KELOMPOK 3:
UNIVERSITAS FALETEHAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
I. KONSEP PENYAKIT
a. Definisi covid-19
COVID-19 adalah penyakit akibat suatu coronavirus baru yang
sebelumnya tidak teridentifikasi pada manusia. Coronavirus adalah
suatu kelompok virus yang ditemukan pada hewan dan manusia.
b. Etiologi covid-19
Etiologi coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah virus
dengan nama spesies severe acute respiratory syndrome virus
corona 2 yang disebut SARS-CoV-2.
Masing-masing orang memiliki respons yang berbeda terhadap
COVID-19. Sebagian besar orang yang terpapar virus ini akan
mengalami gejala ringan hingga sedang, dan akan pulih tanpa perlu
dirawat di rumah sakit.
Gejala yang paling umum:
1. demam
2. batuk kering
3. kelelahan
Gejala yang sedikit tidak umum:
1. rasa tidak nyaman dan nyeri
2. nyeri tenggorokan
3. diare
4. konjungtivitis (mata merah)
5. sakit kepala
6. hilangnya indera perasa atau penciuman ruam pada kulit, atau
perubahan warna pada jari tangan atau jari kaki
c. Klasifikasi covid-19
1. Orang tanpa gejala(OTP)
Orang tanpa gejala yang memiliki kontak dengan kasus positif
[isolasi diri dirumah]
2. Orang dalam pemantauan(ODP)
Orang yang memiliki gejala ringan, dan membutuhkan
pemeriksaan
[isolasi diri dirumah]
3. Pasien dalam pengawasan(PDP)
Pasien yang memiliki gejala ringan/sedang/berat yang meiliki
riwayat perjalanan/kontak dan membutuhkan pemeriksaan
[ringan: isolasi diri dirumah]
[sedang: rawat di RS darurat]
[berat: rawat di RS rujukan]
4. Konfirmasi
Pasien yang terinfeksi covid-19 dengan hasil pemeriksaan
positif
[ringan: isolasi diri dirumah]
[sedang: rawat di RS darurat]
[berat: rawat di RS rujukan]
d. Patofisiologi covid-19
Patofisiologi COVID-19 diawali dengan interaksi protein spike
virus dengan sel manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome
akan terjadi dan memfasilitasi ekspresi gen yang membantu
adaptasi severe acute respiratory syndrome virus corona 2 pada
inang. Rekombinasi, pertukaran gen, insersi gen, atau delesi, akan
menyebabkan perubahan genom yang menyebabkan outbreak di
kemudian hari.
Severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2)
menggunakan reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2)
yang ditemukan pada traktus respiratorius bawah manusia dan
enterosit usus kecil sebagai reseptor masuk. Glikoprotein spike (S)
virus melekat pada reseptor ACE2 pada permukaan sel manusia.
Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur receptor binding
domain (RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi
membran antara sel virus dan sel inang.
Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam
sitoplasma sel inang. RNA virus akan mentranslasikan poliprotein
pp1a dan pp1ab dan membentuk kompleks replikasi-transkripsi
(RTC). Selanjutnya, RTC akan mereplikasi dan menyintesis
subgenomik RNA yang mengodekan pembentukan protein
struktural dan tambahan.
Gabungan retikulum endoplasma, badan golgi, genomik RNA,
protein nukleokapsid, dan glikoprotein envelope akan membentuk
badan partikel virus. Virion kemudian akan berfusi ke membran
plasma dan dikeluarkan dari sel-sel yang terinfeksi melalui
eksositosis. Virus-virus yang dikeluarkan kemudian akan
menginfeksi sel ginjal, hati, intestinal, dan limfosit T, dan traktus
respiratorius bawah, yang kemudian menyebabkan gejala pada
pasien.
e. Manifestasi klinis covid-19
SARS-CoV-2 atau nCov-19 ini termasuk dalam kategori betaCoVs
analisis genomic menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 mungkin
berevolusi yang ditemukan pada kelelawar. Mutasi dalam strain
asli bisa langsung dipicu virulensi terhadap manusia.Menurut
World Health Organization (WHO), penyakit virus tersebut terus
muncul dan merupakan masalah serius bagi kesehatan masyarakat.
Dalam dua puluh tahun terakhir, beberapa epidemi virus seperti
sindrom pernapasan akut parah coronavirus (SARS-CoV) di 2002
untuk 2003. Ditemukan 98% pasien dalam studi mereka
mengalami demam, yang 78% memiliki suhu lebih tinggi dari
38°c. Mereka melaporkan bahwa 76% pasien telah batuk, 44% dari
pasien mengalami kelelahan dan nyeri otot, dan 55% dari pasien
mengalami dyspnea dengan kasus usia tua dan pemilik penyakit
komorbid serta ARDS akan memiliki prognosis lebih buruk ketika
terinfeksi virus ini.Dengan belum adanya pengobatan yang efektif,
cara terbaik untuk menangani epidemi SARS-CoV-2 adalah
mengendalikan sumber infeksi. Strategi meliputi diagnosa awal,
isolasi, dan perawatan suportif. Obat imunosupresif memiliki efek
pada imunitas humoral, kekebalan sel-dimediasi dan fungsi
neutrofil, meningkatkan risiko infeksi berat yang disebabkan oleh
agen virus. Pasien yang menerima terapi imunosupresif beresiko
untuk memiliki manifestasi yang lebih berat terhadap infeksi virus
tersebut. Beberapa penelitian juga menyertakan klorokuin sebagai
tatalaksana dari Cov-19.
f. Pemeriksaan Penunjang covid-19
Berikut ini merupakan beberapa pemeriksaan laboratorium yang
dapat digunakan untuk mendukung tatalaksana kasus COVID-19 :
1. Skrining
Pada tahap skrining dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium
hematologi, rapid tes serta pemeriksan Molekuler. Parameter
hematologi yang mendukung COVID-19 adalah penurunan jumlah
lekosit / lekopenia, yaitu jumlah lekosit / sel darah putih < 4000 /
ul); hitung netrofil absolute > 2500 / ul, hitung limfosit absolute /
ALC : < 1500 / ul, netrofil limfosit rasio (NLR) : > 3,13 dan CRP :
> 10 mg / L. Pemeriksan rapid tes dapat menggunakan rapid tes
antigen atau antibody. Sedangkan pemeriksaan Molekuler terdiri
dari Tes Cepat Molekuler (TCM) atau Real Time PCR.
2. Diagnosis
Untuk pemeriksaan diagnosis selain pemeriksaan laboratorium
perlu diperhatikan klinis pasien, serta riwayat kontak atau terpapar
dengan orang yang terkonfirmasi positif COVID-19. Pemeriksaan
yang diperlukan untuk mendukung diagnostik COVID-19, dapat
berupa pemeriksaan hematologi, kombinasi antara rapid tes antigen
dan antibody dengan pemeriksaan molekuler (RT PCR atau Tes
cepat Molekuler).
Penggunaan rapid tes terutama rapid tes antibody ini banyak
digunakan di indonesia. Tes ini digunakan untuk mendeteksi
adanya antibody terhadap COVID-19 ini. Antibody ini akan
timbul pada hari ke 7 pasca infeksi / gejala, sehingga perlu strategi
dalam penggunaan rapid tes antibody.
g. Penatalaksanaan medis covid-19
Penatalaksanaan pasien COVID-19 bergantung pada tingkat
keparahannya. Pada pasien dengan gejala ringan, isolasi dapat
dilakukan di rumah. Pada pasien dengan penyakit berat atau risiko
pemburukan, maka perawatan di fasilitas kesehatan diperlukan.
II. PATOFISIOLOGI COVID-19
Covid-19 sama seperti virus-virus lain yang membutuhkan inang,
dalam kasus ini yaitu tubuh manusia, untuk membantunya menyebar.
Pada dasarnya, virus adalah sebuah sepotong materi genetik yang tidak
dapat melakukan banyak 'hal' dengan sendirinya. Ia harus menyerang
tubuh makhluk hidup agar dapat berkembang biak. Sebab, tanpa tubuh
makhluk hidup, virus akan mati. Virus tidak sama dengan bakteri. Ia
tidak butuh makan, minum, mengeluarkan kotoran, atau beristirahat.
Pekerjaan satu-satunya adalah melakukan reproduksi dengan
menggandakan diri. Akan tetapi, kegiatan ini dapat dilakukan saat
virus menemukan inang yang tepat.
Jalur penularan utama dari virus corona Covid-19 adalah melalui
tetesan. Pasien terinfeksi yang batuk atau bersin mengeluarkan tetesan
keluar yang mengandung virus. Virus tersebut akan masuk ke tubuh
orang lain saat bernafas atau saat menyentuh permukaan di mana
tetesan tersebut menempel. Kemudian, saat mereka memegang wajah
dengan tangan dan bernafas, mereka pun akan terpapar virus ini.
Saat virus corona telah masuk ke dalam tubuh, dengan cepat ia akan
menuju belakang tenggorokan dan hidung orang tersebut. Lapisan
hidung dan tenggorokan disebut sebagai mukosa. Di sinilah virus
berbentuk paku ini akan menempel sebelum mulai bekerja. Ketika
mencapai bagian belakang hidung, virus ini akan mengambil alih sel-
sel di lorong hidung. Ia akan masuk ke dalam dan memprogram ulang
untuk berhenti melakukan pekerjaan apapun dan hanya fokus membuat
lebih banyak virus. Setelah sel tersebut menghasilkan lebih banyak
virus daripada kapasitasnya, virus pun akan meledak dan
menempelkan diri ke sel-sel yang berdekatan. Kemudian
menggunakannya sebagai tempat untuk reproduksi dan siklus kembali
berulang. Penghancuran sel-sel di hidung dan tenggorokan akan
menyebabkan batuk kering dan sakit ternggorokan. Rasa sakit yang
dirasakan adalah tanda bahwa sel berada dalam kesulitan dan sedang
dihancurkan. Tahap selanjutnya adalah demam. Pada tahap ini, sistem
kekebalan tubuh atau imun telah menyadari adanya benda asing di
dalam tubuh. Bahan kimia yang disebut sebagai pirogen pun
dilepaskan oleh sistem imun. Zat ini menginstruksikan otak untuk
menaikkan suhu tubuh, menyebabkan seseorang mengalami demam
tinggi, yaitu sekitar 37,8 derajat celsius atau lebih. Demam membantu
tubuh memicu bagian lain dari sistem kekebalan tubuh untuk mulai
bekerja dan juga menciptakan lingkungan yang tidak menguntungkan
atau berlawanan dengan virus. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
demam membantu melawan infeksi, tetapi karena demam merupakan
penanda tidak sehat, orang mencoba untuk menurunkannya. Namun,
gejala demam, batuk, maupun sakit tenggorokan adalah waktu di mana
gejala berakhir di sebagian besar orang. Dalam waktu 5-7 hari,
kekebalan tubuh akan memberikan respons yang cukup untuk
menghancurkan virus dan orang tersebut pun akan pulih.
Namun, ada sebagian orang yang sistem imunnya tidak dapat
merespons dengan cepat sehingga virus akan terus menyebar. Saat
virus menggandakan diri dan menginfeksi lebih banyak sel di dalam
tubuh, ia turun menuju paru-paru. Di sini, virus menyerang sel-sel di
paru-paru. Kondisi ini membuat paru-paru kesulitan melakukan
tugasnya mengambil oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida.
Oleh karena itu, paru-paru akan bekerja lebih keras dan orang tersebut
akan mengalami sesak napas. Inilah yang menyebabkan virus corona
dikaitkan dengan kesulitan bernapas. Saat virus menyerang semakin
banyak bagian paru-paru, akan terjadi peradangan dan mereka mulai
dapat mengisinya dengan cairan dan nanah sehingga terjadi
pneumonia. Jika paru-paru terus membengkak dan terisi dengan
banyak cairan, pasien mungkin membutuhkan ventilator. Saat itu, ada
risiko kematian jika paru-paru tidak mau bekerja. Beberapa orang juga
melaporkan diare sebagai salah satu gejalanya. Penyebabnya adalah
karena virus mungkin dapat keluar dari saluran hidung anda dan
menuju usus. Kondisi ini menyebabkan masalah juga sehingga orang
dengan gejala ringan dapat pula mengalami diare. Melihat
kemungkinan tersebut, risiko penularan virus melalui feses dapat
dikatakan kecil.
III. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Keluhan utama: demam, batuk, dan sesak
b. Data fokus
Data subyektif:
1. Pasien mengatakan demam sejak 5 hari, tidak bisa tidur, cemas
dengan kondisinya dan stres.
2. Pasien mengatakan tidak bisa nafas secara normal sejak 3 hari.
3. Pasien mengatakan batuk sejak 6 hari dan nyeri tenggorokan.
4. Pasien mengatakan bahwa jarang minum saat pasien dalam
kondisi sehat dan sakit. Biasanya pasien hanya minum enam
gelas dalam satu hari.
5. Pasien mengatakan mudah sekali lelah.
Data obyektif:
Pengisian vena menurun usia dan BB, BJ urine Monitor hasil lab
IV. LITERATUR/SUMBER
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/coronavirus-
disease-2019-covid-19/patofisiologi
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/267
8
https://rsupsoeradji.id/pemeriksaan-laboratorium-pada-covid-19/
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/coronavirus-
disease-2019-covid-19/penatalaksanaan
https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/25/203000465/catatan-
seorang-dokter-perjalanan-infeksi-virus-corona-di-tubuh-manusia?
page=all