Anda di halaman 1dari 5

Nama : Tharisya Rahma Junaidi

NPM : 10920022

 Mekanisme terjadinya infeksi covid


Penularan severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2),
sampai saat ini diyakini ditularkan melalui droplets yang dikeluarkan ketika seseorang
yang terinfeksi bersin atau batuk dan kontak. Droplets tersebut kemudian dapat terhirup
secara langsung melalui saluran pernapasan atau masuk ke saluran napas melalui tangan
yang terpapar virus karena menyentuh permukaan benda yang terdapat virus. Jika telah
terpapar dengan coronavirus, orang tersebut dapat tidak menunjukkan gejala apapun dan
tetap bisa menularkan kepada orang lain.(Setiadi et al., 2020)
Coronavirus disease 2019 (Covid-19) atau yang sebelumnya disebut SARS-
CoV2, menyerang saluran pernapasan khususnya pada sel yang melapisi alveoli pada
manusia. Covid-19 mempunyai glikoprotein pada enveloped spike atau protein S, untuk
dapat menginfeksi “manusia” protein S virus akan berikatan dengan reseptor angiotensin
converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan pada traktus respiratorius bawah manusia
dan enterosit usus kecil sebagai reseptor masuk. Di dalam sel, virus ini akan
menduplikasi materi genetik dan protein yang dibutuhkan dan akan membentuk virion
baru di permukaan sel.
Sama halnya SARS-CoV setelah masuk ke dalam sel selanjutnya virus ini akan
mengeluarkan genom RNA ke dalam sitoplasma dan golgi sel kemudian akan
ditranslasikan membentuk dua lipoprotein dan protein struktural untuk dapat bereplikasi.
Faktor virus dengan respon imun menentukan keparahan dari infeksi Covid-19 ini. Efek
sitopatik virus dan kemampuannya dalam mengalahkan respon imun merupakan faktor
keparahan infeksi virus. Sistem imun yang tidak adekuat dalam merespon infeksi juga
menentukan tingkat keparahan, di sisi lain respon imun yang berlebihan juga ikut andil
dalam kerusakan jaringan.
Saat virus masuk ke dalam sel, selanjutnya antigen virus akan dipresentasikan ke
Antigen Presentation Cell (APC). Presentasi sel ke APC akan merespon sistem imun
humoral dan seluler yang dimediasi oleh sel T dan sel B. IgM dan IgG terbentuk dari
sistem imun humoral. Pada SARS-CoV IgM akan hilang pada hari ke 12 dan IgG akan
bertahan lebih lama. Virus dapat menghindar dari sistem imun dengan cara menginduksi
vesikel membran ganda yang tidak mempunyai pattern recognition receptors (PRRs) dan
dapat bereplikasi di dalam vesikel tersebut sehingga tidak dapat dikenali oleh sel
imun.(Levani et al., 2021)

 Terapi Non Farmakologi


Terapi non-farmakologi(tanpa obat) merupakan komponen utama dalam terapi terhadap
virus(Krinsky, 2016). Hal ini karena sebagian besar penyakit akibat virus bersifat self-
limiting, dapat sembuh sendiri.
Dengan masa hidup virus Covid-19 yang diperkirakan sekitar 14 hari, sesuai masa
inkubasi virus tersebut, tindakan yang dapat dilakukan bagi semua orang untuk
melindungi diri adalah menjaga daya tahan tubuh, menggunakan sistem imun alami
tubuh. Caranya ialah dengan mengaktifkan sistem imun tubuh melalui penerapan pola
hidup sehat seperti:
1. Pola makan yang teratur, dengan gizi yang mencukupi dan seimbang.
2. Minum air putih sedikitnya 6 gelas per hari, dan sebaiknya air hangat.
3. Olahraga setidaknya 3 kali seminggu, masing-masing minimal 30 menit.
4. Menjaga kebersihan tubuh secara keseluruhan, yaitu mandi setiap hari, mencuci
tangan dengan sabun atau hand sanitizer setiap kali akan makan/ minum dan keluar
dari kamar mandi.
5. Istirahat cukup, tidur 6-8 jam/hari.(Pariang et al., 2020)

 Pemberian antivirus pada covid-19


Dibawah ini ialah beberapa antivirus yang dianggap mampu menangani Covid-19:
a) Ivermectin
Ivermectin diduga dapat menghambat replikasi virus severe acute respiratory
syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2) secara in vitro. Sebuah studi pada cawan
petri menemukan bahwa pemberian ivermectin dosis tunggal dapat mengurangi
ribonucleic acid (RNA) virus sebanyak 5.000 kali dalam 48 jam.
Dilakukan uji klinik yang cukup untuk membuktikan khasiat Ivermectin dalam
mencegah dan mengobati COVID-19, tetapi hingga saat ini pun belum tersedia.
Karena itu, Ivermectin belum dapat disetujui untuk indikasi tersebut.

b) Lopinavir/Ritonavir
Obat golongan protease inhibitor yang bekerja pada tahap akhir replikasi virus.
Protease adalah enzim yang bertanggung jawab dalam pembelahan prekursor
molekul yang akan membentuk protein untuk membentuk molekul virus akhir.
Lopinavir 100/ritonavir 400 adalah kombinasi obat legal dan terapi subterapi akan
menghambat inhibit CYP3A- yang memediasi metabolisme lopinavir sehingga
meningkatkan kadar lopinavir. lopinavir/ritonavir pada umumnya dapat
ditoleransi dengan baik. Absoprsi lopinavir akan dipengaruhi oleh makanan.
Lopinavir secara ekstensif akan dimetabolisme oleh CYP3A isoenzyme dari
cytochrome P450 sistem yang dapat dihambat oleh ritonavir. Kadar serum
lopinavir dapat meningkat pada pasien dengan gangguan hati. Efek samping yang
sering dilaporkan adalah diare, nyeri perut, muntah, dan astenik. Potensi interaksi
obat sangat tinggi. Peningkatan dosis lopinavir dianjurkan apabila diberikan
bersama dengan efavirenz atau nevirapin.(Respati, Titik dan Rathomi, 2020)

c) Oseltamivir
Oseltamivir carboxylate adalah analog asaam sialik yang mempunyai efikasi yang
baik sebagai inhibitor virus neuraminidases. Mekanisme kerjanya menghambat
aktivasi enzin neuraminidase yang berfungsi dalam proses pelepasan virus baru
dari sel yang terinfeksi sehingga mencegah penyebaran virus dalam saluran
pernapasan. Oseltamivir phosphate diabsorpsi cepat dalam saluran cerna dan
diubah menjadi bentuk aktif carboxylate di hepar. Bioavailabilitasnya sekitar 80%
dan waktu paruh oseltamivir carboxylate sekitar 6–10 jam. Eliminasinya di ginjal.
Efek samping yang sering dilaporkan adalah mual, abdominal discomfort, emesis,
dan iritasi lokal. Beberapa melaporkan nyeri kepala progresif.

d) Favipiravir (avigan)
Merupakan pro-drug yang akan dimetabolisme dalam tubuh menjadi zat aktif,
yakni: favipiravir-ribofuranosyl-5’-triphosphate (favipiravir-RTP). bekerja
sebagai penghambat selektif RNA-dependent RNA polymerase (RdRp), yang
merupakan salah satu enzim yang digunakan untuk transkripsi dan replikasi
genom RNA virus. Memiliki potensi untuk menghambat replikasi dari berbagai
jenis virus RNA, dan dapat dikatakan memiliki potensi sebagai antivirus dengan
spektrum luas.

e) Klorokuin (CLQ) dan Hidroksiklorokuin(HCQ)


Klorokuin adalah obat autoimun dan obat antimalaria. Obat ini dapat menghambat
infeksi virus dengan cara meningkatkan pH endosomal serta mengganggu
glikosilasi seluler reseptor SARS-CoV. Selain itu, klorokuin mempunyai aktivitas
permodulasi imun yang dapat meningkatkan efek antivirus in vivo. Klorokuin
sendiri didistribusikan di seluruh tubuh termasuk paru-paru. Hidroksiklorokuin
menunjukkan anti SARSCoV-2 lebih baik daripada klorokuin. dibuktikan dengan
nilai EC50 hidroksiklorokuin lebih rendah dari nilai EC50 klorokuin.(Levani et
al., 2021)

 Pemberian antibiotik pada pasien covid-19


a) Azithromycin
Dipercayai memiliki efek antiviral sinergis terhadap SARS-CoV-2 ketika
digabungkan dengan HCQ baik secara in vitro maupun secara klinis. Azithromycin
tampaknya menurunkan entri virus ke dalam sel. Selain itu, obat ini juga
meningkatkan respons imun terhadap virus dengan beberapa mekanisme.
Azithromycin meningkatkan produksi interferon tipe I dan tipe III (terutama
interferon-β dan interferon-λ), dan gen-gen yang terlibat dalam pengenalan virus
seperti MDA5 dan RIGI. Mekanisme-mekanisme ini secara universal terlibat dalam
respons tubuh terhadap agen infeksius, dan kemungkinan terhadap SARS-CoV-
2.(Wijaya et al., 2021)
DAFTAR PUSTAKA

Levani, Prastya, & Mawaddatunnadila. (2021). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Patogenesis,
Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 17(1), 44–57.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK/article/view/6340

Pariang, N. F. ., Wijaya, E., Sarnianto, P., Ikawati, Z., Andrajati, R., Puspitasari, I., & Noviani, L. (2020).
Panduan Praktis Untuk Apoteker. Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, 53(9), 1779–1791.

Respati, Titik dan Rathomi, H. S. (2020). Bunga Rampai Artikel Penyakit Virus Korona ( COVID-19 )
Editor : Titik Respati. In Kopidpedia.

Setiadi, A. P., Wibowo, Y. I., Halim, S. V., Brata, C., Presley, B., & Setiawan, E. (2020). Tata Laksana
Terapi Pasien dengan COVID-19: Sebuah Kajian Naratif. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy,
9(1), 70. https://doi.org/10.15416/ijcp.2020.9.1.70

Wijaya, H., Ayu, N., Saraswati, S., & Amanda, D. A. (2021). Majalah Kesehatan Indonesia Ivermectin
dan Covid-19 : 2(1), 9–15. https://doi.org/10.30604/makein.202119

Krinsky DL. (2016). Preventive and nonpharmacologic options for colds and influenza.
Pharmacy Today 22(11): p16. Diakses pada 24 Maret 2020 dari http://www.
pharmacytoday.org/article/S1042-0991(16)31214-2/fulltext

Anda mungkin juga menyukai