PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Patogenesis
Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan.
Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan
kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda,
kucing dan ayam. Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang
ditransmisikan dari hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa
patogen dan bertindak sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu. Kelelawar,
tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk
Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama untuk
kejadian severe acute respiratorysyndrome (SARS) dan Middle East respiratory
syndrome (MERS).11
Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya. Virus tidak
bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus setelah menemukan sel
host sesuai tropismenya. Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host
diperantarai oleh Protein S yang ada dipermukaan virus. Protein S penentu utama
dalam menginfeksi spesies host-nya serta penentu tropisnya.11
Studi SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim
ACE-2 (angiotensin-converting enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa
oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus,
sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus
halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos.20 Setelah berhasil masuk
selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus. Selanjutnya replikasi
dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi dan perakitan dari
kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah perakitan dan rilis virus.11
Manifestasi Klinis
Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Gejala
klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >380C), batuk dan kesulitan
bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala
gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien
timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan
progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan
perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Beberapa pasien
muncul gejala yang ringan bahkan tidak disertai dengan demam. Kebanyakan
pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis
bahkan meninggal.11
Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa gejala,
ringan, sedang, berat dan kritis.
a. Tanpa gejala
Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak ditemukan
gejala.
b. Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia.
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas
pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan,
kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia)
atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala
pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran,
mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada
demam.
c. Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat
termasuk SpO2 > 93% dengan udara Pedoman Tatalaksana COVID-19 7
ruangan ATAU Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak
berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding
dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas cepat : usia 5
tahun, ≥30x/menit.
d. Berat /Pneumonia Berat
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas >
30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan.
ATAU Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk
atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
sianosis sentral atau SpO25 tahun, ≥30x/menit.
e. Kritis
Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan
syok sepsis.1,11
2.2.2 Penatalaksanaan
2.1.6.1 Tanpa Gejala
a. Isolasi dan Pemantauan
Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan spesimen
diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas
publik yang dipersiapkan pemerintah. Pasien dipantau melalui telepon
oleh petugas Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Lalu,
melakukan kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk
pemantauan klinis.
b. Non-farmakologis
Pemberian edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk
dibawa ke rumah) perlu dilakukan. Pasien dihimbau agar selalu
menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi dengan
anggota keluarga, mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau
hand sanitizer sesering mungkin, menjaga jarak dengan keluarga (physical
distancing), mengupayakan kamar tidur sendiri / terpisah, menerapkan
etika batuk (diajarkan oleh tenaga medis), alat makan-minum segera dicuci
dengan air/sabun, berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap
harinya (sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore), memisahkan pakaian
yg telah dipakai lalu dimasukkan dalam kantong plastik / wadah tertutup
yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum dicuci
dan segera dimasukkan mesin cuci, mengukur dan mencatat suhu tubuh 2
kali sehari (pagi dan malam hari), dan memberi informasi ke petugas
pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh > 38oC.
Pasien atau keluarga harus memerhatikan ventilasi, cahaya dan udara,
membuka jendela kamar secara berkala, bila memungkinkan
menggunakan APD saat membersihkan kamar (setidaknya masker, dan
bila memungkinkan sarung tangan dan goggle), mencuci tangan dengan air
mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering mungkin. membersihkan
kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan desinfektan lainnya.
Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya
memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit, memakai masker, menjaga
jarak minimal 1 meter dari pasien, rajin mencuci tangan, jangan
menyentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih, dan
membersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh pasien
misalnya gagang pintu.
c. Farmakologi
Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin
meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor
dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis
Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung. Pasien dapat diberikan
vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan tablet vitamin C non acidic 500
mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari) atau tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam
oral (selama 30 hari). Multivitamin juga dapat diberikan terutama yang
mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari) vitamin B,
vitamin E, Zinc. Kemudian, dapat ditambah vitamin D dengan bentuk
suplemen 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet
effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup), obat-
obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli
Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan
untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan
kondisi klinis pasien, serta obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan
dapat diberikan.
METODE PENELITIAN
Objek pada literature review ini adalah jurnal penelitian yang memenuhi
kriteria inklusi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Kriteria eksklusi pada literature review ini yaitu jurnal jurnal yang tidak
membahas efektivitas plasma konvalesen terhadap COVID-19.
3.3 Jumlah Sampel
3.3.1 Cara Pengambilan Sampel
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh dan efektivitas
plasma konvalesen.
Definisi operasional meliputi definisi variabel yang menjadi fokus penelitian yang
disajikan dalam tabel 3.1
3.6 Bahan dan Alat Penelitian
Jenis data yang digunakan yaitu data yang didapat dari jurnal-jurnal yang
diterbitkan dari tahun 2020-2021. Peralatan yang digunakan pada literature
review ini adalah Microsoft Word 2013 dan Google Chrome.
Data yang ada dalam peneliian dikumpulkan dan diolah dengan cara:
1. Editing, yaitu pemeriksaan kembali data yang diperoleh terutama dari segi
kelengkapan, kejelasan makna dan keselarasan makna antara satu dengan yang
lainnya.
2. Organizing, yaitu pengorganisiran data-data yang diperoleh dengan kerangka
yang diperlukan
3. Penemuan hasil penelitian, yaitu melakukan analisis lanjutan terhadap hasil
pengorganisiran data dengan menggunakan kaidah, teori dan metode yang
telah ditentukan sehingga diperoleh kesimpulan tertentu yang merupakan hasil
jawaban dari rumusan masalah.
3.8.2 Analisis Data
Data pada penelitian ini merupakan data sekunder yang didapatkan dari
literatur dari buku, jurnal kedokteran, tesis, maupun disertasi. Etika yang berlaku
pada literature review ini adalah etika mengenai plagiarisme terhadap penelitian
sebelumnya. Aturan mengenai plagiarisme disesuaikan dengan etika penulisan
karya tulis di Indonesia. Batas plagiat untuk pendidikan S1 maksimal sebesar
20%. Pengecekan plagiarisme dilakukan menggunakan plagiarism checker
berbayar seperti Turnitin dan plagiarism checker lainnya.
Penelitian literature review ini dilaksanakan dari bulan Maret 2021 sampai
bulan Juni 2021. Penelitian dilakukan di rumah dengan mencari berbagai jurnal
melalui internet.