Di Susun Oleh :
NIM : ( PO.62.24.2.19.193 )
D-III KEBIDANAN
1
A. PENDAHULUAN
Bencana non alam yang disebabkan oleh Corona Virus atau COVID-19 telah
berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan
wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi
yang luas di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan bencana non alam ini sebagai
bencana nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020
tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19) sebagai Bencana Nasional.
Di Indonesia, kematian ibu dan kematian neonatal masih menjadi tantangan besar
dan perlu mendapatkan perhatian dalam situasi bencana COVID-19. Berdasarkan data
dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 per tanggal 14 September 2020,
jumlah pasien terkonfirmasi COVID-19 sebanyak 221.523 orang, pasien sembuh
sebanyak 158.405 (71,5% dari pasien yang terkonfirmasi), dan pasien meninggal
sebanyak 8.841 orang (3,9% dari pasien yang terkonfirmasi). Dari total pasien
terkontamisasi positif COVID-19, sebanyak 5.316 orang (2,4%) adalah anak berusia 0- 5
tahun dan terdapat 1,3% di antaranya meninggal dunia. Untuk kelompok ibu hamil,
terdapat 4,9% ibu hamil terkonfirmasi positif COVID-19 dari 1.483 kasus terkonfirmasi
yang memiliki data kondisi penyerta. Data ini menunjukkan bahwa ibu hamil, bersalin,
nifas dan bayi baru lahir juga merupakan sasaran yang rentan terhadap infeksi COVID-19
dan kondisi ini dikhawatirkan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
baru lahir.
Saat ini bangsa Indonesia harus memulai adaptasi kebiasaan baru agar tetap dapat
hidup sehat dalam situasi pandemi COVID-19. Adaptasi kebiasaan baru harus dilakukan
agar masyarakat dapat melakukan kegiatan sehari-hari sehingga dapat terhindar dari
2
COVID-19. Dengan adaptasi kebiasaan baru diharapkan hak masyarakat terhadap
kesehatan dasar dapat tetap terpenuhi.
2. Epidemiologi
Penyakit ini diawali dengan munculnya kasus pneumonia yang tidak diketahui
etiologinya di Wuhan, China pada akhir Desember 2019.Berdasarkan hasil
penyelidikan epodemiologi, kasus tersebut diduga berhubungan dengan Pasar Seafood
di Wuhan. Pada tanggal 7 Januari 2020, Pemerintah China bahwa penyebab kasus
tersebut adalah Coronavirus jenis baru yang kemudian diberi nama SARS-CoV-2
(Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Virus ini berasal dari famili
yang sama dengan virus penyebab SARS dan MERS. Meskipun berasal dari famili
yang sama, namun SARS-CoV-2 lebih menular dibandingkan dengan SARS-CoV dan
MERS-CoV (CDC China, 2020). Proses penularan yang cepat membuat WHO
menetapkan COVID-19 sebagai KKMMD/PHEIC pada tanggal 30 Januari 2020.
Angka kematian kasar bervariasi tergantung negara dan tergantung pada populasi
yang terpengaruh, perkembangan wabahnya di suatu negara, dan ketersediaan
pemeriksaan laboratorium. Thailand merupakan negara pertama di luar China yang
melaporkan adanya kasus COVID-19. Setelah Thailand, negara berikutnya yang
melaporkan kasus pertama COVID-19 adalah Jepang dan Korea Selatan yang
kemudian berkembang ke negara-negara lain. Sampai dengan tanggal 10 Januari
2021, WHO melaporkan 90.139.982 kasus konfirmasi dengan 1.935.986 kematian di
seluruh dunia (CFR 4,1%). Negara yang paling banyak melaporkan kasus konfirmasi
adalah Amerika Serikat, Brazil, Rusia, India, dan United Kingdom. Sementara, negara
dengan angka kematian paling tinggi adalah Amerika Serikat, United Kingdom, Italia,
Perancis, dan Spanyol.
3
Indonesia melaporkan kasus pertama pada tanggal 2 Maret 2020. Kasus
meningkat dan menyebar dengan cepat di seluruh wilayah Indonesia. Sampai tanggal
06 februari 2021 ada sebanyak 1.147.010 kasus yang terkonfirmasi COVID-19
dengan jumlah kematian 31.393 orang yang tersebar di 34 provinsi..
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CDC China, diketahui bahwa kasus
paling banyak terjadi pada pria (51,4%) dan terjadi pada usia 30-79 tahun dan paling
sedikit terjadi pada usia <10 tahun (1%). Sebanyak 81% kasus merupakan kasus yang
ringan, 14% parah, dan 5% kritis (Wu Z dan McGoogan JM, 2020). Orang dengan
usia lanjut atau yang memiliki penyakit bawaan diketahui lebih berisiko untuk
mengalami penyakit yang lebih parah. Usia lanjut juga diduga berhubungan dengan
tingkat kematian. CDC China melaporkan bahwa CFR pada pasien dengan usia ≥ 80
tahun adalah 14,8%, sementara CFR keseluruhan hanya 2,3%. Hal yang sama juga
ditemukan pada penelitian di Italia, di mana CFR pada usia ≥ 80 tahun adalah 20,2%,
sementara CFR keseluruhan adalah 7,2% (Onder G, Rezza G, Brusaferro S, 2020).
Tingkat kematian juga dipengaruhi oleh adanya penyakit bawaan pada pasien.
Tingkat 10,5% ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular, 7,3% pada
pasien dengan diabetes, 6,3% pada pasien dengan penyakit pernapasan kronis, 6%
pada pasien dengan hipertensi, dan 5,6% pada pasien dengan kanker. [ CITATION
POG2O \l 1033 ]
3. Etiologi
Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family coronavirus.
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak
bersegmen. Terdapat 4 struktur protein utama pada Coronavirus yaitu: protein N
(nukleokapsid), glikoprotein M (membran), glikoprotein spike S (spike), protein E
(selubung). Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus, umumnya berbentuk bundar dengan beberapa pleomorfik, dan
berdiameter 60-140 nm. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini
masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah
SARS pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International
Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV) memberikan nama penyebab COVID-19
sebagai SARS-CoV-2.
Penelitian (Doremalen et al, 2020) menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat
bertahan selama 72 jam pada permukaan plastik dan stainless steel, kurang dari 4 jam
pada tembaga dan kurang dari 24 jam pada kardus. Seperti virus corona lain, SARS-
COV-2 sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas. Efektif dapat dinonaktifkan
4
dengan pelarut lemak (lipid solvents) seperti eter, etanol 75%, ethanol, disinfektan
yang mengandung klorin, asam peroksiasetat, dan khloroform (kecuali khlorheksidin).
[ CITATION POG2O \l 1033 ]
4. Gejala
Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul secara bertahap.
Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun dan tetap merasa
sehat. Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah, dan batuk
kering. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat,
pilek, nyeri kepala, konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang penciuman dan
pembauan atau ruam kulit.
Tidak ada perbedaan antara populasi umum dengan ibu hamil terhadap gejala
yang mungkin tibul. Berdasarkan[ CITATION RCO20 \l 1033 ] menyatakan bahwa
kehamilan dan persalinan tidak meningkatkan risiko infeksi terhadap COVID-19.
Perubahan sisitem imun fisiologis pada ibu hamil, berhubungan dengan gejala infeksi
COVID-19 yang lebih besar. Kebanyakan ibu hamil hanya mengalami gejala cold/flu-
like sympthomps derajat ringan sampai dengan sedang. Pada telaah sistematis pada
108 kasus kehamilan terkonfirmasi covid-10 didapatkan gejala klinis paling sering
didapatkan adalah demam dan batuk. Lebih dari 90% tidak memerlukan terminasi
kehamilan. Risiko akan meningkat pada kehamilan dengan komorbid.
5. Penularan
Coronavirus merupakan zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).
Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats)
ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber
penularan COVID-19 ini masih belum diketahui.
Masa inkubasi COVID-19 rata-rata 5-6 hari, dengan range antara 1 dan 14 hari
namun dapat mencapai 14 hari. Risiko penularan tertinggi diperoleh di hari-hari
pertama penyakit disebabkan oleh konsentrasi virus pada sekret yang tinggi. Orang
yang terinfeksi dapat langsung dapat menularkan sampai dengan 48 jam sebelum
onset gejala (presimptomatik) dan sampai dengan 14 hari setelah onset gejala.
6. Kategori Kasus COVID-19
Untuk Kasus Suspek, Kasus Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, istilah
yang digunakan pada pedoman sebelumnya adalah Orang Dalam Pemantauan (ODP),
Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG).[ CITATION POG2O \l
1033 ]
1. Kasus Suspek
5
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
a. Seseorang yang memenuhi salah satu kriteria klinis DAN salah satu kriteria
epidemiologis:
Kriteria Klinis:
Kriteria Epidemiologis:
6
risiko lokal oleh dinas kesehatan setempat. ***Negara/wilayah transmisi lokal
adalah negara/wilayah yang melaporkan adanya kasus konfirmasi yang sumber
penularannya berasal dari wilayah yang melaporkan kasus tersebut. Negara
transmisi lokal merupakan negara yang termasuk dalam klasifikasi kasus klaster
dan transmisi komunitas, dapat dilihat melalui situs
https://www.who.int/emergencies/diseases/ novel-coronavirus 2019 /situation-
reports Wilayah transmisi lokal di Indonesia dapat dilihat melalui situs
https://infeksiemerging.kemkes.go.id. **** ISPA Berat yaitu Demam akut (≥ 380
C)/riwayat demam, dan batuk, dan tidak lebih dari 10 hari sejak onset, dan
membutuhkan perawatan rumah sakit.
2. Kasus Probable
Kasus suspek yang meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-
19;
b. Hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR satu kali negatif dan tidak dilakukan
4. Kontak Erat
Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi
COVID 19.Riwayat kontak dengan yang dimaksud antara lain:
7
c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau
terkonfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.
5. Pelaku Perjalanan
Seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik) maupun luar
negeri pada 14 hari terakhir.
6. Discarded
a. Seseorang dengan status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RT-PCR 2 kali
negatif selama 2 hari berturut-turut dengan selang waktu >24 jam.
b. Seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa karantina
selama 14 hari.
7. Selesai Isolasi
8
c. Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang
mendapatkan hasil pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif, dengan
ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan
gangguan pernapasan.
8. Kematian
Berdasarkan laporan dari IBI pusat [ CITATION IBI20 \l 1033 ] maka tantangan
pelayanan kebidanan pada masa pandemic COVID-19 sebagai berikut:
1. Pengetahuan ibu dan keluarga terkait COVID-19 dan pelayanan kesehatan bagi ibu
dan bayi baru lahir di era pandemi.
2. Belum semua bidan tersosialisasi pedoman pelayanan KIA, KB & Kespro di era
pandemi dan New Normal.
3. Di era pandemi COVID-19, - fasilitas kesehatan baik primer / tempat PMB maupun
rujukan harus betulbetul siap dalam pemenuhan APD, sarana prasarana dan SDM.
4. Keselamatan bidan & pasien harus dilindungi - diperlukan penyesuaian pelayanan
agar terhindar dari penularan.
9
5. Akses pelayanan kebidanan diera pandemi covid-19 mengalami perubahan – faskes
primer/PMB membatasi pelayanan.
6. Tingginya kasus penderita COVID 19 yang dirawat di RS rujukan berpengaruh
terhadap penanganan pelayanan rujukan maternal dan neonatal.
10
Penularan COVID-19 terjadi melalui kontak, droplet dan airborne. Untuk itu perlu
dijaga proses penularan ini terjadi pada tenaga kesehatan dan bayinya sendiri.
Isolasi tenaga kesehatan dengan APD yang sesuai dan tatalaksana isolasi bayi dari
Ibu ODP/PDP/terkonfirmasi COVID-19 merupakan fokus utama dalam
manajemen pertolongan persalinannya. Selain itu, jaga jarak minimal 1 meter jika
tidak diperlukan tindakan.
Level APD yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini.
11
Isolation Room (AIIR) pasien harus ditransfer secepat mungkin ke fasilitas di
mana fasilitas isolasi khusus tersedia.
Penggunaan pengobatan di luar penelitian harus mempertimbangkan analisis
riskbenefit dengan menimbang potensi keuntungan bagi ibu dan keamanan bagi
janin. Saat ini tidak ada obat antivirus yang disetujui oleh FDA untuk pengobatan
COVID-19, walaupun antivirus spektrum luas digunakan pada hewan model
MERS sedang dievaluasi untuk aktivitas terhadap COVID-19.
1. Pelayanan Antenatal
12
kesehatan) atau melalui media komunikasi secara daring (video
komunikasi secara daring (video conference).
conference).
Jika tidak ada gejala COVID-19, maka dilakukan skrining oleh Dokter
di FKTP.
13
Skrining faktor risiko persalinan dilakukan oleh Dokter dengan
menerapkan protokol kesehatan. Skrining dilakukan untuk menetapkan :
14
dilakukan tatalaksana secara komprehensif (kemungkinan juga dibutuhkan
penanganan spesialistik selain oleh Dokter Sp.OG)
f. Pada ibu hamil dengan kontak erat, suspek, probable, atau terkonfirmasi
COVID-19, pemeriksaan USG ditunda sampai ada rekomendasi dari episode
isolasinya berakhir. Pemantauan selanjutnya dianggap sebagai kasus risiko
tinggi
g. Ibu hamil diminta mempelajari dan menerapkan buku KIA dalam kehidupan
sehari-hari.
Mengenali TANDA BAHAYA pada kehamilan. Jika ada keluhan atau
tanda bahaya, ibu hamil harus segera memeriksakan diri ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
Ibu hamil harus memeriksa kondisi dirinya sendiri dan gerakan janinnya.
Jika terdapat risiko/tanda bahaya (tercantum dalam buku KIA), seperti
mual-muntah hebat, perdarahan banyak, gerakan janin berkurang, ketuban
pecah, nyeri kepala hebat, tekanan darah tinggi, kontraksi berulang, dan
kejang atau ibu hamil dengan penyakit diabetes mellitus gestasional, pre
eklampsia berat, pertumbuhan janin terhambat, dan ibu hamil dengan
penyakit penyerta lainnya atau riwayat obstetri buruk, maka ibu harus
memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pastikan gerak janin dirasakan mulai usia kehamilan 20 minggu. Setelah
usia kehamilan 28 minggu, hitunglah gerakan janin secara mandiri
(minimal 10 gerakan dalam 2 jam). Jika 2 jam pertama gerakan janin
belum mencapai 10 gerakan, dapat diulang pemantauan 2 jam berikutnya
sampai maksimal dilakukan hal tersebut selama 6x (dalam 12 jam). Bila
belum mencapai 10 gerakan selama 12 jam, ibu harus segera datang ke
Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk memastikan kesejahteraan janin.
Ibu hamil diharapkan senantiasa menjaga kesehatan dengan
mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, menjaga kebersihan diri dan
tetap melakukan aktivitas fisik berupa senam ibu hamil/
yoga/pilates/peregangan secara mandiri di rumah agar ibu tetap bugar dan
sehat.
Ibu hamil tetap minum Tablet Tambah Darah (TTD) sesuai dosis yang
diberikan oleh tenaga kesehatan.
15
h. Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil dengan status suspek,
probable, atau terkonfirmasi positif COVID-19 dilakukan dengan
pertimbangan dokter yang merawat.
i. Pada ibu hamil suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID-19, saat
pelayanan antenatal mulai diberikan KIE mengenai pilihan IMD, rawat
gabung, dan menyusui agar pada saat persalinan sudah memiliki pemahaman
dan keputusan untuk perawatan bayinya.
j. Konseling perjalanan untuk ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya tidak melakukan
perjalanan ke luar negeri atau ke daerah dengan transmisi lokal/ zona merah
(risiko tinggi) dengan mengikuti anjuran perjalanan (travel advisory) yang
dikeluarkan pemerintah. Dokter harus menanyakan riwayat perjalanan
terutama dalam 14 hari terakhir dari daerah dengan penyebaran COVID-19
yang luas.
16
memiliki ruangan isolasi khusus yang memenuhi syarat Airborne Infection
Isolation Room (AIIR), pasien harus dirujuk secepat mungkin ke fasilitas di
mana fasilitas isolasi khusus tersedia. Diperlukan koordinasi lintas sektor dan
Pemerintah Daerah untuk menangani ibu hamil yang diduga/diketahui
COVID-19 ditempat isolasi khusus di Kab/Kotanya.
G. KESIMPULAN
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit infeksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome virus corona
2 (SARS-CoV-2) atau yang sering disebut virus Corona.
Kasus COVID-19 dikategorikan dalam beberapa kategori yaitu: Kasus Suspek,
Kasus Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, istilah yang digunakan pada pedoman
sebelumnya adalah Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP),
Orang Tanpa Gejala (OTG).[ CITATION POG2O \l 1033 ]
Dalam situasi pandemi COVID-19 ini, banyak pembatasan hampir ke semua
layanan rutin termasuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Seperti ibu hamil
menjadi enggan ke puskesmas atau fasiltas pelayanan kesehatan lainnya karena takut
17
tertular, adanya anjuran menunda pemeriksaan kehamilan dan kelas ibu hamil, serta
adanya ketidaksiapan layanan dari segi tenaga dan sarana prasarana termasuk Alat
Pelindung Diri. Hal ini menyebabkan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
menjadi salah satu layanan yang terkena dampak, baik secara akses maupun kualitas.
Adanya pandemi COVID-19 ini menciptakan beberapa protokol terhadap pelayanan
kehamilan. Untuk meminimalisir kontak dengan orang lain yang dapat menyebabkan
penularan coronavirus. WHO pun merubah anjuran dalam melakukan ANC menjadi
minimal 6x dari sebelumnya minimal 4x Pelayanan antenatal (Antenatal Care/ANC) pada
kehamilan normal minimal 6x dengan rincian 2x di Trimester 1, 1x di Trimester 2, dan 3x
di Trimester 3. Minimal 2x diperiksa oleh dokter saat kunjungan 1 di Trimester 1 dan saat
kunjungan ke 5 di Trimester 3.
H. DAFTAR PUSTAKA
https://bit.ly/RekomendasiPOGIdanIDAI
Kemenkes, R. (2020). Pedoman Bagi Ibu Hamil, Ibu Nifas, dan Bayi Baru Lahir
Selama Social Distancing. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Materi KIE tentang Lindungi Ibu Hamil, Ibu Bersalin, Ibu Nifas dan Bayi Baru Lahir
dari COVID-19
http://kesga.kemkes.go.id/
18
COVID, G. T. (2020). Protokol Petunjuk Praktis Layanan Kesehatan Ibu dan Bayi
Baru Lahir Selama Pandemi COVID 19 Nomor: B-4 (05 April 2020). Jakarta: Gugus
Tugas Percepatan Penanganan COVID 19.
IBI. (2020). Situasi Pelayanan Kebidanan pada Masa Pandemi COVID-19. Situasi
Pelayanan Kebidanan pada Masa Pandemi COVID-19 WEBINAR, (pp. 1-32).
19