Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu penyebab penyakit menular yang harus diwaspdai yaitu virus. Dalam
20 tahun terakhir, penyakit menular yang ditularkan lewat virus menyebabkan
epidemi di seluruh dunia, contohnya severe acute respiratory syndrome coronavirus
(SARS-CoV) pada tahun 2002-2003, influenza H1N1 pada tahun 2009 dan Middle
East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) yang pertama kali ditemukan tahun 2012
di Saudi Arabia.1,2

Tiongkok melaporkan kasus pneumonia misterius pertanggal 31 Desember 2019


yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari terkonfirmasi 44 pasien dan terus
bertambah setiap harinya dan sampai saat ini telah berjumlah jutaan kasus. Data awal
epidemiologi, 66% kasus terpapar lewat pasar seafood atau live market di Wuhan,
Provinsi Hubei Tiongkok. Sampel yang diteliti dari pasien yang diisolasi menunjukan
infeksi coronavirus, dengan jenis dan tipe baru betacoronavirus, diberi nama 19 novel
Coronavirul (2019-nCoV). Pertanggal 11 Februari 2020, World Health Organization
(WHO) memberi nama virus ini dengan SARS-CoV-2 dengan nama penyakit
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). 1,2

Virus ini penjadi patogen utama penyebab outbreak penyakit pernapasan. Ini
adalah virus RNA rantai tunggal (single-stranded RNA) diisolasi dari beberpa jenis
hewan, terakhir disinyalir berasal dari kelelawar dan berpindah ke manusia. Asal dari
transmisi ini belum diketahui awalnya, apakah dapat berpindah dari manusia ke
manusia. Dengan jumlah kasus yang terus bertambah setiap harinya, dikonfirmasikan
bahwa transmisi pneumonia ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia. WHO
menumumkan Covid-19 menjadi pandemic dunia pertanggal 11 Maret 2020. 1,2

Indonesia mengumumkan kasus Covid-19 pertama pada tanggal 2 Maret 2020


setelah 4 bulan kasus pertama yang terjadi di Wuhan, Cina, kasus pertama dengan
total 2 kasus dan terus bertambah setiap harinya. tanggal 11 Oktober 2020, jumlah

1
2

kasus Covid-19 mencapai ± 4 juta kasus. Puncak Covid-19 pada bulan Januari 2021
dengan jumlah kasus harian mencapai 14.000 kasus baru. Puncak kedua dari Covid-
19 pada bulan Juni 2021 dengan total kasus harian 51.000 kasus baru dengan angka
kematian ± 2000 kasus per hari. 1,2

Untuk mengetahui seseorang terjangkit atau tidak virus Covid-19 dibutuhkan


pemeriksaan PCR swab, dengan hasil penelitian terbaru yang mengatakan sebagian
kasus presisten meskipun tidak ada gejala. Penelitian di Korea menjelaskan meskipun
tidak menemukan virus yang bereplikasi 3 minggi setelah onset pertama, SARS-
CoV-2 RNA terdeteksi pada specimen pemeriksaan RT-PCR hingga 12 minggu.
Untuk penyintas Covid-19 penelitian mengatakan bahwa kemungkinan reinfeksi
dapat terjadi dikarenakan antibody Covid-19 dalam tubuh diperkiran menghilang 3
sampai 12 bulan. April 2020 dilaporkan kasus terinfeksi SARS-CoV-2 pertama di
Amerika. Oleh karena itu, meskipun sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19, harus
tetap menjalankan protocol kesehatan.1,2

Vaksin adalah upaya untuk menangani Covid-19, salah satunya di Indonesia.


tersedia 8 jenis vaksin yang sudah tersebar di seluruh dunia. Saat ini berlangsung uji
klinis vaksin Covid-19 dan pengembangan vaksin merah putih, dengan isolate virus
yang bertransmisi di Indonesia juga telah dilaksanakan. Persiapan yang dilakukan
Indonesia dari logistic penyimpanan vaksin hingga proses distribusi ke seluruh
provinsi telah dilakukan. Vaksin diharapkan menjadi kabar baik dalam pencegahan
penularan virus Covid-19. 1,2

Sejak diberitakan pertama kali di Indonesia, Covid-19 meningkat jumlahnya dari


waktu ke waktu sehingga memerlukan perhatian khusus. Beberapa varian baru dari
SARS-CoV-2 antara lain Alpha (B.117), Beta (B1.351) dan Delta (B.1.617) dengan
penyebaran di berbagai daerah Indonesia dengan resiko penularan yang tinggi dan
menyebabkan penurunan efikasi vaksin. 1,2
3

Terdapat varian baru Covid-19 saat ini dengan varian B.1.1.529 yang diberi nama
Omicron. Varian ini memiliki setidaknya 30 substansi atau perubahan asam amino,
tiga delesi dan satu insersi kecil. Adanya mutasi dari varian omicron ini akan
mempengaruhi tes diagnostic (target gen S), daya penularan lebih cepat dan daya
netralisasi antibodi menurun. Penelitian in silico berupa docking studies, perubahan
reseptor binding domain varian omicron menyebabkan peningkatan afinitas SARS-
Cov-2 terhadap reseptor ACE2 pada manusia. 1,2,3

Studi epidemiologi mendapatkan negara yang memiliki varion omicron dengan


cepat menggatikan varian delta sebagai varian yang mendominasi. Studi in vitro yang
dilakukan Chi-Wai dkk dari Iniversity of Hongkong menunjukan varian omicron
memiliki kemampuan replikasi sebesar 70 kali lipat lebih cepat pada sel saluran napas
dibanding varian delta. Varian omicron perlu diwaspadai dengan jumlah mutase yang
tinggi, termasuk pada protein spike, dan mempunyai kemampuan dalam menghindari
system imun yang lebih baik dan laju penularannya tinggi. Terdpat 3 hal penting yang
perluh diperhatikan dari varion omicron yaitu, laju penularan, tingkat keparahan
penyakit yang ditimbulkan dan tatalaksana yang diperlukan serta efektivitas vaksin.3

Studi yang dilakukan Chi-Wai dkk juga menunjukan bahwa tidak hanya replikasi
yang cepat pada saluran pernapasan saja, tetapi varian Omicron 10 kali lebih lambat
bereplikasi dari varian Delta pada perenkim paru. Hal ini memungkinkan tingkat
keparahan Covid-19 akibat varioan Omicron lebih ringan dibandingkan dengan
varian Delta. 3

World Health Organization menekankan mortalitas pada Covid-19 ditentukan


juga lewat kemampuan fasilitas kesehatn dalam menangani Covid-19. Mortalitas
akibat varian Omicron berpotensi tinggi jika jumlah dari pasien Covid-19 melonjak
akibat dari penularan yang lebih tinggi sehingga harus tetap diwaspadai. 1,2,3

Dimasa pandemic saat ini, tatlaksana COVID-19 perlu kerjasama dari berbagai
profesi dalam penanganannya. Diperlukan paduan tatalaksan sederhana dan mudah
4

dimengerti dan diterpkan oleh semua pihak di seluh Indonesia. Sebab kita
menghadapi virus yang belum diketahui dengan jelas sifatnya. 1,2,3

Anda mungkin juga menyukai