PENDAHULUAN
Infeksi oleh virus penyebab defisiensi imun merupakan masalah yang relative baru,
terutama pada anak. Masalah ini pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1982 sebagai
suatu sindrom defisiensi imun tanpa diketahui penyebabnya. Oleh karena jumlah kasus
defisiensi imun makin meningkat secara relative cepat disertai angka kematian yang
mencemaskan, maka dilakukan pengamatan dan penelitian yang intensif sehingga akhirnya
penyebab defisiensi imun ini ditemukan. Penyebab defisiensi imun ini adalah suatu virus
yang kemudian dikenal dengan nama human immunodeficiency vitus tipe-1 (HIV-1), pada
tahun 1985. Pada pengamatan selanjutnya, ternyata bahwa infeksi HIV-1 ini dapat
menimbulkan rentangan gejala yang sangat luas, yaitu dari tanpa gejala hingga gejala yang
sangat berat dan progresif, dan umumnya berakhir dengan kematian. Dengan meningkat dan
menyebarnya kasus defisiensi imun oleh virus ini pada orang dewasa secara cepat di seluruh
dunia, apabila kasus tersebut tidak mendapat perhatian dan penanganan yang memadai,
dalam waktu dekat diperkirakan jumlah kasus defisiensi imun pada anak juga akan
meningkat.1
Pada awalnya, sebelum virus penyebab AIDS ini ditemukan, batasan yang diberikan
adalah suatu sindrom defisiensi imun yang ditandai oleh adanya infeksi opurtunistik dan atau
keganasan yang tidak disebabkan oleh defisiensi imun primer atau sekunder atau infeksi
kengenital. Pada tahun 1985, ditambahkan pneumonitis intertisial limfositik atau lymphocytic
interstitial pneumonitis (LIP) sebagai tanda tambahan dari AIDS. Akibat batasan yang
diberikan CDC tersebut, dikenal adanya istilah AIDS-related clomplex (ARC), yaitu sindrom
defisiensi imun yang tidak dapat memenuhi seluruh criteria yang diberikan oleh CDC. Pada
tahun 1987, dilakukan perubahan lagi dengan dimasukannya uji diagnostic ke dalam batasan.
Dengan cara ini, sindrom yang termasuk ke dalam ARC dapat tercakup sehingga istilah ARC
tidak diperlukan lagi.1
BAB II
PEMBAHASAN
I.
DEFINISI
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome). Artinya bahwa HIV berbeda dengan AIDS tetapi
HIV memungkinkan untuk menjadi pencetus terjadinya AIDS. Sampai saat ini
masih ditemukan beberapa kontraversi tentang ketepatan mekanisme perusakan
sistem imun oleh HIV.2
Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang termasuk dalam
familia retrovirus yaitu kelompok virus berselubung (envelope virus) yang
mempunyai enzim reverse transcriptase, enzim yang dapat mensintesis kopi
DNA dari genon RNA. Virus ini masuk dalam sub familia lentivirus
berdasarkan kesamaan segmen genon, morfologi dan siklus hidupnya. Sub
familia
lentivirus
infeksi laten,
mempunyai efek sitopatik yang cepat, perkembangan penyakit lama dan dapat
fatal.2
II.
EPIDEMIOLOGI
Menurut CDC Amerika, 13% kasus AIDS pada anak adalah penerima
transfuse darah atau komponennya, 5% di antaranya ternyata terinfeksi dalam
pengobatan hemophilia atau gangguan pembekuan darah yang lain. Dengan
diterapkan system uji tapis yang lebih ketat terhadap donor darah, penularan
melalui transfuse ini telah berkurang, sehingga penularan pada umumnya lebih
sering terjadi akibat infeksi perinatal (vertical), yaitu sekitar 50-80% baik
intrauterine, melalui plasenta, selama persalinan melalui pemaparan dengan darah
atau secret jalan lahir, maupun yang terjadi setelah lahir (pasca natal) yaitu
melalui air susu ibu (ASI). Penularan pasca natal terjadi melalui pemaparan yang
erat dengan darah, ekskret atau secret, masih belum dapat dipastikan oleh karena
angka kejadiannya terlampau kecil. Penularan melalui plasenata (intra natal),
diduga dapat terjadi pada periode kehamilan yang sangat dini, oleh karena pernah
ditemukan adanya antigen terhadap virus pada janin yang berusia 13-20 minggu,
disamping ditemukannya dismorfisme seperti kelainan kraniofasial, mikrosephali,
dahi yang menonjol dan berbentuk kotak, hipertelorisme okuler, jembatan hidung
yang datar, mata yang miring, fisura palpebralis yang panjang dan lain-lainnya.1
Berdasarkan departemen kesehatan jumlah ODHA dan angka kematian akibat
HIV semakin meningkat dalam 5 tahun terakhir begitu pula dengan kasus infeksi
HIV baru seperti yang dijelaskan dalam tabel dibawah ini
III.
Tahun
2011
2012
2013
2014
2015
2016
1638
1839
2077
2310
2533
2746
baru
3987
4361
4713
5029
5318
5565
14446
16844
19332
21871
24435
26977
ETIOLOGI
Virus penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan nama Human
Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan
subfamili Lentiviridae. Sampai sekarang baru dikenal dua serotype HIV yaitu
HIV-1 dan HIV-2 yang juga disebut lymphadenopathy associated virus type2 (LAV-2) yang hingga kini hanya dijumpai pada kasus AIDS atau orang sehat di
Afrika,dan spektrum penyakit yang ditimbulkannya belum banyak diketahui. HIV1, sebagai penyebab sindrom defisiensi imun (AIDS) tersering, dahulu dikenal
juga
sebagai human
cell-lymphotropic
virus
type
III (HTLV-
PATOFISIOLOGI
Infeksi Virus HIV terjadi melalui molekul CD4 yang merupakan reseptor
utama HIV dengan bantuan ko-reseptor kemokin pada sel T atau monosit atau
melalui kompleks molekul adhesi pada sel dendrit. Kompleks molekul adhesi ini
3
V.
TRANSMISI
Kontak seksual: HIV terdapat pada cairan mani dan sekret vagina yang akan
ditularkan virus ke sel, baik pada pasangan homoseksual atau heteroseksual.
4
Tranfusi: HIV ditularkan melalui tranfusi darah balk itu tranfusi whole
blood, plasma, trombosit, atau fraksi sel darah Iainnya.
Jarum yang terkontaminasi: transmisi dapat terjadi karena tusukan jarum yang
terinfeksi atau bertukar pakai jarum di antara sesama pengguna obat-obatan
psikotropika.
akan
menularkan
infeksi
kepada
bayi
yang
baru
dilahirkannya melalui plasenta atau saat proses persalinan atau melalui air
susu ibu.4
Masih belum diketahui secara pasti bagaimana HIV menular dari ibu-ke-bayi.
Namun, kebanyakan penularan terjadi saat persalinan (waktu bayinya lahir).
Selain itu, bayi yang disusui oleh ibu terinfeksi HIV dapat juga tertular HIV.4
VI.
FAKTOR RESIKO 4
Ada dua faktor utama untuk menjelaskan faktor risiko penularan HIV dari ibu ke
bayi :
1. Faktor ibu dan bayi
a. Faktor ibu
Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu
ke bayi adalah kadar HIV (viral load) di darah ibu pada menjelang
ataupun saat persalinan dan kadar HIV di air susu ibu ketika ibu
menyusui bayinya. Umumnya, satu atau dua minggu setelah seseorang
terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali bertambah di tubuh
seseorang.
b. Faktor bayi
i. Bayi yang lahir premature dan berat badan lahir rendah
ii. Melalui ASI yang diberikan pada usia enam bulan pertama
bayi, Bayi yang meminum ASI dan memiliki luka di mulutnya
2. Faktor cari penularan
a. Menular saat persalinan melalui percampuran darah ibu dan darah
bayi,
b. Bayi menelan darah ataupun lendir ibu
c. Persalinan yang berlangsung lama
5
ASI
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi bervariasi antara bayi, anak-anak dan remaja. Pada
kebanyakan bayi pemeriksaan fisik biasanya normal. Gejala inisial dapat sangat
sedikit, seperti limfadenopati, hepatosplenomegali, atau yang tidak spesifik seperti
kegagalan untuk tumbuh diare rekuren atau kronis, pneumonia interstitial. Di
Amerika dan Eropa sering terjadi gangguan paru-paru dan sistemik, sedangkan di
Afrika lebih sering terjadi diare dan malnutrisi.5
Terdapat berbagai klasifikasi klinis HIV/AIDS 2 diantaranya menurut enter for
Disease Control and Prevention (CDC) dan World Health Organization (WHO).5
Klasifikasi HIV menurut CDC pada anak menggunakan 2 parameter yaitu
status klinis dan derajat gangguan imunologis, lihat tabel
DEFINISI
STATUS
KATEGORI IMUNOLOGIS
JUMLAH CD4+ DAN PERSENTASI TOTAL LIMFOSIT
TERHADAP USIA
0 1 tahun
1-5 tahun
6-12 tahun
L
%
L
%
L
%
1. Nonsuppressed
1500
25
1000
25
500
25
2. Moderate suppression 750-1499 15-24
500-999 15-24
200-499 15-24
3. Severe suppression
<>
<15
<>
<15
<>
<15
Tabel . Klasifikasi HIV pada Anak Kurang dari 13 Tahun Berdasarkan Jumlah
IMUNOLOGIS
(<8g/dl)
neutropenia (<
1000/ul),
trombositopenia
o Hepatitis
o Stomatitis yang disebabkan oleh HSV (rekuren, minimal terjadi 2 kali
dalam satu tahun).
o Bronkitis yang disebabkan oleh HSV, pneumonitis, atau esofagitis
yang terjadi sebelum usia satu bulan.
o Herpes zoster yang terjadi dalam dua episode berbeda pada satu
dermatom.
o Leiomyosarcoma
o Pneumonia limfoid interstitiel, atau hiperplasia kelenjar limfoid
pulmonal kompleks.
o Nefropati.
o Nocardiosis.
o Demam yang berlangsung selama satu bulan atau lebih.
o Toksoplasmosis yang timbul sebelum usia satu bulan.
o Varicella diseminata atau dengan komplikasi.
Stadium Klinis 1
o Tanpa gejala (Asimptomatis)
o Limfadenopati generalisata persisten
Stadium Klinis 2
o Hepatosplenomegaly persisten tanpa alasani
o Erupsi papular pruritis
o Infeksi virus kutil yang luas
o Moluskum kontagiosum yang luas
o Infeksi jamur di kuku
o Ulkus mulut yang berulang
o Pembesaran parotid persisten tanpa alasan
o Eritema lineal gingival (LGE)
o Herpes zoster
o Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang atau kronis (ototis
media, otore, sinusitis, atau tonsilitis)
Stadium Klinis 3
o Malanutrisi sedang tanpa alasan jelas tidak membaik dengan terapi
baku
o Diare terus-menerus tanpa alasan (14 hari atau lebih)
o Demam terus-menerus tanpa alasan (di atas 37,5C, sementara atau
terus-menerus, lebih dari 1 bulan)
o Kandidiasis oral terus-menerus (setelah usia 6-8 minggu)
o Oral hairy leukoplakia (OHL)
10
Stadium Klinis 4
o Wasting yang parah, tidak bertumbuh atau malanutrisi yang parah
tanpa alasan dan tidak menanggapi terapi yang baku
o Pneumonia Pneumosistis (PCP)
o Infeksi bakteri yang parah dan berulang (mis. empiema, piomisotis,
infeksi tulang atau sendi, atau meningitis, tetapi tidak termasuk
pneumonia)
o Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial atau kutaneous lebih dari 1
bulan atau viskeral pada tempat apa pun)
o Tuberkulosis di luar paru
o Sarkoma Kaposi
o Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis pada trakea, bronkus atau paru)
o Toksoplasmosis sistem saraf pusat (setelah usia 1 bulan)
o Ensefalopati HIV
11
o Infeksi
sitomegalovirus:
retinitis
atau
infeksi
CMV
yang
mempengaruhi organ lain, yang mulai pada usia lebih dari 1 bulan)
o Kriptokokosis di luar paru (termasuk meningitis)
o Mikosis
diseminata
endemis
(histoplasmosis
luar
paru,
kokidiomikosis)
o Kriptosporidiosis kronis
o Isosporiasis kronis
o Infeksi mikobakteri non-TB diseminata
o Limfoma serebral atau non-Hodgkin sel-B
o Progressive multifocal leucoencephalopathy (PML)
o Nefropati bergejala terkait HIV atau kardiomiopati bergejala terkait
HIV
VIII.
DIAGNOSIS
Anamnesa yang mendukung diagnosis HIV pada anak
Lahir dari ibu resiko tinggi atau terinfeksi HIV
Bayi-bayi yang terlahir dari ibu-ibu yang terinfeksi HIV akan tetap
mempertahankan status seropositif hingga usia 18 bulan oleh karena adanya
respon antibodi ibu yang ditransfer secara transplacental. Selama priode ini,
hanya anak-anak yang terinfeksi HIV saja yang akan mengalami respon
serokonversi
positif
pada
pemeriksaan
dengan enzyme
12
Tenaga kesehatan memerlukan cara untuk melakukan temuan kasus (case finding).
Akan tetapi masalah terbesar adalah menentukan jenis kasus yang memerlukan
prosedur diagnostik HIV dan memilih cara diagnostik yang perlu dilakukan.
Bayi dan anak memerlukan tes HIV bila:
Anak sakit (jenis penyakit yang berhubungan dengan HIV seperti TB berat
atau mendapat OAT berulang, malnutrisi, atau pneumonia berulang dan diare
memiliki hak hukum atas anak tersebut (contoh nenek/kakek/orangtua asuh, bila
orangtua kandung meninggal atau tidak ada).
Prinsip diagnosis infeksi HIV pada bayi dan anak 8
Uji Virologis
o Uji virologis digunakan untuk menegakkan diagnosis klinik (biasanya
setelah umur 6 minggu), dan harus memiliki sensitivitas minimal 98%
dan spesifisitas 98% dengan cara yang sama seperti uji serologis.
o Uji virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak berumur <
18 bulan.
o Uji virologis yang dianjurkan: HIV DNA kualitatif menggunakan
darah plasma EDTA atau Dried Blood Spot (DBS), bila tidak tersedia
HIV DNA dapat digunakan HIV RNA kuantitatif (viral load, VL)
mengunakan plasma EDTA.
o Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan untuk
diperiksa dengan uji virologis pada umur 4 6 minggu atau waktu
tercepat yang mampu laksana sesudahnya. 2 Pedoman Penerapan
Terapi HIV Pada Anak
13
14
15
IX.
PENATALAKSANAAN
Tata laksana awal adalah memberi konseling pada orangtua kondisi infeksi
HIV dan resiko infeksi oporunistik, pemberian nutrisi yang cukup, pengawasan
tumbuh kembang, imunisasi, dan pemberian awal obat anti retroviral (ARV).5
Rekomendasi WHO untuk memulai pemberian ARV pada bayi dan anak
Bayi dan anak yang diagnosis infeksi HIV sudah tegak harus segera diberi ARV
bila:
Bila dalam stadium 4 WHO atau kategori C CDC (tidak memperhatikan nilai
CD4)
Untuk anak >12 tahun dengan infeksi TB paru dan lymphocytic intertitial
pneumonia atau oral hairy leukoplakia atau trombositopenia, bila pemeriksaan
CD4 memungkinkan, pemberian ARV dapat ditunda bila nilai CD4 di atas
ambang indikasi ARV (>15%)
16
Stadium 1 WHO atau N/A CDC dan nilai CD4 pada ambang batas atau
dibawahnya
Bayi dan anak umur <18 bulan dengan hasil tes antibodi positif dan mungkin
dilakukan uji virologik dan konfirmasi, harus diberi ARV bila secara klinis
didiagnosis HIV yang berat.5
Rekomendasi rejimen Inisiasi (first time)
Anak usia 3 tahun:
Pemantauan
Setelah pemberian ARV, pasien diharapkan datang setiap 1-2 minggu untuk
pemantauan gejala klinis, penyesuaian dosis, pemantauan efek samping,
kepatuhan minum obat, dan kondisi lain. Setelah 8 minggu, dilakukan pemantauan
yang sama tetapi dilakukan 1 bulan sekali
Pemeriksaan laboratorium yang diulang adalah darah tepi, SGOT/SGPT, CD4
setiap 3 bulan, dapat lebih cepat bila dijumpai dengan kondisi yang
mengindikasikan untuk dilakukan.5
ZDV (AZT)
(Zidovudine, Retrovir*)
LPB)
Oral 160 mg/m2 LPB tiap 12 jam 6-7
mg/kg/1xl
Adolesen 3x200 mg/200mg/ hari, atau 2x300
3TC
mg/hari
Pediatrik 4 mg/kg, 2x sehari dosis terapi
(Lamivudine, Viracept*)
NFV
(Nevirapine, Viramune*)
mg/kg, 3x sehari
NVP
(Nevirapine, Viramune*)
Stavudin (d4T/Stavir*)
Efavirenz (Sustiva*)
kg:250mg;
20-<25kg:
300mg;
25-32,5
TMP/SMX
kg:350mg, 32,5-<40kg:400 mg
Profilaksis: 2,5 mg TMP/kg, 2x sehari, 3 kali
seminggu
Pengobatan (setelah 5 mg zidovudin); 810mg mg/kg/hari dalam 2 kali pemberian
setiap hari
Universal: profilaksis untuk semua anak yang lahir dari ibu HIV positif
sampai umur 5 tahun. Strategi ini dipertimbangkan pada daerah dengan
prevalensi infeksi HIV tinggi, angka kematian bayi akibat infeksi tinggi dan
terbatasnya infrastruktur kesehatan
Pemenuhan nutrisi dan pemantauan tumbuh kembang
Infeksi HIV meningkatkan enteropati, karenanya asupan makro dan
mikronutrien perlu diperhatikan. Tumbuh kembang pada anak terinfeksi HIV
stadium lanjut juga memerlukan stimulasi setelah penyakit primer dan infeksi
oportunistik diatasi.5
Menilai kemungkinan pemberian ARV
1. Menilai kesiapan pasien dan orangtua/wali
2. Menghindari resiko resistensi obat
3. Memperhitungkan kemungkinan resiko interaksi obat-obat
4. Memperhitungkan kemungkinan resiko obat-makanan
5. Posolosi dan formulasi untuk obat anak
19
PROGNOSIS
Infeksi HIV pada umumnya berjalan progresif akibat belum ditemukannya cara
yang efektif untuk menangulanginya, maka pada umumnya penyakit berjalan
progresif hingga prognosisnya umumnya buruk.1
XI.
PENCEGAHAN
Dapatkah perempuan terinfeksi HIV hamil/memiliki anak
Cara terbaik untuk memastikan bahwa bayi kita tidak terinfeksi dan kita tetap
sehat adalah dengan memakai terapi antiretroviral (ART). Perempuan terinfeksi
HIV di seluruh dunia sudah memakai obat antiretroviral (ARV) secara aman
waktu hamil lebih dari sepuluh tahun. ART sudah berdampak besar pada
kesehatan perempuan terinfeksi HIV dan anaknya. Oleh karena ini, banyak dari
mereka yang diberi semangat untuk mempertimbangkan mendapatkan anak.
Penatalaksanaan selama kehamilan
Center for Disease Control and Prevention (1998) menganjurkan untuk
menawarkan terapi antiretrovirus (ARV) kombinasi pada wanita hamil. Petunjuk
ini diperbarui oleh Perinatal HIV Guidelines Working Group (2000,2001).
Working Group merekomendasikan pemeriksaan hitung CD4+ limfosit T dan
kadar RNA HIV kurang lebih tiap trimester, atau sekitar setiap 3 sampai 4 bulan.
Hasil pemeriksaan ini dipakai untuk mengambil keputusan untuk memulai terapi
ARV, mengubah terapi, menentukan rute pelahiran, atau memulai profilaksis
untuk pneumonia Pneumocystis carinii.
Penatalaksanaan Persalinan
Seksio Sesarea
American College of Obstetricians and Gynecologists (2000) menyimpulkan
bahwa seksio sesarea terencana harus dianjurkan bagi wanita terinfeksi HIV
dengan jumlah RNA HIV-1 lebih dari 1000 salinan/ml. Hal ini dilakukan tanpa
memandang apakah pasien sedang atau belum mendapat terapi ARV. Persalinan
terencana dapat dilakukan sebelum 38 minggu untuk mengurangi kemungkinan
pecahnya selaput ketuban.7
20
PENCEGAHAN
PENULARAN
HIV
DARI
IBU
KE
BAYI
Prong 1
reproduktif;
Prong 2 :
positif;
Prong 3
ART untuk semua ibu hamil yang HIV-positif dengan jumlah CD4 di bawah
350 atau penyakit WHO stadium 3 atau penyakit HIV stadium 4, tidak
menunda mulai pengobatan dengan tulang punggung AZT dan 3TC atau
tenofovir dan dengan 3TC atau FTC.
Penyediaan antiretroviral profilaksis yang lebih lama untuk ibu hamil yang
HIV-positif yang membutuhkan ART untuk kesehatan ibu.
Apabila ibu menerima ART untuk kesehatan ibu, bayi harus menerima
profilaksis nevirapine selama enam minggu setelah lahir apabila ibunya
21
menyusui, dan profilaksis dengan nevirapine atau AZT selama enam minggu
apabila ibu tidak menyusui.
Untuk pertama kalinya ada cukup bukti bagi WHO untuk mendukung
pemberian ART kepada ibu atau bayi selama masa menyusui, dengan anjuran
bahwa menyusui dan profilaksis harus dilanjutkan hingga bayi berusia 12
bulan apabila status bayi adalah HIV-negatif atau tidak diketahui.
Apabila ibu dan bayi adalah HIV-positif, menyusui harus didorong untuk
paling sedikit dua tahun hidup, sesuai dengan anjuran bagi populasi umum.7
Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalah mencegah
penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa bayi hanya dapat tertular
oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV-negatif, maka bayi juga tidak terinfeksi HIV.
Status HIV ayah tidak mempengaruhi status HIV bayi.7
Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak diinginkan harus
dicegah. Bila kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi viral load ibu di
bawah 1.000 agar bayi tidak tertular dalam kandungan, mengurangi risiko kontak
cairan ibunya dengan bayi waktu lahir agar penularan tidak terjadi waktu itu, dan
hindari menyusui untuk mencegah penularan melalui ASI. Dengan semua upaya
ini, kemungkinan si bayi terinfeksi dapat dikurangi jauh di bawah 8%.7
22
Affordable (terjangkau)
Feasible (praktis)
Safe (aman)
Sustainable (kesinambungan)
23
Itu berarti tidak boleh disusui sama sekali. Ada banyak masalah: mahalnya
harga susu formula, sehingga sering bayi tidak diberi cukup; kalau bayi
menangis, ibu didesak untuk menyusuinya; ibu yang tidak menyusui dianggap
kurang memperhatikan bayi, atau melawan dengan asas; air yang dipakai tidak
bersih, atau campuran tidak disimpan secara aman; dan apakah PASI dapat
diberi terus-menerus.
ASI eksklusif berarti bayi hanya diberi ASI dari saat lahir tanpa
makanan atau minuman lain, termasuk air. ASI adalah sangat halus, mudah
diserap oleh perut/usus. Makanan lain lebih keras sehingga lapisan perut/usus
membuka agar diserap, membiarkan HIV dalam ASI menembus dan masuk
darah bayi. Jadi risiko penularan tertinggi bila bayi diberi ASI yang
mengandung HIV, bersamaan dengan makanan lain. Harus ada kesepakatan
sebelum melahirkan antara ibu, ayah dan petugas medis agar bayi langsung
disusui setelah lahir, sebelum diberi makanan/minuman lain. Setelah enam
bulan, sebaiknya disapih secara mendadak (berhenti total menyusui).7
24
BAB III
KESIMPULAN
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome). Artinya bahwa HIV berbeda dengan AIDS tetapi HIV memungkinkan untuk
menjadi pencetus terjadinya AIDS.
Sistem imun manusia sangat kompleks, kerusakan pada salah satu komponen sistem imun
akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan. HIV menginfeksi sel T helper yang
memiliki reseptor CD4 di permukaannya, makrofag, sel dendritik, organ limfoid.
Transmisi HIV secara umum dapat terjadi melalui empat jalur, yaitu :
1. Kontak seksual
2. Tranfusi
3. Jarum yang terkontaminasi
4. Transmisi vertikal (perinatal)
Gejala klinis dari asimptomatik sampai sangat berat. Sedangkan untuk diagnostik pasti
dikerjakan pemeriksaan laboratorium HIV DNA PCR, HIV culture, dan HIV RNA PCR.
Tata laksana awal adalah membri konseling pada orangtua kondisi infeksi HIV dan
resiko infeksi oporunistik, pemberian nutrisi yang cukup, pengawasan tumbuh kembang,
imunisasi, dan pemberian awal obat anti retroviral (ARV).
Infeksi HIV pada umumnya berjalan progresif akibat belum ditemukannya cara yang
efektif untuk menangulanginya, maka pada umumnya penyakit berjalan progresif hingga
prognosisnya umumnya buruk.
25
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
ilmu
penyakit
anak
RSCM.
Jakarta:
RSUP
Nasional
DR
Ciptomangunkusumo; 2007
6.
7.
8.
26