Anda di halaman 1dari 28

Hubungan Status Vaksinasi dengan Severity Pasien Covid-19 di RS Panti

Wilasa dr. Cipto Periode Mei 2021 - Juli 2021

Usulan Penelitian

2021
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

COVID-19 (coronavirus disease 2019) adalah penyakit yang disebabkan oleh


jenis coronavirus baru yaitu Sars-CoV-2, yang dilaporkan pertama kali di Wuhan
Tiongkok pada tanggal 31 Desember 2019. Di Indonesia, 233.519 orang terinfeksi
oleh penyakit yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome-
Coronavirus 2 (SARS-COV2) ini. Gejala dari infeksi virus ini dapat melibatkan
banyak organ, namun manifestasi system respirasi adalah yang paling umum
dijumpai. Saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk COVID-19. Di
Indonesia, studi COVID-19 masih terbatas jumlahnya.
Sebuah penelitian mengenai gejala klinis pasien COVID-19 pada 41 pasien
melaporkan bahwa sebagian besar pasien adalah laki-laki, dengan penyakit
komorbid sebelumnya. Gejala umum yang dikeluhkan adalah demam 98.6%,
kelelahan 69.6%, batuk kering 59.4%. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan limfopenia 70.3%, pemanjangan waktu prothrombin 58%, peningkatan
laktat dehydrogenase 39.9%. Mengingat bahwa penyebaran COVID-19, morbiditas
dan mortalitas secara global sangat mengkhawatirkan, para peneliti melakukan studi
untuk menentukan segera faktor- faktor kemungkinan yang terkait dengan
eksaserbasi penyakit ini. Namun, secara spesifiknya komorbiditas yang dimaksud
belum ditetapkan secara pasti.
Pasien terkonfirmasi Covid-19 yang memasuki fase kritis memerlukan unit
perawatan intensif (ICU) dengan ventilasi mekanis atau memiliki fraksi oksigen
inspirasi (FiO2) minimal 60% atau lebih. Walau keputusan untuk memasangkan
pasien dengan COVID-19 pada ventilator belum jelas dan begitu pula hasilnya.
Strategi penatalaksanaan gagal napas akut cukup sama di seluruh sistem. Segala
upaya dilakukan untuk menghindari intubasi jika memungkinkan, dengan
penggunaan kanula reservoir dan kanula nasal aliran tinggi (HFNC). Pasien
dipertahankan dalam posisi tengkurap selama 16 jam atau lebih saat dilakukan.
Perawatan diberikan atas kebijaksanaan dokter dan tergantung pada ketersediaan
obat maupun peralatan. Perawatan secara farmakoterapi yang digunakan termasuk
hydroxychloroquine, toculizumab, plasma convalescent, remdesivir (baik digunakan
melalui uji klinis), dan sarilumab.

1.2 Rumusan Masalah

Vaksinasi merupakan upaya kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien


dalam mencegah beberapa penyakit menular berbahaya. Sejarah telah mencatat
besarnya peranan vaksinasi dalam menyelamatkan masyarakat dunia dari kesakitan,
kecacatan bahkan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Vaksinasi
(PD3I). Dalam upaya penanggulangan pandemi COVID-19, vaksinasi COVID-19
bertujuan untuk mengurangi transmisi/penularan COVID-19, menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat COVID-19, mencapai kekebalan kelompok di
masyarakat (herd imunity) dan melindungi masyarakat dari COVID-19 agar tetap
produktif secara sosial dan ekonomi. Upaya vaksinasi COVID-19 telah dilakukan
oleh berbagai negara termasuk Indonesia. Dalam penerapan vaksinasi tersebut
dibutuhkan kepastian dari aspek efektivitas dan efisiensi. Dengan demikian peneliti
tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan status vaksinasi dengan severity
pasien Covid-19

1.3 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara vaksinasi COVID-19 dengan Severity pasien COVID-19


di RS Panti Wilasa dr. Cipto 

1.4 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara vaksinasi COVID-19 dengan Severity pasien COVID-


19 di RS Panti Wilasa dr. Cipto periode Mei 2021 - Juli 2021

1.5 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi responden vaksinasi COVID-19 di RS Panti


Wilasa dr. Cipto periode Mei 2021 - Juli 2021

2. Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan kategori severity pasien


COVID-19 di RS Panti Wilasa dr. Cipto periode Mei 2021 - Juli 2021
1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1   Bagi Peneliti

Meningkatkan wawasan ilmu peneliti dan untuk memberikan sumbangan informasi


di bidang Penelitian dalam hal hubungan antara vaksinasi COVID-19 dengan
severity pasien COVID-19 

1.6.2   Bagi Pembaca

Untuk memberikan sumbangan informasi kepada pembaca mengenai peran vaksinasi


COVID-19 yang mempengaruhi severity pasien COVID-19, mengingat pentingnya
vaksinasi COVID-19 sebagai salah satu tindakan untuk menurunkan severity pasien
COVID-19.

1.6.3   Bagi Instansi Rumah Sakit

Dapat digunakan sebagai informasi mengenai hubungan antara vaksinasi Covid-19


dengan Severity pasien COVID-19 di RS Panti Wilasa dr. Cipto periode Mei 2021 -
Juli 2021
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.       Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

COVID-19 telah menginfeksi sekitar 30 juta orang di dunia sejak pertama


kali dilaporkan di Wuhan, China pada Desember 2019.1 Di Indonesia, 233.519
orang terinfeksi oleh penyakit yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory
Syndrome- Coronavirus 2 (SARS-COV2) ini. Hingga pertengahan September 2020,
9336 pasien COVID-19 dilaporkan meninggal.2
Manifestasi klinis dari COVID-19 sangat bervariasi, mulai dari gejala ringan
hingga berat dan kritis. Gejala dari infeksi virus ini dapat melibatkan banyak organ,
namun manifestasi system respirasi adalah yang paling umum dijumpai. Gejala
infeksi saluran nafas bawah dapat berupa demam, batuk, dan sesak nafas.3 Kondisi
yang berat dapat berupa hipoksia yang signifikan dan gagal nafas (ARDS).4
Pasien COVID-19 yang kritis tersebut memerlukan perawatan intensif di
ICU. Ventilasi mekanik juga mungkin dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen pasien dengan gagal nafas. Namun, bila masih memungkinkan, pemberian
oksigen bisa menggunakan simple mask atau high-flow nasal cannula (HNFC) untuk
menghindari tidakan invasif. Sedangkan pada pasien sepsis, syok dapat terjadi
sehingga terapi cairan dan vasopressor sangat dibutuhkan. Saat ini belum ada
pengobatan yang efektif untuk COVID-19. Namun, beberapa regimen seperti
regimen WHO, klorokuin dan kortikosteroid telah digunakan di beberapa sentra di
Indonesia.5
Luaran pasien COVID-19 kritis di ICU diperkirakan masih buruk Data awal
dari sentra tunggal di Wuhan memperlihatkan angka kematian signifikan dengan
61.5% pasien meninggal dalam 28 hari rawatan ICU.6 Sejak itu, penelitian
multisentra mulai berkembang, dan penelitian nasional di Swedia menunjukkan
persentase kematian yang lebih rendah, 26,7% dalam 30 hari.7 Namun, data dari
Amerika Serikat memperlihatkan mortalitas ICU yang tinggi terutama pada pasien
dengan ventilasi mekanik. Kondisi ini juga ditemukan pada sentra dengan fasilitas
yang memadai.8
Di Indonesia, studi COVID-19 masih terbatas jumlahnya. Beberapa riset
telah mencoba untuk mendeskripsikan karakteristik dan komorbiditas pada pasien
dengan infeksi SARS-COV2.9 Namun, belum ada publikasi yang membahas pasien
COVID-19 di ICU secara khusus. Data populasi ini sangat krusial dalam
menentukan prognosis dan mengevaluasi pendekatan penanganan yang telah
dilaksanakan selama ini.

 2.2.       Patofisiologi COVID-19

  Patofisiologi COVID-19 diawali dengan interaksi protein spike virus dengan sel
manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan terjadi dan memfasilitasi
ekspresi gen yang membantu adaptasi severe acute respiratory syndrome virus
corona 2 pada inang. Rekombinasi, pertukaran gen, insersi gen, atau delesi, akan
menyebabkan perubahan genom yang menyebabkan outbreak di kemudian hari.10

Severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2)


menggunakan reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan
pada traktus respiratorius bawah manusia dan enterosit usus kecil sebagai reseptor
masuk. Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE2 pada permukaan
sel manusia. Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur receptor binding domain
(RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi membran antara sel virus
dan sel inang.10

Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam sitoplasma
sel inang. RNA virus akan mentranslasikan poliprotein pp1a dan pp1ab dan
membentuk kompleks replikasi-transkripsi (RTC). Selanjutnya, RTC akan
mereplikasi dan menyintesis subgenomik RNA yang mengodekan pembentukan
protein struktural dan tambahan.11

Gabungan retikulum endoplasma, badan golgi, genomik RNA, protein


nukleokapsid, dan glikoprotein envelope akan membentuk badan partikel virus.
Virion kemudian akan berfusi ke membran plasma dan dikeluarkan dari sel-sel yang
terinfeksi melalui eksositosis. Virus-virus yang dikeluarkan kemudian akan
menginfeksi sel ginjal, hati, intestinal, dan limfosit T, dan traktus respiratorius
bawah, yang kemudian menyebabkan gejala pada pasien.11
2.3.       Manifestasi Klinis
  Sebuah penelitian mengenai gejala klinis pasien COVID-19 pada 41 pasien
melaporkan bahwa sebagian besar pasien adalah laki-laki, dengan penyakit
komorbid sebelumnya. Gejala umum yang dilaporkan adalah demam (98%), batuk
(76%) dan mialgia atau kelelahan 44%. Gejala lain yang dilaporkan adalah produksi
sputum (28%), sakit kepala (8%), hemoptisis (5%) dan diare (3%). Sesak napas
terjadi pada 55%, sebanyak 63% dengan limfopenia. Semua pasien terjadi
pneumonia pada pemeriksaan CT scan toraks. Komplikasi yaitu ARDS, anemia,
kelainan jantung akut dan infeksi sekunder.3,4

Penelitian dari Wuhan dengan sampel yang lebih besar (138 pasien)
menemukan rerata usia pasien adalah 56 tahun (kisaran 22-92 tahun), 54.3% adalah
laki-laki. Gejala umum yang dikeluhkan adalah demam 98.6%, kelelahan 69.6%,
batuk kering 59.4%. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
limfopenia 70.3%, pemanjangan waktu prothrombin 58%, peningkatan laktat
dehydrogenase 39.9%. Hasil pemeriksaan CT scan toraks didapatkan gambaran
bilateral patchy shadow atau ground glass opacity pada semua pasien.5

Manifestasi klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID3,12

1. Uncomplicated illness adalah pasien dengan gejala non-spesifik seperti demam,


batuk, nyeri tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot. Perlu
diwaspadai pada pasien dengan immunocompromised.

2. Pneumonia ringan adalah pasien dengan pneumonia dan tidak ada tanda
pneumonia berat.

3. Pneumonia berat adalah dengan demam atau dalam pengawasan infeksi saluran
napas ditambah dengan satu dari: frekuensi napas > 30 x/menit, distress pernapasan
berat, saturasi oksigen (SpO2) <90% pada udara kamar atau Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS).

4. Sepsis adalah pasien dengan disfungsi organ yang mengancam jiwa disebabkan
oleh disregulasi respon tubuh terhadap dugaan atau terbukti infeksi. Tanda disfungsi
organ yaitu perubahan status mental/kesadaran, sesak napas, saturasi oksigen rendah,
urin output menurun, denyut jantung cepat, nadi lemah, ekstremitas dingin atau
tekanan darah, petekie/purpura/motled skin atau hasil laboratorium memnunjukkan
koagulopati, trombositopenia, asidosis, laktat yang tinggi, hiperbilirubinemia.

5. Syok sepsis adalah hipotensi yang menetap meskipun sudah dilakukan resusitasi
cairan dan membutuhkan vasopressor.

2.4. Komorbiditas COVID-19

  Mengingat bahwa penyebaran COVID-19, morbiditas dan mortalitas secara global


sangat mengkhawatirkan, para peneliti melakukan studi untuk menentukan segera
faktor- faktor kemungkinan yang terkait dengan eksaserbasi penyakit ini. Studi dan
pengalaman klinis menunjukkan bahwa pasien dengan faktor komorbiditas lebih
rentan terhadap infeksi COVID-19, yang pada umumnya menyebabkan prognosis
yang lebih buruk.13

Namun, secara spesifiknya komorbiditas yang dimaksud belum ditetapkan


secara pasti. Pentingnya menentukan komorbiditas yang terkait dengan penyakit ini
ada dua. Pertama, memungkinkan dokter untuk menyesuaikan pengobatan terhadap
pasien mereka, yang mungkin lebih rentan terhadap penyakit parah. Kedua,
memungkinkan pemerintah untuk mengubah rekomendasi kesehatan masyarakat
sesuai dengan strategi risiko bertingkat. Strategi seperti itu akan memastikan bahwa
populasi yang paling rentan membutuhkan perawatan paling intens dari rumah
sakit.13

Selanjutnya, ini juga memungkinkan kemudahan pembatasan yang terkait


dengan jarak sosial pada mereka yang berisiko lebih rendah. Mengidentifikasi
komorbiditas mana yang paling berpengaruh terhadap COVID-19 akan mengarahkan
tenaga medis kepada penelitian yang lebih luas tentang pemahaman tersebut.13

Dalam sebuah studi Meta-analisis, peneliti mengungkapkan bahwa


komorbiditas dengan prevalensi yang lebih tinggi pada pasien COVID-19 dengan
gejala berat adalah Hipertensi sedangkan diabetes maupun penyakit paru lainnya
seperti PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) dan fibrosis paru ditemukan secara
signifikan pada pasien COVID-19 yang kritis.13,14

Dalam beberapa studi lain mengungkapkan bahwa hipertensi masuk kedalam


prevalensi komorbiditas terbanyak, diikuti dengan diabetes melitus, penyakit
kardiovaskular, penyakit metabolik, gagal ginjal, bahkan kanker. Dan penyakit
komorbid ini paling banyak dijumpai pada pasien dengan usia diatas 60 tahun.15,16
Hasil klinis 52 pasien kritis dari 710 kasus SARS-CoV-2 yang terkonfirmasi secara
laboratorium. 35 (67%) pasien mengalami gangguan pernapasan akut sindroma
(ARDS) dan 37 (71%) membutuhkan ventilasi mekanis. 32 (61,5%) pasien
meninggal pada 28 hari, dan median durasi dari masuk unit perawatan intensif (ICU)
sampai kematian adalah 7 (IQR 3-11) hari.

2.5. Tatalaksana COVID-19

Dibandingkan dengan yang selamat, Pasien meninggal yang lebih tua (64 · 6
tahun [11 · 2] vs 51 · 9 tahun [12 · 9]), lebih rentan mengalami gangguan pernapasan
akut (ARDS; 26 [81%] pasien vs 9 [45%] pasien), dan lebih rentan untuk menerima
ventilasi mekanis (30 [94%] pasien vs 7 [35%] pasien), baik secara invasif maupun
non-invasif.17

Pasien terkonfirmasi Covid-19 yang memasuki fase kritis memerlukan unit


perawatan intensif (ICU) dengan ventilasi mekanis atau memiliki fraksi oksigen
inspirasi (FiO2) minimal 60% atau lebih. Walau keputusan untuk memasangkan
pasien dengan COVID-19 pada ventilator belum jelas dan begitu pula hasilnya.
Tingkat keparahan pneumonia SARS-CoV-2 menimbulkan tekanan besar pada
sumber daya perawatan pasien kritis di rumah sakit, terutama jika mereka tidak
memiliki staf atau sumber daya yang memadai.18

Strategi penatalaksanaan gagal napas akut cukup sama di seluruh sistem.


Segala upaya dilakukan untuk menghindari intubasi jika memungkinkan, dengan
penggunaan kanula reservoir dan kanula nasal aliran tinggi (HFNC). Pasien
dipertahankan dalam posisi tengkurap selama 16 jam atau lebih saat dilakukan.
Strategi cairan konservatif digunakan jika memungkinkan, tetapi tidak dilakukan
pada pasien syok yang memburuk.19

Perawatan diberikan atas kebijaksanaan dokter dan tergantung pada


ketersediaan obat maupun peralatan. Perawatan secara farmakoterapi yang
digunakan termasuk hydroxychloroquine, toculizumab, plasma convalescent,
remdesivir (baik digunakan melalui uji klinis), dan sarilumab. Kebutuhan
antimikroba dan durasi penggunaan ditentukan oleh dokter secara intensif dengan
masukan dari dokter spesialis Penyakit Menular. Penggunaan kortikosteroid dan
antikoagulan tidak terstandarisasi dengan baik.19

Beberapa dokumen tidak mempertimbangkan kapan trakea pasien harus


diintubasi. Namun, untuk menghindari prosedur yang menimbulkan aerosol,
kemungkinan trakea pasien dapat diintubasi lebih awal.20

Seiring pandemi berlanjut, angka kematian yang dilaporkan telah berkurang


dari di atas 50% pada Maret 2020, hampir mendekati 40% pada akhir Mei 2020.
Angka kematian di ICU akibat COVID-19 ini lebih tinggi daripada yang biasanya
terlihat di ICU untuk penyakit virus lain. Lebih lanjut, angka kematian keseluruhan
dari episode ICU yang telah diselesaikan sangat berbeda dari angka kematian kasar
di beberapa laporan awal.21

2.6. Severity COVID-19 

Tabel 1. Indeks Severity COVID-19.22


Tabel 2. Grafik risiko Indeks Sevirity COVID-19.22

2.7. Vaksinasi Covid

Vaksinasi adalah proses di dalam tubuh, dimana seseorang menjadi kebal


atau terlindungi dari suatu penyakit sehingga apabila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut maka tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan, biasanya
dengan pemberian vaksin.23

Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme


atau bagiannya atau zat yang dihasilkannya yang telah diolah sedemikian rupa
sehingga aman, yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan
kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.24
Tabel 3. Jenis-jenis Vaksin.25

2.8. Hubungan Severity Pasien Covid-19 yg di rawat di RS dengan Target


Vaksinasi

Efektivitas vaksin dalam mengurangi insiden penyakit kelompok yang sudah


divaksinasi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi dalam kondisi
yang tidak optimal kondisi (misalnya RCT). Biasanya menggunakan hasil yang
objektif- misalnya influenza yang dikonfirmasi lab dirancang untuk memaksimalkan
validitas internal (dengan pengacakan dan penyembunyian alokasi) sering dengan
mengorbankan generalisasi.26

Efektivitas vaksin untuk mencegah mendapatkan output yang menarik karena


dipengaruhi beberapa hal seperti; Pengaturan perawatan primer, Kelayakan yang
kurang ketat, Penilaian hasil kesehatan yang relevan, Pemilihan pengobatan dan
durasi tindak lanjut yang relevan secara klinis, Penilaian efek samping yang relevan,
Ukuran sampel yang memadai untuk mendeteksi relevansi klinis perbedaan, Niat
untuk mengobati analisis.26

Berdasarkan uji klinis fase 3 vaksin SINOVAC di Indonesia, orang yang


diberikan vaksin Sinovac memiliki risiko hampir 3x lebih rendah untuk mengalami
COVID-19 bergejala dan belum ada bukti dapat melindungi seseorang dari terinfeksi
COVID-19. Orang yang mendapatkan vaksin Sinovac risiko untuk terinfeksi
COVID-19 berkurang 65,3% dibandingkan orang yang belum vaksinasi. Risiko
terinfeksi COVID-19 pada orang yang memperoleh vaksinasi Sinovac 0,357x risiko
orang yang tidak divaksin. Orang yang tidak divaksinasi SINOVAC berisiko
terinfeksi COVID-19 3x lebih tinggi daripada risiko orang yang divaksinasi.27

Pada penelitian di Amerika Serikat, menemukan bahwa vaksinasi dengan dua


dosis vaksin Moderna-mRNA-1273 atau Pfizer BioNTech-Comirnaty adalah 92,8%
efektif untuk mencegah rawat inap karena varian Alpha 14 hari atau lebih setelah
menerima dosis kedua; Efektivitas vaksinasi terhadap semua varian adalah 86,9%.
Perlu dicatat bahwa sekitar 21% dari 1.210 orang dewasa yang berpartisipasi dalam
penelitian ini mengalami imunosupresi.28

Pada penelitian dari Qatar, mengevaluasi Efektivitas vaksinasi  Moderna-


mRNA-1273 terhadap infeksi SARS-CoV-2 dan penyakit parah karena varian Alfa
dan Beta di antara kelompok besar orang dewasa menggunakan desain kasus kontrol
negatif yang cocok. Efektivitas vaksinasi yang disesuaikan terhadap infeksi karena
varian Alfa dan Beta 14 hari atau lebih setelah menerima dosis kedua adalah 100%
dan 96% masing-masing. Dosis tunggal Efektivitas vaksinasi terhadap infeksi karena
Alpha dan Beta berkurang: 88,2% (95% CI: 83,8-91,4%) dan 68,2% (95% CI: 64,3-
71,7%), masing-masing. Studi ini juga mengevaluasi Efektivitas vaksinasi Moderna
mRNA-1273 terhadap penyakit asimtomatik, simtomatik, dan parah, kritis, atau fatal
karena semua varian (terutama Alpha dan Beta). Efektivitas vaksinasi dari dua dosis
vaksin berkisar antara 90-99% untuk hasil ini. Efektivitas vaksinasi dari dosis
tunggal tetap tinggi untuk parah.28

2.9. ARDS

Kriteria ARDS pada dewasa:29

a. ARDS ringan: 200 mmHg < PaO2/FiO2 <300 mmHg (dengan PEEP
atau continuous positive airways pressure (CPAP) >5 cmH2O atau
yang tidak diventilasi.
b. ARDS sedang: 100 mmHg < PaO2/FiO2 <200 mmHg dengan PEEP
>5 cmH2O atau yang tidak diventilasi.
c.  ARDS berat PaO2/FiO2 <100 mmHg dengan PEEP >5 cmH2O atau
yang tidak diventilasi.
d. Ketika PaO2 tidak tersedia SpO2/FiO2 <315 mengindikasikan ARDS
(termasuk pasien yang tidak diventilasi).

(Sumber :  ) 29

2.10. Hiperkoagulasi

Parameter gangguan koagulasi yang dapat ditemukan pada COVID-19


meliputi peningkatan konsentrasi D-dimer, pemanjangan prothrombin time (PT) atau
activated partial thromboplastin time (aPTT), peningkatan fibrinogen, dan
trombositopenia.30

D-dimer merupakan produk degradasi fibrin yang terbentuk selama proses degradasi
bekuan darah oleh fibrinolisis. Peningkatan D-dimer dalam darah merupakan
penanda kecurigaan trombosis. Peningkatan D-dimer ditemukan pada trombosis
vena dalam, emboli paru, trombosis arteri, DIC, kehamilan, inflamasi, kanker,
penyakit liver kronis, trauma, pembedahan, dan vaskulitis.20 Peningkatan D-dimer
sering ditemukan pada pasien COVID-19 berat dan merupakan prediktor terjadinya
ARDS, kebutuhan perawatan di unit perawatan intensif, dan kematian.21
peningkatan D-dimer >1.0 μl/mL merupakan prediktor terkuat terjadinya mortalitas
pada pasien COVID-19.22 Peningkatan D-dimer >1.5 μl/ mL merupakan prediktor
tromboemboli vena pada pasien COVID-19 dengan sensitivitas 85% dan spesifisitas
88.5%.31

Pemanjangan PT >3 detik atau aPTT >5 detik merupakan penanda koagulopati dan
prediktor komplikasi trombotik pada pasien COVID-19.24 Peningkatan fibrinogen
sering ditemukan pada COVID-19 dan berkorelasi dengan proses inflamasi dan
kadar IL-6, namun pada kasus berat dapat terjadi penurunan kadar fibrinogen
sebagai akibat perburukan koagulopati.32

Trombositopenia pada COVID-19 dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti


badai sitokin yang menyebabkan penghancuran sel progenitor sumsum tulang,
inhibisi hematopoiesis secara langsung oleh infeksi virus pada sumsum tulang,
peningkatan autoantibodi dan kompleks imun yang menyebabkan destruksi
trombosit, dan jejas paru yang menyebabkan agregasi trombosit dan konsumsi
trombosit sehingga menyebabkan berkurangnya trombosit dalam sirkulasi.26
Trombositopenia berhubungan dengan mortalitas pada pasien COVID-19. Studi oleh
Yang et al., terhadap 1476 pasien COVID-19 menunjukkan bahwa 306 pasien
(20.7%) mengalami trombositopenia. Tingkat mortalitas rumah sakit pada kelompok
trombosit 0-50.000/μl, 50.000-100.000/μl, 100.000-150.000/ μl, dan >150.000/μl
secara berturut-turut 92.1%, 61.2%, 17.5%, dan 4.7%. Semakin rendah jumlah
trombosit, maka tingkat mortalitas semakin tinggi.33

2.11 Hiperinflamasi
2.10. Kerangka Teori

2.11. Kerangka Konsep


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif - analitik dengan metode


pengumpulan data secara kohort retrospektif untuk mengetahui hubungan status
vaksinasi COVID-19 dan severity pasien COVID-19

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Panti Wilasa dr. Cipto. Penelitian dan
pengumpulan data berlangsung selama kurang lebih selama 2 minggu, yaitu pada 26
Juli 2021-7 Agustus 2021

3.3. Subjek Penelitian

Subjek yang akan diteliti adalah pasien yang dirawat di RS Panti Wilasa dr. Cipto
dengan diagnosis COVID-19 periode Mei 2021- Juli 2021

3.4. Sampel Penelitian

3.4.1   Pengambilan Sampel

Kriteria Inklusi

- Pasien yang dirawat di RS Panti Wilasa dr. Cipto dengan diagnosis COVID-19
periode Mei 2021 - Juli 2021

- Pasien dengan status vaksinasi COVID-19  yang diketahui

Kriteria Eksklusi

- Pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap

3.4.2    Besar Sampel

Penelitian ini menggunakan metode whole sampling, di mana semua pasien yang
yang dirawat di rumah sakit selama dalam periode penelitian akan diambil datanya.
3.5. Bahan dan Cara Pengambilan Data

3.5.1   Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rekam Medis, digunakan untuk
mengambil data/informasi yang dapat dipergunakan dalam penelitian

3.5.2    Alat Penelitian

Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Alat tulis yang digunakan untuk
mencatat data dari rekam medis saat pelaksanaan pengambilan data

3.5.3    Cara Pengambilan Data

1. Peneliti mengajukan permohonan kaji etik oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan
rumah sakit

2. Pengambilan data rekam medis pasien yang meliputi: parameter respirasi,


parameter inflamasi, dan parameter hiperkoagulasi.

3. Peneliti melakukan pengecekan status vaksinasi pasien di website


pedulilindungi.com

4. Semua data yang dikumpulkan dalam bentuk Excel kemudian akan di olah dalam
SPSS 23.

3.6. Parameter yang Diperiksa

1. Parameter respirasi: laju napas, SpO2, suhu tubuh, dan analisis gas darah (pH,
PaCO2, PaO2, HCO3, BE, SaO2, PFR)

2. Parameter inflamasi: ferritin, prokalsitonin, laktat, CRP, IL-6, IL-10, IL-4, IL-1
beta, IL-1RA, TNF-alfa, interferon gamma, dan MCP-1

3. Parameter Hiperkoagulasi: D-dimer, activated  prothrombin  partial  time (aPTT),


prothrombintime (PT), thrombintime (TT) dan laju  endap  darah  (LED).  

 
3.7. Variabel Penelitian

Variable Independent : Status Vaksinasi Pasien di RS Panti Wilasa Dr. Cipto (Pasien
Sudah Vaksinasi dan Belum Vaksinasi)

Variable Dependent: Tingkat Severity Pasien di RS Panti Wilasa Dr. Cipto (Mild,
Modarate, Severe)

3.8. Analisis Data

3.9.       Teknik Uji Data

3.9.1 Uji Validasi

3.9.2 Uji Reliabilitas

3.9.3 Uji Korelasi

3.10.     Definisi Operasional

N Variabel Definisi Cara dan Hasil Ukur Skala


o Alat Ukur

1 Vaksinasi Definisi Vaksiniasi SK 0= Belum Kategori


berdasarkan Kemenke Vaksin k
Kemenkes s 1= Sudah
Vaksin

2 Severity Definisi Severitiy Tabel 0=Moderat Kategori


berdasarkan Kategorik e k
pembagian   1=High
2=Critical

3 CARDS Gangguan PaO2/FiO 0= ≥400 Kategori


Pernapasan Akut 2 mmHg 1= <400 k
yang terjadi ketika 2= <300
cairan menumpuk 3= <200
di alveoli dengan
bantuan
pernapasan
4= <100
dengan
bantuan
pernapasan

4 Hiperkoagula Kondisi dalam Observasi Hasil Numerik


si komponen- Data Pemeriksaa
komponen yang ada Rekam n D-Dimer
dalam aliran darah Medis (ng/ml)
yang cenderung
menyebebabkan
trombosis

5 Hiperinflama Observasi mg/L Numerik


si Data
Rekam
Medis

6 PaO2 Nilai PaO2 pada Observasi mmHg Numerik


analisis gas darah data rekam
pasien medis

7 FiO2 Pengaturan FiO2 Observasi % Numerik


pada ventilator yang data rekam
digunakan dan medis
tercatat di flowchart
pasien selama
perawatan di ICU

8 IL-6 Pemeriksaan sitokin Observasi pg/mL Numerik

proinflamasi data rekam

interleukin 6 (IL- medis

6) dengan
menggunakan metode
ELISA
9 Kategorik
Status Covid 19 Status COVID-19 Observasi 0 = negatif
pasien dari hasil data rekam
pemeriksaan medis 1 = probable

2 = positif

10
Lama Hari perawatan dari Observasi Hari Numerik

Perawatan hari pertama hingga data rekam


pasien pindah ruangan medis
atau meninggal

11
Morbiditas Morbiditas pasien Observasi 0 = Tidak Kategori
COVID-19 setelah data rekam k
1 = Ya
perawatan di RS medis

12 0= Tidak
Mortalitas Mortalitas pasien Observasi Kategorik
meninggal
COVID-19 selama data rekam
perawatan  medis 1= Meninggal
3.11.            Metode Pengumpulan Data Penelitian

1. Peneliti mengajukan permohonan kaji etik oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan
rumah sakit

2. Pengambilan data rekam medis pasien yang meliputi:

1)      Status vaksinasi

2)      Parameter severity pasien COVID-19

3. Untuk penelitian ini, diagnosis SARS-CoV-2 dapat dilakukan dengan salah satu
atau lebih metode berikut:

1)   RT-PCR swab positif.

2) Uji swab antigen positif.

3)  CT thorax positif.

4) Diagnosis klinis SARS-CoV-2 (tanpa adanya hasil swab negatif). Diagnosis


ini harus dibuat pada saat pasien menunjukkan gejala yang mengarah ke infeksi
SARS-CoV-2 oleh tenaga kesehatan. Foto thorax dapat digunakan sebagai
bagian dari diagnosis klinis. 
 

3.12. Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan data keseluruhan penelitian akan dikumpulkan dalam bentuk


Excel kemudian akan diolah dalam SPSS 23.
3.13. Kerangka Operasional

3.14. Jadwal Penelitian


3.15. Organisasi Penelitian

Penyelenggara penelitian :

Peneliti utama         : Dr. Albert Frido, SpAn, KIC

Penasehat            : Dr. Albert Frido, SpAn, KIC

Anggota peneliti      : Maqhi Suhada, S.Ked

                             Welhelmina Bendelina Lobo, S.Ked

                             Gerry Batti, S.Ked

                             Angela Virgini Tiomegarani, S.Ked

                             Augustinus Yohanes, S.Ked

3.16. Rencana Biaya Penelitian


BAB IV JUSTIVIKASI ETIK

 4.1. Rangkuman Karakteristik Penelitian

  Penelitian ini merupakan studi retrospektif analitik-deskriptif dengan metode


pengumpulan data secara kohort retrospektif untuk mengetahui hubungan status
vaksinasi COVID-19 dan severity pasien COVID-19. Subjek penelitian ini adalah
Pasien yang dirawat di RS Panti Wilasa dr. Cipto dengan diagnosis Covid-19 dalam
periode Mei - Juli 2021. Pengumpulan data meliputi status vaksinasi COVID-19 dan
status severity COVID-19 melalui catatan rekam medis pasien. Penelitian ini tidak
mengandung risiko terhadap subjek penelitian mengingat tidak terdapat perlakuan
pada pasien dan metode yang digunakan dalam penelitian ini juga dilakukan dengan
cara yang aman.

4.2. Prosedur Membuka Rekam Medis


  Sebelum melakukan penelitan maka peneliti akan mengirimkan permohonan secara
tertulis kepada Direktur Rumah Sakit dan Instalasi Rekam Medis untuk membuka
catatan rekam medis sesuai dengan sampel penelitian dan penelitian baru dimulai
setelah ada ijin tertulis tersebut.

 4.3. Analisis Kelayakan Etik

  Penelitian ini telah mempunyai landasan ilmiah yang kuat dan bersivat
observasional sehingga penelitian dapat diperkirakan akan memberikan hasil yang
sesuai dengan tujuan dan manfaat. Tidak ada beban khusus yang ditanggung subjek
dengan keikutsertaannya dalam penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan cara
membuka catatan rekam medis sesuai dengan sampel penelitian. Kerahasiaan data
penderita akan dijaga dan semoga tidak terjadi masalah khusus dengan subjek.

 4.4. Simpulan

  Peneliti berpendapat bahwa penelitian ini akan dilaksanakan berdasarkan landasan


keilmuan yang kuat, bermanfaat untuk dilaksanakan, dengan cara yang baik, tidak
membahayakan subjek dan dilaksanakan sepenuhnya menghormati martabat
manusia sehingga layak etik untuk dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. WHO Coronavirus Disease (COVID-19) Dashboard.


Available from : https://covid19.who.int/
2. COVID-19 (PHEOC Kemkes RI). Available from
https://covid19.kemkes.go.id/category/situasi-infeksiemerging/info-corona-
virus/#.X2W32mgzbIU
3. Huang C, Wang Y, et al. Clinical features of patients infected with 2019 novel
coronavirus in Wuhan, China. Lancet. 2020;395: 497–506. Available from:
https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)30183-5/fulltext 
4. H. Shi, X. Han, et al. Radiological findings from 81 patients with COVID-19
pneumonia in Wuhan, China: a descriptive study, Lancet Infect Dis. 2020; 20 : 425–
434. Availabel from : https://www.thelancet.com/article/S1473-3099(20)30086-
4/fulltext
5. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory
infection when novel coronavirus (2019-nCoV) infection is suspected: interim
guidance, 28 January 2020. World Health Organization.
https://apps.who.int/iris/handle/10665/330893
6. Yang X, Yu Y, et al. Clinical course and outcomes of critically ill patients with
SARSCoV-2 pneumonia in Wuhan, China: a single-centered, retrospective,
observational study. Lancet Respiratory Medicine, 2020. Availale from :
https://www.thelancet.com/journals/lanres/article/PIIS2213-2600(20)30079-5/fulltext
7. Chew MH, Chau KC, et al. Safe operating room protocols during the COVID-19
pandemic. BJS Society, 2020. Available from :
https://bjssjournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/bjs.11721 
8. King C, Sahjwani D, Brown AW, et al. Outcomes of Mechanically Ventilated
Patients with COVID-19 Associated Respiratory Failure. medRxiv.
2020:2020.07.16.20155580. Available from:
https://doi.org/10.1101/2020.07.16.20155580
9. Karyono DR, Wicaksana AL. Current prevalence, characteristics, and
comorbidities of patients with COVID-19 in Indonesia. J Community Empower Heal.
2020;3(2):77. doi:10.22146/jcoemph.57325
10. Sahin AR, Erdogan A, et al. 2019 Novel Virus corona (COVID-19) Outbreak: A
Review of the Current Literature. Turkey : Eurasian Journal of Medicine and
Oncology. 2020;4(1):1–7. Available from : https://www.ejmo.org/pdf/2019%20Novel
%20Coronavirus%20COVID19%20Outbre ak%20A%20Review%20of%20the
%20Current%20Literature-12220.pdf
11. Guo YR, Cao QD, et al. The origin, transmission and clinical therapies on virus
corona disease 2019 (COVID-19) outbreak - an update on the status. Mil Med Res.
2020;7(1):11
12. World Health Organization. Surveillance case definitions for human infection with
novel coronavirus (nCoV): interim guidance v1, January 2020. Available from :
https://apps.who.int/iris/handle/10665/330376
13. Gold MS, Sehayek D, Gabrielli S, Zhang X, McCusker C, Ben-Shoshan M.
COVID19 and comorbidities: a systematic review and meta-analysis. 2020. Available
from : https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32573311/ 
14. Karyono DR, Wicaksana AL. Current prevalence, characteristics, and
comorbidities of patients with COVID-19 in Indonesia. Journal of Community
Empowerment for Health. 2020. Available from :
https://jurnal.ugm.ac.id/jcoemph/article/view/57325
15. Bajgain KT, Badal S, Bajgain BB, Santana MJ. Prevalence of comorbidities
among individuals with COVID-19: A rapid review of current literature. Elsevier Public
Health Emergency Collection. 2020. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7351042/ 
16. Sanyaolu A, Okorie C, et al. Comorbidity and its Impact on Patients with COVID-
19. Nature Public Health Emergency Collection. 2020;25:1-8. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7314621/
17. Xu J, Yu Y, et al. Clinical course and outcomes of critically ill patients with
SARSCoV-2 pneumonia in Wuhan, China: a single-centered, retrospective,
observational study. Lancet Respiratory Medicine, 2020. Availale from:
https://www.thelancet.com/journals/lanres/article/PIIS2213-2600(20)30079-5/fulltext.
18. Wunsch H. Mechanical Ventilation in COVID-19: Interpreting the Current
Epidemiology American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 2020.
Available from : https://www.atsjournals.org/doi/full/10.1164/rccm.202004-1385ED 
19. King C, Sahjwani D, et al. Outcomes of Mechanically Ventilated Patients with
COVID-19 Associated Respiratory Failure. medRxiv. 2020. Available from :
https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.07.16.20155580v1 
20. Cook TM, El-Boghdadly K, McGuire B, McNarry AF, Pattel A, Higgs A.
Consensus guidelines for managing the airway in patients with COVID-19:
Guidelines from the Difficult Airway Society, the Association of Anaesthetists the
Intensive Care Society, the Faculty of Intensive Care Medicine and the Royal College
of Anaesthetists. 2020.
21. Armstrong RA, Kane AD, Cook TM. Outcomes from intensive care in patients
with COVID-19: a systematic review and meta-analysis of observational studies.
United Kingdom, 2020.
22. NCBI
23. https://kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/others/FAQ_VAKSINASI_C
OVID__call_center.pdf
24. https://www.papdi.or.id/pdfs/999/Prof%20Iris%20Rengganis%20-%20Vacc
%20COVID-19%20Workshop%2018%20Januari%202021.pdf
25. Ophinni Y, Hasibuan A, Widhani A, Maria S, Koesnoe S, et al. COVID-19
Vaccines: Current Status and Implication for Use in Indonesia. Acta Med Indones.
2020; 52:4.
26. https://www.who.int/influenza_vaccines_plan/resources/Session4_VEfficacy_VEf
fectiveness.PDF
27. http://lp2m.unmul.ac.id/webadmin/public/upload/files/9584b64517cfe308eb6b115
847cbe8e7.pdf
28. https://www.who.int/publications/i/item/WHO-EURO-2021-2481-42237-58308
29.  KRITERIA ARDS (DARI DOKTER ALBERT)
30. Terpos E, Ntanasis-Stathopoulos I, Elalamy I, Kastritis E, Sergentanis TN, Politou
M, et al. Hematological findings and complications of COVID-19. Am J Hematol.
2020;95(7):834-847.
31. Cui S, Chen S, Li X, Liu S, Wang F. Prevalence of venous thromboembolism in
patients with severe novel coronavirus pneumonia. J Thromb Haemost.
2020;18(6):1421-1424.
32. Khizroeva JH, Makatsariya AD, Bitsadze VO, Tretyakova MV, Slukhanchuk EV,
Elalamy I, et al. Laboratory monitoring of COVID-19 patients and the significance of
coagulopathy markers. Obstertrics, Gynecology and Reproduction. 2020;14(2):1-14.
33. Yang X, Yang Q, Wang Y, Wu Y, Xu J, Yu Y, et al. Thrombocytopenia and its
association with mortality in patients with COVID-19. J Thromb Haemost.
2020;18(6):1469-1472.LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai