Ascaris betina memiliki ovarium yang luas dan
dapat mengandung 27 juta telur pada satu waktu, dengan 200.000 telur
dikeluarkan setiap harinya.

Gambar 1.1 Cacing Ascaris Lumbricoides

Telur yang sudah dibuahi berbentuk oval sampai bulat, dengan panjang
45-75 μm dan lebar 35-50 μm. Dinding uterina cacing menghasilkan lapisan
luar yang tebal dan bergumpal pada telur, sehingga saat telur dikeluarkan
melalui feses, lapisan ini terwarnai oleh cairan empedu sehingga menjadi
berwarna cokelat keemasan.

4
telur yang dibuahi telur yang tidak dibuahi

Gambar 1.2 Telur Ascaris Lumbricoides

Telur yang belum dibuahi memiliki bentuk yang lebih panjang dan
ramping daripada telur yang telah dibuahi, yaitu sepanjang 88- 94 μm dan
lebarnya 44 μm. Lapisan vitelina, kitin, dan lipid pada telur baru 7 terbentuk
setelah penetrasi sperma terhadap oosit, karena itu pada telur yang belum
dibuahi, hanya dapat terlihat lapisan proteinase. Embrio membutuhkan waktu
9 sampai 13 hari untuk menjadi telur matang. Embrio resisten terhadap suhu
rendah, kekeringan, dan zat kimia yang kuat. Namun, embrio bisa mati dalam
waktu singkat bila terpapar sinar matahari dan suhu tinggi.

5
Infeksi terjadi ketika telur infektif (telur berisi larva) yang belum
menetas tertelan bersama air dan makanan yang tercemar. Telur akan menetas
di duodenum, menembus mukosa dan submukosa, kemudian memasuki limfe.
Setelah melewati jantung kanan, cacing ini memasuki sirkulasi paru dan
menembus kapiler menuju daerah-daerah yang mengandung udara. Pada paru,
cacing tumbuh hingga mencapai panjang 1,4-1,8 mm dalam 10 hari.
Selanjutnya 8 cacing akan naik ke faring dan tertelan. Cacing yang tahan
terhadap asam lambung akan masuk ke usus halus dan matang di sana. Dalam
60 – 65 hari setelah tertelan, cacing akan menjadi dewasa dan mulai bertelur.
Cacing dewasa memiliki panjang 20 – 40 cm dan hidup dalam usus halus
manusia hingga bertahun – tahun .

Gambar 1.3 Siklus Arcaris Lumbricoides

6
2. Patogenitas Arcaris Lumbricoides
Patogenesis yang disebabkan infeksi Ascaris dihubungkan dengan
1) Respon imun hospes,
2) Efek migrasi larva,
3) Efek mekanik cacing dewasa, dan
4) Defisiensi gizi akibat keberadaan cacing dewasa.

Ascaris menyebabkan penyakit yang disebut askariasis. Perjalanan


larva melalui hati dan paru-paru biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi
dalam jumlah besar dapat menimbulkan gejala pneuminitis. Ketika larva
menembus jaringan paru masuk kealveoli, dapat terjadi kerusakan pada epitel
bronkhial. Dengan terjadi reinfeksi danmigrasi dapat mnimbulkan obstruksi
usus, masuk ke dalam saluran empedu,
saluran pankreas, hati, rongga peritonium atau tempat-tempat kecil lain.

Larva dalam jumlah sedikitpun dapat menimbulkan reaksi yang hebat.


Reaksi jaringan dapat terjadi di sekitar larva dalam hati, paru – paru, disertai
infiltrasi eosinofil, makrofag, dan sel epiteloid. Keadaan ini disebut sebagai
pnemonitis ascaris yang disertai reaksi alergi seperti dispnea, batuk kering atau
batuk produktif, mengi atau bronkhi kasar, demam C, dan eosinofilia yang
bersifat sementara. Foto toraxº39,9-40,0 menunjukkan ilfiltrat yang
menghilang dalam tiga minggu. Keadaan ini disebut sindroma Loeffler.

3. Gejala klinis dan epidemiologi dari Ascaris Lumbracoides


Kebanyakan infeksi ringan tidak menimbulkan gejala. Cacing yang
baru menetas menembus mukosa usus sehingga terjadi sedikit kerusakan pada
daerah tersebut. Cacing yang tersesat, berkeliaran, dan akhirnya mati di bagian
tubuh lain seperti limpa, hati, nodus limfe, dan otak.
Cacing ini juga menyebabkan perdarahan kecil pada kapiler paru yang
mereka tembus. Infeksi yang berat dapat menyebabkan akumulasi perdarahan
sehingga akan terjadi edema dan ruang-ruang udara tersumbat. Akumulasi sel
darah putih dan epitel yang mati akan memperparah sumbatan sehingga akan
terjadi Ascaris lumbricoides pneumonitis (Loeffler’s pneumonia) yang bisa
menyebabkan kematian.

7
Makanan utama A. lumbricoides adalah cairan pada lumen usus. Pada
infeksi sedang hingga berat, dapat terjadi malnutrisi pada anak-anak yang
nutrisinya diambil oleh cacing. Dapat terjadi nyeri abdomen, urtikaria,
eosinofilia, nyeri pada mata, asma dan insomnia sebagai respon alergi terhadap
metabolit yang dihasilkan cacing.
Jika jumlah cacing terlalu banyak di usus, maka cacing bisa berkeliaran
ke apendiks, anus, pankreas, saluran empedu, hati, lambung, esofagus, trakea,
tuba eustachius, telinga tengah, bahkan keluar melalui hidung dan mulut.
Cacing betina juga bisa berkeliaran di dalam tubuh jika tidak ada cacing
jantan. Larva pada dahak dan telur cacing di feses bisa membantu menegakkan
diagnosis.
Terdapat lebih dari 1 milyar orang di dunia dengan infeksi askariasis.
Infeksi askariasis, atau disebut juga dengan cacing gelang, ditemukan di
seluruh area tropis di dunia, dan hampir di seluruh populasi dengan sanitasi
yang buruk. Telur cacing bisa didapatkan pada tanah yang terkontaminasi
feses, karena itu infeksi askariasis lebih banyak terjadi pada anak-anak yang
senang memasukkan jari yang terkena tanah ke dalam mulut.
Kurangnya pemakaian jamban menimbulkan pencemaran tanah dengan
tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan tempat
pembuangan sampah. Telur bisa hidup hingga bertahun-tahun pada feses,
selokan, tanah yang lembab, bahkan pada larutan formalin 10% yang
digunakan sebagai pengawet feses. Di Jakarta, angka infeksi askariasis pada
tahun 2000 adalah sekitar 62,2%, dan telah mencapai 74,4%-80% pada tahun
2008.

B. Trichuris trichiura
1. Morfologi siklus hidup cacing Trichuris trichiura
1. Cacing Dewasa
Nematoda dewasa berbentuk seperti cambuk dan umumnya 3-5 cm
panjang, dengan jantan yang agak lebih kecil dari pada betina. Tiga –
perlima anterior threadlike, sementara posterior dua – perlima gemuk dan
berisi organ reproduksi. Dua – pertiga panjang tubuh merupakan
oesophagus dikelilingi oleh stitchocytes. Stitchocytesyang besar, kelenjar
uniseluler. Mulut tidak memiliki bibir dan memiliki pembukaan
8
sederhana. Rongga bukal kecil. Anus terletak di dekat ujung ekor. Kedua
jenis kelamin memiliki gonad tunggal.
Panjang cacing jantan30 – 45 mm,ujung posterior membulat dan
melingkar kea rah ventral, mempunyai sebuah spicule diselubungi oleh
sheath yang retractile. Panjang cacing betina 35 –50 mm (Soebaktiningsih,
2014), ekornya sedikit melengkung dan ujungnya tumpul.

Gambar 1.4 Cacing Thricuris thricura dewasa

2. Telur Trichuris trichiura


Secara spesifik, bentuknya seperti tong anggur (barrel shape) atau
lemon shapedan pada kedua ujungnya terdapat dua buah mucoid plug
menonjol dan transparan. Dinding telur berwarna cokelat dari warna
empedu. Ukuran 50-54x22-23 mikron.

9
Gambar 1.5 Telur Cacing Thricuris thricura

3. Siklus Hidup
Telur yang keluar bersama tinja mengandung sel telur yang tidak
bersegmen dan akan mengalami embrionisasi dan (mengandung larva)
sesudah 10 – 14 hari di tanah. Jika orang terinfeksi berdefikasi di luar
(dekat semak-semak, di taman, atau lapangan) atau jika kotoran manusia
digunakan sebagai pupuk, telur disimpan ditanah.
Telur tersebut kemudian dapat tumbuh menjadi bentuk yang
infektif. Infeksi Trichuris trichiura (Trichuriasis) disebabkan oleh
makanan atau jari terkontaminasi telur infektif masuk mulut . Habitat di
usus besar terutama di caecum, bagian anterior yang seperti benang
tertanam dalam mukosa usus, kadang terdapat di appendix
(Soebaktiningsih, 2014). Cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa
partumbuhan mulai dari telur tertelan sampai cacing dewasa betina
bertelur kurang lebih 30 – 90 hari .

Gambar 1.6 Siklus hidup Cacing Thricuris thricura

10
2. Patogenitas Thricuris thricura
Infeksi berat Trichuris trichiura sering disertai dengan infeksi cacing
lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis
yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Infeksi kombinasi dengan tipe cacing
yang lain seperti Ascaris lumbricoides, Necator americanus, dan Ancylostoma
duodenale dapat menyebabkan growth stunting, retardasi mental, dan defek
kognitif pada edukasi. Bila terdapat di appendixakan menimbulkan gejala
appendicitis (Soebaktiningsih, 2014).

3. Gejala klinis dan epidemiologi dari Thricuris thricura


Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi
dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada
anak, cacing tersebar di seluruh kolon dan rectum. Kadang – kadang terlihat
dimukosa rectum yang mengalami prolapses akibat mengejannya penderita
pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa
usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa
usus. Di tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Disamping itu cacing
ini juga menghisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia.
Penderita terutama anak – anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan
menahun, menunjukkan gejala diare yang sering diselingi sindrom disentri,
anemia, berat badan turun dan kadang – kadang disertai prolapsus rektum.
Epidemiologi Trichuris trichiura adalah cacing yang ditularkan melalui
tanah yang banyak ditemukan di daerah yang lembab, tropis dan subtropis dan
daerah dengan sanitasi yang buruk. Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar
2,2 juta orang terinfeksi Trichuris trichiura. Infeksi cacing ini ini lebih banyak
dinegara – negara berkembang. Infeksi cacing ini lebih banyak pada anak –
anak daripada dewasa karena kebersihan anak yang lebih buruk dan lebih
sering mengkonsumsi tanah (Donkor, 2014). Cacing ini bersifat kosmolit,
terutama dinegara panas dan lembab seperti Indonesia

11
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Ascaris Lumbricoides memiliki tiga bibir yang masing-masing memiliki
dentigerous ridge (peninggian gigi). Ascaris Lumbricoides jantan memiliki panjang
15-31 cm dan lebar 2-4 mm, sedangkan Ascaris Lumbricoides betina memiliki
panjang 20-49 cm dan lebar 3-6 mm. Telur Ascaris Lumbricoides yang sudah dibuahi
berbentuk oval sampai bulat, dengan panjang 45-75 µm dan lebar 35-50 µm.
Sedangkan telur yang belum dibuahi memiliki bentuk yang lebih panjang dan
ramping dari pada telur yang telah dibuahi. Patogenitas yang disebabkan infeksi
Ascaris dihubungkan dengan respon imun hospes, efek migrasi larva, efek mekanik
cacing dewasa dan defisiensi gizi akibat keberadaan cacing dewasa. Ascaris
menyebabkan penyakit yang disebut askariasis. Kebanyakan infeksi ringan tidak
menimbulkan gejala.
Trichuris Trichiura dewasa berbentuk seperti cambuk dan umumnya memiliki
panjang 3-5 cm, dengan jantan yang agak lebih kecil dari pada betina. Secara spesifik
telur Trichuris Trichiura bentuknya seperti tong anggur (barrel shape) atau lemon
shapedan pada kedua ujungnya terdapat dua buah mucoid plug menonjol dan
transparan. Infeksi berat Trichuris Trichiura sering disertai dengan infeksi cacing
lainnya atau protozoa, sedangkan infeksi ringan biasanya tidak menimbulkan gejala
klinis yang jelas. Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi
dapat juga ditemukan di kolon asendens.

B. Saran
Sebagai masyarakat indonesia kita harus selalu menjaga kesehatan diri sendiri
serta lingkungan sekitar agar terhindar dari berbagai penyakit terutama penyakit
kecacingan ini dengan cara melakukan gaya hidup sehat dan selalu menambah
wawasan – wawasan mengenai informasi kesehatan yang dipercaya seperti tugas
diatas agar tidak dipengaruhi oleh informasi palsu yang seringkali beredar.
Adapun pula saran bagi penulis agar kedepannya bisa menulis kembali tugas
yang lebih baik lagi dan dengan sumber informasi yang resmi dan dapat dipercaya
agar tidak menimbulkan berita palsu kepada pembaca sekitar.

12

Anda mungkin juga menyukai