Anda di halaman 1dari 21

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Praktik Mandiri bidan Yullies Eka F., S.tr.keb .,Bdn berada di jalan

Ramin II No.99,Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya, Kalimantan

Tengah. Praktik Mandiri Bidan Yullies Eka F.,S.Tr.keb.,Bdn berdiri pada

tahun 2014 dan berada di Wilayah kerja Puskesmas Penarung.

Praktik Mandiri bidan Yullies Eka F., S.tr.keb.,Bdn Memfasilitasi

asuhan kebidanan seperti persalinan 24 jam ,ANC, program KB, imunisasi,

senam yoga, studio foto baby, di PMB tersebut terdapat 4 asisten yang

memebantu dalam pelayanan asuhan kebidan. Di PMB tersebut memiliki 4

ruangan yang masing masing fungsinya, 1 ruang Tunggu, 1 ruangan

periksa, 1 ruang bersalin, 1 ruang Nifas, 2 kamar mandi/WC.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Univariat

a. Pengguna Kontrasepsi Hormonal

Tabel 4.1 Distribusi frekuansi Akseptor KB Hormonal

berdasarkan Pengguna Kontrasepsi Hormonal

Pengguna
Frekuansi %
Kontrasepsi
Pil 5 9.3%
Implan 2 3.7%
Suntik 47 8.7%
Total 54 100.0%
Sumber : Data Primer,2022

54
55

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa dari 54 responden

yang menggunakan KB hormonal Pil sebanyak 5 responden

(9.3%), Implan sebanyak 2 responden (3.7%) dan suntik sebanyak

47 responden (8.7%).

b. Umur

Tabel 4.2 Distribusi karakteristik ibu akseptor KB

Hormonal berdasarkan umur.

Pengguna kontrasepsi
Umur Total
Pil Implant Suntik
n (%) n (%) N (%) n (%)
<20 100. 100.
0 0.0% 0 0.0% 2 2
Tahun 0% 0%
20- 90.3 31 100.
3 9.7% 0 0.0% 28
35Tahun % 0%
>35 81.0 21 100.
2 9.5% 2 9.5% 17
Tahun % 0%
87.0 54 100.
Total 5 9.3% 2 3.7% 47
% 0%
Sumber : Data Primer,2022

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan bahwa dari 54 responden

berdasarkan umur <20 tahun sebanyak 0 (0.0%) dengan

kontrasepsi pil ,impalant sebanyak 0 (0.0%), suntik sebanyak 2

(100%), diikuti dengan 20 tahun – 35 tahun sebanyak 3 (9.7%)

dengan pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak 0 (0.0%),

suntik sebanyak 28 (90.3%). Selanjutnya umur >35 tahun

sebanyak 2 (9.5%) pengguna pil, implant sebanyak 2 (9.5%),

suntik sebanyak 17 (81.0%).


56

c. Pendidikan

Tabel 4.3 Distribusi karakteristik ibu akseptor KB

Hormonal berdasarkan pendidikan.

Pendidika Pengguna kontrasepsi


Total
n Pil Implant Suntik
n (%) n (%) n (%) n %
2
Pendidika 4.3 2 100.0
2 8.7% 1 87.0% 3
n Dasar % 0 %
Pendidika 2
12.5 4.2 2 100.0
n 3 1 83.3% 4
% % 0 %
Menengah
Pendidika 0.0 100.0 7 100.0
0 0.0% 0 7
n Tinggi % % %
5
3.7 4 100.0
Total 5 9.3% 2 87.0% 4
% 7 %
Sumber : Data Primer 2022

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa dari 54 responden

berdasarkan pendidikan Dasar (SD) sebanyak 2 (8.7%) dengan

pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak 1 (4.3%), suntik

sebanyak 20 (87.0%), di ikuti Pendidikan Menengah (SMP,SMA)

sebanyak 3 (12.5%) pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak 1

(4.3%), suntik sebanyak 20 (83.3%). Selanjutnya Pendidikan

Tinggi (DI, DIII, S1 dan seterusnya) sebanyak 0 (0.0%) pengguna

kontrasepsi pil, implant sebanyak 0 (0.0%), suntik sebanyak 7

(100.0%).
57

d. Pekerjaan

Tabel 4.4 Distribusi karakteristik ibu akseptor KB

Hormonal berdasarkan pendidikan.

Pengguna kontrasepsi
Total
Pekerjaan Pil Implant suntik
n (%) n (%) n (%) n (%)
15
Bekerja 1 6.7% 1 6.7% 13 86.7% 100.0%
Tidak 39
4 10.3% 1 2.6% 34 87.2% 100.0%
bekerja
54
Total 5 9.3% 2 3.7% 47 87.0% 100.0%

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa dari 54

responden berdasarkan bekerja sebanyak 1 (6.7%) dengan

pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak 1 (6.7%), suntik

sebanyak 13 (86.7%). Selanjutnya ibu tidak bekerja sebanyak 4

(10.3%) pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak 1 (2.6%),

suntik sebanyak 34 (87.2%).

e. Paritas

Tabel 4.5 Distribusi karakteristik ibu akseptor KB

Hormonal berdasarkan paritas.

Pengguna kontrasepsi
Paritas Total
pil Implant suntik
N (%) n (%) n (%) n (%)
1
1 100.0
Primipara 1 7.7% 1 7.7% 84.6% 3
1 %
3
12.0 2 100.0
Multipara 4 0 0.0% 87.1% 1
% 7 %
Grandemultip 0 0.0% 1 10.0 9 90.0% 1 100.0
ara % 0 %
58

5
4 87.00 100.0
Total 5 9.3 2 37% 4
7 % %

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukan bahwa dari 54

responden berdasarkan Primipara sebanyak 1 (7.7%) dengan

pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak 1 (7.7%), suntik

sebanyak 11 (84.6%), di ikuti dengan Multipara sebanyak 4

(12.0%) pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak 0 (0.0%),

suntik sebanyak 27 (87.1%). Selanjutnya Grandemultipara

sebanyak 0 (0.0%) pengguna pil, implant sebanyak 1 (100.0%),

suntik9 (90.0%).

f. Pendapatan keluarga

Tabel 4.6 Distribusi karakteristik ibu akseptor KB

Hormonal berdasarkan pendapatan keluarga.

Pengguna kontrasepsi
Pendapatan Total
pil Implant Suntik
Keluarga
n (%) n (%) n (%) n %
<UMR
0.0 0.0 100.0 9 100.0
Rp.2.931.67 0 0 9
% % % %
4
≥UMR 4
4.4 4.4 3 100.0
Rp.2.931.67 5 2 84.4% 5
% % 8 %
4
5
9.3 3.7 4 100.0
Total 5 2 87.0% 4
% % 7 %

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukan bahwa dari 54

responden berdasarkan pendapatan keluarga bekerja <UMR

Rp.2.931.674 sebanyak 0 (0.0%) dengan pengguna kontrasepsi


59

pil, implant sebanyak 0 (0.0%), suntik sebanyak 9 (100.0%).

Selanjutnya pendapatan keluarga ≥UMR Rp.2.931.674

sebanyak 5 (4.4%) pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak

2 (4.4%), suntik sebanyak 38 (84.4%).

g. Dukungan Suami

Tabel 4.7 Distribusi karakteristik ibu akseptor KB

Hormonal berdasarkan dukungan suami.

Pengguna kontrasepsi
Dukungan Total
pil Implant suntik
Suami
n (%) N (%) n (%) n (%)
54
Mendukung 5 9.3% 2 3.7% 47 87.0% 100.0%
54
Total 5 9.3% 2 3.7% 47 87.0% 100.0%

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukan bahwa dari 54

responden berdasarkan dukungan suami sebanyak 5 (9.3%)

dengan pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak 2 (3.7 %),

suntik sebanyak 47 (87.%).

h. Sikap Dukungan Suami

Tabel 4.8 Distribusi karakteristik ibu akseptor KB

Hormonal berdasarkan sikap dukungan suami.

Sikap Pengguna kontrasepsi


Total
Dukungan Pil Implant Suntik
Suami n (%) n (%) n (%) n %
28
Positif 2 7.1% 0 0.0% 26 92.9% 100.0%
11.5 26
Negatif 3 2 7.7% 21 80.8% 100.0%
%
60

54
Total 5 9.3% 2 7.7% 47 87.0% 100.0%

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukan bahwa dari 54

responden berdasarkan sikap dukungan suami positif sebanyak 2

(7.1%) dengan pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak 0

(0.0%), suntik sebanyak 26 (92.9%). Selanjutnya sikap

dukungan suami negatif 3 (11.5%) pengguna kontrasepsi pil,

implant sebanyak 2 (7.7%), suntik sebanyak 21 (80.8%).


61

i. Distribusi pengguna kontrasepsi berdasarkan


karakteristik ibu

Karakteristik Pengguna kontrasepsi


Total
ibu Pil Implant suntik
n (%) n (%) n (%) n (%)
100.0 100.0
20 Tahun 0 0.0% 0 0.0% 2 2
umur % %
20Tahun- 31 100.0
3 9.7% 0 0.0% 28 90.3%
35Tahun %
21 100.0
>35Tahun 2 9.5% 2 9.5% 17 81.0%
%
54 100.0
Total 5 9.3% 2 3.7% 47 87.0%
%
Pendidikan 23 100.0
2 8.7% 1 4.3% 20 87.0%
Dasar %
Pendidikan Pendidikan 12.5 24 100.0
3 1 4.2% 20 83.3%
Menengah % %
Pendidikan 100.0 7 100.0
0 0.0% 0 0.0% 7
Tinggi % %
54 100.0
Total 5 9.3% 2 3.7% 47 87.0%
%
100.0
bekerja 1 6.7% 1 6.7% 13 86.7% 15
%
Pekerjaan Tidak 10.3 39 100.0
4 1 2.6% 34 87.2%
bekerja % %
Total 54 100.0
5 9.3% 2 3.7% 47 87.0%
%
Paritas 13 100.0
Primipara 1 7.7% 1 7.7% 11 84.6%
%
12.0 31 100.0
Multipara 4 0 0.0% 27 87.1%
% %
Grandemul 10.0 10 100.0
0 0.0% 1 9 90.0%
tipara % %
Total 87.00 54 100.0
5 9.3 2 37% 47
% %
<UMR
100.0 9 100.0
Rp.2.931.6 0 0.0% 0 0.0% 9
% %
Pendapata 74
n Keluarga ≥UMR
45 100.0
Rp.2.931.6 5 4.4% 2 4.4% 38 84.4%
%
74
Total 54 100.0
5 9.3% 2 3.7% 47 87.0%
%
62

4.3 Pembahasan

4.3.1 Pengguna KB Hormonal

Berdasarkan data dari hasil penelitian di PMB Y bahwa

gambaran akseptor Keluarga Berencana Hormonal Di PMB Y Kota

Palangka Raya menunjukan dari 54 responden yang menggunakan kb

hormonal dengan jenis kontrasepsi suntik yang paling terbanyak

sebanyak 47 responden (8,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian

(Oktaviandini et al., 2019) yang berisi berbagai pertanyaan mengenai

KB di dapatkan hasil yang menggunakan suntik 1 bulan sebanyak 93

responden (25,6%) dan suntik 3 bulan sebanyak 95 responden

(26,2%). Hal ini menunjukkan bahwa suntik 3 bulan lebih di minati

daripada suntik 1 bulan.

Menurut Iqmy (2016) suntik 3 bulan sangat diminati oleh

responden karena beberapa faktor diantaranya suntik 3 bulan mudah

di peroleh dan mudah dilakukan serta harga yang cukup terjangkau

sehingga responden lebih banyak memilih metode kontrasepsi ini.

Keuntungan kontrasepsi suntik depoprogesteon yaitu sangat efektif,

pencegahan kehamilan jangka panjang, tidak berpengaruh pada

hubungan suami istri, tidak mengandung estrogen sehingga tidak

berdampak serius terhadap penyakit jantung, dan gangguan

pembekuan darah, tidak memiliki pengaruh terhadap ASI, klien tidak

perlu menyimpan pil, sedikit efek samping, dapat digunakan oleh


63

perempuan > 35 tahun sampai perimenopause, membantu mencegah

kanker endometrium dan kehamilan ektopik, menurunkan kejadian

penyakit jinak payudara, mencegah beberapa penyebab penyakit

radang panggul, menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell)

Apriyani (Putri, 2019).

Hormonal termasuk dalam metode kontrasepsi afektif,

kontrasepsi Hormonal adalah suatu alat atau obat kontrasepsi yang

bertujuan untuk mencegah kehamilan dimana yang akan mengubah

produksi hormon pada tubuh wanita dalam konsepsi (Saswita, 2017).

Kontrasepsi jenis suntik merupakan salah satu metode yang digunakan

untuk mencegah kehamilan dan selalu menjadi primadona di kalangan

negara-negara berkembang. Cara kerja kontrasepsi suntik dalam

mencegah kehamilan adalah dengan membauat dinding uterus

menjadi lebih kental sehingga sperma sulit menembusnya untuk

melakukan pembuahan. Selain itu, kontrasepsi jenis sunik juga bekeja

dengan cara mencegah ovum (sel telur) yang sudah dibuahi menempel

ke dinding uterus sehingga proses kehamilan dapat dicegah (Matahari,

Utami, & Sugiharti, 2018). Kontrasepsi suntik merupakan salah satu

metode kontrasepsi jenis hormonal yang mampu mencegah terjadinya

kehamilan hingga mencapai 99% (Rusmini et al., 2017). Inilah yang

menjadi salah satu alasan mengapa kontrasepsi jenis suntik banyak

sekali peminatnya. Selain itu, penggunaan kontrasepsi suntik yang

tidak ribet karena hanya dengan sekali suntikan, maka hingga 1 atau 3
64

bulan bisa bebas melakukan hubungan seksual tanpa harus

menggunakan pengaman. Harganya yang murah juga salah satu hal

yang menjadi nilai lebih.

4.3.2 Umur

Berdasarkan hasil penelitian di PMB Y Kota Palangka Raya

menunjukkan bahwa dari 54 responden berdasarkan umur penggunak

kb hormonal terbanyak yaitu 20 tahun – 35 tahun sebanyak 3 (9.7%)

dengan pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak 0 (0.0%), suntik

sebanyak 28 (90.3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

(Ilmiah et al., 2019) menunjukkan bahwa kontrasepsi KB suntik

kombinasi dan 3 bulan pada rentang usia 20 – 35 tahun sama

jumlahnya yaitu sebesar 15 akseptor (50%), pada jenis kontrasepsi KB

suntik kombinasi rentan usia ≥35 tahun sebesar 6 akseptor (30%),

sedang pada kontrasepsi KB suntik progestin pada rentan usia ≥35

tahun sebesar 14 akseptor (70%). Karakteristik pendidikan menengah

pada aksepor KB suntik progestin sebanyak 21 akseptor (62%), pada

KB suntik kombinasi sebanyak 13 akseptor (38%).

Dalam hasil penelitian Dewi juga menyatakan bahwa umur

sangat menentukan seseorang dalam memilih kontrasepsi. Seseorang

dengan umur 20 – 35 tahun termasuk dalam fase menjarangkan

kehamilan dengan cara mengatur jarak kehamilan yang baik yaitu

antara 2 – 4 tahun dan cenderung akan memilih metode kontrasepsi


65

suntik yang berjangka pendek sehingga tidak perlu repot jika ingin

mengganti atau menghentikan penggunaan metode kontrasepsi suntik.

Seseorang dengan umur ≥ 35 tahun kemungkinanan menginginkan

untuk mengakhiri kehamilan 45 sehingga lebih memilih metode lain

yang berjangka pangjang, misalnya IUD atau implant.

Umur mempengaruhi akseptor dalam menggunakan alat-alat

kontrasepsi, dari faktor usia dapat ditentukan fase-fase usia kurang

dari 20 tahun merupakan fase menunda kehamilan, usia 20-35 tahun

merupakan fase menjarangkan kehamilan, usia antara 35 tahun lebih

merupakan fase mengakhiri kehamilan (Saifuddin, 2016).

4.3.3 Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian di PMB Y Kota Palangka Raya

menunjukkan bahwa dari 54 responden yang menggunakan KB

hormonal dengan pendidikan terbanyak adalah Pendidikan Menengah

(SMP,SMA) sebanyak 3 (12.5%) pengguna kontrasepsi pil, implant

sebanyak 1 (4.3%), suntik sebanyak 20 (83.3%). Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian (Ilmiah et al., 2019). Berdasarkan tingkat

pendidikan, dapat diketahui bahwa kontrasepsi hormonal cenderung

dipilih oleh kelompok dengan tingkat pendidikan rendah yaitu dengan

proporsi 64,3%, sedangkan kontrasepsi non hormonal cenderung

dipilih oleh kelompok dengan tingkat pendidikan tinggi.

Tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat


66

menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya

sesuatu hal, termasuknya pemilihan kontrasepsi. Hal ini disebabkan

seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya

dan lebih muda menerimah ide/gagasan yang baru sehingga dapat di

simpulkan bahwa seharusnya orang yang memiliki tingkat pendidikan

yang lebih tinggi akan memilih jenis kontrasepsi MKJP (Kurniawan,

2016). Responden dalam mengambil keputusan tentang jenis alat

kontrasepsi yang digunakan. Penelitian ini didapatkan hasil bahwa

status pendidikan terakhir responden bahwa pendidikan merupakan

suatu usaha atau pengaruh yang diberikan bertujuan untuk proses

pendewasaan. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi pula

pengaruh gaya hidup seseorang (Frida, 2018).

4.3.4 Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian di PMB Y Kota Palangka Raya

menunjukan bahwa 54 responden akseptor KB hormonal berdasarkan

perkerjaan yang paling banyak yaitu ibu tidak bekerja sebanyak 4

(10.3%) pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak 1 (2.6%), suntik

sebanyak 34 (87.2%). Hasil penelitian ini sejalan dengan (Ilmiah et

al., 2019). Kemudian berdasarkan pekerjaan, kontrasepsi hormonal

cenderung dipilih oleh kelompok subjek penelitian yang tidak bekerja

yaitu dengan proporsi 66,7%, sedangkan kontrasepsi

non hormonal cenderung dipilih oleh kelompok subjek yang bekerja


67

yaitu dengan proporsi 40,3%. 

Faktor pekerjaan akan mempengaruhi gangguan fase seksual

pada akseptor KB. Hasil riset menampilkan kebanyakan pekerjaan

responden ialah Bunda Rumah Tangga sebanyak 19 responden

(57,1%). Pekerjaan akseptor KB yang terlalu banyak memerlukan

aktivitas fisik dapat mengakibatkan kelelahan, sehingga gairah

sesksual akan menurun, meskipun secara kemungkinan masih dapat

melakukan senggama Hasil ini sesuai dengan Tahalele, (2018), yang

menyatakan bahwa Wanita cenderung berhubungan seks dan

kehilangan gairah, meskipun mereka mungkin masih bias

berhubungan seks. Wanita seringkali tidak menyadari kondisi

tersebut, sehingga sering menimbulkan masalah dalam hubungan

dengan pasangannya. Suami tidak merasa dicintai oleh istrinya karena

istri terkesan dingin dengan hubungan intim. Penting untuk

mengevaluasi kegiatan ini dengan pasangan, karena saat berhubungan

seks Anda tidak akan menemukan apa pun yang membuat Anda

bahagia.

4.3.5 Paritas

Berdasarkan hasil penelitian di PMB Y Kota Palangka Raya

menunjukan bahwa dari 54 responden akseptor KB hormonal

berdasarkan paritas Multipara sebanyak 4 (12.0%) pengguna

kontrasepsi pil, implant sebanyak 0 (0.0%), suntik sebanyak 27


68

(87.1%).

Pada penelitian Dewi Astuti (2015) didapatkan bahwa akseptor

yang memiliki jumlah anak atau melahirkan 2 – 4 kali lebih banyak

dalam memilih kontrasepsi suntik yaitu sebesar 61,3%. Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa yang memakai KB

suntik ada pada kelompok jumlah anak anara 1 – 5 anak yaitu sebesar

80% pada kelompok jumlah anak 1-2 dan 20% pada kelompok jumlah

anak 3 -5 anak.

Pada penelitian (Ilmiah et al., 2019) Berdasarkan paritas dapat

diketahui bahwa kontrasepsi hormonal cenderung dipilih oleh

kelompok paritas primipara yaitu dengan proporsi 77,8%, sedangkan

kontrasepsi non hormonal cenderung dipilih oleh kelompok paritas

multipara yaitu dengan proporsi 54,2%.

Paritas dan jumlah anak hidup erat kaitannya dengan tingkat

kesejahteraan tinggi umumnya lebih mementingkan kualitas anak

daripada kuantitas anak. Sementara itu pada keluarga miskin, anak

dianggap memiliki nilai ekonomi. Pada umumnya keluarga miskin

lebih banyak mempunyai anak dibandingkan dengan keluarga dengan

tingkat ekonomi menengah keatas. Seorang ibu yang telah melahirkan

lebih dari 1 kali dan kurang dari 5 kali akan cenderung untuk lebih

memilih metode kontasepsi suntik karena berjangka pendek sehingga

masih memungkinkan untuk dihentikan jika mengingikna kehamilan,

sedangkan seseorang yang termasuk kategori grandemultipara


69

(melahirkan ≥ 5 kali) cenderung memilih metode kontrasepsi mantap

atau yang berjangka panjang.(Astuti and Ilyas, 2015) Menurut Nadya

sebagian besar responden mempunyai jumlah anak hidup yang cukup

(≤2 anak) alasan mereka menunda untuk mempunyai anak karena

ingin mempunyai keluarga kecil bahagia sejahtera serta tidak ingin

terbebani ketika mempunyai jumlah anak yang banyak seperti tidak 48

mampu membiayai kebutuhan anak ketika sudah dewasa, tidak

mampu untuk menekolahkan anak dan lain sebagainya.(Kusnadi,

Rachmania and Pertiwi, 2019)

4.3.6 Pendapatan Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian di PMB Y Kota Palangka Raya

menunjukan bahwa dari 54 responden akseptor KB hormonal

berdasarkan pendapatan keluarga ≥UMR Rp.2.931.674 sebanyak 5

(4.4%) pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak 2 (4.4%), suntik

sebanyak 38 (84.4%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan penghasilan akseptor KB suntik

progestin yang ≥ Rp 1.701.000,00 sebesar 29 akseptor (58%),

sedangkan yang memakai KB suntik kombinasi sebesar 21 akseptor

(42%). Akseptor KB suntik baik yang menggunakan metode 1 bulan

maupun 3 bulan dengan penghasilan < Rp 1.701.000,00 menunjukkan

tidak ada akseptor yang menggunakan metode KB suntik keduanya.

Menurut hasil penelitian Yurike dkk, faktor penghasilan


70

akseptor KB suntik progestin yang terbanyak pada golongan

penghasilan antara Rp 1.500.000,00 – Rp 2.000.000,- yaitu sebesar

(50%). Hasil tersebut menunjukkan ekonomi akseptor KB termasuk

pada golongan ekonomi cukup baik.(Toefl, 2018).

Tinggi rendahnya sosial dan keadaan ekonomi penduduk di

Indonesia akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan progam

KB di Indonesia. Contoh : keluarga dengan penghasilan cukup akan

lebih mampu mengikuti program KB dari pada keluarga tidak mampu,

karena bagi keluarga yang kurang mampu KB bukan termasuk

kebutuhan pokok (Handayani, 2018).

4.3.7 Dukungan Suami

Berdasarkan hasil penelitian di PMB Y Kota Palangka Raya

menunukan bahwa 54 responden Akseptor KB hormonal berdasarkan

dukungan suami sebanyak 5 (9.3%) dengan pengguna kontrasepsi pil,

implant sebanyak 2 (3.7 %), suntik sebanyak 47 (87.%). Hasil

penelitian ini sejlan dengan penelitian Sartika & Qomariah (2020).

Mayoritas dukungan suami yang mendukung 31 orang dengan 54,4%.

Hasil analisis bivariate dengan menggunakan uji chi square diperoleh

nilai p =.000 yang artinya ada hubungan dukungan suami dengan

penggunaan KB suntik.

Dukungan suami adalah sumber daya sosial yang dapat

digunakan dalam menghadapi tekanan pada individu yang


71

membutuhkan. Dukungan suami dapat diungkapkan melalui

penghargaan dan minat kepada istri, toleran, menunjukkan kasih

sayang serta membantu dalam menghadapi suatu masalah yang

dialami oleh istri (Mufdlilah, 2016).

4.3.8 Sikap Dukungan Suami

Berdasarkan hasil penelitian di PMB Y Kota Palangka Raya

menunjukan bahwa 54 reponden akseptor KB hormonal berdasarkan

sikap dukungan suami. sikap dukungan suami positif sebanyak 2

(7.1%) dengan pengguna kontrasepsi pil, implant sebanyak 0 (0.0%),

suntik sebanyak 26 (92.9%) hal ini menunjukkan bahwa responden

yang mendapat dukunagn suami positif untuk menggunakan KB

Hormonal baik dukungan secara informasional, Dukungan

instrumental, Dukungan emosional dan penghargaan, tetapi masih

masih banyak yang belum menggunakan KB Hormonal karena rasa

takut yang masib ada. Sedangkan sikap suami yang bersikap negative

ini karenakan suami sibuk bekerja dan acuh terhadap KB Hormonal.

Hasil penelitian (Herlina et al., 2021) menunjukan bahwa pad

respondenyang mendapat dukungan suami mayoritas tidak

menggunakan suntik KB 1 bulan sebanyak 68 orang (61,3%)

sedangkan responden yang mendapat dukungan suami mayoritas

menggunakan suntik KB 1 bulan sebanyak 92 orang (66,2%).

Berdasarkan hasil uji chi squer di peroleh hasil nilai p value – 0,05
72

yaitu 0,000 yang artinya terdapat hubungan antara dukungan suami

dengan pengguna suntik KB 1 bulan. Responden yang tidak dapat

menggunakan KB suntik 1 bulan beresiko tiga kali tidak

menggunakan suntik KB 1 bulan begitu pula sebaliknya.


73

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Akseptor

Kontrasepsi Suntik Di PMB Y Di Kota Palangka Raya tahun 2022

memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Pengguna Akseptor KB Hormonal terbanyak adalah suntik paling

banyak yaitu 47 responden (8,7%)

2. AkseptorKB Hormonal paling banyak dengan umur 20tahun- 35 tahun

sebanyak 31 responden (57,4%)

3. Akseptor KB Hormonal memiliki tingkat pendidikan menengah (SMP,

SMA) sebanyak 24 responden (44.4%)

4. Akseptor KB Hormonal paling banyak dengan pekerjaan tidak bekerja

39 responden (72.25%)

5. Akseptor KB Hormonal paling banyak dengan jumlah anak hidup 2 -4

anak yaitu multipara sebanyak 31 responden (57,4%)

6. Akseptor KB hormonal paling banyak memiliki penghasilan ≥ Rp

2.963.1674 sebanyak 45 responden ( 83.3%)

7. Akseptor KB hormonal paling banyak memiliki Dukungan Suami

sebanyak 54 responden (100.0%)

8. Akseptor KB hormonal paling banyak memiliki Sikap Dukungan Suami

positif sebanyak 28 responden (51.9%)

69
74

5.2. Saran

Penelitian yang telah dilakukan dapat dikemukakan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengembangkan

karakteristik yang akan diteliti.

2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan kepustakaan untuk menambah

referensi-referensi yang sudah ada.

3. Disarankan untuk memperhatikan karakteristik umur, paritas, tingkat

pendidikan dan penghasilan dalam memberikan konseling kepada calon

akseptor KB Hormonal.

Anda mungkin juga menyukai