Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

MANAJEMEN ARDS PADA COVID-19

Oleh:

Farizan Hasyim Hari Prathama, S. Ked 1830912310066

Pembimbing:

dr. Bagus Fajar Rohman, Sp.An

BAGIAN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN


BANJARMASIN

September, 2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4

A. COVID-19.......................................................................................... 4

1. Definisi......................................................................................... 4

2. Epidemiologi................................................................................ 4

3. Etiologi......................................................................................... 5

4. Patogenesis................................................................................... 7

5. Faktor Resiko................................................................................ 10

6. Manifestasi Klinis......................................................................... 10

7. Diagnosis...................................................................................... 14

B. Management ARDS pada COVID-19................................................ 18

BAB III KESIMPULAN............................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus pneumonia

misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari, pasien dengan kasus

tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah hingga saat ini berjumlah ribuan

kasus. Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan 66% pasien berkaitan atau

terpajan dengan satu pasar seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei

Tiongkok. Sampel isolat dari pasien diteliti dengan hasil menunjukkan adanya infeksi

coronavirus, jenis betacoronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel Coronavirus

(2019-nCoV). Pada tanggal 11 Februari 2020, World Health Organization memberi

nama virus baru tersebut Severa acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-

CoV-2) dan nama penyakitnya sebagai Coronavirus disease 2019 (COVID-19). Pada

mulanya transmisi virus ini belum dapat ditentukan apakah dapat melalui antara

manusia-manusia. Jumlah kasus terus bertambah seiring dengan waktu. Selain itu,

terdapat kasus 15 petugas medis terinfeksi oleh salah satu pasien. Salah satu pasien

tersebut dicurigai kasus “super spreader”. Akhirnya dikonfirmasi bahwa transmisi

pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia. Sampai saat ini virus ini

dengan cepat menyebar masih misterius dan penelitian masih terus berlanjut.1,2

Saat ini sebanyak 29 negara mengonfirmasi terdapatnya kecurigaan serta

terkonfirmasi kasus COVID-19. Per-tanggal 13 Februari 2020, berdasarkan data

terakhir website oleh Center for Systems Science and Engineering (CSSE)

1
Universitas John Hopkins yang diperbaharui berkala, data terakhir menunjukkan total

kasus lebih dari 60.331 pasien, dengan total kematian lebih dari 1.369 pasien dan

perbaikan lebih dari 6.061 pasien. Saat ini data terus berubah seiring dengan waktu.

Banyak kota di Tiongkok dilakukan karantina. Kasuskasus yang ditemukan diluar

Tiongkok sampai tanggal 12 Februari 2020 tercatat ada di 28 negara diantaranya:

Amerika, Thailand, Hong Kong, Prancis, Malaysia, Singapura, Taiwan, Macau,

Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Australia, Nepal dan lainnya. Kasus-kasus yang

ditemukan di berbagai negara tersebut sebagian besar memiliki riwayat bepergian ke

Wuhan atau berkontak dengan kasus confirmed yang memiliki riwayat bepergian ke

Wuhan. Empat kasus di Singapura merupakan seorang laki-laki 36 tahun, warga

negara Tiongkok Bersama keluarganya datang pada 22 januari dengan tanpa gejala

kemudian hari berikutnya mengeluh batuk dan dikonfirmasi COVID-19 pada tanggal

25 Januari 2020. Laporan terbaru per tanggal 9 Februari 2020 sudah terdapat 43 kasus

terkonfirmasi infeksi COVID-19 di Singapura. Beberapa diantaranya dilaporkan tidak

memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok. 1,2

Berdasarkan data sampai dengan 12 Februari 2020, angka mortalitas di seluruh

dunia 2,1% sedangkan khusus di kota Wuhan adalah 4,9%, dan di provinsi Hubei

3,1%. Angka ini diprovinsi lain di Tiongkok adalah 0,16%.8,9 Berdasarkan penelitian

terhadap 41 pasien pertama di Wuhan terdapat 6 orang meninggal (5 orang pasien di

ICU dan 1 orang pasien non-ICU).2 Kasus kematian banyak pada orang tua dan

dengan penyakit penyerta. Kasus kematian pertama pasien lelaki usia 61 tahun

dengan penyakit penyerta tumor intraabdomen dan kelainan di liver. 1,2

2
Kejadian luar biasa oleh Coronavirus bukanlah merupakan kejadian yang

pertama kali. Tahun 2002 severe acute respiratory syndrome (SARS) disebakan oleh

SARS-coronavirus (SARS-CoV) dan penyakit Middle East respiratory syndrome

(MERS) tahun 2012 disebabkan oleh MERS-Coronavirus (MERS-CoV) dengan total

akumulatif kasus sekitar 10.000 (1000-an kasus MERS dan 8000-an kasus SARS).

Mortalitas akibat SARS sekitar 10% sedangkan MERS lebih tinggi yaitu sekitar

40%.1,2

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. COVID-19

1. Definisi

Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai

dari gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui

menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East

Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum

pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini

dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan

manusia). Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak

(civet cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang

menjadi sumber penularan COVID-19 ini sampai saat ini masih belum diketahui. 1,2

2. Epidemiologi

Hingga 31 agustus 2020, jumlah kasus infeksi COVID-19 terkonfirmasi

mencapai 25.298.875 kasus. Awalnya kasus terbanyak terdapat di Cina, namun saat

ini kasus terbanyak terdapat di amerika dengan 13.356.411 kasus, diikut oleh asia

tenggara dengan 4.233.837 kasus dan eropa 4.232301 kasus. Virus ini telah menyebar

hingga ke 216 negara. Kematian akibat virus ini telah mencapai 847.602 kasus.

Tingkat kematian akibat penyakit ini mencapai 4-5% dengan kematian terbanyak

4
terjadi pada kelompok usia di atas 65 tahun. Indonesia melaporkan kasus pertama

pada 2 Maret 2020, yang diduga tertular dari orang asing yang berkunjung ke

Indonesia. Kasus di Indonesia pun terus bertambah, hingga telah terdapat 178.000

kasus dengan kematian mencapai 7.505 jiwa. Provinsi tertinggi Jakarta yaitu 40.086

kasus dengan kematian mencapat 7.505.3

3. Etiologi

Corona Virus termasuk dalam ordo Nidovirales, famili Coronaviridae, dan

subfamili Coronavirinae. Mereka secara genetik dikategorikan menjadi empat umum

penting: Alphacoronavirus, Betacoronavirus, Gammacoronavirus, dan

Deltacoronavirus. Dua genera pertama biasanya menginfeksi mamalia, sedangkan

dua genera terakhir terutama menginfeksi burung.4,5

Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips, sering

pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m. Semua virus ordo Nidovirales memiliki

kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA serta memiliki genom RNA sangat

panjang. Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus dengan protein S

berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah satu

protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama untuk penulisan gen.

Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host

(interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang). 4,5

5
Gambar 2.1 SARS-CoV-2 6

6
Gambar 2.2 Klasifikasi Virus RNA7

4. Patogensis

Patogenesis infeksi COVID-19 belum diketahui seutuhnya. Pada awalnya

diketahui virus ini mungkin memiliki kesamaan dengan SARS dan MERS CoV,

7
tetapi dari hasil evaluasi genomik isolasi dari 10 pasien, didapatkan kesamaan

mencapai 99% yang menunjukkan suatu virus baru, dan menunjukkan kesamaan

(identik 88%) dengan batderived severe acute respiratory syndrome (SARS)- like

coronaviruses, bat-SL-CoVZC45 dan bat-SLCoVZXC21, yang diambil pada tahun

2018 di Zhoushan, Cina bagian Timur, kedekatan dengan SARS-CoV adalah 79%

dan lebih jauh lagi dengan MERS-CoV (50%). Gambar 2 menunjukkan evaluasi

filogenetik COVID-19 dengan berbagai virus corona. Analisis filogenetik

menunjukkan COVID-19 merupakan bagian dari subgenus Sarbecovirus dan genus

Betacoronavirus. Penelitian lain menunjukkan protein (S) memfasilitasi masuknya

virus corona ke dalam sel target. Proses ini bergantung pada pengikatan protein S ke

reseptor selular dan priming protein S ke protease selular. Penelitian hingga saat ini

menunjukkan kemungkinan proses masuknya COVID-19 ke dalam sel mirip dengan

SARS. Hai ini didasarkan pada kesamaan struktur 76% antara SARS dan COVID-19.

Sehingga diperkirakan virus ini menarget Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2)

sebagai reseptor masuk dan menggunakan serine protease TMPRSS2 untuk priming S

protein, meskipun hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. 1,4,5

Proses imunologik dari host selanjutnya belum banyak diketahui. Dari data

kasus yang ada, pemeriksaan sitokin yang berperan pada ARDS menunjukkan hasil

terjadinya badai sitokin (cytokine storms) seperti pada kondisi ARDS lainnya. Dari

penelitian sejauh ini, ditemukan beberapa sitokin dalam jumlah tinggi, yaitu:

interleukin-1 beta (IL-1β), interferon-gamma (IFN-γ), inducible protein/CXCL10

8
(IP10) dan monocyte chemoattractant protein 1 (MCP1) serta kemungkinan

mengaktifkan T-helper-1 (Th1). 1,4,5

Selain sitokin tersebut, COVID-19 juga meningkatkan sitokin T-helper-2 (Th2)

(misalnya, IL4 and IL10) yang mensupresi inflamasi berbeda dari SARS-CoV. Data

lain juga menunjukkan, pada pasien COVID-19 di ICU ditemukan kadar granulocyte-

colony stimulating factor (GCSF), IP10, MCP1, macrophage inflammatory proteins

1A (MIP1A) dan TNFα yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak

memerlukan perawatan ICU. Hal ini mengindikasikan badai sitokin akibat infeksi

COVID-19 berkaitan dengan derajat keparahan penyakit. 1,4,5

Virus corona merupakan zoonosis, sehingga terdapat kemungkinkan virus

berasal dari hewan dan ditularkan ke manusia. Pada COVID-19 belum diketahui

dengan pasti proses penularan dari hewan ke manusia, tetapi data filogenetik

memungkinkanCOVID-19 juga merupakan zoonosis. Perkembangan data selanjutnya

menunjukkan penularan antar manusia (human to human), yaitu diprediksi melalui

droplet dan kontak dengan virus yang dikeluarkan dalam droplet. Hal ini sesuai

dengan kejadian penularan kepada petugas kesehatan yang merawat pasien COVID-

19, disertai bukti lain penularan di luar Cina dari seorang yang datang dari Kota

Shanghai, Cina ke Jerman dan diiringi penemuan hasil positif pada orang yang

ditemui dalam kantor. Pada laporan kasus ini bahkan dikatakan penularan terjadi pada

saat kasus indeks belum mengalami gejala (asimtomatik) atau masih dalam masa

inkubasi. Laporan lain mendukung penularan antar manusia adalah laporan 9 kasus

9
penularan langsung antar manusia di luar Cina dari kasus index ke orang kontak erat

yang tidak memiliki riwayat perjalanan manapun. 1,4,5

Penularan ini terjadi umumnya melalui droplet dan kontak dengan virus

kemudian virus dapat masuk ke dalam mukosa yang terbuka. Suatu analisis mencoba

mengukur laju penularan berdasarkan masa inkubasi, gejala dan durasi antara gejala

dengan pasien yang diisolasi. Analisis tersebut mendapatkan hasil penularan dari 1

pasien ke sekitar 3 orang di sekitarnya, tetapi kemungkinan penularan di masa

inkubasi menyebabkan masa kontak pasien ke orang sekitar lebih lama sehingga

risiko jumlah kontak tertular dari 1 pasien mungkin dapat lebih besar. 1,4,5

5. Faktor Resiko

Terdapat beberapa factor resiko pada penyakit covid 19 ini, yaitu :8,9

 Lanjut usia

 Laki laki

 Pasien dengan hipertensi

 Diabetes mellitus

 Chronic kidney disease

 Obesitas

 Penyakit jantung

6. Manifestasi Klinis

Infeksi covid-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang, atau berat. Gejala

klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >38 C), batuk, dan kesulitan bernapas.

10
Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, myalgia, gejala

gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien

timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan

progesif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolic yang sulit dikoreksi dan

perdarahan atau disgungsi system koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa

pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam. Kebanyakan

pasien memiliki prognosis baik, muncul jika terinfeksi. Berikut sindrom klinis yang

dapat muncul jika terinfeksi. 1,10,11

- Tidak berkomplikasi

Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi. a. Tidak

berkomplikasi Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa

gejala yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat

disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri

otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien

immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau atipikal. Selain itu,

pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala relatif ringan.

Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis

atau napas pendek. 1,10,11

- Pneumonia ringan

Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak ada

tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat ditandai

11
dengan batuk atau susah bernapas atau tampak sesak disertai napas cepat atau

takipneu tanpa adanya tanda pneumonia berat. 1,10,11

- Pneumonia berat

Pada pasien dewasa

- Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas.

- Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: > 30x/menit), distress

pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien1,10,11

Tabel 2.1 Pneumonia Berat10

Pada pasien anak-anak:

- Gejala: batuk atau tampak sesak, ditambah satu diantara kondisi berikut: Sianosis

central atau SpO2, Distress napas berat (retraksi dada berat) - Pneumonia dengan

tanda bahaya (tidak mau menyusu atau minum; letargi atau penurunan kesadaran;

atau kejang) 1,10,11

12
Dalam menentukan pneumonia berat ini diagnosis dilakukan dengan diagnosis

klinis, yang mungkin didapatkan hasil penunjang yang tidak menunjukkan

komplikasi.1,10,11

- Sepsis

Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh terhadap suspek

infeksi atau infeksi yang terbukti dengan disertai disfungsi organ. Tanda disfungsi

organ perubahan status mental, susah bernapas atau frekuensi napas cepat, saturasi

oksigen rendah, keluaran urin berkurang, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba

lemah, akral dingin atau tekanan darah rendah, kulit mottling atau terdapat bukti

laboratorium koagulopati, trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau

hiperbilirubinemia. 1,10,11

Skor SOFA dapat digunakan untuk menentukan diagnosis sepsis dari nilai 0-24

dengan menilai 6 sistem organ yaitu respirasi (hipoksemia melalui tekanan oksigen

atau fraksi oksigen), koagulasi (trombositopenia), liver (bilirubin meningkat),

kardivaskular (hipotensi), system saraf pusat (tingkat kesadaran dihitung dengan

Glasgow coma scale) dan ginjal (luaran urin berkurang atau tinggi kreatinin). Sepsis

didefinisikan peningkatan skor Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assesment

(SOFA) ≥ 2 poin. 1,10,11

Pada anak-anak didiagnosis sepsis bila curiga atau terbukti infeksi dan ≥ 2

kriteria systemic inflammatory Response Syndrom (SIRS) yang salah satunya harus

suhu abnormal atau hitung leukosit. 1,10,11

13
- Syok septik

Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasi volum adekuat

sehingga diperlukan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg dan

serum laktat > 2 mmol/L. 1,10,11

Definisi syok septik pada anak yaitu hipotensi dengan tekanan sistolik <

persentil 5 atau >2 SD dibawah rata rata tekanan sistolik normal berdasarkan usia

atau diikuti dengan 2-3 kondisi berikut : 1,10,11

- Perubahan status mental

- Bradikardia atau takikardia - Pada balita: frekuensi nadi 160x/menit - Pada anak-

anak: frekuensi nadi 150x/menit26

- Capillary refill time meningkat (>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan bounding

pulse

- Takipnea

- Kulit mottled atau petekia atau purpura

- Peningkatan laktat

- Oliguria

- Hipertemia atau hipotermia

7. Diagnosis

Pneumonia Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah peradangan pada

parenkim paru yang disebabkan oleh Severe acute respiratory syndrome coronavirus

14
2 (SARS-CoV-2). Sindrom gejala klinis yang muncul beragam, dari mulai tidak

berkomplikasi (ringan) sampai syok septik (berat). 1,10,11

Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama: demam,

batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak. Tapi perlu

dicatat bahwa demam dapat tidak didapatkan pada beberapa keadaan, terutama pada

usia geriatri atau pada mereka dengan imunokompromis. Gejala tambahan lainnya

yaitu nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah. Pada beberapa kondisi

dapat terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas akut berat (Severe Acute

Respiratory Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi saluran napas akut dengan

riwayat demam (suhu≥ 38 C) dan batuk dengan onset dalam 10 hari terakhir serta

perlu perawatan di rumah sakit. Tidak adanya demam tidak mengeksklusikan infeksi

virus.1,10,11

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya

manifestasi klinis. 1,10,11

 Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran

 Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan darah

normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi oksigen dapat normal atau

turun.

 Dapat disertai retraksi otot pernapasan

15
 Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan dinamis,

fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara napas bronkovesikuler

atau bronkial dan ronki kasar.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya: 1,10,11

 Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks Pada pencitraan

dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar atau kolaps

paru atau nodul, tampilan groundglass. Pada stage awal, terlihat bayangan multiple

plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru dan

kemudian berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass dan infiltrate di

kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan “white-lung”

dan efusi pleura (jarang).

16
Gambar 2.3 CT-Scan Covid 195

 Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah

- Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan orofaring)

- Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan endotrakeal

tube dapat berupa aspirat endotrakeal)

Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila tersedia). Ketika

melakukan pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat. Ketika mengambil

sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral (Dacron steril atau rayon bukan

kapas) dan media transport virus. Jangan sampel dari tonsil atau hidung. Pada pasien

dengan curiga infeksi COVID-19 terutama pneumonia atau sakit berat, sampel

tunggal saluran napas atas tidak cukup untuk eksklusi diagnosis dan tambahan saluran

napas atas dan bawah direkomendasikan. Klinisi dapat hanya mengambil sampel

saluran napas bawah jika langsung tersedia seperti pasien dengan intubasi. Jangan

menginduksi sputum karena meningkatkan risiko transmisi aerosol. Kedua sampel

(saluran napas atas dan bawah) dapat diperiksakan jenis patogen lain. 1,10,11

17
Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan pemeriksaan serologi.

Pada kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel dari

saluran napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus. Frekuensi

pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative dari kedua sampel serta secara

klinis perbaikan, setidaknya 24 jam. Jika sampel diperlukan untuk keperluan

pencegahan infeksi dan transmisi, specimen dapat diambil sesering mungkin yaitu

harian. 1,10,11

 Bronkoskopi

 Pungsi pleura sesuai kondisi

 Pemeriksaan kimia darah

- Darah perifer lengkap Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung jenis

limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat.

- Analisis gas darah

- Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot meningkat)

- Fungsi ginjal

- Gula darah sewaktu

- Elektrolit

- Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, Ddimer meningkat

- Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)

- Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis)

18
 Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas (sputum, bilasan

bronkus, cairan pleura) dan darah

Kultur darah untuk bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun,

jangan menunda terapi antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah)

 Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).

B. Management Acute Respiratory Distress Syndrome pada Covid 19

Acute Respiratory Distress Sydrome (ARDS) merupakan suatu kondisi kegawat

daruratan di bidang pulmonology yang terjadi karena adanya akumulasi cairan di

alveoli yang menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas sehingga distribusi

oksigen ke jaringan menjadi berkurang

Onset: baru atau perburukan gejala respirasi dalam 1 minggu setelah diketahui

kondisi klinis. Derajat ringan beratnya ARDS berdasarkan kondisi hipoksemia.

Hipoksemia didefinisikan tekanan oksigen arteri (PaO₂) dibagi fraksi oksigen

inspirasi (FIO₂) kurang dari< 300 mmHg. 1,10,11

Pemeriksaan penunjang yang penting yaitu pencitraan toraks seperti foto toraks,

CT Scan toraks atau USG paru. Pada pemeriksaan pencitraan dapat ditemukan:

opasitas bilateral, tidak menjelaskan oleh karena efusi, lobar atau kolaps paru atau

nodul. Sumber dari edema tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh gagal jantung atau

kelebihan cairan, dibutuhkan pemeriksaan objektif lain seperti ekokardiografi untuk

mengeksklusi penyebab hidrostatik penyebab edema jika tidak ada faktor risiko.

Penting dilakukan analisis gas darah untuk melihat tekanan oksigen darah dalam

19
menentukan tingkat keparahan ARDS serta terapi. Berikut rincian oksigenasi pada

pasien ARDS. 1,10,11

Dewasa:

- ARDS ringan : 200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan PEEP atau CPAP ≥5

cmH2O atau tanpa diventilasi)

- ARDS sedang : 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤200 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O atau

tanpa diventilasi

- ARDS berat : PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O atau tanpa

diventilasi

- Tidak tersedia data PaO2 : SpO2/FiO2 ≤315 diduga ARDS (termasuk pasien tanpa

ventilasi)

Anak:

- Bilevel NIV atau CPAP ≥5 cmH2O melalui masker full wajah : PaO2/FiO2 ≤ 300

mmHg atau SpO2/FiO2 ≤264

- ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ oxygenation index (OI) < 8 or 5 ≤ OSI < 7.5

- ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ oxygenation index using

SpO2 (OSI) < 12.3

- ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12.3

Skrining dan isolasi semua pasien dengan dugaan COVID-19 pada titik

kontak pertama dengan sistem perawatan kesehatan (seperti unit gawat darurat atau

departemen / klinik rawat jalan). Pertimbangkan COVID-19 sebagai kemungkinan

20
etiologi pasien dengan penyakit pernapasan akut dalam kondisi tertentu. Triase pasien

menggunakan alat triase standar dan memulai perawatan lini pertama.

Lakukan pencegahan dan pengendalian infeksi di titik masuk pasien ke rumah

sakit. Skrining harus dilakukan pada titik kontak pertama di unit gawat darurat atau

bagian / klinik rawat jalan. Pasien suspek COVID-19 harus diberi masker dan

diarahkan ke area terpisah. Jaga jarak setidaknya 1 m antara pasien yang dicurigai.

Tatalaksana yang dilakukan adalah pasien harus tetap di tempat tidur dan

diawasi secara ketat untuk tanda-tanda vital dan tingkat saturasi oksigen. Sesuai

dengan gejala klinis yang muncul, baik ringan maupun sedang. Pasien bed-rest dan

hindari perpindahan ruangan atau pasien. Perawatan suportif harus dipastikan,

termasuk pasokan energi dan cairan yang cukup, pemeliharaan homeostasis elektrolit

dan asam basa. 12,13,14

Penderita hipoksemia harus segera diberikan terapi oksigen dan menjaga

tingkat saturasi oksigen darah tidak kurang dari 90% pada pria dan wanita tidak

hamil, dan antara 92% dan 95% pada wanita hamil. 12,13,14

 Pasien dengan hipoksemia ringan harus memakai nasal kanula, 5 L / menit.

Jika pasien menjadi lebih buruk, high flow kanula nasal harus dipertimbangkan,

dimulai dengan 20 L / menit dan meningkat menjadi 50-60 L / menit secara bertahap.

Fraksi oksigen harus disesuaikan dengan saturasi oksigen. 12,13,14

Ventilasi non-invasif hanya dipertimbangkan untuk pasien yang dapat

mentolerir. Untuk pasien yang membutuhkan ventilasi invasif, intubasi endotrakeal

21
harus dilakukan oleh dokter yang berpengalaman dengan peralatan pelindung

diri.12,13,14

Untuk pasien dengan ARDS paling parah, oksigenasi membran

ekstrakorporeal atau posisi tengkurap dianjurkan. Intervensi harus dilaksanakan untuk

mencegah komplikasi yang terkait dengan penyakit kritis. Kewaspadaan standar

harus selalu diterapkan secara rutin di semua area fasilitas kesehatan. 1,12,13,14

Saat ini, tidak ada bukti yang mendukung keefektifan obat antivirus yang ada

terhadap SARS-CoV-2. Lopinavir / ritonavir dapat digunakan bila sesuai, 2 tablet,

dua kali sehari selama 14 hari. 1,12,13,14

Pasien yang parah dapat menerima glukokortikoid pada tahap awal, misalnya

metilprednisolon intravena 40-80 mg, sekali sehari selama 5 hari, dan pengobatan

dapat diperpanjang sesuai dengan kondisi klinis dan manifestasi radiologis. 1,12,13,14

Infus imunoglobulin manusia intravena dini direkomendasikan untuk pasien

yang sakit kritis, berdasarkan kondisi klinis mereka, pada 0,25-0,5 g / (kg · d), selama

3–5 hari. 1,12,13,14

Jika infeksi bakteri dicurigai sesuai dengan temuan klinis dan pencitraan

pasien, pasien dengan tipe ringan dapat menggunakan antibiotik oral untuk

pneumonia yang didapat dari komunitas, seperti sefalosporin generasi kedua atau

fluoroquinolon. Untuk pasien tipe parah, semua kemungkinan patogen harus ditutup

bila perlu. 1,12,13,14

Beberapa kondisi berikut dapat menjadi acuan untuk kriteria pasien discharge

atau keluar dari ruang isolasi : 1,12,13,14

22
● Kondisi stabil

● Tanda vital: kompos mentis; pernapasan stabil; komunikasi normal; bebas demam

selama 3 hari

● Gejala respirasi perbaikan

● Tidak ada disfungsi organ

● Perbaikan secara pencitraan

● Dua hasil negatif dari test asam nukleat pathogen COVID19 (interval setidaknya 1

hari)

23
BAB III

KESIMPULAN

Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai

dari gejala ringan sampai berat. virus ini menarget Angiotensin Converting Enzyme 2

(ACE2) sebagai reseptor masuk dan menggunakan serine protease TMPRSS2 untuk

priming S protein, meskipun hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Infeksi covid-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang, atau berat. Acute

Respiratory Distress Sydrome (ARDS) merupakan suatu kondisi kegawat daruratan

di bidang pulmonology yang terjadi karena adanya akumulasi cairan di alveoli yang

menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas sehingga distribusi oksigen ke

jaringan menjadi berkurang. Tatalaksana yang dilakukan adalah pasien harus tetap di

tempat tidur dan diawasi secara ketat untuk tanda-tanda vital dan tingkat saturasi

oksigen. Penderita hipoksemia harus segera diberikan terapi oksigen dan menjaga

tingkat saturasi oksigen darah tidak kurang dari 90% pada pria dan wanita tidak

hamil, dan antara 92% dan 95% pada wanita hamil.  Pasien dengan hipoksemia

ringan harus memakai nasal kanula. Ventilasi non-invasif hanya dipertimbangkan

untuk pasien yang dapat mentolerir.Untuk pasien dengan ARDS paling parah,

oksigenasi membran ekstrakorporeal atau posisi tengkurap dianjurkan.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Buhan E, Isbaniah F, Susantu AD, Aditama TY, Soedarsono, Sartono TR, Sugiri YJ,

Tantular R, Sinaga BYM, Handayani D, Agustin H. Pneumonia Covid-19 Diagnosis

& Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2020;1:1-67

2. Yuliana. Corona Virus Disease (Covid-19) Sebuah Tinjauan Literatur. Wellness and

Healthy Magazine. 2020;2(1):187-92

3. World Health Organization. WHO Coronavirus Disease (COVID-19) Dashboard.

World Health Organization Website. Tersedia pada : https://covid19.who.int/.

Diakses pada : 2 September 2020

4. Akram A, Mannan N. Molecular Structure, Pathogenesis and Virology of SARS-

CoV-2: A Review. Bangladesh Journal of Infectious Disease. 2020;7(1):36-40

5. Handayani D, Hadi DR, Isbaniah F, Burhan E, Agustin H. Penyakit Virus Corona

2019. Jurnal Respirologi Indonesia. 2020;40(2):119-29

6. Chhikara BS, Rathi B, Singh J, Poonam. Corona Virus SARS-CoV-2 Disease Covid-

19: Infection, Prevention and Clinical Advances of the Prospective Chemical Drug

Therapeutics. Chemical Biology Letter. 2020;7(1):63-72

7. Pal M, Berhanu G, Desalegn C, Kandi V. Severe Acute Respiratory Syndrome

Coronavirus-2 (SARS-CoV-2): An Update. Cureus. 2020;12(3):1-13

8. Chang MC, Park Y, Kim B, Park D. Risk Factors for Disease Progession in COVID-

19 Patients. BMC Infectious Diseases. 2020;20:1-6

9. Albitar O, Ballouze R, Ooi JP, Ghadzi S. Risk Factors For Mortality Among COVID-

19 Patients. Elsevier. 2020;166:1-10

25
10. World Health Organization. Clinical Management of Severe Acute Respiratory

Infections When Novel Coronavirus Is Suspected: What To Do and What Not To Do.

World Health Orginazation. 2020;1:1-12

11. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoma Pencegahan

dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia. 2020;1;1-115

12. Dadashzadeh N, Farshid S, Valizadeh R, Nanbakhsh M, Rahimi MM. Acute

Respiratory Distress Syndrome in COVID-19. Immunopathologia Persa. 2020;6(2):1-

13. Li T. Diagnosis and Clinical Management of Severe Acute Respiratory Syndrome

Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) Infection: An Operational Recommendation of Peking

Union Medical College Hospital (V2.0). Emerging Microbes & Infections.

2020;9:582-5

14. Arif SK, Muchtar F, Wulung NL, Hisbullah, Herdarjana P, Nurdin H. Penanganan

Pasien Kritis COVID-19. 2020;1:85

26

Anda mungkin juga menyukai