“PNEUMONIA”
Disusun Oleh :
Sita Ardhya Prameswari Sayekti
1920221174
Diajukan Kepada :
Pembimbing
Telah disetujui
Tanggal :
Disusun oleh :
1920221174
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
II.2 Epidemiologi
II.3 Etiologi
Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nosokomial:
2
III. 4 Faktor Resiko
Faktor resiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya pneumonia
adalah faktor usia, faktor lingkungan, gaya hidup, dan faktor penyakit medis
lainnya. Pneumonia dapat mengenai segala umur namun yang memiliki risiko
tinggi terkena pneumonia adalah anak atau bayi berusia kurang dari sama dengan
dua tahun dan seseorang yang berusia lebih dari sama dengan 65 tahun. Pajanan zat
kimia, polutan, dan zat toksik lainnya kemudian kebiasaan merokok, minum
alcohol, dan asupan yang kurang bernutrisi merupakan faktor lingkungan dan gaya
hidup yang dapat meningkatkan kemungkinan individu menderita pneumonia.
Adanya penurunan kesadaran yang menyebabkan tidak dapat beraktivitas normal
atau sedasi, penyakit paru seperti kista, influenza, fibrosis, dan COPD, penggunaan
ventilator di rumah sakit, dan kondisi imun yang rendah merupakan faktor risiko
terjadinya pneumonia pada individu.
• Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
napsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
3
• Gejala gangguan respiratori untuk batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak
nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, seringkali tanpa demam dan batuk. Anak
besar kadang mengeluh sakit kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting.
Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan
iritabel.
Pada auskultasi, dapat terdengar suara pernapasan menurun. Fine creackles
(ronki basah halus) yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi.
Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus
menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine creakles (ronkhi basah halus) di
daerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada; bila berat
gerakan dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan
kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.
II.6 Patogenesis
4
II.7 Diagnosis
Pneumonia pada anak umunya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang
menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor
paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala
respiratori berikut: takipnea, batuk, nafas cuping hidung, retraksi, ronki dan suara
nafas melemah.
Tanda bahaya pada anak:
1. Usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, dan gizi buruk
2. Tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, mengi dan demam/badan terasa dingin.
• Pneumonia berat:
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi)
- Napas cepat:
5
Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
- Suara merintih (grunting) pada bayi muda
- Pada auskultasi terdengar:
Crackles (ronki)
Suara pernapasan menurun
Suara pernapasan bronkial
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
• Pneumonia ringan
- Bila tidak ada sesak nafas
- Ada nafas cepat dengan laju nafas:
Ø >50x/menit untuk anak usia 2 bulan-11 bulan
Ø >40x/menit untuk anak > 1-5 tahun
- Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
• Bukan pneumonia
- Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
- Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simtomatis seperti penurun panas
• Pneumonia
- Bila ada nafas cepat (>60x/menit) atau sesak nafas
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
• Bukan pneumonia
- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.
6
Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar
antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (
>5.000/mm3) menunjukan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (<
3.000/ mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering
ditemukan pada keadaan bakteriemi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih
tinggi. Pada infeksi Chalmydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan
eosinofiilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN
berkisar antara 300-100.000/mm3, protein >2,5 g/dl, dan glukosa relatif
lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia
ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil
pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan
antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.
2. C- Reactive Protein (CRP)
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat
distimulasi oleh sitokin, terutama inteleukin (IL) -6, IL-1, dan TNF.
Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan
dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Kadar CRP biasanya
lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada
infeksi bakteri profunda. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi
respon terapi antibiotik.
3. Uji serologi
Uji serologi untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan
tetapi, diagnosis infeksi streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan
peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau anti
Dna se B. Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu.
Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen
4. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di Rs. Untuk
pemeriksaan mikrobiologis spesimen dapat berasal dari usap tenggorok,
7
sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.
diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan
pleura, atau aspirasi paru. kecuali pada masa neonatus, kejadian bakteremia
sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang positif. Spesimen yang
memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25 lekosit dan
kurang dari 40 sel epitel/ lapangan pada pemeriksaan mikroskopis dengan
pemebesaran kecil.
5. Rontgen toraks
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang
diagnosis pneumonia di Instalasi gawat darurat hanyalah pemeriksaan
rontgen toraks posisi AP. Posisi lateral tidak meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas penegakan diagnosis pneumonia pada anak. Foto AP lateral
hanya dilakuakan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distress
pernapasan.
Gambaran foto rongen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrat
ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. pada suatu
penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di
paru kanan, terutama lobus atas. Bila ditemukan di paru kiri, dan terbanyak
di lobus bawah, maka hal itu merupakan prediktor perjalanan penyakit yang
lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan
kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat
intersisial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus.
Infiltrat alveolar berupa konsolidari segmen atau lobar, bronkopneumonia
dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada
pneumonia stafilokokus sering ditemukan abses-abses kecil dan
pneumatokel dengan berbagai ukuran. Jika terdapat gambaran retikonodular
fokal pada satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh infeksi
mikoplasma. Demikian pula bila terlihat gambaran perkabutan atau ground
glass consolidation, serta transient pseudoconsolidation karena infiltrat
intersisial yang konfluens, patut dipertimbangkan adanya infeksi
mikoplasma.
8
II. 9 Tatalaksana
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres
pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada komplikasi dan terutama
mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan
klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap
adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif.
Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi
terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri
dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. kompilasi yang mungkin terjadi
harus dipantau dan diatasi.
9
di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga
kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang
berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya,
kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto
dada.
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin
(7.5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap
6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan
anak membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali
sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara
oral selama 2 minggu.
• Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat
Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen
(berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang
cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang
stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian
oksigen setelah saat ini tidak berguna
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal. Penggunaan
nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi
muda. Masker wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen
harus tersedia secara terus-menerus setiap waktu. Perbandingan terhadap
berbagai metode pemberian oksigen yang berbeda dan diagram yang
menunjukkan penggunaannya terdapat pada bagian
10
Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak
ditemukan lagi.
• Perawatan penunjang
- Bila anak disertai demam (> 39º C) yang tampaknya menyebabkan distres,
beri parasetamol.
- Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat
- Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan
oleh anak, hilangkan dengan alat pengisap secara perlahan.
- Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak,
tetapi hati-hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.
- Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.
Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan
dalam jumlah sedikit tetapi sering. Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan
menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan
meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan
cairan nasogastrik, pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.
Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan. Beri makanan
sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan anak dalam menerimanya.
• Pemantauan
Anak harus diperiksa oleh perawat paling sedikit setiap 3 jam dan oleh dokter
minimal 1 kali per hari. Jika tidak ada komplikasi, dalam 2 hari akan tampak
perbaikan klinis (bernapas tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding dada, bebas
demam dan anak dapat makan dan minum).
II. 10 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmuner seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri
11
II.11 Prognosis
Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia dengan cepat dan
sembuh sempurna, walaupun kelainan radiologi dapat bertahan selama 6-8 minggu
sebelum kembali ke kondisi normal. Pada beberapa anak, pneumonia dapat
berlangsung lebih lama dari 1 bulan atau dapat berulang. Pada kasus seperti ini
kemungkinan adanya penyakit lain yang mendasari harus dinvestigasi lebih lanjut,
seperti dengan uji tuberkulin, pemeriksaan hidroklorida keringat untuk penyakit
kistik fibrosis, pemeriksaan imunoglobulin serum dan determinasi sub kelas IgG,
bronkoskopi untuk identifikasi kelaianan anatomis atau mencari benda asing, dan
pemeriksaan barium meal untuk refluks gastroesofageal.
II. 12 Pencegahan
Vaksin influenza yang diberikan tiap tahun dianjurkan untuk seluruh anak
berusia 6 bulan- 18 tahun. Bayi 6 bulan sampai dengan anak usia 5 tahun memiliki
risiko tinggi terjadinya komplikasi dari influenza yang dilemahkan dapat diberikan
pada pasien 2-49 tahun. Beberapa vaksin trivalen telah memiliki lisensi untuk
digunakan sejak berusia 6 bulan. vaksinasi universal sejak masa kanak-kanak
dengan vaksinasi H. Influenza tipe B terkonjungasi dan S.pneumonia telah
menurunkan insidens terjadinya pneumonia secara bermakna. Keparahan suatu
infeksi RSV dapat dikurangi dengan menggunakan palivisumab pada pasien yang
beresiko tinggi.
Upaya mengurangi durasi ventilasi mekanik dan pemberian antibiotik
dengan bijaksana dapat menurunkan pneumonia akibat ventilator. Tempat tidur
pada bagian kepala harus dinaikan setinggi 30-45 derajat pada pasien terintubasi
untuk meminimalisasi risiko aspirasi dan semua instrumen penghisap lendir dan
cairan saline harus steril. Cuci tangan baik sebelum dan setelah kontak dengan
setiap pasien dan menggunakan sarung tangan steril ketika menggunakan prosedur
invasif sangat penting untuk mencegah terjadinya penularan infeksi nosokomial.
Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau
keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh
kebersihan di dalam dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk
menghindari terjadinya penyakit pneumonia pada balita.
12
Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia :
13
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran
pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit
batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan
pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan
droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan
menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak
yang sehat sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung),
tetapi sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.
14
BAB III
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16
13. Subanada IB, Purniti NPS. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Pneumonia Bakteri pada Anak. Sari Pediatr. 2016;12(3):184.
14. Supriyono, Baequny A, Hidayati S, Hartono M, Harnany AS. Pengaruh
perilaku dan status gizi terhadap kejadian TB paru di kota Pekalongan. Pena
Med J Kesehat. 2013;4(1):8.
15. Vinogradova Y, Hippisley-Cox J, Coupland C. Identification of new risk
factors for pneumonia: Population-based case-control study. Br J Gen Pract.
2009;59(567):742–9.
16. Walker R, Whittlesea C. 2012. Clinical Pharmacy and Therapeutics : Fifth
Edition. London: Churchill Livingstone Elsevier.
17. Woodhead M, Aliyu S, Ashton C, Brown J, Eccles S, Greenwood S, et al. NICE
Clinical Guideline 191: Pneumonia in adults: diagnosis and management.
2014;(September 2019). Available from:
https://www.nice.org.uk/guidance/cg191
17