Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan jenis retrovirus berbahaya
yang mampu melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini memiliki
masa clinical latency cukup lama dan pada akhirnya menyebabkan kumpulan
tanda dan gejala penyakit menular yang sangat sulit disembuhkan yaitu Acquired
Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). Penyakit HIV/AIDS masih menjadi
masalah besar di Indonesia. Menurut laporan UNICEF Indonesia, setiap 25 menit
terdapat satu orang baru yang terinfeksi virus HIV
1
. Sementara itu, angka
kematian akibat HIV/AIDS di Indonesia naik 16 kali lipat selama sepuluh tahun
terakhir
2
. Pada tahun 2002 tercatat jumlah kematian akibat HIV/ AIDS di
Indonesia mencapai 62 orang. Namun, pada tahun 2012 jumlahnya mencapai
lebih dari 1.146 orang.
Berdasarkan berbagai sumber data, saat ini penderita HIV/AIDS tidak hanya dari
golongan orang dewasa yang gemar melakukan hubungan seks dan berganti-ganti
pasangan. Anak-anak bahkan bayi yang baru lahir pun telah banyak terinfeksi
virus ini. Hingga Maret 2013, jumlah kumulatif anak usia di bawah 5 tahun yang
menderita AIDS sudah mencapai 3% dari total 43.347 penderita
1
. Angka ini bisa
jadi jauh lebih sedikit dari jumlah sebenarnya mengingat masa inkubasi virus HIV
bisa mencapai 8-10 tahun.
Virus HIV menyerang dan menghancurkan sel-T atau sel CD4+. Pada selubung
tubuh virus ini terdapat dua jenis protein carier yang mengandung gula manosa
(glikoprotein) yaitu gp120 dan gp41. Keduanya berperan dalam memediasi
pengenalan sel CD4+ dan kemokin sehingga memungkinkan virus menempel dan
menyerang sel CD4+
3
. Selanjutnya, virus HIV menggunakan sel ini untuk
bereplikasi. Jumlah sel CD4+ yang semakin turun juga menyebabkan kemampuan
tubuh untuk melawan infeksi maupun penyakit menjadi menurun. Tubuh menjadi

2

sangat rentan terhadap infeksi dan penyakit. Selain itu, ukuran dan kompleksitas
virus ini memicu aktivasi sel-B poliklonal. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya
penyakit autoimun dimana sistem imun kehilangan kemampuan untuk
membedakan sel tubuh dengan sel asing sehingga sistem imun akan menyerang
sel tubuh sendiri.
Selama masa inkubasi, kapasitas virus di dalam tubuh terus meningkat sementara
jumlah CD4+ terus menurun. Berkembangnya cryptosporidiosis, TBC paru dan
getah bening, demam persisten (lebih dari satu bulan), candidasis persisten,
pneumonia berulang, berat badan menurun, virus herpes Sarkoma Kaposi (SKHV)
dan infeksi oportunistik lainnya umum terjadi pada keadaan ini. Akhirnya
keadaan ini menyebabkan kumpulan tanda dan gejala penyakit menular yang
sampai sekarang belum ada obatnya, yaitu Acquired Immuno Deficiency
Syndrome (AIDS).
Belum ada obat untuk penderita AIDS. Sejauh ini, upaya penanganan pada pasien
yang terinfeksi virus HIV dengan menggunakan senyawa kimia sebagai
antiretroviral (ARV). ARV bekerja dengan menghambat tahapan dari siklus hidup
virus HIV sehingga memperlama masa inkubasinya. Siklus tersebut terdiri dari
enam tahap, yaitu: binding dan injeksi, revers transkripsi, integrasi, replikasi,
pertunasan, dan maturasi. Beberapa jenis ARV yang lazim digunakan adalah
zidovudine dan lamivudin.
Menurut data beberapa tahun terakhir, penggunaan satu jenis ARV untuk terapi
lebih cepat menyebabkan resistensi obat
4
dan kembalinya progresivitas penyakit
5
.
Efek samping lain seperti anemia, netropenia, mual, muntah dan asidosis laktat
juga perlu mendapat perhatian. Untuk mengatasi itu, kini mulai dikembangkan
produk fixed-doze combination (FDC)
6
. FDC bisa dibuat dengan
mengkombinasikan jenis ARV yang sudah ada maupun dengan jenis baru yang
didapat dari bahan alam. Penggunaan bahan-bahan alami sebagai terapi bagi
penderita HIV/AIDS menjadi salah satu alternatif jenis ARV yang memiliki
banyak keuntungan karena murah, efek samping yang minimal serta belum
3

mengalami resistensi. Bahan alam yang berpotensi dalam hal ini adalah pisang
dan pegagan.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu.
Berada diantara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang
yang bersusun-susun (buahnya), dan naungan yang terbentang luas,
dan air yang tercurah. (QS. Al-Waaqiah: 27-31)
Pendapat mayoritas Ulama dari kalangan Shahabat dan Tabiin adalah bahwa
yang dimaksud dengan adalah pisang. Dan ini adalah yang disebutkan oleh
para ahli Tafsir seperti ath-Thabari, ar-Razi, al-Qurtubi, Ibnu Katsir dan asy-
Syaukani rahimahumullah.
Tanaman pisang atau Musa acuminata merupakan jenis terna raksasa dari suku
Musaceae. Pisang telah banyak diteliti dan dilaporkan memiliki aktivitas biologis
seperti antiulcerogenik, antidiabetik, antiatherogenik, antikanker, dan
antimutagenik
7
. Kandungan nutrisi pisang antara lain kalsium, lemak, kalium,
vitamin, karbohidrat, protein yang bermanfaat bagi kesehatan dan kecantikan.
Selain itu, pisang juga mengandung lectin., suatu protein yang berpotensi sebagai
antivirus HIV karena mampu mengikatkan diri pada gp120 yang terdapat pada
permukaan sel HIV serta menginhibisi aktivitas reverse trankriptase virus
tersebut
8
. Selain itu, pisang juga dapat berperan sebagai immunomodulator
9
.
Sementara itu, Centella asiatica atau yang lebih dikenal sebagai pegagan di
Indonesia ternyata menjanjikan prospek positif sebagai salah satu
immunomodulator
10
. Pada sel darah mononuclear tepi manusia, ekstrak pegagan
(Centella asiatica) dapat meningkatkan proliferasi dan produksi IL-2 dan TNF-a
secara signfikan. Meningkatnya IL-2 ternyata mempunyai pengaruh dalam
peningkatan proliferasi limfosit T aktif dan mengaktivasi limfosit B. Aktivitas ini
akhirnya menstimulasi proses proliferasi dan sekresi immunoglobulin
11
. Hal ini
berdampak positif terhadap pasien infeksi HIV yang telah menjalani terapi
4

antiviral. Oleh karena itu, dalam karya tulis ini akan dibahas mengenai potensi
kombinasi pisang dan pegagan sebagai alternatif pengobatan pada penderita HIV.
Kombinasi pisang dan pegagan ini diharapkan akan bekerja lebih optimal melalui
proses mikroenkapsulasi.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah lectin pada pisang dan ekstrak pegagan dapat menghambat laju
infeksi HIV?
2. Bagaimana aktivitas lectin pada pisang dan ekstrak pegagan sebagai
immunomodulator?
3. Bagaimana proses mikroenkapsulasi kombinasi ekstrak pisang dan
pegagan?

1.3 Tujuan
1. Menganalisis pengaruh lectin pada pisang dan ekstrak pegagan terhadap
aktivitas virus HIV.
2. Mengetahui aktivitas lectin pisang dan ekstrak pegagan sebagai
immunomodulator.
3. Mengetahui proses mikroenkapsulasi kombinasi ekstrak pisang dan
pegagan.

1.4 Manfaat
1. Memberikan solusi jenis baru obat antiretroviral HIV yang terjangkau
dan dapat dikombinasikan dengan jenis antivirus HIV sebelumnya.
2. Meningkatkan nilai tambah pisang dan pegagan sebagai
immunomodulator pada terapi HIV.
3. Memberikan masukan sebagai bahan pengembangan penelitian lebih
lanjut dalam penanganan HIV.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan Human Immuno Virus
(HIV)
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan
gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat
infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV adalah salah satu
virus yang termasuk famili retroviradae. Sedangkan AIDS merupakan tahap akhir
dari infeksi HIV
12
.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus termasuk dalam famili
retroviradae dan tergolong dalam subfamili lentivirae. Sebagai retrovirae, virus ini
mampu melakukan transkripsi RNA menjadi DNA lalu menggandakan diri
dengan memanfaatkan DNA sel inang. Sementara itu, salah satu karakteristik
yang membedakan lentivirus dengan retrovirus lain adalah kompleksitas
genomnya. Sebagian besar retrovirus dapat melakukan replikasi dengan tiga gen
utama yaitu gag, pol dan env. Gag dan env mengkode nucleocapsid serta surface-
coat protein, sedangkan pol mengekspresikan viral reverse transcriptase dan
enzim lainnya. Genom HIV hanya terdiri dari 9 kb RNA yang tidak hanya
mengandung tiga gen utama ini, tetapi juga enam gen lainnya (vif, vpu, vpr, tat,
rev dan nef). Struktur virion HIV berupa ikosahedral dengan 72 duri eksternal.
Duri ini dibentuk oleh dua protein envelope utama yaitu gp120 dan gp41.
Keduanya berperan dalam memediasi pengenalan sel CD4+ dan kemokin
sehingga virus menempel dan merusak sel CD4+
3
. Semakin berkurangnya
jumlah sel CD4+ menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi maupun
penyakit melemah sehingga tubuh rentan terhadap infeksi dan penyakit.

6


Gambar 1. Diagram skematik virion HIV
2.1.1 Siklus Hidup Virus HIV
Virus HIV ditularkan melalui injeksi langsung ke aliran darah, serta kontak
membran mukosa atau jaringan yang terlukan dengan cairan tubuh tertentu yang
berasal dari penderita HIV. HIV menginfeksi sel inang dan mempersingkat masa
hidupnya karena sel tersebut digunakan oleh virus HIV untuk menghasilkan
beberapa salinan baru HIV. Dalam satu hari virus ini dapat menghasilkan 10
7
-10
10

virion. Dalam 24 jam pertama setelah paparan, HIV menyerang atau ditangkap
oleh sel dendritik dalam selaput lendir dan kulit. Dalam waktu 5 hari setelah
paparan, sel-sel yang terinfeksi membuat jalan mereka ke kelenjar getah bening
dan akhirnya ke darah perifer, di mana replikasi virus menjadi cepat. Sel CD4+
yang bertugas merespon antigen virus bermigrasi ke kelenjar getah bening. Sel ini
mulai aktif dan kemudian berkembang biak melalui interaksi yang kompleks dari
sitokin dilepaskan dalam lingkungan mikro dari kelenjar getah bening. Hal ini
membuat CD4 + sel lebih rentan terhadap infeksi HIV.. Sebaliknya, monosit yang
terinfeksi HIV memungkinkan virus HIV bereplikasi. Dengan demikian, monosit
berperan sebagai reservoir HIV dan efektor dari kerusakan jaringan
3
.
Siklus tersebut terdiri dari enam tahap, yaitu: binding dan injeksi, revers
transkripsi, integrasi, replikasi, pertunasan, dan maturasi.
7

Binding dan Injeksi
Pada tahap ini terjadi interaksi antara antara gp120 dan gp41 dengan reseptor
CD4+ dan makrofag. Aktivitas tersebut difasilitasi oleh kemokin reseptor CCR5
dan CXCR4. Selain itu, virus juga berinteraksi dengan ko-reseptor yang berasal
dari luar sel CD4+ dan makrofag. Interaksi tersebut menyebabkan bahan genetik
virus dapat masuk ke dalam sel inang, sementara selubung virus tetap di luar.
Masuknya virus HIV merangsang pelepasan enzin reverse transkriptase, integrase
dan protease.
Reverse Transkripsi
Enzim reverse trnskriptase memediasi konversi bahan genetik virus dari RNA
menjadi DNA. Satu untai DNA yang terbentuk kemudian bereplikasi menjadi
double strand DNA virus HIV.
Integrasi
DNA HIV kemudian masuk ke inti sel CD4+ untuk berintegrasi dengan DNA
inang dengan mediator enzin integrase. Selanjutnya DNA virus mengambil alih
kendali kerja sel tersebut.
Replikasi
DNA virus mulai memerintahkan untuk terjadi sintesis protein komponen
penyusun virus.
Pertunasan
Komponen-komponen penyusun virus tersebut bergabung menjadi virus baru dan
kemudian keluar dari sel melalui dindingnya. Virus-virus baru tersebut telah
memiliki kemampuan menginfeksi dan meninggalkan sel CD4+ yang telah rusak.
Maturasi
Untuk dapat menginfeksi sel CD4+ baru, enzim protease HIV memotong protein
HIV panjang dari virus menjadi unit-unit fungsional yang lebih kecil yang
8

kemudian berkumpul kembali untuk membentuk virus matang. Virus ini sekarang
siap untuk menginfeksi sel-sel lain maupun bermigrasi ke host yang berbeda.
2.2 Pisang (Musa acuminata)
2.2.1 Taksonomi
Taksonomi tumbuhan pisang dijelaskan sebagai berikut
13
:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : musaceae
Genus : musa
Spesies : Musa acuminata
2.2.2 Klasifikasi
Jenis pisang dibagi menjadi tiga
14
:
1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca
varSapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya
pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas.
2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma
typica atau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka,
tanduk dan kepok.
3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya.
Misalnya pisang batu dan klutuk.
4. Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca).
2.2.3 Morfologi Tanaman
Akar,





9








Gambar 2. Akar pisang

Tanaman pisang berakar serabut dan tidak memiliki akar tunggang. Akar serabut
tersebut tumbuh pada umbi batang, terutama pada bagian bawah. Akar-akar yang
tumbuh dibagian bawah akan tumbuh lurus menuju pusat bumi hingga kedalaman
75-150 cm, sementara perakaran yang tumbuh di bagian atas tumbuh menyebar
kearah samping
15

Batang


Gambar 3. Batang pisang

Tanaman pisang berbatang sejati. Batang sejati tanaman pisang tersebut berupa
umbi batang yang berada didalam tanah. Batang sejati tanaman pisang bersifat
keras dan memiliki titik tumbuh (mata tunas) yang akan menghasilkan daun dan
bunga pisang
15
.
Daun


Gambar 4. Daun pisang

10

Daun tanaman pisang berbentuk lanset panjang, memiliki tangkai panjang
berkisar antara 30 -40 cm. Tangkai daun ini bersifat agak keras dan kuat serta
mengandung banyak air. Kedudukan daun agak mendatar dan letaknya lebar daun
pisang memiliki lapisan lilin pada permukaan bagian bawahnya
15

Bunga











Gambar 5. Bunga tanaman pisang

Bunga tanaman pisang berbentuk bulat lonjong dengan bagian ujung runcing.
Bunga tanaman pisang yang baru muncul, biasa disebut jantung pisang. Bunga
tanaman pisang terdiri dari tangkai bunga, daun penumpung, daun pelindung
bunga dan mahkota bunga
15
.
Buah













Gambar 6. Buah pisang
Buah pisang memiliki bentuk ukuran, warna kulit, warna daging buah, rasa dan
aroma yang beragam, tergantung pada varietasnya. Bentuk buah pisang ambon bulat
panjang, bulat pendek, bulat agak persegi dan sebagainya
15
.

11

Buah pisang yang sudah tua mempunyai ciri-ciri: buah tampak padat berisi, segi-
segi buah (lingir) hampir hilang, bagian ujung buah yang terlihat pada buah muda
tidak ada lagi. Tangkai putik pun sudah hilang, warna kulit buah berubah, dari
hijau menjadi kekuningan, pada tingkat kemasakan penuh, terlihat beberapa buah
pada tandan yang sudah masak
16
. Semula pisang berwarna hijau karena adaya
klorofil pada kulitnya. Perubahan tingkat kemasakan menyebabkan warna buah
menjadi kuning karena adanya pigmen karotenoid. Berat daging buah pisang pada
permulaan perkembangan buah sangat rendah, sedangkan berat kulit sangat tinggi.
Seiring semakin masaknya buah, berat daging buah bertambah disertai sedikit
demi sedikit pengurangan berat kulitnya. Hal ini mungkin disebabkan selulosa
dan hemiselulosa pada kulit pisang
16
.
2.2.4 Habitat
Pisang merupakan tanaman buah yang banyak terdapat di kawasan Asia
Tenggara, termasuk Indonesia. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa
Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang
14
. Karakteristik habitat pisang adalah
sebagai berikut
14
:
Iklim
1. Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung pertumbuhan pisang. Namun
demikian pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis. Pada kondisi tanpa
air, pisang masih tetap tumbuh karena air disuplai dari batangnya yang berair
tetapi produksinya tidak dapat diharapkan.
2. Angin dengan kecepatan tinggi seperti angin kumbang dapat merusak daun dan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
3. Curah hujan optimal adalah 1.5203.800 mm/tahun dengan 2 bulan kering.
Variasi curah hujan harus diimbangi dengan ketinggian air tanah agar tanah
tidak tergenang.
Media Tumbuh
1. Pisang dapat tumbuh di tanah yang kaya humus, mengandung kapur atau tanah
berat. Tanaman ini rakus makanan sehingga sebaiknya pisang ditanam di tanah
berhumus dengan pemupukan.
12

2. Air harus selalu tersedia tetapi tidak boleh menggenang karena pertanaman
pisang harus diari dengan intensif. Ketinggian air tanah di daerah basah adalah
50 - 200 cm, di daerah setengah basah 100 - 200 cm dan di daerah kering 50
150 cm. Tanah yang telah mengalami erosi tidak akan menghasilkan panen
pisang yang baik. Tanah harus mudah meresapkan air. Pisang tidak hidup pada
tanah yang mengandung garam 0,07%.
Ketinggian Tempat
Tanaman ini toleran akan ketinggian dan kekeringan. Di Indonesia umumnya
dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan setinggi 2.000 m dpl. Pisang
ambon, nangka dan tanduk tumbuh baik sampai ketinggian 1.000 m dpl.
2.2.5 Pemanfaatan Pisang
Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral
dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan
tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui
proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagi
pembungkus berbagai macam makanan trandisional Indonesia.
Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dsb. Batang
pisang yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak
ruminansia (domba, kambing) pada saat musim kemarau dimana rumput
tidak/kurang tersedia.
Secara tradisional, air umbi batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat
disentri dan pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang digunakan
sebagai obat sakit kencing dan penawar racun
14
.
2.2.6 Kandungan dalam Pisang
Kandungan gizi pisang terdiri dari air, karbohidrat, protein, lemak dan vitamin A,
B1, B2 dan C. Komposisi kandungan gizi pisang dapat dilihat pada tabel berikut
17
:
13


2.2.7. Lectin pada Buah Pisang
Lectin merupakan protein terbanyak yang terdapat pada buah pisang yang telah
matang. Lectin merupakan salah satu zat yang berasal dari famili jacalin-related
lectin yang secara spesifik berikatan dengan gugus gula tertentu dan memiliki
reaksi kimia terhadap gugus gula tersebut. Lectin merupakan zat homodimer yang
terdiri dari dua subunit 15kDa yang identik
18
.
Lectin banyak didapatkan di alam, dimana lectin mengikatkan diri pada
karbohidrat yang larut atau pada gugus fungsional karbohidrat yang terdapat pada
glikoprotein atau glikolipid. Lectin terdapat di berbagai jenis makanan yang biasa
dikonsumsi sehari-hari, seperti tepung, jagung, kentang, kacang, kacang panjang,
pisang, kedelai, jamur, nasi, dan tomat. Lectin diketahui memiliki beberapa
manfaat bagi kesehatan tubuh, antara lain efektif sebagai agen anti kanker karena
mengikat membrane sel kanker dan menyebabkan sitotoksikm apoptosis, dan
penghambatan terhadap perkembangan tumor, disamping itu, lectin juga dapat
mengaktifkan berbagai system imun tubuh melalui pengaktifan berbagai
interleukin dan jalur tirosin kinase G
8
.
Tabel 1. Komposisi Kandungan Gizi Pisang (Per Berat Basah Isi)
14


2.3 Pegagan (Centella asiatica)
Kelas : Dicotyledon
Sub-kelas : Polypetalae
Order : Umbellales
Familia : Umbelliferae (Apiaceae)
Genus : Centella
Spesies : asiatica
Centella asiatica atau yang lebih sering dikenal sebagai pegagan di Indonesia,
merupakan famili Apiaceace (Umbelliferae) yang kerap ditemukan di hampir
seluruh belahan dunia. Pegagan merupakan tanaman iklim tropik yang tumbuh di
daratan rendah hingga 2500 dpl
19
. Spesies ini banyak ditemukan di tanah yang
subur atau daerah lembap seperti rawa-rawa, terutama pada musim hujan
20
.


Gambar 7. Centella asiatica
21

Tanaman ini juga dikenal sebagai Pegaga di Malaysia, Luei Gong Gen atau
Tung Chai di China, dan Vallarai di India. Tanaman ini tumbuh menjalar
hingga tingginya mencapai 30 cm, memiliki daun berbentuk kipas
22
. Bangsa
Melayu sudah terbiasa mengkonsumsi tanaman ini sebagai sayuran segar.
Pegagan mempunyai potensi tinggi dalam pengobatan. Pegagan juga merupakan
salah satu tanaman yang populer dalam beberapa sistem pengobatan tradisional di
India, China, Srilanka, Nepal, dan Madagascar
21
. Ilmu kedokteran tradisional
15

Ayurvedic sudah sejak lama menggunakan Centella asiatica untuk mengobati
radang, anemia, asma, kelainan darah, bronkitis, demam, dan splenomegali
22
.
Centella asiatica mengandung beberapa jenis senyawa kimia seperti
21
:
Triterpenoids
Termasuk asiaticoside, centelloside, madecossoside, thankunside, asam
isothankunik, centellosa, asam asiatik, asam centellik, asam madekassik,
brahmosida, brahminosida, brahmicacid. Pada daun pegagan lebih banyak
ditemukan asiaticoside dan madecossoside, daripada akarnya
21
. Akar pegagan
kaya akan asam amino seperti aspartat, glutamat, serin, threonin, alanin, lysin dan
histidin
20

Tabel 2. Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul beberapa senyawa pada
pegagan
23




16


Gambar 8. Struktur asam asiatik, asam madekasik, dan asiatikosida
21

Asam volatil dan asam lemak
Asam lemaknya terdiri dari gliseril palmitat, stearat, lignocerit, oleat, linoleat, dan
asam linoleat
21
.
Alkaliod
Alkaloid semacam hydrocotylin bisa didapatkan pada pegagan kering
21
.
Glikosida
Asiatikosida, madekososida, centellosida terisolasi pada beberapa bagian pegagan.
Saat dihidrolisis, glikosida-glikosida ini menghasilkan asam tritepen, asam asiatik,
asam madegaskarik dan asam centellik. Semua zat tersebut tersedia dalam bentuk
bebas, kecuali asam centellik
21
.
Flavanoid
Pada daun terdapat flavanoid, 3-glucosylquercetin, 3-glucosylkaemferol, dan 7-
glucosylkaemferol. Selain itu, pada daun pegagan juga kaya vitamin B, vitamin C,
dan vitamin G.

2.3.1 Pegagan sebagai Anti-Inflamasi
Ekstrak pegagan (Centella asiatica) ternyata juga mempunyai efek antiinflamasi.
Pada dosis 2 mg/kg, ekstrak pegagan sudah menunjukkan hasil signifikan sebgai
antiinflamator. Jika diberikan pada dosis yang lebih tinggi, ekstrak pegagan
ternyata bekerja lebih efektif dari asam mefenamat - salah satu jenis
17

antiinflamator non-steroid
22
. Efek ini berkaitan dengan kandungan triterpen yang
tinggi pada pegagan (Centella asiatica).

2.3.2 Pegagan Sebagai Immunomodulator
Senyawa pectin yang terdapat pada ekstrak Centella asiadica terbukti
menunjukkan aktivitas modulasi sistem imun
21
. Senyawa triterpenoid saponin
dalam ekstrak metanol pegagan juga berperan dalam mengawali sistem
immunomodulator.






















18

BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Metode Penulisan
Bentuk penulisan karya tulis ini menggunakan metode studi pustaka.
Mengambil beberapa sumber dari literatur yang relevan dan disusun secara
berhubungan sesuai dengan pengangkatan topik yang akan dibahas.
3.2 Sumber dan Jenis Data
Data yang menyusun dalam karya tulis ini diambil dari berbagai literatur
kepustakaan mutakhir baik elektronik ataupun non-elektronik yang ada.
Data yang relevan bersumber dari beberapa referensi terkait mengenai
potensi pisang dan pegagan, berupa jurnal ilmiah, maupun artikel cetak dan
elektronika.
3.3 Analisis Data
Data yang didapat disusun dan ditelaah sesuai dengan metode analisis
deskriptif argumentatif. Menganalisi secara detail potensi pisang dan
pegagan sebagai immunomodulator. Kemudian diolah secara sistematis dan
struktural dengan menjawab permasalahan tadi dan mengajukan beberapa
solusi terkait pemanfaatan potensi pisang dan pegagan sebagai alternative
terapi bagi penderita HIV/ AIDS.
3.4 Sifat Tulisan
Tulisan dalam karya tulis ini bersifat deskriptif dengan diabstraksi dan
diekstrapolasi dari berbagai teori dan pemikiran ilmiah, terkait dengan
potensi pisang dan pegagan sebagai alternative terapi bagi penderita HIV/
AIDS.





19

BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
4.1 Potensi Pisang sebagai Modulator Sel T CD4+
HIV akan menyerang sel T CD4 sebagai target utama sel yang akan diinfeksi. Sel
ini merupakan salah satu komponen utama dalam sistem imunitas pada tubuh
manusia. Infeksi HIV akan menyebabkan sistem imun mengalami penurunan
secara berkelanjutan. Sehingga, penurunan jumlah sel T CD4 pada penderita HIV
dapat dijadikan marker dalam menentukan tingkat penurunan sistem imun.
Dengan kata lain dapat dijadikan sebagai penanda tingkat keparahan infeksi HIV.
Oleh karena itu, sel T CD4 harus dipertahankan dan ditingkatkan jumlahnya
dalam tubuh melalui proses aktivasi sel T CD4
24
.
Aktivasi sel T CD4
+
dimulai ketika terjadi penempelan protein MHC yang
terdapat pada sel Antigen Presenting Cell (APC) dengan kompleks T cell
Receptor (TCR). Hal ini akan menyebabkan koreseptor CD4 atau CD8
mengaktivasi Lck protein kinase sehingga menyebabkan terjadinya fosforilasi
pada -associated protein (ZAP-70). Forsforilasi -associated protein (ZAP-70)
menyebabkan enzim Phospholipase C (PLC) teraktivasi. Aktivasi PLC
menstimulus lepasnya Ca
2+
dari depo interseluler sehingga Nuclear factor of
activated T cells (NFAT) teraktivasi
8
. NFAT yang teraktivasi akan meyebabkan
peningkatan ekspresi E3 ubiquitin ligases yaitu CBL-B (Casitas B-lineage
lymphoma B), GRAIL (gene related to anergy in lymphocytes) and ITCH (itchy
homologue E3 ubiquitin protein ligase). Ketiganya merupakan faktor transkripsi
early growth response 2 (EGR2) and EGR3
25
.

20


Gambar 9. Jalur Aktivasi Sel T CD4
+

25

Lectin merupakan protein pengikat gula yang secara spesifik memberikan reaksi
kimia terhadap gugus gula yang diikatnya. dalam jalur ini Lectin dapat berikatan
dengan reseptor CD4 pada rantai oligoprotein dan rantai saccharida pada CD4,
yaitu a-linked O-glycosides (3-D-galactose(1-3)DN-acetyl galactosamine) dan
N-glycosylated, dan mengantarkan sinyal kimia sehingga terjadi autofosforilasi
Lck protein kinase dan mengaktivasi secara langsung enzim tersebut. Aktivasi
dari Lck protein kinase menyebbkan jalur diatas teraktivasi dan terjadi
peningkatan Ca
2+
intraseluler yang mengaktifkan NFAT sehingga sel T CD4+
dapat teraktivasi
8
. Proses ini dibuktikan pada penelitian Virginie Lafont tahun
1994 dengan membandingkan peningkatan kalsium intrasel pada sel Jurkat antara
sel yang diberi lectin dengan sel yang tidak diberi lectin, setelah pemberian
genesin, tyrosine-kinase inhibitor. Didapatkan hasil bahwa pada sel yang diberi
lectin terjadi peningkatan kalsium intraseluler yang signifikan dibandingkan
dengan sel yang tidak diberikan lectin
26, 8
.
21


Grafik 10. Peningkatan Kalsium Intrasel yang Diinduksi dengan Pemberian Lectin
26

4.2 Potensi Pisang sebagai Inhibitor Fusi Virus HIV
Protein gp120 dan gp 41 merupakan protein yang terdapat pada permukaan HIV.
Protein tersebut yang menjalankan fungsi untuk berikatan pada reseptor CD4 dan
melakukan fusi membrane untuk selanjutnya menginfeksi sel. Protein gp120 pada
permukaan HIV mengandung 20-30 sisi yang memungkinkan terjadinya
glikosilasi
27
. Glikosilasi ini memiliki banyak perngaruh terhadap siklus sel,
diantarnya transportasi selular, pengikatan pada reseptor selular
28,29,30
, sintesis
protein
28,31
, hingga perlindungan dari respon imun
32
. Glikosilasi ini merupakan
proses yang essensial bagi virus. Sehingga, target terapi alternatif yang diberikan
harus mampu menghambat aspek ini.
Senyawa yang dapat digunakan untuk menghambat laju perkembangan HIV
adalah senyawa yang memiliki kemampuan dalam menghambat fusi antara virus
dengan sel target. Ini merupakan target potensial dalam menghambat
perkembangan virus. Lectin memiliki potensi dalam menghambat fusi antara HIV
terhadap sel target melalui pengikatan struktur karbohidrat yang terdapat dalam
permukaan HIV
27
.
Lectin yang didapatkan dari buah pisang yang telah matang merupakan molekul
dimer yang memiliki berast 30kDa
27
. Lectin ini merupakan anggota dari the
jacalin-related lectin family dan dikenal memiliki struktur manosa yang tinggi
22

33,34
. Struktur manosa yang tinggi pada lectin buah pisang akan menyebabkan
senyawa ini berikatan dengan protein gp 120 yang terdapat di permukaan HIV.
Dengan terikatnya Lectin pada protein ini, gp 120 tidak dapat berikatan dengan
sel CD4, sehingga fusi sel tidak dapat terjadi
18
.
Selain itu, lectin pada buah pisang juga memiliki kemampuan dalam berikatan
terhadap CD4 yang merupakan reseptor spesifik pada sel T CD4+. Pada CD4,
lectin mengikatkan diri pada rantai oligoprotein dan rantai saccharida, yaitu a-
linked O-glycosides (3-D-galactose(1-3)DN-acetyl galactosamine) dan N-
glycosylated
26
. Pengikatan lectin pada reseptor sel T CD4+ ini akan menghambat
fusi virus HIV dengan sel T yang merupakan target utama virus. Dalam hal ini,
lectin pada buah pisang bertindak sebagai inhibitor kompetitif dengan HIV,
karena keduanya memiliki kemampuan dalam berikatan dengan reseptor sel T.
Lectin pada buah pisang juga memiliki kemampuan pengikatan lebih tinggi dari
virus HIV. Hal ini dikarenakan lectin bisa berikatan dengan atau tanpa
membentuk komplek CD3/ TCR terlebih dahulu. Sedangkan pada HIV harus
membentuk komplek CD3/ TCR terlebih dahulu untuk dapat berikatan dengan
CD4
26
.
4.3 Kinerja Ekstrak Centella asiadica sebagai Immunostimulant
Pada studi terdahulu tentang imun, Centella asiadica telah menjanjikan prospek
positif sebagai salah satu immunomodulator. Seperti penelitian yang dilakukan
Patil et al., 1998
10
untuk mengevaluasi sifat immunostimulan suspensi cair
Centella asiadica menggunakan humoral (Haemagglutinating antibody tire)
dibandingkan dengan alfa-2b interferon. Ternyata tingkat immunostimulant dari
Centella asiadica adalah sekitar 60% dari alfa-2b interferon.
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh sendiri Mali et al.,
2008
10
. Ekstrak yang diambil dari daun Centella asiadica ternyata juga
meningkatkan fungsi fagositosis pada neutrofil manusia. Eksperimen dilakukan
pada Candida albicans. Dengan intervensi ekstrak pegagan yang diberikan, terjadi
peningkatan aktivitas cerna (fagositosis) neutrofil terhadap Candida albicans.
23



Tabel 3. Efek ekstrak Centella asiatica terhadap aktivitas fagositosis neutrofil
10


Ekstrak pegagan terbukti meningkatkan pergerakan (locomotion) dan kemotaksis
neutrofil yang diindikasikan dengan bertambahnya jumlah sel yang mencapai
permukaan filter yang lebih rendah. Hal ini tentu berdampak positif pada pasien
penderita HIV yang sedang mendapatkan terapi antiretroviral (HAART), karena
peningkatan neutrofil berhubungan langsung dengan pertambahan jumlah sel
TCD4
35
.

Tabel 4. Efek ekstrak Centella asiadiaca terhadap kemotaksis dan pergerakan neutrofil
10

Selain itu, pada sel darah mononuklear tepi manusia ekstrak pegagan (Centella
asiatica) dapat meningkatkan proliferasi dan produksi IL-2 dan TNF- secara
signifikan
11
. Meningkatnya IL-2 ternyata punya pengaruh dalam peningkatan
proliferasi limfosit T aktif dan mengaktifasi limfosit B, aktivitas ini akhirnya akan
menstimulasi proses proliferasi dan sekresi imunoglobulin
11
. Meningkatnya
limfosit T aktif akan berdampak baik pada pasien terinfeksi HIV yang telah
mendapat terapi antiviral.

24


Gambar 11. Efek water extract Centella asiatica dan ethanol extract terhadap produksi IL-2 dan
TNF-alfa pada sel darah mononuklear tepi manusia
11


4.4 Mikroenkapsulasi Ekstrak Pegagan-Pisang
Mikroenkapsulasi merupakan suatu proses langsung pada zat aktif yang terdapat
dalam bentuk partikel halus, cairan maupun bentuk yang terdispersi.
Mikroenkapsulasi bertujuan untuk mengubah dan melindungi bentuk zat aktif
serta menutupi rasa dari zat tersebut. Mikroenkapsulasi juga berguna dalam
mengontrol pelepasan zat aktif sehingga dapat terkendali. Hasil proses
mikroenkapsulasi digunakan untuk menyalut suatu bahan dengan ukuran yang
sangat kecil dengan diameter berkisar 15-20 mikron atau kurang dari setengah
diameter rambut manusia. Hasil proses ini dinamakan mikropartikel
36
.

Mikropartikel umumnya terdiri dari mikrokapsul dan mikrosfer. Mikrokapsul
adalah sistem vesikular dimana obat ini terbatas pada sebuah rongga yang
dikelilingi oleh struktur berbatas, misalnya, polimer. Mikrokapsul dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu berinti tunggal, berinti lebih dari satu dan tipe
matriks. Sedangkan mikrosfer adalah sistem bola matriks di mana obat tersebar
secara fisik dan merata
36
.

25

Proses mikroenkapsulasi pegagan-pisang dapat menggunakan metode pengering
semprot. Umumnya terdapat tiga metode dalam proses mikroenkapsulasi yaitu:
teknik emulsi air-minyak-air (w/o/w), metode pemisahan, dan pengering semprot
37
. Pada teknik pengering semprot, pembentukan partikel dicapai oleh emulsi atom
dengan aliran udara panas di bawah penguapan pelarut yang kuat. Pada teknik ini
larutan suspensi yang dimikroenkapsulasi cukup dimasukkan ke dalam alat
pengering semprot dan dihasilkan serbuk mikropartikel
38
. Sehingga, metode
pengering semprot dapat digunakan sebagai pilihan dalam proses
mikroenkapsulasi pegagan-pisang.

4.4.1 Ekstaksi dan Formulasi Sampel
Proses ekstraksi pegagan-pisang mengacu pada proses ekstraksi BPOM (2005)
yaitu maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 30%. Serbuk kering simplisia
pegagan-pisang yang memiliki kemampuan dalam aktivasi Limfosit T serta
inhibisi fusi dan replikasi HIV, masing-masing sebanyak 1000 g dimaserasi
sebanyak 2 kali (@24 jam) dengan pelarut etanol 30%, lalu disaring. Filtrat yang
dihasilkan kemudian diuapkan pelarutnya atau dipekatkan dengan rotary
evaporator sehingga diperoleh ekstrak yang kental. Lalu dikeringkan dengan oven
dan disimpan pada suhu -20oC
36
. Formulasi ekstrak pegagan-pisang
dikombinasikan dengan konsentrasi tertentu.

4.4.2 Mikropartikel Kitosan
Mikropartikel merupakan hasil proses mikroenkapsulasi yang digunakan untuk
menyalut bahan. Mikropartikel yang digunakan menggunakan bahan polimer
alami kitosan. Kitosan merupakan biopoliaminosakarida linear alami yang
diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin merupakan polimer kedua terbanyak di alam
setelah selulosa, menjadi komponen utama exoskeleton krustasea seperti kepiting,
udang, lobster dan beberapa jamur seperti Aspergillus, dan Mucor Zygomicetes.
Kitosan merupakan senyawa polisakarida (1-4)-2-amino-2-deoksi-D-glukosa
yang saling berikatan beta
36
.

26



Pada proses pembuatan mikropartikel kitosan dilakukan pengoptimuman
konsentrasi kitosan dan jumlah formula ekstrak. Formula ekstrak terdiri dari
gabungan ekstrak pegagan-pisang dalam pelarut etanol 30%. Kitosan dengan
konsentrasi tertentu dilarutkan dalam asam asetat
39
. Larutan kitosan 100 mL
ditambahkan formula ekstrak dengan konsentrasi tertentu. Kemudian campuran
ditambahkan larutan sodium tripolifosfat (STP) 1 % (v/v) dalam pelarut akuades.
Campuran diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 30 menit sampai
homogen, kemudian disonikasi selama 30 menit menggunakan ultrasonikator
Branson dan dihomogenisasi menggunakan alat homogenizer Armfield model
L4R selama 10 menit pada 700 rpm. Campuran dianalisis dengan
spektrofotometer UV-Vis untuk mengetahui kadar ekstrak dalam partikel sebelum
dan setelah sonikasi. Panjang gelombang maksimum dicari terlebih dahulu pada
kisaran 200-600 nm. Sampel yang digunakan untuk menentukan panjang
gelombang maksimum adalah sampel sebelum sonikasi. Blanko yang digunakan
adalah 10 mL larutan asam asetat 3.5 % ditambahkan 2 mL akuades dan 0.35 mL
etanol 30 %. Setelah panjang gelombang maksimum diperoleh, kedua variasi
sampel diukur absorbansnya pada panjang gelombang maksimum dimulai dari
sampel yang disonikasi 30 menit. Selanjutnya semua sampel diubah menjadi
mikropartikel menggunakan alat pengering semprot (Mini Spray Dryer Buchi
190)
36
.



Gambar 12. Struktur Kimia Kitosan
36


27

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Senyawa alami lectin pada pisang memiliki peran penting dalam
menghambat infeksi dan siklus hidup virus HIV melalui beberapa
mekanisme yang saling menunjang, yaitu:
Menghambat fusi antara virus dengan sel target
Bertindak sebagai inhibitor kompetitif dengan HIV
2. Ekstrak pegagan memiliki peran penting sebagai immunomodulator yang
sangat menunjang terapi antiretrovirus HIV melalui:
meningkatkan fungsi fagositosis pada neutrofil
meningkatkan pergerakan (locomotion) dan kemotaksis neutrofil
meningkatkan proliferasi dan produksi IL-2 dan TNF- secara
signifikan
3. Aplikasi pemanfaatan ekstrak pegagan-pisang dapat dilakukan proses
mikroenkapsulasi menggunakan mikropartikel kitosan untuk mendapatka
efek yang lebih optimal.
5.2 Saran
1. Untuk meningkatkan efektivitas terapi mikroenkapsulasi ekstrak pegagan-
pisang ini diperlukan kajian lebih mendalam tentang karakteristik masing
bahan serta interaksi bahan-bahan yang terkandung dalam keduanya untuk
dapat lebih ditelaah manfaatnya guna ditingkatkan efektivitasnya dan
diketahui kekurangannya untuk meminimalisasi efek yang mungkin
terjadi.
2. Diperlukan penelitian lebih mendalam mengenai dosis dan metode terbaik
pemberian terapi untuk mendapatkan hasil pengobatan yang maksimal.



28

DAFTAR PUSTAKA

1. UNICEF Indonesia, 2012. Ringkasan Kajian Respon terhadap HIV&AIDS
(ed. Oktober 2012)
2. Ditjen PP&PL Kemenkes RI. 2013. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia
Dilapor s.d. Maret 2013, pp 1-3
3. Calles, Nancy R. et al. 2010. Pathophysiology of the Human
Immunodeficiency Virus. HIV Curriculum for the Health Professional: 7-9
4. Samsuridjal. 2012. Kliping Berita Kesehatan: Mengenal Lebih Dekat
ARV. Pusat Komunikasi Publik Setjen Kementerian Kesehatan RI.
5. Louisa, M., & Setiabudy, R. (2007). Antivirus. Dalam Gunawan, S. G.,
Setiabudy, R., Nafrialdi, & Elysabeth (Ed.). Farmakologi dan terapi (5th
ed., pp 638-663). Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
6. Sweetman, S. C. (Ed.). 2009. Martindale: The Complete drug Reference
(36th ed.). London: Pharmaceutical Press.
7. Orhan, Ilkay. 2001. Biological Activities of Musa Species. J Fac Pharm
Ankara 30 (1): 39-50
8. Kartika, Arina. Rahmat Haryanto. 2010. Pemanfaatan BanLec pada Buah
Pisang (Musa paradisiaca) sebagai Modulator Sel T CD4+ dan
Penghambat Laju Perkembangan HIV. Surabaya: Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga
9. Wong, Jack Ho & Ng. T.B. 2006. Isolation and Characterization of
glucose/mannose-specific lectin with stimulatory effect on nitric oxide
production by macrophages form the emperor banana. Faculty of
Medicine The Chinese University of Hong Kong.
10. Mali, Ravindra & Hatapakki, Basavraj. 2008. An in vitro study of effect of
Centella asiatica on Phagocytosis by Human Neutrophils. International
Journal of Pharmaceutical Sciences and Nanotechnology vol 1: 297-302

29

11. Punturee, Khanittha et al. 2005. Immunomodulatory Activities of Centella
asiatica and Rhinacanthus nasutus Extracts. Asian Pacific J Cancer Prev
6: 394-400
12. Djoerban, Z. 2001. Membidik AIDS: Ikhtisar Memahami HIV dan ODHA.
Ed 1. Yogyakarta: Galang.
13. http://www.sith.itb.ac.id/herbarium/index.php?c=herbs&view=detail&spid
=198161 [6 September 2013]
14. Departemen Riset Teknologi RI. 2000. Pisang. Diakses dari:
www.warintek.ristek.go.id/pertanian/pisang.pdf [6 September 2013]
15. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-vinilyudis-6955-
3-babii.pdf [6 September 2013]
16. Hasanah, uswatun. 2005. Kandungan Vitamin C Buah Pisang setelah
Perendaman dalam Larutan Kalsium Klorida. Semarang: FMIPA Undip.
Diakses dari: http://eprints.undip.ac.id/29770/5/395b05_chapter_II.pdf [6
September 2013]
17. Direktorat Hasil Pengolahan dan Pemasaran Hortikultura Deptan RI. 2005.
Road Map Pisang. Diakses dari
http://pphp.deptan.go.id/xplore/view.php?file=PROFIL-
ORGANISASI/RENCANA-STRATEGIS/LAMPIRAN-
ROADMAP/Road%20map%20pisang.pdf [6 September 2013]
18. Tanaka, Haruo, et.al. 2009. Mechanism by which the lectin actinohivin
blocks HIV infection of target cells. Faculty of Pharmacy and College of
Science and Engineering, Iwaki Meisei University, Iwaki, Fukushima 970-
8551. Japan
19. Widowati, Lucie et al. 1992. Beberapa Informasi Khasiat Keamanan dan
Fitokimia Tanaman Pegagan. Warta Tumbuhan Obat Indonesia vol 1
no.2: 39-41
20. Arora D, Kumar M, Dubey S D. 2002. Centella asiatica A review of its
medicinal uses and pharmacological effects. Journal of Natural Remidies
vol 2: 143-149
30

21. Singh, Sakshi et al. 2010. Centella asiatica (L.): A Plant with Immense
Medicinal Potential but Threatened. International Journal of
Pharmaceutical Sciences Review and Research Vol 4: 9-17
22. Somchit, M. N. 2004. Antinociceptive and antiinflammatory effect of
Centella asiatica. Indian J. Pharmacol vol 36: 377-380
23. Institut Pertanian Bogor. Penelitian Centella asiatica: Tinjauan Pustaka: 7-
33
24. Mitchell RN and Kumar V. 2003. Diseases of Immunity. USA: WB
Saunders Company. Hal. 103-64
25. Garrison Fathman, Neil B. Lineberry . 2007. A model for regulation of T-
cell activation by three E3 ubiquitin ligases following anergy induction
Nature Reviews Immunology 7, 599-609.
26. Lafont, Virginie, Jacques Dornand Arnaud Dupuy dAngeact Serge
Monier. 1994. Jacalin, a lectin that inhibits in vitro HIV-1 infection,
induces intracellular calcium increase via CD4 in cells lacking the
CD3/TcR complex. Biochem. J. 250 (3): 30-36.
27. Swanson MD, Winter HC, Goldstein IJ, Markovitz DM. 2010. A Lectin
Isolated from Bananas Is a Potent Inhibitor of HIV Replication. J. Biol.
Chem. 285 (12): 864655.
28. Matthews T. J., Weinhold K. J., Lyerly H. K., Langlois A. J., Wigzell H.,
Bolognesi D. P. (1987) Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 84, 54245428.
[PMC free article] [PubMed]
29. Clevestig P., Pramanik L., Leitner T., Ehrnst A. (2006) J. Gen. Virol 87,
607612. [PubMed]
30. Geijtenbeek T. B., Kwon D. S., Torensma R., van Vliet S. J., van
Duijnhoven G. C., Middel J., Cornelissen I. L., Nottet H. S., KewalRamani
V. N., Littman D. R., Figdor C. G., van Kooyk Y. (2000) Cell 100, 587
597. [PubMed]
31. Allan J. S., Coligan J. E., Barin F., McLane M. F., Sodroski J. G., Rosen
C. A., Haseltine W. A., Lee T. H., Essex M. (1985) Science 228, 1091
1094. [PubMed]
31

32. Back N. K., Smit L., De Jong J. J., Keulen W., Schutten M., Goudsmit J.,
Tersmette M. (1994) Virology 199, 431438. [PubMed]
33. Koshte V. L., van Dijk W., van der Stelt M. E., Aalberse R. C. (1990)
Biochem. J. 272, 721726. [PMC free article] [PubMed]
34. Mo H., Winter H. C., Van Damme E. J., Peumans W. J., Misaki A.,
Goldstein I. J. (2001) Eur. J. Biochem. 268, 26092615. [PubMed]
35. Mastroianni, Claudio M et al. 1999. Improvement in neutrophil and
monocyte function during highly active antiretroviral treatment of HIV-1
infected patient. AIDS 1999, 13:883-890
36. Ismarani, Iswantini D, Darusman LK. 2011. Mikroenkapsulasi Ekstrak
Formula Pegagan-Kumis Kucing- Sambiloto sebagai Inhibitor Angiotensin
Converting Enzyme I secara In Vitro. CEFARS: Jurnal Agribisnin dan
Pengembangan Wilayah 3: 11-14
37. Mundargi RC, Babu VR, Rangaswamy V, Patel P, Aminabhavi TM. 2008.
Nano/micro technologies for delivering macromolecular therapeutics using
poy (D,L-lactide-co-glycolide) and its derivatives. Journal of Controlled
Release 125: 193-209.
38. Olieveira EP, Bezerra MA, Santelli RE, Villar LS, Escaleira LA. 2008.
Response surface methodology (RSM) as a tool for optimization in
analytical chemistry. Talanta 76: 965-977
39. Darusman LK, Iswantini D, Trisilawati O, Yulinda L, Rahminiwati,
Trivadila. 2010. Formula Antihipertensi berbasis Bahan Aktif dan
Budidaya Pegagan (Centella asiatica (L) Urban. Prosiding Seminar
Nasional Sains III FMIPA IPB. Bogor-Indonesia: 154-162





32

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis 1
Nama : MOCH. JAZIL AINUL YAQIN N. H.
NIM : 011211131119
Fakultas : Fakultas Kedokteran
Jurusan : Pendidikan Dokter
Tempat, tanggal lahir : Nganjuk, 7 Januari 1994
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat Domisili : Jl. Kedung Tarukan V/44,Surabaya
No. HP : 085706424981
Email : jazil.ainul@gmail.com
Riwayat Pendidikan : TK Pertiwi Mlilir Nganjuk
SDN Mlilir I Nganjuk
SMP Negeri 1 Berbek
SMA Negeri 2 Nganjuk
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Karya Ilmiah Yang Pernah Dibuat:
Prototipe Acrolein Testiner (PROLEIN) sebagai Detektor Praktis
Keberadaan Acrolein pada Minyak Goreng
YONSA (Yoghurt Nusantara): Permen Sehat dan Edukatif sebagai sarana
Meningkatkan Kecintaan pada Budaya Nusantara
Smart Health Assistance (SEHAT) Provider: Solusi Mengatasi Keruwetan
Pelayanan Kesehatan Di Indonesia
Pengaruh Stimulus Bacaan Al-Quran terhadap Perbaikan Sel Hepar pada
Mencit
Penghargaan :
Juara 1 PKM-KC Pekan Ilmiah Mahasiswa Universitas Airlangga 2012

Penulis 2
Nama : Rahmat Sayyid Zharfan
NIM : 011211131026
Fakultas : Fakultas Kedokteran
Jurusan : Pendidikan Dokter
Tempat, tanggal lahir : Surakarta, 31 Agustus 1995
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl Panglima Sudirman X/27 Gresik
No Hp : 081332912111
Email : zharfan.rs@gmail.com
Karya ilmiah yang pernah dibuat:
33

Potensi p53 sebagai Modalitas Penanganan Obesitas Viseral untuk
Menurunkan Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2
Eradikasi Sel Yang Terinfeksi Virus Hepatitis C Menggunakan Cell-
Permeable Zymogenized Toxin Mazef(Cztm): Sebuah Terapi Spesifik
Dan Paripurna

Penulis 3
Nama : AHMAD LUKMAN HAKIM
NIM : 011111108
Fakultas : Fakultas Kedokteran
Jurusan : Pendidikan Dokter
Tempat, tanggal lahir : Sidoarjo, 27 April 1992
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat Domisili : Jl. Karang Menjangan 1/ 44 Surabaya
No. HP : 08993727266
Email : ahmadlukman.hakim@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan : TK Dharma Wanita Celep Sidoarjo
SDN Celep I Sidoarjo
SMP Negeri 3 Sidoarjo
SMA Negeri I Sidoarjo
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Karya Ilmiah Yang Pernah Dibuat:
Pohon Trembesi sebagai Mesin Alami Penyerap CO2 yang Efektif di
Daerah Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara
Pemanfaatan Beras Hitam (Oryza sativa L. indica) sebagai Dietary Fiber
dalam Pencegahan Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Usia Tua
Pemanfaatan Cystatin C dengan Stabilitas dan Sensitifitas yang Tinggi
untuk Deteksi Dini Penyakit Ginjal Kronik
Penggunaan Stem Sel Zebra Fish sebagai Terapi Penggantian Nefron pada
Pasien Ginjal Kronik
Optimalisasi Hormon Kortisol sebagai Upaya dalam Meningkatkan
Konsentrasi Belajar Mahasiswa
Nanopartikel Emas sebagai Metode Terapi Alternatif Perbaikan Kerusakan
Sel dan Jaringan akibat Kelumpuhan pada Penderita Usia Di Bawah 21
Tahun
SUMANTO (Susu Mangrove Tinggi Karbohidrat dan Mikronutrien
sebagai Olahan Alternatif Buah Magrove dalam Pencegahan Gizi Buruk
dan Pemberdayaan Masyarakat di Daerah Pesisir

34

Penghargaan :
Juara 3 Tingkat Nasional Lomba Karya Tulis Mahasiswa LOKAMAZI FK
Undip, Semarang (2011)
Juara 3 Tingkat Nasional Lomba Essay Ilmiah Hassanudin Scientific Fair
(HSF) FK Unhas, Makassar (2012)
Juara 1 Lomba Poster Ilmiah FST Universitas Airlangga (2013)

Anda mungkin juga menyukai