Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2012


UNIVERSITAS HASANUDDIN

PNEUMONIA

DISUSUN OLEH:
SHEILA NURUL NAJMI
(C 111 07 039)

PEMBIMBING :
dr. TULUS NAINGGOLAN

SUPERVISOR :
dr. TAUFIQQUL HIDAYAT, Sp.Rad

PENGUJI
Prof.Dr.dr. Bachtiar Murtala, Sp.Rad (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Sheila Nurul Najmi

NIM : C 111 07 039

Judul Refarat : Pneumonia

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 12 April 2012

Penguji Konsulen Pembimbing

(Prof.Dr.dr. Bachtiar (dr. Taufiqqul, Sp.Rad) (dr. Tulus N.)


Murtala, Sp.Rad (K))

Mengetahui
Ketua Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

(Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad (K)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
INSIDEN ..................................................................................................... 1
EPIDEMIOLOGI ........................................................................................ 2
ETIOLOGI .................................................................................................. 2
ASPEK ANATOMI THORAX .................................................................... 2
PATOFISIOLOGI ....................................................................................... 5
GAMBARAN KLINIS .................................................................................. 7
DIAGNOSIS ............................................................................................... 7
PATOLOGI ANATOMI................................................................................ 16
DIAGNOSIS BANDING ............................................................................ 17
PENATALAKSANAAN ............................................................................ 21
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI ............................................................ 22
PENCEGAHAN............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 24
LAMPIRAN REFERENSI

iii
PNEUMONIA

PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai dalam
berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia.(1)
Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme-bakteri, virus, jamur, parasit, namun pneumonia
juga dapat disebabkan oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi)
sering disebut sebagai pneumonitis. Pneumonia merupakan proses konsolidasi rongga
udara akibat rongga udara alveolar terisi dengan eksudat inflamatori yang disebabkan
oleh adanya infeksi. (1-4)
Klasifikasi pneumonia dapat berdasarkan : klinis dan epidemiologinya,
etiologinya, dan predileksi infeksi. Secara klinis dan epidemiologinya pneumonia
dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia komuniti, pneumonia nosokomial,
pneumonia aspirasi, dan pneumonia pada penderita immunocompromised. Secara
etiologi dapat dibedakan atas pneumonia tipikal (bakteri), pneumonia atipikal,
pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Sedangkan menurut predileksi infeksinya
diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia),
dan pneumonia interstisial. Pembagian dibuat untuk memudahkan dalam menentukan
kemungkinan jenis mikroorganisme penyebabnya. (1-3,6)
Identifikasi pneumonia dengan modalitas radiologi akan memberikan
gambaran yang sangat bervariasi mengingat pneumonia memiliki banyak penyebab.
Modalitas yang dapat digunakan saat ini berupa foto konvensional X-Ray Thorax,
High Resolution CT-Scan Thorax. Selain itu pemeriksaan lain seperti laboratorium,
dan diagnostik intervensional lainnya juga dapat digunakan untuk menujang diagnosis
pneumonia. (7)

INSIDEN
Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan
infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (community-acquired) atau di dalam

iv
rumah sakit (hospital-acquired). Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi
dan setiap tahunnya menyerang sekitar 1% dari seluruh penduduk Amerika. (1,2)
Insidensi pneumonia komuniti (community-acquired) di Amerika adalah 12
kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat
infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di
Amerika adalah 10 %. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik,
pneumonia tetap merupakan penyebab kematian terbanyak ke enam di Amerika
Serikat. (2,7)
Sedangkan insidensi pneumonia nosokomial (hospital-acquired) adalah
pneumonia yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi
nosokomial di Amerika Serikat, hal ini berhubungan dengan peningkatan angka
kesakitan, kematian dan biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial
terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih
tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat bantu napas mekanis. Angka kematian
pada pneumonia nosokomial 20-50%. (5)
Secara gender, laki-laki lebih sering terkena dibanding perempuan.
Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak
ditemukan pada anak-anak dan usia lanjut. Pada berbagai usia penyebabnya
cenderung berbeda-beda, dan dapat menjadi pedoman dalam memberikan terapi. (1,7,4)

EPIDEMIOLOGI
Kejadian pneumonia nosokomial (hospital-acquired) di ICU lebih sering
daripada pneumonia nosokomial (hospital-acquired) di ruangan umum, yaitu
dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat
ventilasi mekanik.(1)
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia) dan
seirng terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi pada
pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus (DM), payah jantung, penyakit
arteri koroner. Juga adanya tindakan infasive seperti infuse, intubasi, traekostomi,
atau pemasangan ventilator. Perlu diteliti faktor lingkungan khususnya tempat
kediaman misalnya di rumah jompo atau panti, penggunaan antibiotik, obat suntik IV,
serta keadaan alkoholik yang meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram
negative. Pasien-pasien pneumonia komunitas juga dapat terinfeksi oleh berbagai
jenis patogen yang baru. (1,8)

v
ETIOLOGI
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal
ini berdampak kepada obat yang akan diberikan. Pneumonia dapat disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari
kepustakaan pneumonia komuniti (community-acquired) yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit (nosokomial-acquired) banyak disebabkan bakteri Gram
negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.
Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri
yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negatif. (1,2)
Tabel 1.1
Penyebab paling sering pneumonia yang di dapat di masyarakat (komunitas)
dan nosokomial (rumah sakit)
Lokasi Sumber Penyebab
Masyarakat (community-acquired) Streptococcus pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Rumah sakit (hospital-acquired) Basil usus gram negative (misal,
Escherchia coli, Klebisiella pneumonia)
Pseudomonas aeruginosa
Staphylococcus aureus
Dikutip dari kepustakaan 3.

ASPEK ANATOMI THORAX


Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk
kerucut, dan letaknya berada di rongga thorax.
Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul,
yang menjorok ke atas, masuk ke leher sekitar 2,5 cm
di atas clavicula, facies costalis yang konveks, yang

vi
berhubungan dengan dinding dada, dan facies mediastinalis yang konkaf yang
membentuk Dikutip dari kepustakaan 13.
cetakan pada pericardium dan struktur mediastinum lain. Sekitar pertengahan
permukaan kiri, terdapat hillus pulmonis, suatu lekukan dimana bronchus, pembuluh
darah masuk ke paru-paru untuk membentuk radix pulmonis. (9)

Dikutip dari

kepustakaan 4.
Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobus : atas, tengah, dan bawah di kanan,
dan atas dan bawah kiri. Paru-paru dibungkus oleh suatu kantung tipis, pleura. Pleura
visceralis terdapat tepat di atas parenkim paru-paru, sedangkan pleura parietalis
melapisi dinding dada. Kedua pleura ini saling meluncur satu sama lain selama
inspirasi dan ekspirasi. (10)
Dikutip dari kepustakaan 9.
Dikutip dari
kepustakaan 11.

vii
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Cabang utama bronkus kanan
dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai
akhirnya menjadi bronkiolus terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di
dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu
gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dan
gas membentuk tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan saat
inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. (9,12)
Fissura interlobaris yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini terletak di
antara lobus paru-paru. Paru-paru kanan dan kiri mempunyai fissure obliq yang
dimulai pada dada anterior setinggi iga keenam pada garis midclavicula dan
memanjang lateral atas ke iga kelima di garis aksillaris media, berakhir pada dada
posterior pada prosessus spinosus T3. Lobus bawah kanan terletak di bawah fissure
obliq kanan, lobus atas dan tengah kanan terletak di atas fissure obliq kanan. Lobus
bawah kiri terletak di bawah fissure obliq kiri, lobus atas kiri terletak di atas fissure
obliq kiri. Fissura horizontal hanya ada di bagian kanan dan memisahkan lobus atas
kanan dan lobus tengah kanan. Fissura memanjang dari iga keempat pada tepi sternum
ke iga kelima pada garis aksillaris media.(10)

Gambar 1.1 Dikutip dari


kepustakaan 9.

PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak
dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :

viii
- Inokulasi langsung
- Penyebaran melalui pembuluh darah
- Inhalasi bahan aerosol
- Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau
jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 mm melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.(2)
Setelah mikroba samapai ke saluran napas bawah, maka ada empat rute
masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu :
- Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus
neurologis dan usia lanjut
- Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan
pasien
- Hematogenik
- Penyebaran langsung
Terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan
berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih
keluar dari pembuluh darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang
terinfeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Lobus bagian
bawah paru paling sering terkena karena mikroorganisme penyebab yang paling
sering adalah bakteri anaerob sehingga oksigenasi berkurang atau tidak terlalu
dibutuhkan, disamping itu juga karena efek gravitasi. (5,3,14)
Adapun cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya
infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui selang
infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh
Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter.(1)
Faktor resiko yang berkaitan dengan pneumonia yang disebabkan oleh
mikroorganisme adalah usia lanjut, penyakit jantung, alkoholisme, diabetes melitus,
penggunaan ventilator mekanik, PPOK, immune defect, serta terapi khusus. (6)

ix
GAMBARAN KLINIS
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala
meliputi:
- Demam dan menggigil akibat proses peradangan
- Batuk yang sering produktif dan purulen walaupun dapat juga non produktif
- Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
- Sesak, berkeringat, nyeri dada
- Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 400C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai
batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. (8,15)

DIAGNOSIS
Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh kuman yang berbeda.
Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan
fisis yang teliti, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi.
- Evaluasi faktor pasien/predisposisi, misal PPOK (Haemophilus
influenzae), penurunan imunitas (kuman gram negative), kejang/tidak
sadar (aspirasi gram negative)
- Bedakan lokasi infeksi, misal pneumoni komunitas (Stretococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Mycoplasma pneumoniae)
- Usia pasien, misal bayi (virus), muda (Mycoplasma pneumoniae), dewasa
(Streptococcus pneumoniae)
- Onset time, misal cepat akut dengan rusty coloured sputum (Streptococcus
pneumoniae), perlahan dengan batuk dahak sedikit (Mycoplasma
pneumoniae).(6)
b. Pemeriksaan Fisis
Berikut beberapa gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman
penyebab/patogenitas kuman dan tingkat berat penyakit.

x
- Gejala yang tiba-tiba muncul dan langsung berat (Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Yersinia
pestis)
- Gejala yang timbulnya lambat (pneuomonia atipikal, Klebsiella
pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Enterobactericiae)
- Gejala yang dialami pasien, misal nyeri pleuritik difus (Mycoplasma
pneumoniae), nyeri pleuritik tusuk (Streptococcus pneumoniae), coryza
(virus), red currentjelly seperti batu bata (Klebsiella pneumonia), sputum
berbau busuk (pneumonia aspirasi, infeksi anaerob)
- Gejala intestinal, mual, muntah, diare, nyeri abdomen (Legionella
pneumoniae)
- Tampak bagian dada yang sakit tertinggal sewaktu bernafas dengan suara
napas bronchial kadang-kadang melemah.
- Di dapatkan ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada
stadium resolusi. (5,6,8,15)
c. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto konvensional, secara umum tidak mungkin mendiagnosis suatu agen
penyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan keterangan klinis,
laboratoris seperti jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena itu pada dasarnya
semua pemeriksaan saling melengkapi dan saling membantu dalam menegakkan suatu
diagnosis. (16,18)
American Thoracic Society merekomendasikan posisi PA (posteroanterior)
dan lateral (jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang di gunakan untuk melihat
adanya pneumonia. Gambaran pneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti
gambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleh
eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto
Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian atau seluruh lobus disebut lobaris
pneumoniae, sedangkan jika berupa bercak yang mengikutsertakan alveoli secara
tersebar maka disebut bronchopneumoniae. (16,19)
Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum antara
lain: (16-19)
a. Perselubungan padat homogen atau inhomogen
b. Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus

xi
c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada atelektasis.
d. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam

Dikutip dari
kepustakaan 23.

percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara yang
akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat akibat
proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan air
bronchogram sign positif (+) (4,19,20)
e. Sillhoute sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek)
yang berada dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat
untuk menentukan letak lesi paru ; jika batas lesi dengan jantung hilang,
berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan.
Maka akan disebut sebagai sillhoute sign (+) (4,22)

Dikutip dari kepustakaan 4.

xii
I. Pneumonia Lobaris
Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris :

(Courtesy of C. Isabela S. Silva, MD,


PhD)

Dikutip dari kepustakaan


19

Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung terjadi di


daerah paru dekat dengan pleura visceral dan lama kelamaan akan menyebar secara
sentripetal menuju ke pori-pori kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan
membentuk konsolidasi pada satu segmen (B), lalu daerah yang mengalami
konsolidasi tersebut sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah
bronkus yang terkena akan tampak dengan jelas air bronchogram sign (+).(19)

PNEUMONIA LOBARIS

Dikutip dari kepustakaan 19.


Pada posisi PA dan lateral tersebut tampak perselubungan homogen pada

xiii
lobus paru kanan tengah dengan tepi yang tegas. Lapangan paru lainnya
masih tampak normal. Cor, sinus,diafragma tidak tampak kelainan.
Pnemonia lobaris ini paling sering disebabkan oleh Strep. Pneumonia (19,21)

Dikutip dari kepustakaan 19


Gambar diatas, menunjukkan foto CT-scan thorax resolusi tinggi dengan
memperlihatkan adanya perselubungan di lobus atas paru kanan. Tampak air
brochogram sign sepanjang bronkus lobus atas paru kanan dan gambaran ground glass
di tepi perselubungan dan paru normal.(19)
High resolution CT-scan sangat baik digunakan untuk melihat gambaran pola
dan distribusi pneumonia dibandingkan dengan foto konvensional seperti X-ray.
Namun jarang digunakan untuk mengevaluasi pasien yang curiga atau dipastikan
pneumonia. Akan tetapi, CT-scan merupakan pilihan yang direkomendasikan untuk
menilai adanya kelainan non spesifik yang tidak di temukan pada foto konvensional.
(19)

II. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)


Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas,
konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya
menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris.
Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru tengah
dan bawah. (4,19,21)
Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme
awalnya menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul
sentrilobuler dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-bud
pattern). Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial
dan akan berkembang menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B). Selanjutnya
proses konsolidasi tersebut bisa terjadi multifocal, tepi tidak rata, corakan

xiv
bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal, namun
perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C) (19)

Bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumonia

(Courtesy of C. Isabela S. Silva,


MD, PhD)

Dikutip dari
kepustakaan 19.

PNEUMONIA LOBULARIS (BRONKOPNEUMONIA)

Dikutip dari kepustakaan 19.


Pada foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen pada
lobus medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa. (19)

xv
Gambaran CT-scan thorax memprlihatkan adanya nodul sentrilobular (panah lurus),
perselubungan di daerah lobus yang disertai dengan gambaran ground-glass opacity
(panah lengkung).
Dikutip dari kepustakaan 19.
Kadang-kadang, pneumonia dapat meluas
menjadi pneumonia necrosis (necrotizing
pneumonia). Tampak adanya perselubungan
di lobus paru kanan atas dan lobus paru kiri
bawah. Tampak bulging fissure sign di lobus
paru kanan atas.(19)

Dikutip dari kepustakaan 19.

III. Pneumonia Interstisial


Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi dari
virus berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan
kelenjar mukus bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematous. Juga
terjadi edema di jaringan interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus terisi
cairan edema. Pneumonia interstisial dapat juga dikatakan sebagai pneumonia
fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-sel radang terhadap jaringan
interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit, histiosit, sel plasma dan
neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila peradangan mengenai pleura viseral.(17)

PNEUMONIA INTERSISIAL

Pada fase akut tampak gambaran


bronchial cuffing, yaitu penebalan dan edema
dinding bronkiolus. Corakan bronkovaskular
meningkat, hiperaerasi, bercak-bercak inifiltrat
dan efusi pleura juga dapat ditemukan. (17)

xvi
Dikutip dari kepustakaan 19.

IV. Pneumonia Cystis Carinii


Di negara berkembang, pola penyakit pneumonia ini sering dipersulit dengan
adanya imunosupresi akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Pola ini
sulit dikenali, namun petunjuknya adalah pembuluh darah paru tampak tidak berbatas
tegas atau “kabur” dan paru tampak sedikit opaq. Tidak ditemukan adanya air
brochogram sign. Pola ini sering ditemukan pada infeksi pneumonia Pneumocystis
carinii yang diderita oleh pasien dengan imunosupresi terutama akibat AIDS, infeksi
mikoplasma dan infeksi virus.(4)

Dikutip dari kepustakaan 4.


Gambaran radiologi x-ray :

- Bayangan ground-glass opak


yang bilateral simetris atau pola
reticulonodular
- Utamanya cenderung mengisi daerah perihiler
- Namun dapat juga meluas ke daerah ata dan bawah paru.(4,20)

xvii
Dikutip dari kepustakaan 25.
Gambaran radiologi CT-scan Thorax :
- Bayangan ground-glass opak
yang bilateral simetris
- Terkadang tidak rata dan
menyebar. (20)

Dikutip dari kepustakaan 20


V. Pneumonia Aspirasi
Pneumonia aspirasi adalah masuknya benda atau zat asing, padat atau cair ke
dalam saluran pernafasan, inhalasi uap atau asap. Pneumonia ini biasanya juga
disebabkan oleh adanya flora orofaring normal yang teraspirasi ke dalam saluran
napas.(26)

PNEUMONIA ASPIRASI

Dikutip dari kepustakaan 26.


Pada foto thorax menunjukkan tampak perselubungan homogen bilateral
di kedua lapangan paru yang disertai dengan adanya endotracheal di atas
carina. Kasus tersebut adalah seorang pria usia 29 tahun, dengan riwayat
cerebral palsy dan gangguan neurologis, di bawa ke rumah sakit dengan
kesadaran menurun.(26)

2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri. Leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikooplasma atau pada

xviii
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit. Leukopenia
menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman
gram negative. (1,8)
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal, bronkoskopi. Kuman
yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan
merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama
pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. (1,8)
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan
fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan
jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2
atau lebih gejala di bawah ini (2) :
a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak / purulen
c. Suhu tubuh > 38oC (aksila) / riwayat demam
d. Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial
dan ronki
e. Leukosit > 10.000 atau < 4500
Sedangkan Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-
Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut (5,15) :
a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk
rumah sakit
b. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
- Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
o
- Ditambah 2 diantara kriteria berikut: suhu tubuh > 38 C , sekret purulen
dan leukositosis (5,15)

PATOLOGI ANATOMI
Pada masa praantibiotik, pneumonia pneumokokkus mengenai seluruh atau
hampir seluruh lobus dan berkembang melalui empat stadium : kongesti, hepatisasi
merah, hepatisasi abu-abu, dan resolusi. Terapi antibiotik dini mengubah atau

xix
menghentikan perkembangan ini, sehingga jika pasien meninggal, kelainan anatomik
yang tampak saat autopsi mungkin tidak sesuai dengan stadium klasik. (27)
a. Kongesti (4-12 jam pertama), pada stadium ini, lobus yang terkena menjadi
berat, merah, sembab akibat adanya eksudat serosa masuk ke dalam alveoli
melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) lobus paru tampak merah dan
bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi
alveoli.
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) paru-paru menjadi kering, abu-abu, dan padat,
karena sel darah merah mengalami lisis sementara eksudat fibrinosa menetap
dan mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
d. Resolusi (7-11 hari) eksudatnya di dalam alveolus dicerna secara enzimatis
sehingga mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula. (2,3,27)
Pada pola bronkopneumonia, fokus konsolidasi peradangan distribusi dalam bercak-
bercak di satu atau beberapa lobus, terutama di lateral dan basal. Lesi yang sudah
tebentuk sempurna dengan garis tengah 3 atau 4 cm tampak sedikit meninggi dan
berwarna merah abu-abu hingga kuning. (27)
Dikutip dari kepustakaan 27
Pada gambar bagian kiri menunjukkan gambaran makroskopik pneumonia lobaris
dengan hepatisasi abu-abu. Lobus bawah mengalamai konsolidasi yang merata.
Pada gambar bagian kanan menunjukkan adanya neutrofil di dalam rongga alveolus.
Hal ini disertai kongestif kapiler septum dan eksudat fibrinosa, yang terjadi akibat
peningkatan permeabilitas kapiler.(27)

DIAGNOSIS BANDING
1. Efusi Pleura
Merupakan suatu kondisi dimana terdapat akumulasi cairan dalam cavum
pleura yang dapat disebabkan oleh banyak kelainan dalam paru. Pada
pemeriksaan foto thorax rutin tegak, cairan pleura tampak perselubungan
homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radiopaq
dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke medial bawah.
Karena cairan mengisi ruang hemithorax sehingga jaringan paru akan

xx
terdorong ke arah sentral/hilus dan kadang-kadang mendorong mediastinum
ke arah kontralateral.(16)
ANTARA EFUSI PLEURA DAN PENUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 22. Dikutip


Persamaan :
- Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas
tinggi (relatif radiopaq) (16)
Perbedaan :
- Pada efusi pleura, cairan terakumulasi di dalam cavum pleura sehingga
gambaran khasnya tampak sinus costophrenicus tumpul karena sifat dari
cairan selalu mencari daerah yang terendah, sedangkan pada pneumonia tidak.
- Pada pneumonia khas dapat ditemukan air bronchogram sign, jika proses
perselubungannya telah mengisi sampai 1 lobus parenkim paru
- Yang paling khas, bahwa pada efusi terdapat tanda-tanda pendesakan ke arah
hemithorax yang sehat, hal ini terjadi akibat akumulasi yang terus menerus
dari suatu rongga. Sedangkan pada pneumonia tidak terjadi penurunan atau
penambahan volume paru (16,18,22)
2. Atelektasis
Berarti alveoli mengempis (kolaps). Hal ini dapat terjadi pada satu tempat
yang terlokaslisir di paru, pada seluruh lobus, atau pada seluruh paru.
Penyebab yang paling sering adalah obstruksi saluran napas dan berkurangnya
surfaktan pada cairan yang melapisi alveoli. Karena mengalami
hambatan/obstruksi, sehingga aerasi paru dapat berkurang. Pada gambaran
radiologisnya akan memberikan bayangan densitas yang lebih tinggi.(16)

xxi
ANTARA ATELEKTASIS DAN PENUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 13 Dikutip


Persamaan ;
- Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas
tinggi (relatif radiopaq) (16)
Perbedaan :
- Karena atelektasis merupakan kondisi dimana paru mengalami kolaps,
sehingga pada gambaran radiologisnya akan tampak tanda-tanda penarikan ke
arah hemithorax yang sakit, sedangkan pada pneumonia tidak. (16,18)
3. TBC Paru
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Basil tuberkel ini menyebabkan
reaksi jaringan yang aneh dalam paru, antara lain (1) daerah yang terinfeksi
diserang oleh makrofag dan (2) daerah lesi dikelilingi oleh jaringan fibrotik
untuk membentuk yang idsebut “tuberkel”. Proses pembentukan dinding ini
membantu membatasi penyebaran basil tuberkel dalam paru dan oleh karena
itu ia merupakan bagian dari proses protektif melawan infeksi. Tetapi hampir
3% dari seluruh penderita tuberculosis, jika tidak diobati, maka tidak akan
terbentuk proses pembatasan ini sehingga akan menyebar ke seluruh lapangan
paru, menyebabkan kerusakan jaringan dan pembentukan kavitas abses yang
besar. Sehingga gambaran radiologi yang khas yang sering ditemukan di
masyarakat dapat berupa TBC paru aktif, TBC paru lama aktif, dan TBC paru

xxii
lama tenang. Gambaran bercak berawan serta cavitas pada TBC paru biasanya
menempati lapangan atas paru.(4,14,16,18)

ANTARA TBC PARU DAN PENUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 13 Dikutip


Persamaan :
- Memiliki densitas yang sama yaitu relatif radiopaq. (16)
Perbedaan :
- Pada TBC paru khas tampak bercak berawan pada lapangan paru atas, dan
adanya garis-garis fibrotik dan kasifikasi jika sudah masuk dalam masa
penyembuhan
- Sedangkan pada pneumonia, lokasi bisa di mana saja, mengenai 1 lobus
(pneumonia lobaris) dan terdapat air broncogram sign. (16,18)
4. Tumor paru
Tumor paru menyerupai banyak jenis penyakit paru lain dan tidak mempunyai
awitan yang khas. Tumor paru seringkali menyerupai pneumonitis yang tidak
dapat ditanggulangi. Namun secara radiologik, gambaran tumor paru ini
sangat khas menyerupai nodul yang berbentuk koin (coin lesion). Pemeriksaan
Tomografi Komputer dapat memberikan informasi lebih banyak. Penilaian
pada massa primer paru berupa besarnya densitas massa yang dapat memberi
gambaran perselubungan yang inhomogen pada massa sifat ganas atau
homogen pada massa jinak, tepi massa tidak teratur/spikul pada massa ganas,
dan batas rata pada massa jinak. (3,4,16)

xxiii
ANTARA TUMOR PARU DAN PENUMONIA

xxiv
Dikutip
dari kepustakaan 4
Persamaan :
- Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas
tinggi (relatif radiopaq) (16)
Perbedaan :
- Batas dari bayangan dari massa tumor tampak tegas, sedangkan bayangan
pada pneumonia tampat tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 lobus yang
disebut dengan pneumonia lobaris
- Tanda air brochogram sign tidak akan ditemukan pada gambaran radiologi
tumor paru.
- Untuk memastikan lebih jauh lagi maka pada klinis tumor paru tidak harus ada
riwayat demam, sedangkan pada pneumonia harus ditemukan riwayat demam.
(4,8,16)

PENATALAKSANAAN
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji
kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : (2)
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai
berikut :
Tabel 1.2
Terapi Empirik Antibiotik Awal Untuk Pneumonia Nosokomial atau Pneumonia
Berhubungan Dengan Ventilator yang Tidak Disertai Faktro Resiko Untuk
Patogen Resisten Jamak, Onset Dini pada Semua Tingkat Berat Sakit
Patogen Potensial Antibiotik yang Disarankan
Streptococcus pneumonia Seftriaxon, Levofloksasin,
Haemophilus influenza Moksifloksasin, atau
Bakteri gram (-) sensitif antibiotic : Ciprofloksasin

xxv
Escherichia coli (Klebsiella Ampisilin/sulbaktam atau
pneumonia, Enterobacter spp., Serratia Ertapenem
marcescens)
Catatan : Karena Streptococcus pneumonia yang resisten penisilin semakin sering terjadi maka,
levofloksasin, moksifloksasin lebih dianjurkan. (1,2)
Terapi suportif dapat berupa :
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah
2. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam.
3. Pengaturan Cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia,
dan paru lebih sensitive pada pembebanan cairan terutama bila terdapat
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dnegan baik,
termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk
maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
4. Bila terdapat gagal napas , diberikan nutrisi dari lemak (50%) hingga dapat
dihindari produksi CO2 yang berlebihan. (1)

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI


Pada umumnya prognosisnya adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri
penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik
dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada
pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai pada 10% kasus berupa
meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, empiema.(1,15)

PENCEGAHAN
Untuk pneumonia komunitas (community-acquired), dapat dicegah dengan pemberian
vaksinasi pada penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit kronik dan
usia > 65 tahun, sedangkan pencegahan pada pneumonia nosokomial (hospital-
acquired) ditujukan kepada upaya program pengawasan dan pengontrolan infeksi
termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan teknik isolasi, dan praktek
pengontrolan infeksi. Salah satau contoh tindakan pencegahannya yaitu berupa

xxvi
pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian obat
sitoprotektif sebagai pengganti antagonis H2 dan antacid.(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan, Zul. Pneumonia. In: Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009; hal 2196-200, 2203-05
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-6
3. Wilson, M Lorraine. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price, Sylvia A.,
Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC. 2003;
hal 804-806

xxvii
4. Corr, Peter. Fot Thorax normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian.,
Dwijayanthi, Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik
(terjemahan dari Patterm Recognation in Diagnostic Imaging). Jakarta: Penerbit
EGC. 2010; hal 28, 33-5
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-5
6. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta. Penerbit
EGC. 2007; hal 136-142
7. Kasper L, Dennis et all. Pneumonia in Harrison’s Principles of Internal
Medicine 17th Edition. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc.
2008; Chapter 251
8. Wilson, Walter R., Sande, Mele A. Tracheobronchitis and Lower Respiratory
Tract Infections. In: Wilson, Walter R et all. Current Diagnosis and Treatment in
Infectious Disease. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc.
2001; Part 10
9. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. USA. BlackWell Publishing. 2006; page 20,
23-4
10. Swartz, Mark H. Textbook of Physical Diagnosis. In: Effendi, Harjanto.,
Hartanto, Huriawati. Buku Ajar Diagnostik. Jakarta. Penerbit EGC. 1995; hal 155-
7
11. Waugh, Anne., Grant, Allison. Anatomy and Physiology in Health and Illness.
Ninth Edition. Spain. Elsevier Limited. 2004; page 248, 262-3
12. Fanz, Omar., Moffat, David. Anatomy at A Glance. UK. BlackWell Publishers
Company. 2002; page 15, 17
13. Gunderman B, Richard. Essential Radiology Second Edition. New York.
Thieme Medical Publishers. 2006; page 69,78
14. Guyton C, Arthur., Hall, John E. Textbook of medical Physiology. In:
Setiawan, Irawati. Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. 1997: hal 673-4
15. McPhee, Stephen J., Papapdokis, Maxine A. Current Medical Diagnosis and
Treatment. California. McGraw Hill. 2008; Part Pulmonology
16. Nurlela Budjang. Radang Paru Tidak Spesifik. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi
Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009: hal 101

xxviii
17. Sutarto, Ade Satriyani., Budyatmoko, Bambang., Darmiati, Sawitri. Radiologi
Anak. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai
Penerbit FK UI. 2009: hal 400-1
18. Patel, Pradip R. Radiologi Lecture Notes. Jakarta. EMS. 2009; hal 36-7
19. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of Pulmonary
Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part Bacterial
Pneumonia, page 21-8
20. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of Pulmonary
Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part
Immunocompromised Host, page 161-2
21. Ketai, Loren., Lofgren, Richard., Mecholic, Andrew J. Fundamental of Chest
Radiology. Sceond Edition. Philadelphia: Elsevier, Inc. 2006; page 106-9, 110-1
22. Colak, Errol., Lofaro, Anthony. Clinical and Radilogy Atlas. Webexe. 2003:
Part Chest Imaging, air space (air bronchogram and sillhoutte sign)
23. Eastman, George W., Wald Christoph., Crossin, Jane. Getting Started in
Clinical Radiology. New York. Thieme Stuttgart. 2006; page 49-50
24. Tsue J., Betty, Lyu E, Peter. Chest Radiography. In: Atlas of the Oral and
Maxillofacial Surgery Clinics. USA. WBS. 2002; Part Viral and Bacterial
Pneumonia
25. Ahuja, A.T., Antonio, G.F., Yuen H.Y. Case Studies in Medical Imaging.
NewYork. Cambridge University Press. 2006; 23-4
26. Lee, Jaw. Aspiration of Imaging. In: Lin, Eugene C. Pneumonia. Available
from www.medscape.com updated May 25, 2011
27. Vinay, Kumar., Ramzi S, Cotran., Stanley, L, Robbins. TextBook of
Pathology. In: Hartanto, huriawati., Darmaniah, Nurwany., Wulandari, Nanda.
Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC. 2007; hal 537-9, 540

xxix

Anda mungkin juga menyukai