Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV (Human Imonodeficiency Virus)

DI RUANG 7B

RSU dr. SYAIFUL ANWAR MALANG

OLEH : PRASISKA WAHYU PRI UTAMI

NIM : 2012.01.028

PROGAM STUDI DIPLOMA DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2015
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Human Imonodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam
family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA
penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang.
Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan
utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa
kerusakan sistem imun vdan menghancurkan. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA
dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam prose situ, virus tersebut
menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam, 2007).
AIDS dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom atau kumpulan gejala penyakit
dengan karakteristik defisiensi imun yang berat, dan merupakan manifestasi stadium
akhir infeksi HIV. Antibodi HIV positif tidak identik dengan AIDS, karena AIDS harus
menunjukkan adanya satu atau lebih gejala penyakit akibat defisiensi sistem imun selular.
Ketika kita terkena virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi
AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS
yang mematikan.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari,
B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
B. Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada
tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo
di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan
internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV. HIV terdiri dari 2 tipe
yaitu virus HIV-1 dan HIV-2. Keduanya merupakan virus RNA (Ribonucleic Acid) yang
termasuk retrovirus dan lentivirus. Karakteristik HIV (Harris dan Bolus, 2008):
 Tidak dapat hidup di luar tubuh manusia
 Merupakan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia
 Kerusakan sistem kekebalan tubuh menimbulkan kerentanan terhadap infeksi penyakit
 Semua orang dapat terinfeksi HIV
 Orang dengan HIV + terlihat sehat dan merasa sehat
 Orang dengan HIV + tidak tahu bahwa dirinya sudah terinfeksi HIV
 Seorang pengidap HIV yang belum menunjukkan gejala dapat menularkan kepada
orang lain. Satu-satunya cara untuk mendapatkan kepastian infeksi HIV yaitu dengan
tes darah.
Virus HIV termasuk virus RNA positif yang berkapsul. Diameternya sekitar 100 nm
dan mengandung dua salinan genom RNA yang dilapisi oleh protein nukleokapsid. Pada
permukaan kapsul virus terdapat glikoprotein transmembran gp41 dan glikoprotein
permukaan gp120. Di antara nukleokapsid dan kapsul virus terdapat matriks protein.
Selain itu juga terdapat tiga protein spesifik untuk virus HIV, yaitu enzim reverse
transkriptase (RT), protease (PR), dan integrase (IN). Retrovirus juga memiliki sejumlah
gen spesifik sesuai dengan spesies virusnya, antara lain gag (fungsi struktural virus), pol
(fungsi struktural dan sintesis DNA), serta env (untuk fusi kapsul virus dengan membran
plasma sel pejamu). (http//Lpkeperawatan.blogspot.com)
C. Patofisiologi dan Pathway
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T helper/induser yang
mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel utama yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi
imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara
selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan
tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus
masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya kemudian dengan enzym reverse
transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target.
Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus. Infeksi
HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup.
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di
infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada
kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan
menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4. setelah beberapa
bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis
sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan
timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10
tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa.
Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang
mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena
penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa,
dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV mungkin
juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf, menyebabkan kerusakan neurologis.
(Price, 2005)
PATOFISIOLOGI
D. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita AIDS
adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada umumnya adalah
bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai penderita penyakit
lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan sebagai berikut :
• Rasa lelah dan lesu
• Berat badan menurun secara drastis sekitar 10% per bulan
• Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
• Mencret dan kurang nafsu makan
• Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
• Pembengkakan leher dan lipatan paha
• Radang paru-paru
• Kanker kulit
(Nursalam, 2007).
E. Komplikasi
1. Oral lesi:
Karena kandidia, herpes simpleks, sarkoma kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
HIV, leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan BB, keletihan dan catat.
2. Neurologik:
- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf, berefek
perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi sosial.
- Enselophaty akut: karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ ensefalitis. Dengan efek: sakit kepala,
malaise, demam, paralise total/ parsial.
- Infark serebral kornea sifilis, meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis
- Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV
- Gastrointestinal
(Nursalam, 2007).
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay)
Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV adalah ELISA (enzyme-
linked immunoabsorbent assay).
2. Western Blot
Western Blot memiliki spesifisitas (kemampuan test untuk menemukan orang yang
tidak mengidap HIV) antara 99,6% - 100%.
3. PCR (Polymerase chain reaction)
PCR untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk infeksi HIV.
Tes ini sering digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas.
4. P24 antigen test
5. Kultur HIV
(http//Lpkeperawatan.blogspot.com)
G. Penatalaksanaan
1. Konseling dan Edukasi
Konseling dan edukasi perlu diberikan segera sesudah diagnosis HIV/AIDS
ditegakkan dan dilakukan secara berkesinambungan. Bahkan, konseling dan edukasi
merupakan pilar pertama dan utama dalam penatalaksanaan HIV/AIDS; karena
keberhasilan pencegahan penularan horizontal maupun vertikal, pengendalian
kepadatan virus dengan ARV, peningkatan CD4, pencegahan dan pengobatan IO
serta komplikasi lainnya akan berhasil jika konseling dan edukasi berhasil dilakukan
dengan baik.
2. Antiretrovirus (ARV)
Terapi anti-HIV yang dianjurkan saat ini adalah HAART (Highly Active
Antiretroviral Therapy), yang menggunakan kombinasi minimal tiga obat
antiretroviral. Terapi ini terbukti efektif dalam menekan replikasi virus (viral load)
sampai dengan kadar di bawah ambang deteksi.
3. Terapi Infeksi Opportunistik
Infeksi oportunistik adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas AIDS, dengan
angka sekitar 90%. Terapi antibiotik atau kemoterapeutik disesuaikan dengan
infeksi-infeksi yang sebetulnya berasal dari mikroorganisme dengan virulensi rendah
yang ada di sekitar kita, sehingga jenis infeksi sangat tergantung dari lingkungan dan
cara hidup penderita
4. Pencegahan
Cara penularan dan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tidak tertular oleh
virus HIV adalah
a. Berperilaku seksual secara wajar
Risiko tinggi penularan secara seksual adalah para pelaku homoseksual,
biseksual dan heteroseksual yang promiskuitas. Penggunaan kondom pada
hubungan seks merupakan usaha yang berhasil untuk mencegah penularan;
sedangkan spermisida atau vaginal sponge tidak menghambat penularan HIV.
b. Berperilaku mempergunakan peralatan suntik yang suci hama.
Penularan melalui peralatan ini banyak terdapat pada golongan muda pengguna
narkotik suntik, sehingga rantai penularan harus diwaspadai. Juga penyaringan
yang ketat terhadap calon donor darah dapat mengurangipenyebaran HIV
melalui transfusi darah.
c. Penularan lainnya yang sangat mudah adalah melalui cara perinatal.
Seorang wanita hamil yang telah terinfeksi HIV, risiko penularan kepada
janinnya sebesar 50%. Untuk mencegah agar virus HIV tidak ditularkan ke
orang lain dapat dilakukan dengan cara bimbingan kepada penderita HIV yang
berperilaku seksual tidak aman, supaya menjaga diri agar tidak menjadi sumber
penularan. Pengguna narkotik suntik yang seropositif agar tidak memberikan
peralatan suntiknya kepada orang lain untuk dipakai; donor darah tidak
dilakukan lagi oleh penderita seropositif dan wanita yang seropositif lebih aman
bila tidak hamil lagi
(http//:reyzapare.blogspot.com)
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
2. Penampilan umum : pucat, kelaparan.
3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari
berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan
perasaan takut, cemas, meringis.
5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang
interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan
atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada
bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan, kaku
kuduk, kejang, paraplegia.
8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan,
batuk produktif atau non produktif.
11. Gastro Intestinal : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun,
diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
12. Genitalia : lesi atau eksudat pada genital.
13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

Pengkajian 11 Pola Gordon:


1. Pola Persepsi Kesehatan
- Adanya riwayat infeksi sebelumya.
- Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
- Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
- Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
- Hygiene personal yang kurang.
- Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
2. Pola Nutrisi Metabolik
- Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari makan.
- Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
- Jenis makanan yang disukai.
- Napsu makan menurun.
- Muntah-muntah.
- Penurunan berat badan.
- Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
- Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar atau perih.
3. Pola Eliminasi
- Sering berkeringat.
- Tanyakan pola berkemih dan bowel.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
- Pemenuhan sehari-hari terganggu.
- Kelemahan umum, malaise.
- Toleransi terhadap aktivitas rendah.
- Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan.
- Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
5. Pola Tidur dan Istirahat
- Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
- Mimpi buruk.
6. Pola Persepsi Kognitif
- Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
- Pengetahuan akan penyakitnya.

7. Pola Persepsi dan Konsep Diri


- Perasaan tidak percaya diri atau minder.
- Perasaan terisolasi.
8. Pola Hubungan dengan Sesama
- Hidup sendiri atau berkeluarga
- Frekuensi interaksi berkurang
- Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9. Pola Reproduksi Seksualitas
- Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
- Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
- Emosi tidak stabil
- Ansietas, takut akan penyakitnya
- Disorientasi, gelisah
11. Pola Sistem Kepercayaan
- Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
- Agama yang dianut
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefisiensi seluler
2. Intoleransi aktivitas. Hal ini berhubungan dengan kelemahan, kelelahan, efek samping
pengobatan, demam, malnutrisi, dan gangguan pertukaran gas (sekunder terhadap
infeksi paru atau keganasan)
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif. Hal ini berhubungan dengan penurunan energy,
kelelahan, infeksi respirasi,skresi trakeobronkial, keganasan paru, dan pneumotoraks
4. Diare berhubungan dengan gangguan GI
5. Volume cairan kurang, berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat
sekunder terhadap lesi oral dan diare
6. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi
nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
7. Isolasi social, berhubungan dengan stigma, ketakutan orang lain terhadap penyebaran
infeksi, ketakutan diri sendiri terhadap penyebaran HIV, moral, budaya, agama,
penampilan fisik, serta gangguan harga diri dan gambaran diri.

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1 : Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefenisi seluler


Tujuan : Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria tak ada
tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas
normal, tidak ada luka atau eksudat.
Kriteria hasil :
- klien bebas dari tanda dan gejala
- menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi Rasionalisasi
- Monitor tanda-tanda infeksi baru. - Untuk pengobatan dini
- Gunakan teknik aseptik pada setiap - Mencegah pasien terpapar oleh kuman
tindakan invasif. patogen
- Anjurkan pasien metoda mencegah - Mencegah bertambahnya infeksi
terpapar terhadap lingkungan yang
patogen.
- Kumpulkan spesimen untuk tes lab - Meyakinkan diagnosis akurat dan
sesuai order. pengobatan
- Atur pemberian antiinfeksi sesuai order - Mempertahankan kadar darah yang
terapeutik

Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kelelahan, dan gangguan


pertukaran gas (sekunder terhadap infeksi paru atau keganasan).
Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas sesuai jadwal yang telah dibuat.
Kriteria Hasil :
- Mampu melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri
- TTV normal
- Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat
Intervensi Rasionalisasi
- Kaji respon pasien terhadap aktivitas, - Untuk mengamati batas aktivitas yang
perhatikan frekuensi nadi, tekanan mampu dilakukan oleh pasien dengan baik
darah¸dispnoe atau nyeri dada; keletihan
dan kelemahan berlebihan
- Instruksikan pasien untuk tetap - Untuk menghindari kelelahan
menghemat energy
- Berikan dorongan untuk melakukan - Agar pasien mampu melakukan semua
aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat aktivitas kembali seacara bertahap.
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai
kebutuhan
- Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas - Untuk mengetahui batas kemampuan
pasien setelah tindakan dilakukan

Diagnosa 3: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energy,
kelelahan, infeksi respirasi, sekresi trakeobronkial, keganasan paru dan
pneumotoraks.
Tujuan: mempertahankan jalan nafas yang adekuat
Kriteria hasil :
- Tidak ada suara nafas tambahan
- Tidak batuk
- Tidak sesak
Intervensi Rasionalisasi
- Kaji fungsi pernapasan, contohnya bunyi - Untuk memantau keefektifan pernafasan
napas, kecepatan irama, kedalaman dan
penggunaan otot aksesori
- Kaji kemampuan untuk mengeluarkan secret, - Untuk mengetahui apakah tindakan
adanya hemoptisis Suction harus dilakukan atau tidak
- Pertahankan pasien pada posisi yang nyaman - Untuk melapangkan jalan nafas
dan aman, seperti meninggikan posisi tempat
tidur - · Agar pasien merasa nyaman
- Pertahankan polusi lingkungan minimum untuk bernafas (memperoleh oksigen
yang cukup)
Diagnosa 4 : Diare berhubungan dengan infeksi GI
Tujuan : Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan kriteria
perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut hilang.
Kriteria Hasil :
- Faces berbentuk, BAB sehari satu kali
- Tidak mengalami diare
Intervensi Rasionalisasi
- Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan - Untuk mengetahui apakah ada tanda-
adanya darah. tanda luka pada saluran pencernaan
- Auskultasi bunyi usus - Untuk mengetahui adanya
hiperperistaltik usus (pada diare)
- Atur agen antimotilitas dan psilium - Untuk menghindari kram pada perut
(Metamucil) sesuai order /abdomen

- Berikan ointment A dan D, vaselin atau - Untuk meringankan kerja saluran cerna
zinc oside
- · Mendeteksi adanya darah dalam - Untuk mengetahui ada tidaknya lesi pada

feses GI

Diagnosa 5: Volume cairan kurang, berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat
sekunder terhadap lesi oral dan diare
Tujuan : mempertahankan status hidrasi yang adekuat
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda – tanda dehidrasi
- Turgor kulit < 3 detik
Intervensi Rasionalisasi
- berikan penjelasan tentang pentingnya - Untuk mempermudah pemberian cairan
cairan pada pasien dan keluarga (minum) pada pasien
- observasi pemasukan dan pengeluaran
cairan - Untuk mengetahui keseimbangan cairan
- anjurkan pasien untuk banyak minum - Untuk pemenuhan kebutuhan cairan
(>8gelas) - Untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan
- observasi kelancaran tetesan infus mencegah terjadinya odem
- · Untuk pemenuhan kebutuhan cairan
- kolaborasi dengan pasien untuk terapi yang tidak terpenuhi (secara parenteral).
cairan (oral/ parenteral)

Diagnosa 6: Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya
infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
Tujuan : Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal
precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV,
tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.
Kriteria hasil :
- klien bebas dari tanda dan gejala
- menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi Rasionalisasi
- Anjurkan pasien atau orang penting lainnya - Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang
metode mencegah transmisi HIV dan kuman lain
patogen lainnya.

- Gunakan darah dan cairan tubuh precaution - Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang
bila merawat pasien. lain

Diagnosa 7 : Isolasi social, berhubungan dengan stigma, ketakutan orang lain terhadap
penyebaran infeksi, ketakutan diri sendiri terhadap penyebaran HIV, moral,
budaya, agama, penampilan fisik, serta gangguan harga diri dan gambaran diri.
Tujuan : membuat masyarakat mau bersosialisasi dengan pasien
Kriteria hasil :
- dapat berinteraksi dengan orang, kelompok atau organisasi
- menggunakan waktu luang untuk aktivitas yang menarik, menenangkan untuk
meningkatkan kesejahteraan
Intervensi Rasionalisasi
o Tentukan respon klien terhadap kondisi, o Bagaimana menerima individu dan
perasaan tentang diri, keprihatinan atau berhubungan dengan situasi akan
kekhawatiran tentang respons orang lain, membantu menentukan rencana
rasa kemampuan untuk mengendalikan perawatan dan intervensi.
situasi, dan rasa harapan.
o Diskusikan kekhawatiran tentang
pekerjaan dan keterlibatan rekreasi. o Klien berpotensi terminal, yang
Catatan potensi masalah yang melibatkan membawa sebuah stigma,
keuangan, asuransi, dan perumahan. menghadapi masalah besar dengan
kemungkinan kehilangan pekerjaan,
dan mereka menjadi tidak mampu
o Identifikasi ketersediaan dan stabilitas merawat diri sendiri secara mandiri.
sistem dukungan keluarga dan masyarakat. o Informasi ini sangat penting untuk
o Mendorong kontak dengan keluarga dan membantu perawatan klien
teman-teman. merencanakan masa depan.
o Banyak klien takut mengatakan
keluarga, dan teman-teman karena
takut penolakan, dan beberapa klien
o Membantu klien membedakan antara menarik diri karena perasaan penuh
isolasi dan kesepian atau kesendirian, yang gejolak.
mungkin oleh pilihan. o Memberikan kesempatan bagi klien
untuk mewujudkan kontrol ia harus
o Waspada terhadap isyarat-isyarat verbal membuat keputusan tentang pilihan
dan nonverbal, seperti penarikan, untuk mengurus diri tentang masalah
pernyataan putus asa, dan rasa kesendirian. ini.
Menentukan keberadaan dan tingkat risiko o Indikator keputusasaan dan bunuh
pikiran untuk bunuh diri. diri dapat hadir. Ketika isyarat
o Mengidentifikasi sumber daya masyarakat, diakui, klien biasanya bersedia untuk
kelompok self-help, dan program mengungkapkan pikiran dan rasa
rehabilitasi atau penghentian obat , seperti keterasingan dan keputusasaan.
yang ditunjukkan. - · Menyediakan kesempatan
untuk menyelesaikan masalah yang
mungkin berkontribusi terhadap rasa
kesepian dan isolasi, risiko
penularan, dan rasa bersalah
DAFTAR PUSTAKA

Nanda, NIC - NOC, Diagnosa Keperawatan tahun 2014-2016. Jakarta : EGC : 2013

Nursalam. 2007. Asuha Keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/ AIDS. Jakarta : Salemba
Medika
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 2.Edisi 6. Jakarta: EGC.

www.http//Lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/laporan.pendahuluan-hiv-aids.html
www.http//reyzapare.blogspot.com/2014/02/laporan.pendahuluan-ASKEP.html

Anda mungkin juga menyukai