Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Infeksi cacing yang disebut dengan helminthiasis adalah infeksi yang disebabkan
oleh satu atau lebih cacing parasite pada usus manusia. Nematode merupakan
penyebab infeksi cacing yang masih banyak terjadi di Indonesia. Indonesia sendiri
memiliki beberapa faktor penunjang untuk kehidupan cacing parasite. Faktor yang
ditemukan adalah keadaan alam serta iklim, sosial ekonomi, pendidikan, kepadatan
pendudk serta masih berkembang kebiasaan yang kurang baik. berdasarkan fungsi
tanah pada siklus hidup cacing, nematode usus dibagi menjadi dua kelompok.5

1. Soil Transmitted Helminths (STH)


Nematode yang siklus hidupnya membutuhkan media tanah sebagai proses
pematangan telur sehingga terjadi stadium non-infektif menjadi infektif. Infeksi
yang paling umum terjadi di seluruh dunia dan mempengaruhi komunutas dengan
keadaan ekonomi rendah dan pada daerah dengan sanitasi yang buruk. Spesis
utama dari kelompok cacing ini adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides),
cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing kait (Necrator americanus dan
Ancylostoma duodenale).5
2. Non-Soil Transmitted Helminths
Kelompok cacing ini antara lain, Enterobius vermicularis dan Trichinella
spiralis. Kedua jenis cacing ini merupakan nematode usu yang siklus hidupnya
tidak membutuhkan tanah untuk bertahan hidup.5
2.2. Epidemiologi
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2019 menyatakan
bahwa lebih dari 1,5 miliar orang dari populasi dunia terinfeksi cacing Soil
Transmitted Helminths (STH) yang ditularkan melalui tanah. Prevalensi infeksi Soil
Transmitted Helminths (STH) di Indonesia masih sangat tinggi terutama pada
penduduk dengan sanitasi yang buruk dan didapatkan pada kalangan anak

2
3

persekolahan dengan pelaporan yang didapat sebesar 267 juta anak dan 568 juta usia
sekolah yang bertempat tinggal pada daerah tropis. Pervalensi terbesar pertama ialah
Ascariasi lumbricoides sebesar 78% ditemukan di Sumatra, 79% Kalimantan, 88%
Sulawesi, 92% Nusa Tenggara Barat, 90% di Jawa Barat. Pervalensi terbesar kedua
yaitu Trichuris trichiura untuk Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi 83%, Nusa
Tenggara Barat 84% dan Jawa Barat sebesar 91%. Sedangkan prevalensi cacing
tambang atau Hookworm berkisar 30% sampai 50% di berbagai daerah di
Indonesia.1,6,7

2.3. Etiologi
Etiologi cacingan yang paling sering terjadi adalah sanitasi yang buruk. Di
Indonesia sendiri masih kurangnya kesadaran diri untuk menjaga kebersihan baik diri
sendiri maupun lingkungan. Sehingga infeksi cacing di Indonesia masih sangat tinggi
apalagi pada kelompok balita anak usia sekolah dikarenakan, sanitasi yang buruk,
kurang bersihnya lingkungan tempat tinggal, mengonsumsi makan dan minuman
yang terkontaminasi, tidak menggunakan alas kaki saat berjalan di tanah,
mengkonsumsi makan yang masih kurang kematangannya.6

2.4. Klasifikasi
Filum cacing terbagi 2, Platyhelminthes dan nemathelminthes. Platyhelminthes
sendiri terdiri dari kelas Cestoda atau cacing pita dan kelas Trematoda atau cacing
daun. Dari golongan Platyhelminthes, Cestoda yang paling sering menginfeksi
dengan genus Taenia spp, sedangakan Trematoda yang paling sering menginfeksi
dari genus Schistosoma spp. Filum Nemathelminthes terdiri dari kelas Nematoda,
terdiri dari nematoda usus dan nematoda jaringan. Nematode usus yang sering
menginfeksi adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necrator americanus,
Ancylostoma duodenal dan Enterobius vermicularis. Sedangkan dari nematode
jaringan yang paling sering menginfeksi adalah Filariasis yang menyebabkan
gangguan saluran limfe.8,9
4

Gambar 2.1 Pembagian Filum8


2.4.1. Ascaris lumbricoides/Cacing Gelang
2.4.1.1.Toksonomi
 Sub kingdom : Metazoa
 Filum : Nemathelminthes
 Kelas : Phasmidia
 Ordo : Ascaridida
 Famili : Ascaridoidea
 Genus : Ascaris
 Spesies : Ascaris lumbricoides
2.4.1.2.Morfologi
Nematode usus terbesar yang menginfeksi manusia. Cacing dewasa Ascaris
lumbricoides berbentuk panjang silindris dengan ujung anterior yang meruncing.
Cacing dewasa betina berukuran panjang 20-35 cm dan jantan panjangnya 15-31 cm.
cacing dewasa memiliki tiga buah bibir pada ujung anterior, medodorsal dan duanya
terletak ventrolateral. Cacing dewasa betina memiliki ekor lurus dan yang jantang
melengkung kearah ventral. Cacing dewasa jantan memiliki sepasang copulatory
spiculae pada ujung posterior. Cacing betina pada potongan melintang
memperlihatkan uterus yang berisi telur, ovarium dan usus.8,9
5

Gambar 2.2 Cacing Ascaris lumbricoides jantan dan betina10

Pada pemeriksaan sedian tinja, dapat ditemukan dua macam telur dari Ascaris
lumbricoides.
1. Telur yang dibuahi (fertilized egg)
Berbentuk oval atau bulat berukuran sekitar 70 mikron. Telur dengan kulit
ganda berbatas tegas, kulit luar tampak kasar, berwarna coklat, dan tertutup oleh
tonjolan-onjolan kecil. Kulit bagian dalam tampak lebih halus, tebal dan tidak
berwarna. Telur ini juga memiliki masa bulat bergranula yang terletak di bagian
tengah.9
2. Telur tidak dibuahi (unfertilized egg)
Telur dengan ukuran 88-94x44 mikron dengan dinding telur terdiri dari dua
lapisan dan tidak memiliki lapisain lipouidal. Telur yang tidak dibuahi depenuhi
dengan granula amorf pada bagian dalamnya. Telur yang dibuahi atau tidak
dibuahi dapat ditemukan dengan lapisan albuminoid yang terkelupas. Telur ini
dikenal sebagai decorticocated egg.9
6

Gambar 2.3 Telur Ascaris lumbricoides, (A) infertile, (B) unfertile, (C) decorticocated 10

2.4.1.3.Siklus Hidup
Proses penularan yang terjadi kepada manusia dimulai dari telur yang
dihasilkan oleh satu ekor cacing betina Ascaris lumbricoides mencapai 200.000 telur
dalam sehari. Telur yang telah dibuahi akan dikeluarkan melalui tinja dan jatuh pada
tanah. Telur ini memerlukan waktu 3 minggu pada suhu 25°C-30°C untuk menjadi
matang. Telur yang matang tidak menetas dalam tanah dan dapat hidup selama
beberapa tahun. Telur ini akan tertelan oleh manusia dan menetas menjadi larva
dalam usus manusia. Larva tersebut akan menembus dinding usus halus menuju ke
sistem peredaran darah. Larva kemudian menuju paru-pary, trakea, faring dan akan
tertelan masuk ke esophagus ingga sampai ke usus halus dan menjadi cacing dewasa.
Perjalanan siklus ini berlangsung selama 65-70 hari.8,9
7

Gambar 2.4 Siklus hidup Ascaris lumbricoides10

2.4.1.4.Gejala dan tanda


Gejala klinis ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa. Ascaris
lumbricoides akan menyerang dalam bentuk larva dan menyebabakan gejala ringan di
hati dan sindrom Loeffer di paru-paru. Sindrom Loeffer merupakan kumpulan gejala
seperti demem, sesak nafas, batuk, rhonki dan gejala lain yang menyerupai
pneumonitis apical. Cacing dewasa dapat menimbulkan gejala khas saluran cerna
seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, kontipasi dan mual. Cacing dewasa
yang masuk dalam empedu akan menyebabkan kolik atau ikterus. Apabila cacing
8

dewasa menembus peritoneum, maka cacing akan menimbulkan gejala abdomen


akut.9

2.4.1.5.Diagnosis
Diagnosis ditegakan dengan pemeriksaan feses untuk menilai karakteristik.
Cacing betina dewasa mengeluarkan beanyak telur sehingga specimen feses tunggal
biasanya cukuo untuk menemukan telur di dalamnya. Apabila ditemukan telur cacing
tanpa dibuahi, maka tetap diberikan terapi untuk mengurangi risiko sakit yang terkait
dengan migrasi. Larva Ascaris lumbricoides yang bermigrasi ke paru menimbulkan
eosinophilia darah perifer seta infiltrate paru pada pemeriksaan radiografi dada.
Pemeriksaan sputum memperlihatkan eosinophil dan Kristal Charcot-Leyden.8,9
Pemeriksaan foto polos abdomen, follo through dan barium enema kadang
dapat memperlihatkan cacing dewasa dalam usus halus sebagai gambaran radiolusen
yang memanjang. Cacing dewasa yang masuk ke dalam ductus hepar, empedu atau
pankreas dapat dilihat dengan ultrasonografi, Endoscopic Retrograde Cholangio-
Pancreatography (ERCP) atau ST_scan. Larva dan sel eosinophil dapat ditemukan
dalam sputum atau cairan lambung pada sindrom Loeffer.8,9
Diagnosis banding dari infeksi cacing Ascaris lumbricoide termasuk penyebab
lain dari verminous pneumonia, misalnya strongiloidiasis, toxocariasis (visceral
larva migrans) dan infeksi cacing tambang.9

2.4.1.6.Pengobatan
Pengobatan pada infeksi cacing Ascaris lumbricoides dapat diberikan obat
pilihan yaitu abendazol dan mebendazol.9
 Abendazol pada anak berusia diatas 2 tahun diberikan sosis 400 mg/oral dosis
tunggal.
 Mebendazole 500 mg/oral dosis tunggal atau diberikan 2x100 mg selama 3 hari.
 WHO merekomendasikan:
o Abendazol untuk anak usia 12-24 bulan, dosis 200 mg tunggal/oral
o Pirantel pamoat dosis 10-11 mg/kgBB tunggal,maksimal 1 gram
9

o Piperazine sitrat 150mg/kgBB/oral dosis awal diikuti 6 dosis 65mg/kgBB


dengan interval 12 jam PO
Pada kegawata daruratan, apabila cacing menyumbat saluran empedu, ileus
obstruksi dan apendisitis, dapat dilakukan tindakan operasi. Pengobatan infeksi
cacing Ascarias lumbricoides harus disertai dengan perubahan pola hidup dan sanitasi
lingkungan yang bersih.9

2.4.1.7.Pencegahan
Berdasarkan siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka upaya pencegahan
yang dapat dilakukan adalah penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan
tepat, setra Hygine keluarag dan pribadi seperti:9
a. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman
b. Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan serta sesudah buang
air besar, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun
c. Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah
dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
d. Sebaiknya memakan makanan yang dimasak dengan baik
e. Biasakan menggunakan WC
f. Mengadakan kemoterapi masal setiap 6 bulan sekali didaerah endemic yang
rawan terhapat aksariasis.
2.4.1.8.Prognosis
Selama tidak terjasi obstruksi oleh cacing dewasa yang bermigrasi, penyakit
ini mempunyai prognosis yang baik. tanpa pengobatan, infeksi cacing dapat sembuh
sendiri dalam waktu 2,5 tahun. Akan tetapi dengan pengobatan kesembuhan diperoleh
pada kasus 80-90%.9
10

2.4.2. Strongyloides stercoralis


2.4.2.1.Toksonomi
 Sub kingdom : Metazoa
 Filum : Nemathelminthes
 Kelas : Nematoda
 Ordo : Rhabditida
 Family : Strongyloides
 Genus : Strongyloides
 Spesies : Strongyloides stercoralis
2.4.2.2.Morfologi
Strongyloides stercoralis hidup parasitik pada tubuh manusia adalah cacing
dewasa betina. Cacing dewasa betina berbentuk benang halus, tidak berwarna, semi
transparan, dengan panjang ± 2,2 mm dan dilengkapi sepasang uterus serta sistem
reproduksi yang ovovivipar. Cacing dewasa yang hidup bebas (free living) berukuran
lebih pendek dibandingkan dengan cacing yang parasitic. Cacing ini memiliki
esophagus yang berbentuk mirip dengan esophagus larva Rhabditiform. Cacing
dewasa jantan memiliki ekor yang membengkok dengan dilengkapi spikulum9,11
Larva rhabditiform berbentuk gemuk, pendek dengan panjang 225 mikron.
Larva ini memiliki esophagus yang panjangnya seperempat panjang tubuh dengan
bulbus oesophagus dan rongga mulut yang pendek. Larva ini memiliki genital
primordial yang besar di ventral bagian tengah tubuh. Larva filariform Strongyloides
stercoralis berbentuk langsing panjang, tidak mempunyai selubung dan ujung
posterior bercabang atau berbentuk seperti huruf “W”. larva filariform memiliki
esophagus dengan panjang setengah panjang tubuh.9,12
11

Gambar 2.5 (a) larva rhabditiform, (b) larva filariform13


2.4.2.3.Siklus hidup
Strongloydes sendiri mempunyai tiga macam siklus hidup yaitu, siklus
langsung, siklus tidak langsung dan autoinfeksi.9,11,12
1. Siklus langsung
Larva rhabditiform dikeluarkan bersama tinja ke tanah. Larva rahbditiform
berubah menjadi larva filariform berbentuk langsing dalam waktu 2-3 hari. Larva
filariform dapat tetap hidup ditanah dalam beberapa hari dan merupakan larva
infektif. Larva filariform akan menembus kulit manusia, dan masuk melalui
peredaran darah vena, melewati jantung dan masuk ke paru melalui kapiler paru.
Parasit yang menjadi dewasa akan menembus alveolus dan masuk ke trakea dan
laring. Sesudah sampai di laring, terjadi refleks batuk sehingga parasite akan tertelan
dan masuk ke mukosa duodenum dan jejenum bagian proksimal dan akhirnya
menjadi cacing dewasa.9,11,12
2. Siklus tidak langsung
Larva rhabditiform di tanah akan berubah menjadi cacing jantan dan betina
untuk bebas. Cacing betina akan menghasilka telur yang menetas menjadi larva
rhabditiform setelah mengalami pembuahan. Larva rhabditiform dalam beberapa hari
akan berubah menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke tubuh manusia,
atau larva rhabditiform akan mengulang fase hidup bebas. Siklus ini tidak langsung
12

terjadi bila keadaan sekitarnya optimum atau sesuai dengan yang dibutuhkan untuk
kehidupan bebas dari parasite ini, misalkan di negara tropis dengan iklim lembab.
Siklus langsung sering terjadi di negeri yang lebih dingin dengan keadaan yang
kurang menguntungkan parasite ini.9,11,12
3. Autoinfeksi
Larva rhabditiform yang non-infektif yang normal keluar bersama tinja dan
alami transformasi menjadi larva filariform infektif selama masih berada dalam
saluran usus atau pada permukaan perianal. Larva ini kemudian melakukan penetrasi
ke dalam dinding usus besar atau kulit dengan mengulangi siklus hidupnya kembali.
Siklus ini dapat dipertahankan pada tingkat rendah pada seseorang dalam jangka
waktu bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala.9,11,12

Gambar 2.6 siklus hidup Strongyloides stercoralis13


13

2.4.2.4.Gejala dan tanda


Kelainan pada Strongyloides dapat bervariasi tergantung dari berat ringannya
penyakit dan organ tubuh yang terkena. Pada beberapa orang tidak menunjukkan
gejala sama sekali dan secara klinis dijumpai eosinophilia. Berdadarkan siklus
hidupnya, organ tubuh yang terkena infeksi dan meimbulkan gejala seperti;9,11,12
1. Kulit
Pada penetrasi kulit, reaksi yang dapat ditimbulkan adalah rasa gatal dan
eritema, jika larva menembus kulit jumlahnya lebih banyak maka akan menimbulkan
creeping eruption dan rasa gatal yang sangat hebat.9,11,12

Gambar 2.7 Creeping Eruption

2. Paru-paru
Migrasi larva ke paru-paru dapat merangsang timbulnya gejala tergantung dari
banyaknya larva yang ada dan intensitas repon imunnya. Ada yang Asimptomatis ada
yang sampai pneumonia.9,11,12
3. Usus (gastrointestinal symptom)
Gejala yang terjadi pada saluran pencernaan yang biasanya timbul seperti;
anoreksia, berat badan menurun, muntah, diare kronik, kontipasi, terkadang terjadi
obstruksi pada usus. Pada infeksi yang berat akan terjadi kerusakan mukosa usus,
dengan gejala ulkus peptikum. Dari infeksi kronik beberapa kasus dapat berlangsung
hingga 30 tahun sebagai akibat kemampuan larva untuk melakukan autoinfeksi.9,11,12

2.4.2.5.Diagnosis
14

Diagnosis tidak pasti, dikarenakan strongyloides tidak memberikan gehala


klinis yang nyata. Diagnosis pasti ialah dengan menemukan larva rhabditiform dalam
pemeriksaan tinja segar, dalam biakan atau dalam aspirasi duodenum. Biakan selama
kurang-kurangnya 2x24 jam menghasilkan larva filariform dan cacing dewasa
Strongyloides stercoralis yang hidup bebas.9,11,12
Tes imunodiagnostik untuk strongyloides dipertimbangkan apabila diagnosis
infeksi tidak dapat ditegakan dengan pemeriksaan tinja berulang atau pemeriksaan
cairan aspirasi duodenum. Beberapa tes imunodiagnostik diantaranya adalah
homemade Enzyme-linked mmunosorbent Assay (ELISA) dan sesuai esei dipstick
untuk menedeteksi zat anti strongyloides salam serum.9,11,12
2.4.2.6.Pengobatan
Pengobatan Strongiloydes dapat diberikan Ivermevtin 0,2 mg/kgBB selama
1-2 hari, obat ini merupakan drug of choice tanpa komplikasi. Dapat juga diberikan
Albendazole 400 mg/oral selama 7 hari merupakan alternative pengobatan. Sering
terjadi relaps. Pada sindroma hiperinfeksi terapi 2-3 minggu mungkin diperlukan.9,11,12
Pada pasien immunosuppressive pengurangan dosis obat diperlukan untuk
mengobati sindroma hiperinfeksi. Follow up dengan penggulangan pemeriksaan feses
diperlukan untuk memastikan eliminasi parasite secara keseluruhan.9,11,12

2.4.2.7.Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan tergantung pada sanitasi pembunagan tinja dan
perlindungan terhadap kulit dari tanah yang terkontaminasi, misalkan dengan
pemakaian alas kaki. Menjelaskan kepada masyarakat mengenai cara penularan dan
cara pembuatan serta pemakaian jamban yang baik dan benar. Kondisi lingkungan
harus diperhatikan merupakan perhatian utama bagi pemerintah setempat. Tindakan
yang dapat diambil dan dilakukan ialah, menyediakan air bersih, memperkenalkan
dan mengembangkan sistem sanitasi dan dapat dipergunakan bagi semua masyarakat,
serta peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat dengan program penyuluhan.9,11,12

2.4.3. Trichuris trichiura/Cacing Cambuk


15

2.4.3.1.Toksonomi
 Sub kingdom : Metazoa
 Filum : Nematoda
 Kelas : Adenophorea
 Ordo : Trichocephalida
 Famili : Trichuridea
 Genus : Trichuris
 Spesies : Trichuris trichiura
2.4.3.2.Morfologi
Cacing dewasa Trichuris trichiura berukuran panjang 35-55 cm dengan 2/5
bagian posterior gemuk menyerupai pegangan cambuk dan 3/5 bagian anterior kecil
panjang seperti cambuk. Cacing dewasa jantan berukuran panjang 4cm dengan ekor
melingkar dan memiliki sebuah spiculla yang retraktil. Cacing dewasa betina
berukuran panjang 5 cm dengan ekor sedikit melengkung dan berujung tumpul. Telur
Tricguris trichiura memiliki ukuran 50-54 x 22-23 mikron. Telur ini berbentuk
seperti tong anggur (barrel shape) atau lemon shape dengan dua buah mucoid plug
(sumbatan yang jernih) pada kedua ujungnya. Dinding telur berwarna kecoklatan
sementara kedua ujaungnya berwarna bening. Telur Trichuris trichiurayang keluar
bersama tinja mengandung sel telur yang bersegmen. Telur ini akan mengalami
embrionisasi dan mengandung larva setelah 10-14 hari berada di tanah.9,14
16

Gambar 2.8 Trichuris trichiura, kiri betina; kanan jantan15

Gambar 2.9 telur Trichuris trichiura15


2.4.3.3.Siklus hidup
Manusia yang menelan telur matang, akan menetaskan larvanya dan
berpenetrasi pada mukosa usus halus selama 3-10 hari. Larva ini akan bergerak turun
dengan lambat menjadi cacing dewasa di sekum dan kolon asendens. Siklus hidup
dari telur sampai cacing dewasa memerlukan waktu sekitar tiga bulan. Cacing dewasa
dapat hidup sampai bertahun-tahun dalam sekum. Cacing akan meletakkan telur pada
sekum dan telur-telur ini akan keluar bersama tinja. Jumlah telur yang dihasilkan oleh
satu ekor cacing dewasa betina Trichuris trichiura dapat mencapai 5000 sehari. Telur
akan matang dalam waktu 3-6 minggu pada suhu optimum 30°C. telur matang spesies
ini tidak menetas dalam tanah dan dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun.9,16
17

Gambar 2.10 Siklus hidup Trichuris trichiura15


2.4.3.4.Gejala dan tanda
Infeksi ringan Trichuris trichiura tidak menimbulkan adanya gejala. Gejala
gastrointestinal nonspesifik yang dapat dikeluhkan seperti mual, muntah, nyeri
abdomen, diare, dan kontipasi dapat ditemukan pada infeksi yang lebih berat. Gejala
seperti disentri dapat pula ditemukan dan akan mengakibatkan anemia defisiensi besi
apabila terjadi selama bertahun-tahun. Infeksi yang memberat dapat menyebabkan
terjadinya prolapse rekti, yaitu rectum yang tampak keluar dari anus saat mengejan
dan pada permukaan rectum ditemukan banyak sekali cacing.14,16
18

Gambar 2.11 Prolap Rekti


2.4.3.5.Diagnosis
Infeksi dari cacing Trichuris trichiura seringkali berhubungan dangan diare.
Disentri yang disebabkan oleh tricuris trichiura dapat menyerupai patogen lain
seperti enteric dan Entamoeba histolytica. Pemeriksaan feses untuk menemukan telur
Trichuris trichiura adalah yang paling reliabel. Apabila pada pemeriksaan feses
ditemukan Kristal Charcot-Leyden, maka sangat mungkin diare tersebut berhubungan
dengan cacing cambuk. Tes laboratorium jarang membantu menentukan diagnosis
trichurisasis. Anemia hipokrom mekrositer konsisten dengan defisiensi besi dering
kali terjadi dan dapat akut (disebabkan perdarahan gastrointestinal) atau kronik,
seperti pada kasus colitis lama. Laju endapan darah sering kali meninggi pada
inflammatory bowel disease dan biasanya memiliki hasil normal pada anak dengan
infeksi cacing cambuk.9,14

2.4.3.6.Pengobatan
Infeksi yang disebabkan oleh Trichuris trichiura sulit diobati. Antihelmintik
seperti tiabendazol dan ditiazanin tidak memberikan hasil yang memuaskan.9,14
Pengobatan infeksi tricuriasis adalah albendazol, mebendazol dan oksantel pamoat.
19

1. Untuk anak usia 6-14 tahun, oksantel pamoat dengan dosis 20 mg/kgbb ditambah
400 mg albendazol diberikan setiap hari berurut-turut.
2. Oksantel pamoat dengan dosis tunggal 20 mg/kgbb
3. Albendazol dengan dosis tunggal 400mg
4. Albendazol dengan dosis tunggal 500mg atau 2x100mg selama 3 hari
2.4.3.7.Pencegahan
Pada daerah endemic, infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita
Trichuriasis, pembuatan jamban yang baik dan benar, pendidikan tentang sanitasi dan
kebersihan perorangan utamnya pada adank-anak. Kegiatan mencuci tangan sebelum
makan dan mencuci sayuran yang hendak dikonsusmsi sangat penting bila tanaman
tersebut memakai tinja sebagai pupuk.9,14

2.4.4. Necrator americanus dan Ancylostoma sp/Hookworm/Cacing Tambang


2.4.4.1.Taksonomi
 Sub kingdom : Metazoa
 Filum : Nemathelminthes
 Kelas : Nematoda
 Famili : Necator
Ancylostomaidea
 Genus : Necator
Ancylostoma
 Spesies : Necator americanus
Ancylostoma duodenale

2.4.4.2.Morfologi
Cacing dewasa jantan berukuran panjang 7-11 mmx lebar 0,-0,5 mm. cacing
dewasa Ancylostoma duodenale cenderung lebih besar dari pada Necator americanus.
Cacing dewasa Ancylostoma duodenale berbentuk seerti hurup “C” sedangkan
Necator americanus berbentuk huruf “S”. Ancylostoma duodenale mempunyai dua
pasang gigi pada rongga mulutnya sedangkan Necator americanus mempunyai
20

sepasang kitin. Cacing dewasa jantan memiliki alat kelamin berupa bursa copulatrix.
5,9,17

Bentuk telur Necator americanus dan Ancylostoma duodenale sukar dibedakan


sehingga hanya disebutkan sebagai telur Hookworm. Telur ini berbrntuk bulat dengan
salah satu kutub lebih mendatar dan berukuran 50-60 mikron. Kulit telur sangat tipis
dan nampak sebagai garis hitam. Telur ini memiliki ruangan jernih diantara massa
telur dan dinding telur. Telur juga memiliki massa yang terdiri dai 1-4 sel dengan
ukuran 50-60 x 40-50 mikron yang tergantung dari derajat maturitasnya.5,9,17
Larva Necator americanus dan Ancylostoma duodenale terdir atas dua jenis,
yaitu Larva rhabditiform dan larva filaroform. Larva rhabditiform merupakan larva
yang keluar dari telur. Larva rhabditiform mempunyai ukuran panjang 0,25-0,30 mm
dan diameter 17 mikron. Larva ini memiliki rongga mulut yang panjang dan sempit
serta esophagus yang berbentuk seperti kantong (bulbus osephagus) dengan letak di
sepertiga anterior. Larva filaroform merupakan larva yang berada dalam fase tidak
makan (fase non-feeding), memiliki mulut tertuup, dan esophagus yang memanjang.
Larva ini biasa dikenal sebagai larva stadium tiga (L3/stadium infeksi pada manusia).
Larvaa infektif Necator americanus mempunyai selubung (sheathed larva) dari bahan
kutikula dan memilki garis-garis transversal yang menyolok (Transverse striations).
Larva infektif Ancylostoma duodenale mempunyai selubung, tetapi tidak memiliki
garis transversal.5,9,17
21

Gambar 2.12 Telur cacing tambang18

Gambar 2.13 (a) Larva Rhabditiform dan (b) Larva Filariform18


2.4.4.3.Siklus hidup
Manusia merupan satu-satunya hospes definitive dari Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale. Cacing dewasa Necator americanus betina mengeluarkan
telur kira-kira 10 ribu-20 ribu butir/hari, sedangkan Ancylostoma duodenale kira-kira
10 ribu-25 ribu butir/hari. Telur yang berisi embrio berdegmen keluar bersama tinja
penderita. Telur yang dikelurakan bersama tinja akan menjadi larva rhabditiform
dalam waktu 1-1,5 hari. Larva rhabditiform tumbuh menjadi larva filariform dalam
waktu ± 3 hari. 5,9,17,19
Larva ini akan menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah.
Larva filariform setelah menembus kulit akan mesuk mengikuti aliran darah dan akan
berakhir mencapai paru0paru setelah melewati kapiler alveoli paru. Larva kemudian
22

naik ke trakea, faring dan terltelan masuk ke esophagus hingga berakhir sampai di
usus halus berkembang menjadi cacing dewasa.17,19
Cacing dewasa melekat di mukosa usus halus dengan menggunakan struktur
mulut sementara sebelum struktur mulut permanen yang khas terbentuk. Cacing
dewasa betina mulai mengeluarkan telur lima bulan setelah permulaan infeksi
meskipun periode prepaten dapat berlangsung 6 sampai 10 bulan. Apabila Lrva
filariform Ancylostoma duodenale tertelan, maka larva dapat berkembang menjadi
cacing dewasa dalam usus tanpa melalui siklus paru-paru. Cacing tambang khusunya
Necator americanus dapat hidup selama beberapa tahun sedangkan Ancylostoma
duodenale hanya dapat bertahan hidup selama beberapa bulan. 9,17,19

Gambar 2.14 Siklus hidup Ancylostoma duodenale dan Necrator americanus18


2.4.4.4.Gejala dan tanda
Infeksi cacing Ancylostoma duodenale dan Ascaris lumbricoides umumnya
tanpa menimbulkan gejala. Manifestasi klinis ankilostomiasis dan nekatoriasis
berhubungan dengan derajat infeksinya. Larva yang masuk melalui kulit dapat
23

menimbulkan kelihan kulit seperti gatal. Gangguan saluran pencernaan berupa


kurangnya nafsu makan, mual, nyeri perut dan diare. Berhubungan dengan adanya
cacing dewasa pada usus halus. Infeksi kronis parasite ini dapat menimbulkan anemia
karena penghisapan darah oleh cacing. Apabila dalam tubuh terdapat kurang dari 50
cacing, mka gejala akan subklinis. Infeksi cacing ini menimbulkan gejala klinis bila
terdapat 50-125 cacing dan memburuk gejalanya bila terdapat 125-500 cacing. 17,19

2.4.4.5.Diagnosis
Eosinifilia marupakan indikasi adanya perkembangan cacing tambang dewasa
dalam usus. Infeksi cacing tambang intestinal dideteksi dengan identifikasi telur yang
khas dalam feses. Banyak individu simtomatik yang mensekresi banyak telur
sehingga teknik konsentrasi feses tidak bisa digunakan unuk mendeteksi infeksi klinis
yang relevan. Telur Ancylostoma duonenale dan Necrator americanus terlihat serupa
dibawah mikroskop cahaya dan tidak mudah dibedakan berdasarkan morfologi.17,19

2.4.4.6.Pengobatan
Dapat diberikan obat-obatan seperti; 9,17,19
 Albendazol 400mg dosis tunggal, sedangkan untuk anak usia kurang dari 2 tahun
dosisnya 200 mg tunggal
 Mebendazol 2x100 mg selama 3 hari
 Pirate pamoat 11 mg/kgBB/hari selama 3 hari

2.4.4.7.Pencegahan
 Pembuanagan feses pada jamban atau tempat pembuangan kotoran yang
memenuhi standar kesehatan
 Memakai sandal, sepatu, atau alas kaki jika keluar rumah
 Higienitas dan sanitasi yang baik
24

2.4.5. Enterobiasis vermikularis/Cacing Kremi


2.4.5.1.Taksonomi
 Sub kingdom : Animalia
 Filum : Nematoda
 Kelas : Secernentea
 Famili : Oxyuridae
 Genus : Enterobius
 Spesies : Enterobius vermicularis
2.4.5.2.Morfologi dan siklus hidup
Telur E. vermicularis berbentuk oval simetris (membulat pada satu sisi dan
mendatar pada sisi yang lain), dinding telur terdiri dari hialin, tidak berwarna dan
trasnparan serta rerata panjang x diameter 47,83 x 29,64 mm. Telur ini berukuran 50-
60µm x 30 µm, berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisinya (asimetris).
Dinding telur bening dan agak tebal, didalamnya berisi masa bergranula berbentuk
oval yang teratur kecil atau berisi embrio cacing, suatu larva kecil yang melingkar.20
Cacing betina berukuran 8-13mm x 0,3-0,5mm dengan pelebaran kutikulum
seperti sayap pada ujung anterior yang disebut alae. Bulbus oesofagus jelas sekali
ekor runcing. Pada cacing betina gravid uterus melebar dan penuh telur. Cacing
jantan lebih kecil sekitar 2-5mm fan juga bersayap. Manusia merupakan satu-satunya
penjamu bagi E. vermicularis yang terinfeksi jika menelan telur infektif. Telur akan
meneas dalam usus dan berkembang biak menjadi dewasa dalam sekum termasuk
apendiks. Cacing betina memerlukan waktu sekitar satu bulan untuk menjadi matur
dan mulai memproduksi telur.21
Cacing betina yang gravid mengandung sekitar 11.000-15.000 butir telur,
bermigrasi ke perianal pada malam hari untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus
dan vagina. Telur jarang dikeluarkan di usus sehingga jarang ditemukan saat
pemersiksaan tinja. Telur menjadi matang dalam waktu sekitar 6 jam setelah
dikeluarkan pada suhu badan. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13
25

hari. Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di sekum. Cacing jantan mati
setelah kopulasi dan cacing betina setelah bertelur. Daur hidup cacing mulai dari
tertelannya telur yang infektif sampai menjadi cacing dewwasa gravid yang
bermigrasi ke perianal dan memerlukan waktu kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan.20,21

Gambar 2.15 Telur Cacing E. vermicularis22

Gambar 2.16 (a) Cacing jantan, (b) Cacing betina22


26

Gambar 2.17 Siklus hidup E. vermiccularis22

2.4.5.3.Gejala dan tanda


Enterobius sering tidak menimbulkan gejala atau asimtomatis. Gejala klinis
yang menonjol berupa pruritus ani, disebabakan oleh iritasi di sekitar anus akibat
migrasi cacing betina ke perianal untuk meletakan telur-telurnya. Sering dijumpai
rasa gatal pada daerah sekitar anus saat malam hari, dikarenakan migrasi daric acing
betina terjadi saat malam. Pada anak sering menyebabkan gugup, gatal di sekitar
anus, tidur tidak nyenyak dan kadang-kadang mimpi buruk. Cacing betina gravid
sering mengembara dan bersarang di vagina sekitar tuba falopi, sementara sampai di
tuba falopi, cacing akan menyebabkan salfingitis. Kondisi ini sangat berbahaya
terutama pada wanita subur sebab dapat menyebabkan kemandulan akibat buntunya
saluran tuba. Cacing juga sering ditemukan di appendiks. Hal ini menyebabkan
appendicitis jarang ditemukan.20,21
2.4.5.4.Penularan penyakit
Host untu E. vermicularis antara lain binatang peliharaan dirumah, contohnya kucing
dan anjing, tetapi bulunya mengandung cacing kremi sehingga para pecinta hewan
27

yang tidak mencuci tangan akan sering terinfeksi. Telur cacing ini akan tertelan dan
masuk ke usus dan berkembang biak dan mengeluarkan banyak telur, seekor cacing
betina bertelur sampai puluhan ribu/hari. Terdapat empat cara penularan, yaitu;20,21
1. Langsung dari anus ke mulut melalui tangan yang terkontaminasi oleh telur
cacing, misalnya anak merasa gatal kemudian telur tertempel pada kuku jari dan
pada saat makan tidak mencuci tangan.
2. Orang yang satu tempat tidur sengan pasien yang terinfeksi, telur dapat menempel
pada sarung banal, selimut, atau tempat-tempat yang terkontaminasi
3. Melalui udara, misalkan telur yang ada di sekitar tempat tidur waktu dibersihkan
dapat terhirup
4. Retroinfeksi keadaan saat telur di sekitar anus segera menetas, kemudian larva
masuk ke usus melalui anus.
2.4.5.5.Diagnosis
Diagnosis untuk E. vermicularis dapat dilakukan dengan melihat adanya telur
cacing di daerah anus. Untuk melakukan tes ini biasanya dilakukan dengan semacam
plastic perekat atau selotip, sehingga tes ini dinamakan “tape test”. Selotip ini akan
ditempelkan pada daerah anus penderita. Jika terdapat telur cacing, maka telur-
telunya akan menempel pada selotip. Setelah itu, selotip diletakan pada kaca objek
sehingga dapat diamati di bawah mikroskop.20,21
Diagnosis ini sangat baik dilakukan pada pagi hari, disaat pasien bagun dari
tidurnya, dikarenakan waktu bagun pasien belum membersihkan daerah anusnya.
Terdapat anjuran untuk melakukan diagnosis semacam ini selama 3 hari berturut-turut
untuk meningkatkan kemungkinan mendapat telur cacing. Dikarenakan penderita juga
sering mengaruk daerah anus, maka diagnosis juga bisa ditegakan dengan
pengambilan sampel dari kuku pasien.20,21
28

Gambar 2.18 Cara pemeriksaan E. vermicularis dengan metode “Tape Test”20

2.4.5.6.Pengobatan
Obat cacing harus diberikan kepada orang terinfeksi dan anggota keluarganya.20,21
 Dosis tunggal mebendazol (100 mg/oral untuk semua usia) diulang selama 2
minggu menghasilkan angka kesembuhan 90-100%
 Pilihan regimen terapi lain termasuk dosis tunggal albendazol (400mg/oral untuk
semua usia) diulang dalam 2 minggu atau dosis tunggal pirantel pamoat (11
mg/kgBB/oral, maksimal 1gr)
 Mandi pagi menghilangakan telur dalam jumlah besar
 Sering mengganti pakaian, baju tidur, dan seprei agar menurunkan kontaminasi
telur dan dapat menurunkan risiko autoinfeksi.
2.4.5.7.Pencegahan
 Melakukan pengobatan masal di rumah dan disekolah penderita
29

 Melakukan perbaiakn higine dan sanitasi (mencuci tangan dengan sabun saat
sebelum makan, setelah BAB, setelah mengganti popok bayi, sebelum mengolah
makanan, menggunting kuku secara berkala)
 Mencuci pakaian, handuk, alas tidur menggunakan air hangat dan djemur di
bawah sinar matahari secara langsung
 Penderita dianjurkan mandi menggunkaan air hangat dan lebih baik menggunakan
shower.
2.4.6. Taenia
Terdapat tiga spesies penting cacing pita; Taenia solium, Taenia saginata dan
Taenia asiatica. Perbedaan pada ketiga spesies ini adalah:
Tabel 2.1 perbedaan antara Taenia solium, Taenia saginata dan Taenia asiatica.
Taenia solium Taenia saginata Taenia asiatica
Inang definitif Usus halus manusia Usus halus manusia Usus halus manusia
Inang antara Babi dan manusia Sapi, kambing, domba Babi (utama), sapi
Nama tahap larva Cysticercus cellulose Cysticercus bovis Cysticercus t.s taiwanensis
Panjang x lebar (3-8)x0,01 meter (4-15)x0,01 meter 4-8 meter
Jumlah segmen 700-1000 1000-2000 712
Jumlah telur 30.000-50.000 tiap segmen >100.000 tiap segmen

2.4.6.1.Taksonomi
 Sub kingdom : Animalia
 Filum : Platyhelminthes
 Kelas : Cestoda
 Ordo : Cyclophylidea
 Family : Taeniidae
 Genus : Taenia
 Spesies : Taenia solium, Taenia saginata dan Taenia asiatica.
30

2.4.6.2.Morfologi dan daur hidup


Cacing dewasa berukuran 4-10µm yang terdiri dai 1000-2000
proglotod/segmen dan memiliki skoleks untuk menempel pada dinding usus. Pada
Taenia saginata, skoleksnya terdiri dari 4 batil hisap sedangkan pada Taenia solium
dilengkapi dengan 2 baris kait/rostelum. Pertumbuhan cacing dewasa selalu terjadi di
bagian paling distal yaitu dengan bertambahnya proglotid dan segmen matang
terakhir mengandung 50.000-100.000 telur. Selain skoleks, proglotid gravid kerap
diidentifikasi untuk membedakan jenis Taenia sp karena telur keduanya tidak dapat
dibedakan.8,23
Proglotid gravid Taenia solium terlihat lebih panjang dan percabangan uterus
lebih gemuk dibandingan dengan Taenia saginata. Telur Taenia sp berukuran
35x30µm dengan dinding embriofor bergaris radier. Telur taenia solium bersifat
polyxen, yang berarti selain babi, manusia juga berperan sebagai hospes. Sedangkan
telur Taenia saginata bersifat monoxen dimana hanya sapi yang berperan sebagai
hospes. Karena itu hanya larva Taenia solium yang dapat menimbulkan penyakit pada
manusia.8,23

Gambar 2.19 Skoleks dan cacing dewasa Taenia sp24,25


31

Gambar 2.20 Proglotod Gravid dan Telur Taenia sp24,25

Infeksi cacing dewasa terjadi apabila manusia mengonsumsi daging


mentah/setengah matang yang berisi kista yang mengandung larva Taenia sp. Dalam
lambung, larva akan menetas menjadi bentuk skoleks yang imatur lalu akan
menempel pada dinding usus halus dan mengalami pertumbuhan segmen kea rah
distal. Infeksi cacing dewasa disebut Taeniasis. Permukaan proglotid berperan untuk
mengabsorbsi nutrisi dari usus halus anak. Setelah proglotid matur menghasilkan
telur, maka telur akan keluar bersama dengan feses, seringkali proglotid gravid juga
keluar bersama telur.8,23
Selanjutnya apabila sapi/babi terinfeksi dan telur akan pecah menjadi larva,
lalu larva akan membentuk kista pada otot sapi/babi. Apabila hygiene buruk, maka
telur dapat menginfeksi secara fekal-oral lalu larva menginvasi usus dan bermigrasi
ke organ lain terutama otot melalui sirkulasi darah dimana mereka akan membentuk
kista jaringan yang berisi skoleks. Penyakit ini disebut sistiserkosis/visceral larva
migrans, apabila menyerang sistem saraf disebut neurosistiserkosis.8,23
32

Gambar 2.21 Siklus hidup Taenia24,25

2.4.6.3. Gejala klinis


Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan
sistiserkosis.8,19,23
 Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah pengeluaran segmen tubuh cacing
dalam fesesnya (95%), gatal pada anus (77%), mual (46%), pusing (42%), nafsu
makan meningkat (30%), nyeri kepala (26%), diare (18%), lemah (17%), merasa
lapar (16%), sembelit (11%), penurunan berat badan (6%), rasa tidak enak di
lambung (5%), letih (4%), muntah (4%), otot pegal (1%), nyeri perut, mengantuk,
serta kejang, gelisah, kulit gatal, dan gangguan pernapasan (masing-masing <1%).
 Sistiserkosis menimbulkan gejala dan dampak beragam sesuai dengan lokasi dari
parasite dalam tubuh. Manusia dapat terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di
jaringan tubuh berbeda-beda. Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan di
otak (neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan bawah kulit.
 Dampak kesehatan yang paling sering ditakuti dan berbahaya akibat larva daric
acing Taenia adalah neurosistiserkosis yang dapat menimbulkan kematian.
33

Neurosistiserkosis adalah infeksi sistem saraf pusat akibat sistiserkus dari larva
Taenia solium. Neurosistiserkosis merupakan faktor risiko penyebab strok,
epilepsy dan kelainan pada tengkorak. Diagnosis berdasarkan gejala klinis,
serologi dan ditemukan telur dalam feses.8,19,23
2.4.6.4.Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dengan penemuan proglotid (segmen tubuh) atau
telur dalam tinja atau daerah perianal dengan cara swab. Telur Taenia saginata sulit
dibedakan dengan telur Taenia solium, tetapi proglotid gravidnya dapat dibedakan
berdasarkan jumlah lateral uterus atau scolexnya yang tidak mempunyai kait-kait.8,19,23
2.4.6.5.Pengobatan
Infeksi cacing dewasa dapat diberikan dengan praziquantel 5-10
mg/kgBB/oral sekali. Alternative lain dapat diberikan niklosamid 50 mg/kgBB/oral
diberikan sekali untuk anak. Kedua obat ini efektivitasnya >90% dalam tatalaksana
taeniasis. Jika tidak tersedia kedua obat ini dapat diberikan abendazol. Parasite pada
umumnya menghilang sehari setelah pemberian obat.8,19,23

2.4.6.6.Pencegahan
 Memaak daging sampai matang sempurna
 Memeriksa daging akan adanya cysticercosis
 Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati dan mencegah kontaminasi
tanah dengan tinja manusia.
2.5. Diagnosis
Diagnosis suatu penyakit dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien.
2.5.1 Anamnesis
Biasanya pasien akan datang dengan keluhan lemah, lesu, diare, nyeri perut,
kurang nafsu makan, demam dan lainnya. Tanyakan pada orang tua pasien:26

1. Pernah atau tidak pasien mengalami keluhan yang sama sebelumnya?


2. Bagaimana konsi lingkungan tempat tinggal, tempat bermain dari pasien?
34

3. Apakah pasien memakai alas kaki, sarung tangan, atau pelingung lainny saat
bermain atau melakukan aktivitas lainnya?
4. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan?
5. Pupuk apakah yang digunakan dalam berkebun atau bertani?
6. Bagaimana cara pengolahan bahan makanan di rumah?
7. Ada tidaknya penggunaan obat atau pernakah berobat ke rumah sakit atau
puskesmas setempat?
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Hasil dari pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada infeksi cacing
Nematoda antara lain: 26
1. Observasi
 Kesadaran pasien: sadar, gelisah dan laiinya
 Gaya berjalan pasien saat memasuki ruangan; sambil meggaruk-garuk
daerah sekitar perianal atau ditopang oleh keluarganya
2. Inspeksi
 Kondisi tubuh pasien; lemah, lemas, kurus/malnutrisi
 Keadaan kulit; pucat, vesikel, makulopapula
 Malaise
 Anemis, konjungtiva palpebral inferior pucat
 Kesulitan dalam bernafas
3. Palpasi
 Nyeri tekan pada daerah abdomen
 Denyut nadi yang lemah
 Adanya demam
4. Perkusi batas-batas organ
5. Auskultasi dinilai adanya bunyi ronkhi kasar, serta suara jantung melemah.
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
35

Jenis cacing Nematoda; ancylostoma duodenal, necator americanus /


cacing tambang dalam pemeriksaan penunjang saat awal terinfeksi (fase
migrasi larva) didapatkan; 26
 Eosinophilia (1000-4000 sel/ml)
 Feses normal
 Infiltrate patchy pada foto thoraks
 Peningkatan kadar IgE
2. Pemeriksaan Feses
Pada pemeriksaan feses sendiri dilakukan dan didapatkan adanya telur-
telur cacing pada feses penderita. Pada pemeriksaan feses sendiri memiliki
beberapa metode yang dapat dilakuakan, tetapi semua teknik dan metode ini
bertujuan menemukan adanya sel telur cacing pada feses penderita yang
terinfeksi.26
 Pemeriksan sedian langsung
 Teknik pengapungan dengan NaCl jenuh
 Pemeriksaan tinja menurut Kato
 Teknik biakan dengan arang
 Teknik menghitung telur cara Stool
 Teknik pengendapan sederhana
 Teknik biakan menurut Harada Morn
 Teknik pengapungan dengan pemusingan dengan ZnSo4
 Teknik pengapungan dengan gula.
36

2.6. Komplikasi
Walaupun telah diobati, cacingan dapat menyebabkan komplikasi yang parah
bagi anak seperti anemia dan gizi buruk.26,27
a. Cacingan dengan anemia
Jika penderita infeksi cacing ditemui menderita anemia, maka lakukan
tatalaksana sesuai dengan penyebebnya atau cacing penginfeksinya.
b. Cacingan dengan gizi buruk
Jika ditemukan penderita infeksi cacing dengan gizi buruk maka tangani sesuai
dengan tatalaksana anak gizi buruk. Jika anak gizi buruk berumur 4 tahun atau
lebih dan belum pernah mendapatkan pengobatan cacing dalam 6 bulan terakhir,
dengan hasil pemeriksaan tinja positif, maka beri pirantel pamoat di klinik
sebagai dosis tunggal (diberikan pada fase transisi).
Tabel 2.2 Dosis Pirantel Pamoat untuk anak dengan gizi buruk
Umur Berat Badan Pirantel Pamoat (125mg/tab) dosis tunggal
4-9 bulan 6-<8 kg ½ tablet
9-12 bulan 8-<10 kg ¾ tablet
1-3 tahun 10-<14 kg 1 tablet
3-5 tahun 13-<19 kg 1 ½ tablet

2.7. Program pemerintah terhadap cacingan


Dasar utama untuk penanggulangan kecacingan ialah memutus mata rantai
penularan. Oleh karenanya, upaya penanggulangan cacing yang diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehetan Republik Indonesia (PERMENKES) nomor 15 tahun
2017 tentang penanggulangan cacingan. PERMENKES mengarahkan pemutusan
mata rantai penularan dimulai dari kelompok usia balita dan anak usia sekolah
dengan melakukan, (1)pemberian obat massal pencegahan cacing kelompok rentan
untuk menghentikan penyebaran telur cacing dari penderita ke lingkungan sekitarnya,
(2)peningkatan hygiene sanitasi dan (3)pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat
melalui promosi kesehatan.27
Pembangunan kesehatan bertujuan dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dengan meningkatkan akses masyarakat ke pusat
37

pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu. Seperti pembangunan


kesehatan, maka keberhasilan program penanggulangan cacingan sangat dintentukan
oleh dukungan seluruh jajaran lintas sector Pemerintah di pusat daerah serta
dukungan dari masyarakat. Penanggulangan cacingan dititikberatkan di tingkat
kabupaten/kota dan dikoordinasikan oleh DInas Kesehatan Kabupaten/kota setempat
dengan mengupayakan promotive-preventif. 27
Upaya promotive-preventif dalam penanggulangan cacing adalah bagian integral
dari Gerakan Masyarakat Hidup Sehat atau biasa dikenal dengan GERMAS. Selain
itu dengan meningkatkan akses dan jangkauan masyarakat terhadap pelayanan
penanggulangan cacing yang komprehensif dan bermutu dimulai dari pendekatan
keluarga. Dengan demikian dapat dilakukan deteksi dini cacingan pada keluarga,
penanggulangan faktor risiko, upaya promotive-prefentif mencegah cacingan dalam
keluarga, dan meningkatakakn kemampuan keluarga agar terhindar dari cacingan.27
Tujuan dari penanggulangan cacingan untuk menurunkan prevalensi cacingan
pada balita, anak usia pra sekolah dan anak usia sekolah dasar atau menengah atau
madrasah ibtidaiyah sebesar 10% secara bertahap dan eningkatkan cakupan POPM
cacingan minimal 75%.27
2.7.1. Strategi
1. Meningkatkan komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk
menjadikan program Penanggulangan Cacingan sebagai program prioritas
2. Meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sector dan peran serta
masyarakat dengan mendorong kemitraan baik dengan kelompokmusaha
maupun lembaga swadaya masyarakat
3. Mengintegritaskan kegiatan Penanggulangan Cacingan dengan Kegiatan
penjaringan anak sekolah, usaha kesehatan sekolah dan pemberian vitamin
A di Posyandu dan pendidikan anak usia dini serra menggunakan
pendekatan keluarga
38

4. Mendorong program Penangulangan Cacingan masuk dalam rencana


perbaikan kualitas air serta berkoordinasi dengan kementrian yang
bertanggung jawab dalam penyediaan sarana aie bersih
5. Melakukan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat di pendidikan anak
usia dini dan sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah
6. Melakukan pembinaan dan evaluasi dalam pelaksanaan Penanggulangan
Cacingan di daerah27
2.7.2. Penggendalian faktor risiko
Upaya pengendalian faktor risiko cacingan dilakukan dengan upaya melalui
kebersihan perorangan atauun kebersihan lingkungan, kegiatannya meliputi; 27
a. Menjaga kebersihan perorangan
1. Mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun pada 5 waktu penting
yaitu, sebelum makan, setelah dari toilet/wc/jamban, sebelum menyiapakan
makanan, setelah menceboki anak dan sebelum memberi makan anak
2. Menggunakan air yang memenuhi syarat untuk diminum
3. Menggunaan air bersih untuk keperluan mandi
4. Mencuci dan memasak bahan pangan sebelum dimakan
5. Mandi dan membersihkan badan pakai sabun paling sedikit dua kali sehari
6. Memotong dan membersihkan kuku
7. Memakai alas kaki bila berjalan di tanah serta memakai sarung tangan bila
melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan tanah
8. Menutup makanan dengan tutup saji untuk mencegah debu dan lalat
mencemari makanan tersebut.
b. Menjaga kebersihan lingkungan
1. Stop buang air besar sebarangan
2. Membuat saluran pembuangan air limbah
3. Membuang sampah pada tempat sampah yang telah disediakan
4. Menjaga kebersihan rumah, sekolah/madrasah dan lingkungannya.

Anda mungkin juga menyukai