Anda di halaman 1dari 88

PENYAKIT CACING PADA ANAK

Disusun Oleh :

Mita Annisa Azzahra - 122810081


Moch Athalla S.S - 122810082

Pembimbing
Dr. dr. Irman Permana, Sp.A(K), M.Kes

KSM Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati
RSUD Waled Kabupaten Cirebon
2023
LATAR BELAKANG
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah
kesehatan di dunia terutama pada negara berkembang. Berdasarkan
data World Health Organization (WHO) lebih dari satu miliar orang
terinfeksi Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi cacing
Trichiuris trichiura atau 740 juta orang terinfeksi cacing Hooworm.
Infeksi kecacingan pada anak sekolah memberikan dampak yang
kurang baik, antara lain: dapat menyebabkan anemia (kurang darah),
lemas, mengantuk, malas belajar, IQ menurun, prestasi dan
produktivitas menurun, terganggunya perkembangan fisik dan mental
serta kekurangan gizi.
Askariasis
DEFINISI

Askariasis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infestasi parasit


Ascaris lumbricoides (cacing gelang). Ascaris lumbricoides adalah cacing
yang berwarna merah dan berbentuk silinder, dengan ukuran cacing jantan
15-25 cm x 3 mm dan betina 25-35 cm x 4 mm.
ETIOLOGI
Ascaris lumbricoides adalah cacing yang berwarna
merah dan berbentuk silinder, dengan ukuran cacing jantan 15-
25 cm x 3 mm dan betina 25-35 cm x 4 mm. Cacing betina
mampu bertahan hidup selama 1-2 tahun dengan memproduksi
26 juta telur atau sekitar 200.000 telur per hari. Ukuran telur
40-60 µm dan dilapisi lapisan tebal sebagai pelindung terhadap
situasi lingkungan yang tidak sesuai sehingga telur dapat
bertahan hidup dalam tanah sampai berbulan-bulan bahkan
sampai 2 tahun. Infeksi cacing betina saja pada usus akan
menghasilkan telur infertil.
1. ASCARIS LUMBRICOIDES
1. ASCARIS LUMBRICOIDES
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak.
Frekuensinya antara 60-90%. Diperkirakan lebih dari 1 milyar orang di
dunia terinfeksi Ascaris lumbricoides. Infeksi pada manusia terjadi karena
tertelannya telur cacing yang mengandung larva infektif melalui makanan
dan minuman yang tercemar. Sayuran mentah yang mengandung telur
cacing yang berasal dari pupuk kotoran manusia adalah salah satu media
penularan. Vektor serangga seperti lalat juga dapat menularkan telur pada
makanan yang tidak disimpan dengan baik. Penyakit ini terutama
menyerang anak, dengan bagian terbesar adalah anak prasekolah (usia 3-8
tahun). Askariasis banyak dijumpai pada daerah tropis. Bayi mendapatkan
penyakit ini dari tangan ibunya yang tercemar larva infektif
SIKLUS HIDUP
Proses penularan askariasis pada manusia dapat dilihat dari
siklus hidup cacing. Telur yang dikeluarkan oleh cacing melalui
tinja (2) dalam lingkungan yang sesuai akan berkembang menjadi
embrio dan menjadi larva yang infektif di dalam telur (3). Apabila
karena sesuatu sebab telur tersebut tertelan oleh manusia (4), maka
di dalam usus larva akan menetas (5), keluar dan menembus dinding
usus halus menuju ke sistem peredaran darah. Larva akan menuju ke
paru (6), trakea, faring, dan tertelan masuk ke esofagus hingga
sampai ke usus halus. Larva menjadi dewasa di usus halus (1).
Perjalanan siklus hidup cacing ini berlangsung selama 65-70 hari
SIKLUS HIDUP
DIAGNOSIS

Pemeriksaan mikroskopis dari apusan tinja dapat digunakan untuk


diagnosis karena tingginya jumlah telur yang dikeluarkan oleh cacing
betina dewasa. Indeks kecurigaan yang tinggi dalam konteks klinis
yang tepat diperlukan untuk mendiagnosis ascariasis paru atau
penyumbatan saluran cerna. Pemeriksaan ultrasonografi abdomen
mampu memvisualisasikan cacing dewasa intraluminal.
TERAPI
Pilihan pengobatan untuk ascariasis gastrointestinal termasuk
• albendazole (400 mg per oral sekali, untuk semua umur),
• mebendazole (100 mg per oral dua kali sehari selama 3 hari atau
500 mg sekali, untuk semua umur)
• ivermectin (150-200 µg/kg per oral sekali)
• piperazine citrate (75 mg/kg/hari selama 2 hari; dosis maksimum:
3,5 g/hari)
PENCEGAHAN

1. memberikan pengobatan secara universal kepada semua orang di


daerah endemisitas tinggi;
2. memberikan pengobatan yang ditargetkan kepada kelompok
dengan frekuensi infeksi yang tinggi, seperti anak-anak yang
duduk di bangku sekolah dasar; atau
3. memberikan pengobatan individual berdasarkan intensitas infeksi
saat ini atau sebelumnya.
Ankilostosomiasis/ Nekatoriasis
DEFINISI

Penyakit cacing tambang Nekatoriasis atau Ankilostosomiasis


adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infestasi parasit
Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Ancylostoma
ceylonicum
ETIOLOGI
N. americanus paling banyak ditemukan di Indonesia
daripada spesies lainnya. N. americanus berbentuk silinder
dengan ukuran 5-13 mm x 0,3-0,6 mm, cacing jantan lebih
kecil daripada betina. Cacing ini mampu memproduksi 10.000-
20.000 telur per hari, dengan ukuran telur adalah 64-76 mm x
36-40 mm. A. duodenale berukuran sedikit lebih besar daripada
N. americanus, dengan kemampuan menghasilkan 10.000-
25.000 telur sehari dan ukuran Etiologi telur 56-60 mm x 36-40
mm.
CACING TAMBANG
ANCYLOSTOMA DUODENALE/ NECATOR AMERICANUS
CACING TAMBANG
ANCYLOSTOMA DUODENALE/ NECATOR AMERICANUS
NECATOR AMERICANUS
NECATOR AMERICANUS
ANCYLOSTOMA DUODENALE
ANCYLOSTOMA DUODENALE
EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan sekitar 576–740 juta orang di dunia terinfeksi
dengan cacing tambang. Di Indonesia insiden tertinggi
ditemukan terutama didaerah pedesaan khususnya perkebunan.
Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung
berhubungan dengan tanah, mendapat infeksi lebih dari 70%.
Dari suatu penelitian diperoleh bahwa separuh dari anak-anak
yang telah terinfeksi sebelum usia 5 tahun, 90% terinfeksi pada
usia 9 tahun. Intensitas infeksi meningkat sampai usia 6-7
tahun dan kemudian stabil.
SIKLUS HIDUP
Cacing dewasa hidup dan bertelur di dalam atas usus halus, kemudian
keluar melalui tinja. Telur akan berkembang menjadi larva di tanah yang sesuai
suhu dan kelembabannya (1). Larva bentuk pertama adalah rhabditiform (2) yang
akan berubah menjadi filariform. Dari telur sampai sampai menjadi filariform
memerlukan waktu selama 5-10 hari (3). Larva akan memasuki tubuh manusia
melalui kulit (telapak kaki, terutama untuk N. americanus) untuk masuk ke
peredaran darah (4). Selanjutnya larva akan ke paru, naik ke trakea, berlanjut ke
faring, kemudian larva tertelan ke saluran pencernaan (5). Larva bisa hidup dalam
usus sampai delapan tahun dengan menghisap darah (1 cacing = 0,2 mL/hari). Cara
infeksi kedua yang bukan melalui kulit adalah tertelannya larva (terutama A.
duodenale) dari makanan atau minuman yang tercemar. Cacing dewasa yang
berasal dari larva yang tertelan tidak akan mengalami siklus paru.
SIKLUS HIDUP
MANIFESTASI KLINIS
1. Migrasi larva

a. Sewaktu menembus kulit, bakteri piogenik dapat terikut masuk pada saat larva
menembus kulit, menimbulkan rasa gatal pada kulit (ground itch). Creeping
eruption (cutaneous larva migrans), umumnya disebabkan larva cacing tambang
yang berasal dari hewan seperti kucing ataupun anjing, tetapi kadang-kadang
dapat disebabkan oleh larva Necator americanus ataupun Ancylostoma duodenale.

b. Sewaktu larva melewati paru, dapat terjadi pneumonitis, tetapi tidak sesering oleh
larva Ascaris lumbrico0ides.1
2. Cacing dewasa

 Cacing dewasa umumnya hidup di sepertiga bagian atas usus halus dan melekat pada

mukosa usus. Gejala klinis yang sering terjadi tergantung pada berat ringannya infeksi,
makin berat infeksi manifestasi klinis yang terjadi semakin mencolok:1

a. Gangguan gastro-intestinal yaitu penurunan nafsu makan, anoreksia, mual, muntah,


diare, nyeri pada daerah sekitar duodenum, jejunum, dan ileum.

b. Pada pemeriksaan laboratorium, umumnya dijumpai anemia hipokromik mikrositik.

 Pada anak, dijumpai adanya korelasi positif antara infeksi sedang dan berat dengan

tingkat kecerdasan anak.


DIAGNOSIS
Cacing tambang melepaskan telur yang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan tinja secara langsung. Telur N. americanus dan A.
duodenale secara morfologis tidak dapat dibedakan. Identifikasi
spesies biasanya membutuhkan penetasan telur dan diferensiasi
larva infektif tahap ketiga; metode yang menggunakan metode
polymerase chain reaction (PCR) telah dikembangkan tetapi
umumnya tidak digunakan dalam praktik klinis.
Cacing tambang anjing dewasa kadang-kadang dapat ditemukan
selama biopsi kolonoskopi. Pasien dengan sindrom ini
menunjukkan respons serologis IgG dan IgE.
TERAPI
Obat cacing golongan benzimidazol, mebendazol dan albendazol, efektif
untuk menghilangkan cacing tambang dari usus,
 Albendazole (400 mg per oral [PO] sekali, untuk semua usia)
 Mebendazol (100 mg PO dua kali sehari [PO] selama 3 hari, untuk
semua umur)
 Di beberapa negara, pirantel pamoat (11 mg/kg PO sekali sehari selama 3
hari; dosis maksimum: 1 g) tersedia dalam bentuk cair dan merupakan
alternatif yang efektif untuk benzimidazol
PENCEGAHAN

1. Pemberian obat cacing secara berkala untuk mengendalikan morbiditas


cacing tambang dan infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah
lainnya.
2. Pembangunan ekonomi dan perbaikan terkait sanitasi, pendidikan
kesehatan, dan menghindari penggunaan tinja manusia sebagai pupuk
tetap penting untuk mengurangi penularan dan endemisitas cacing
tambang.
Trikuriasis
DEFINISI

Trichuris trichiura adalah cacing kecil yang berbentuk


seperti cambuk dengan bagian depan (kepala) yang
mengecil dan bagian belakang yang membesar.
ETIOLOGI
Trichuris trichiura adalah cacing kecil yang berbentuk seperti
cambuk dengan bagian depan (kepala) yang mengecil dan
bagian belakang yang membesar. Bagian yang kecil akan
terbenam pada dinding usus dengan alasan paling mungkin
adalah untuk menghisap darah. Panjang cacing sekitar 40 mm.
Setiap cacing betina sanggup menghasilkan telur sebanyak
2000-10.000 butir per hari. Telur Trichuris berbentuk khas
seperti tong dengan kedua ujung yang menyempit. Seekor
cacing dapat menghisap darah 0,005 mL darah/hari
2. TRICHURIS TRICHIURA
EPIDEMIOLOGI
Selain askariasis, penyakit yang disebabkan oleh Trichuris
trichiura ini merupakan penyakit yang prevalensinya tinggi di
seluruh dunia. Infeksi ini menyerang hampir 500-900 juta
manusia di dunia. Semua golongan umur bisa mengalami
infeksi ini terutama pada anak berusia 5-15 yang beriklim
tahun. Penyakit ini menyebar lebih sering di daerah panas.
Pada wilayah pedesaan yang sanitasinya kurang bagus,
penyebaran cacin Prevalensi di Asia lebih dari 50%, Afrika
25%, dan Amerika Latin 12%. ini umumnya lebih cepat terjadi
SIKLUS HIDUP
Apabila manusia menelan telur yang matang, maka telur akan
menetaskan larva yang akan berpenetrasi pada mukosa usus
halus selama 3-10 hari. Selanjutnya larva akan bergerak turun
dengan lambat untuk menjadi dewasa di sekum dan kolon
asendens. Siklus hidup dari telur sampai cacing dewasa
memerlukan waktu sekitar tiga bulan. Di dalam sekum, cacing
bisa hidup sampai bertahun-tahun. Cacing akan meletakkan
telur pada sekum dan telur-telur ini keluar bersama tinja. Pada
lingkungan yang kondusif. telur akan matang dalam waktu 2-4
minggu.
SIKLUS HIDUP
Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat
juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing
tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum
yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi.

Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi


trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Di tempat
perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu cacing ini juga mengisap
darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia.
MANIFESTASI KLINIS

Investasi cacing yang ringan tidak menimbulkan gejala klinis yang


jelas. Pada infestasi yang berat (>10.000 telur/ gram tinja) timbul
keluhan, karena iritasi pada mukosa seperti nyeri perut, sukar buang
air besar, mencret, kembung, sering flatus, rasa mual, muntah, ileus,
dan turunnya berat badan. Bahkan pada keadaan yang berat sering
menimbulkan malnutrisi, terutama pada anak, dan kadang-kadang
terjadi perforasi usus dan prolaps rekti. 2,3
DIAGNOSIS

Karena produksi telur sangat tinggi, apusan tinja sering kali


menunjukkan ova T. trichiura yang berbentuk barel.
TERAPI

 Albendazole (400 mg per oral selama 3 hari, untuk semua usia)


adalah obat pilihan dan aman dan efektif
 Alternatifnya adalah mebendazol (100 mg per oral dua kali sehari
selama 3 hari) dan ivermectin (200 µg/kg per oral selama 3 hari).
 Pengobatan kombinasi dengan oxantel pamoat (20 mg/kg)
ditambah 400 mg albendazol pada hari yang berurutan mungkin
memiliki tingkat kesembuhan tertinggi.
PENCEGAHAN

Penyakit ini dapat dicegah dengan kebersihan pribadi, memperbaiki


kondisi sanitasi, dan menghilangkan penggunaan kotoran manusia
sebagai pupuk.
Enterobiasis
ETIOLOGI
Enterobius vermicularis atau Oxyuris vermicularis
adalah cacing kecil (1 cm) berwarna putih. Dalam
sekali bereproduksi cacing dapat menghasilkan 11.000
butir telur. Telur berbentuk asimetris, eclips pada satu
sisi dan datar pada sisi lainnya dengan ukuran telur
30-60 µm. Setelah mengalami proses pematangan,
larva dapat bertahan hidup dalam telur sampai 20 hari
ENTEROBIUS VERMICULARIS
ENTEROBIUS VERMICULARIS
EPIDEMIOLOGI
Penyakit cacing kremi tersebar di seluruh dunia dengan
konsentrasi pada daerah-daerah yang faktor perilaku
sehatnya masih rendah. Meskipun penyakit ini menyerang
semua usia, namun penderita terbanyak adalah anak
berusia 5-14 tahun. Hal ini karena perilaku menggaruk dan
daya tahan tubuh masih rendah pada anak. Angka
kesakitannya sekitar 200 juta manusia di seluruh dunia.
Penyebaran cacing kremi di dunia merupakan yang terluas
di antara cacing lainnya
SIKLUS HIDUP
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang paling penting dan sering ditemukan adalah rasa gatal
pada anus (pruritus ani), yang timbul terutama pada malam hari. Rasa gatal
ini harus dibedakan dengan rasa gatal yang disebabkan oleh jamur, alergi
dan pikiran.1,2

 Anoreksia, badan menjadi kurus, sukar tidur dan pasien menjadi iritabel,

seringkali terjadi terutama pada anak. Cacing sering ditemukan di apendiks


tetapi jarang menyebabkan apendisitis. Cacing dewasa di dalam usus dapat
menyebabkan gejala kurang nafsu makan, anoreksia, nyeri perut, rasa
mual, muntah, mencret-mencret yang disebabkan karena iritasi cacing
dewasa pada sekum, apendiks, dan sekitar muara anus besar
DIAGNOSIS

Diagnosis pasti ditegakkan dengan identifikasi telur parasit atau


cacing. Pemeriksaan mikroskopis pada pita selofan berperekat yang
ditempelkan pada daerah perianal pada pagi hari sering menunjukkan
adanya telur.
TERAPI
Obat cacing harus diberikan kepada orang yang terinfeksi dan
anggota keluarganya.
 Albendazole (400 mg per oral dengan dosis ulangan 2 minggu
kemudian untuk semua kelompok umur)
 Mebendazol (100 mg per oral dengan dosis ulangan 2 minggu
kemudian) dan
 pirantel pamoat (11 mg/kgBB per oral 3 kali selama 1 hari hingga
maksimum 1 g; ulangi pada 2 minggu).
 Mandi pagi menghilangkan sebagian besar telur. Sering mengganti
pakaian dalam, seprai, dan sprei mengurangi kontaminasi telur di
lingkungan dan dapat mengurangi risiko autoinfeksi.
PENCEGAHAN

Kontak rumah tangga dapat diobati pada saat yang sama dengan
individu yang terinfeksi. Perawatan berulang setiap 3-4 bulan
mungkin diperlukan dalam keadaan dengan paparan berulang, seperti
pada anak-anak yang diasuh di institusi. Kebersihan tangan yang baik
adalah metode pencegahan yang paling efektif.
Strongiloidiasis
ETIOLOGI

Hanya cacing dewasa betina hidup sebagai parasit di


vilus duodenum dan yeyunum. Cacing betina
berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan
panjangnya 2 mm.
STRONGYLOIDES STERCORALIS
STRONGYLOIDES STERCORALIS
STRONGYLOIDES STERCORALIS
STRONGYLOIDES STERCORALIS
EPIDEMIOLOGI
Daerah yang panas, kelembaban tinggi, dan sanitasi
yang kurang, sangat menguntungkan cacing Strongyloides
stercoralis sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung.
Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur,
berpasir dan humus. Pencegahan strongiloidiasis terutama
tergantung pada sanitasi pembuangan tinja dan melindungi
kulit dari tanah terkontaminasi, misalnya dengan memakai alas
kaki. Pengedukasian kepada masyarakat mengenai cara
penularan dan cara pembuatan serta pemakaian jamban juga
penting untuk pencegahan strongiloidiasis
SIKLUS HIDUP
Siklus hidup Strongyloides stercoralis adalah kompleks, berganti-ganti antara siklus
langsung (free-living cicle), siklus tidak langsung (parasit-cycle) dan siklus yang
melibatkan autoinfeksi. Dalam siklus langsung: Larva Rhabditiform ditemukan
dalam tinja yang telah menginfeksi host (1), berkembang menjadi larva filariform
infektif (pengembangan langsung) atau jantan dan betina dewasa yang hidup bebas
(2) kawin dan menghasilkan gambar telur (3), larva rhabditiform menetas (4) dan
akhirnya menjadi berubah menjadi larva filariform infektif L3 (5). Larva filariform
menembus kulit inang manusia untuk mengawali siklus parasit (6). Larva filariform
generasi kedua ini tidak dapat matang menjadi dewasa yang hidup bebas dan harus
mencari inang baru untuk melanjutkan siklus hidup
SIKLUS HIDUP
Siklus parasit: Larva filariform di tanah yang terkontaminasi menembus kulit
manusia ketika kulit menyentuh tanah (6) dan bermigrasi ke gambar usus kecil (7).
Diperkirakan bahwa larva L3 bermigrasi melalui aliran darah dan limfatik ke paru-
paru, di mana mereka akhirnya batuk dan tertelan. Namun, larva L3 tampaknya
mampu bermigrasi ke usus melalui rute alternatif (mis. Melalui viscera perut atau
jaringan ikat). Di usus kecil, larva mengganti kulit sebanyak dua kali dan menjadi
cacing betina dewasa (8). Betina hidup tertanam dalam submukosa usus kecil dan
menghasilkan telur melalui partenogenesis (tidak terdapat parasit laki-laki) (9),
yang menghasilkan larva rhabditiform. Larva rhabditiform dapat ditularkan melalui
gambar feses (1) atau dapat menyebabkan autoinfeksi
SIKLUS HIDUP

Larva Rhabditiform dalam usus menjadi larva filariform infektif yang dapat
menembus mukosa usus atau kulit daerah perianal, sehingga terjadi autoinfeksi.
Setelah larva filariform menginfeksi kembali inang, mereka dibawa ke paru-paru,
faring, dan usus kecil seperti dijelaskan di atas, atau menyebar ke seluruh tubuh.
Signifikansi autoinfeksi pada Strongyloides adalah bahwa kasus yang tidak diobati
dapat menyebabkan infeksi persisten, bahkan setelah beberapa dekade tinggal di
daerah non-endemik, dan dapat berkontribusi pada pengembangan sindrom
hiperinfeks
SIKLUS HIDUP
MANIFESTASI KLINIS
Larva filariform yang menembus kulit, timbul kelainan kulit yang
dinamakan creeping eruption yang sering disertai rasa gatal yang hebat.4

Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus halus.


Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit di daerah epigastrium tengah dan
tidak menjalar. Mungkin ada mual dan muntah; diare dan konstipasi saling
bergantian. Dapat terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi
cacing dewasa yang hidup sebagai parasit dapat ditemukan di seluruh traktus
digestivus dan larvanya dapat ditemukan di berbagai alat dalam (paru, hati,
kandung empedu). Pada pemeriksaan darah mungkin ditemukan eosinofilia
atau hipereosinofilia meskipun pada banyak kasus jumlah sel eosinofil normal
DIAGNOSIS
Strongyloidiasis usus didiagnosis dengan memeriksa tinja atau cairan
duodenum untuk mencari larva yang khas. Beberapa sampel tinja harus
diperiksa dengan apusan langsung, metode lempeng agar Koga, atau tes
Baermann. Sebagai alternatif, cairan duodenum dapat diambil sampelnya
dengan tes tali enterik (Entero-Test) atau aspirasi melalui endoskopi.
Pada anak-anak dengan sindrom hiperinfeksi, larva dapat ditemukan dalam
dahak, aspirasi lambung, dan jarang pada spesimen biopsi usus halus. Tes
imunosorben terkait enzim untuk antibodi IgG terhadap Strongyloides
mungkin lebih sensitif daripada metode parasitologis untuk mendiagnosis
infeksi usus pada inang yang memiliki kekebalan.
TERAPI

Pengobatan ditujukan untuk membasmi infeksi.


 Ivermectin (200 µg/kg/hari sekali sehari secara oral selama 2 hari)
adalah obat pilihan untuk strongyloidiasis tanpa komplikasi.
 Sebagai alternatif, albendazole (400 mg per oral dua kali sehari
selama 7 hari) dapat digunakan.
 Pasien dengan sindrom hiperinfeksi harus diobati dengan
ivermectin selama 7-10 hari dan mungkin memerlukan pengobatan
berulang.
PENCEGAHAN

 Praktik sanitasi yang dirancang untuk mencegah penularan dari


tanah dan orang ke orang adalah tindakan pengendalian yang
paling efektif.
 Mengenakan sepatu adalah strategi pencegahan utama.
 Mengurangi penularan di lingkungan institusi dapat dilakukan
dengan mengurangi kontaminasi tinja pada lingkungan, misalnya
dengan penggunaan alas tidur yang bersih.
Taeniasis
DEFINISI

Taenia saginata adalah salah satu besar cacing pita


yang berukuran besar dan panjang: terdiri atas kepala
yang disebut skoleks, leher dan strobila yang
merupakan rangkaian ruas-ruas proglotid, sebanyak
1000-2000 buah.
TAENIA SOLIUM
TAENIA SOLIUM
TAENIA SAGINATA
TAENIA SAGINATA
EPIDEMIOLOGI
Taenia saginata dan T. solium tersebar di seluruh
dunia. Taenia solium lebih umum di masyarakat
miskin di mana manusia hidup dalam kontak dekat
dengan babi dan makan babi yang kurang matang.
Taenia asiatica terbatas untuk Asia dan sebagian besar
terlihat di Republik Korea, Cina, Taiwan, Indonesia,
dan Thailand.
SIKLUS HIDUP
Taeniasis adalah infeksi pada manusia dengan cacing pita dewasa dari Taenia
saginata, T. Solium, atau T. asiatica. Manusia adalah satu-satunya inang definitif
untuk ketiga spesies ini. Telur atau proglottid matang keluar bersama feses (1); telur
dapat bertahan hidup selama berhari-hari hingga berbulan-bulan di lingkungan. Sapi
(T. saginata) dan babi (T. solium dan T. asiatica) yang terinfeksi setelah menelan
vegetasi yang terkontaminasi oleh telur atau proglottid matang (2). Pada usus
hewan, onkosfer menetas (3), menyerang dinding usus, dan bermigrasi ke otot lurik,
di mana mereka berkembang menjadi sistiserkus. Sistiserkus dapat bertahan hidup
selama beberapa tahun pada hewan. Manusia menjadi terinfeksi dengan menelan
daging yang terinfeksi mentah atau kurang matang (4). Di usus manusia, sistiserkus
berkembang lebih dari 2 bulan menjadi cacing pita dewasa, yang dapat bertahan
selama bertahun-tahun. Cacing pita dewasa menempel pada usus kecil melalui
skoleksnya (5) dan tinggal di usus kecil (6).
SIKLUS HIDUP
Panjang cacing dewasa biasanya 5 m atau kurang untuk T. saginata
(namun dapat mencapai 25 m) dan 2-7 m untuk T. solium. Orang
dewasa menghasilkan proglottid yang matang (berisi embrio),
kemudian proglottid terlepas dari cacing pita, dan bermigrasi ke anus
atau dilewatkan dalam tinja (sekitar 6 per hari). T. saginata dewasa
biasanya memiliki 1.000 hingga 2.000 proglottid, sedangkan T.
solium dewasa rata-rata memiliki 1.000 proglottid. Telur yang
terkandung dalam proglottid gravid dilepaskan setelah proglottid
dilewatkan bersama feses. T. saginata dapat menghasilkan hingga
100.000 dan T. solium masing-masing dapat menghasilkan 50.000
telur per proglottid
SIKLUS HIDUP
MANIFESTASI KLINIS
Cacing dewasa Taenia saginata, biasanya menyebabkan gejala
klinis yang ringan, seperti sakit ulu hati, perut merasa tidak
enak, mual, muntah, diare, pusing atau gugup. Gejala tersebut
disertai dengan ditemukannya proglotid cacing yang bergerak-
gerak lewat dubur bersama dengan atau tanpa tinja. Gejala
yang lebih berat dapat terjadi, yaitu apabila proglotid masuk
apendiks, terjadi ileus yang disebabkan obstruksi usus oleh
strobila cacing. Berat badan dapat menurun. Eosinofilia dapat
ditemukan pada pemeriksaan darah tepi
Cacing dewasa, yang biasanya berjumlah seekor, tidak menyebabkan
gejala klinis yang berarti. Gejala klinis yang dapat muncul berupa nyeri
ulu hati, mencret, mual, obstipasi dan sakit kepala. Darah tepi dapat
menunjukan eosinofilia. Gejala klinis yang lebih berarti dan sering
diderita, disebabkan oleh larva yang disebut sistiserkosis. Infeksi ringan
biasanya tidak menunjukkan gejala, kecuali bila cacing menghiggapi
organ-organ tubuh yang penting. Pada manusia, sistiserkus atau larva
Taenia solium sering menghinggapi jaringan subkutis, mata, jaringan
otak, otot, otot jantung, hati, paru, dan rongga perut.
Walaupun sering dijumpai, kalsifikasi (perkapuran) pada sistiserkus
tidak menimbulkan gejala, akan tetapi sewaktu-waktu terdapat
pseudohipertrofi otot, disertai gejala miositis, demam tinggi, dan
eosinofilia. Pada jaringan otak atau medula spinalis, sistiserkus jarang
mengalami kalsifikasi. Keadaan ini sering menimbulkan reaksi
jaringan dan dapat mengakibatkan serangan ayan (epilepsi),
meningoensefalitis, gejala yang disebabkan oleh tekanan intrakranial
yang tinggi seperti nyeri kepala dan kadang-kadang kelainan jiwa.
Hidrosefalus internus dapat terjadi, bila timbul sumbatan aliran cairan
serebrospinal. Sebuah sistiserkus tunggal yang ditemukan dalam
ventrikel IV otak, dapat menyebabkan kematian
DIAGNOSIS

Karena proglottid umumnya dikeluarkan secara utuh, pemeriksaan


visual untuk proglottid gravid di dalam tinja merupakan tes yang
sensitif; segmen ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies.
Sebaliknya, telur sering kali tidak ditemukan dalam tinja dan tidak
dapat dibedakan antara T. saginata dan T. Solium.
TERAPI

 Infeksi dengan semua cacing pita dewasa dapat diobati dengan


praziquantel (25 mg/kg per oral [PO] sekali).
 Jika tersedia, pengobatan alternatif untuk taeniasis adalah
niclosamide (50 mg/kg PO sekali untuk anak-anak; 2 g PO sekali
untuk orang dewasa).
PENCEGAHAN

Pembekuan yang terlalu lama atau memasak daging sapi dan babi
secara menyeluruh akan membunuh bentuk kista larva parasit.
Sanitasi manusia yang tepat dapat memutus penularan dengan
mencegah infeksi pada hewan ternak.
KESIMPULAN
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah
kesehatan di dunia terutama pada negara berkembang. Indonesia merupakan
negara beriklim tropis dan termasuk negara berkembang yang memiliki
lingkungan yang lembab dan dapat mendukung cacing untuk berkembang
biak, terutama STH (Soil Transmitted Helminth), seperti Ascaris
lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), dan
Ancylostoma duodenale, Necator americanus (cacing tambang). Soil
Transmitted Helminths (STH) merupakan suatu nematoda usus yang
memerlukan media tanah untuk proses berkembangnya cacing dari fase
non-infeksius menjadi infeksius. Menurut WHO orang berpotensi
mengalami infeksi cacing STH adalah anak prasekolah dan anak usia
sekolah, oleh karena itu WHO merekomendasikan pengobatan berkala
tanpa diagnosa pada orang yang berpotensi mengalami infeksi terutama
pada daerah endemik.
SARAN

Diharapkan untuk anak-anak menjaga kebersihan sebelum dan


sesudah makan selalu membiasakan mencuci tangan terlebih dahulu
agar tidak terkontaminasi oleh parasit Nematoda usus. Diharapkan
pada orang tua memberi contoh kepada anak-anaknya untuk memberi
contoh agar selalu mencuci tangan sesudah atau sebelum makan dan
menjaga kebersihan anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta: Pengurus Besar IDI; 2014

2. Widoyono. Penyakit Tropis. Edisi 2. Jakarta: Erlangga; 2018.

3. Bhutta ZA. Enteric fever (typhoid fever). Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St.
Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting.Nelson textbook of pediatrics.
Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2018. hlm. 954–8.

4. Staf Pengajar Departemen Parasitologi. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.


Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2008

5. Kliegman, R., Stanton, B., St. Geme, J., Schor, N. and Nelson, W. (2020). Nelson
Textbook of Pediatrics. 21th ed, Philadelphia, PA: Elsevier, pp 217-222.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai