Anda di halaman 1dari 29

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA


Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

REFERAT

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
PNEUMONIA

Disusun oleh :
Jessica Maharani Rahayu
0961050112

Pembimbing :
dr. Tri Harjanto, Sp.Rad,MSc

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


PERIODE 9 JUNI 2014 05 JULI 2014
FAKULTA KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2014

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 1

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatNya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Pemeriksaan Radiologi Pada
Pneumonia. Tugas penelitian ini penulis buat dengan tujuan sebagai salah satu tugas
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Radiologi serta bertujuan agar para dokter muda
mengetahui dan memahami tentang hasil pemeriksaan radiologi pada cor pulmo tuberkulosis
paru.

Penulis ucapkan banyak terimakasih kepada kedua orangtua penulis, yang selalu
mendukung penulis dalam segala kondisi yang penulis alami dalam menjalankan
kepaniteraan ini, juga kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan penelitian ini,
khususnya dr. Tri Harjanto, Sp.Rad yang telah berkenan membimbing laporan ini.

Akhir kata penulis mohon kritik dan saran yang membangun untuk Penulis pada
khususnya dan kemajuan dunia kedokteran pada umumnya.

Jakarta, Juni 2014

Penulis

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 2

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit infeksi saluran pernafasan, baik saluran pernafasan nafas atas maupun bawah
merupakan penyakit yang sering dijumpai, baik di masyarakat maupun di rumah sakit. Infeksi
saluran nafas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di
negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Salah satu penyakit infeksi
saluran pernafasan bawah adalah pneumonia.
Dari data SEAMIC Health Statistic 2001, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6
di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di
Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Di dunia setiap tahunnya terjadi 156 juta kasus pneumonia
baru di seluruh dunia dan penyakit tersebut telah merenggut nyawa 1,5 juta anak usia
dibawah lima tahun.
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit
kardiovaskular dan TBC. Faktor sosial-ekonomi yang rendah mempertinggi angka
kematian.Menurut profil data kesehatan Indonesia tahun 2011, Pneumonia menempati
peringkat 10 dalam daftar 10 besar penyakit rawat inap 2010 dengan jumlah kasus 9.340
untuk laki laki dan 7.971 kasus untuk perempuan. Jumlah pasien keluar 17.311 dan pasien
meninggal 1.315 orang.
Pada masa yang lalu pneumonia diklasifikasikan sebagai Pneumonia Tipikal yang disebabkan
oleh S. pneumonia dan Pneumonia Atipikal yang disebabkan oleh kuman atipik seperti M.
pneumonia. Kemudian berkembang menjadi Pneumonia yang bisa bersumber pada komunitas
di luar rumah sakit (Community Acquired Pneumonia / CAP) dapat juga bersumber dari
dalam rumah sakit (Hospital Acquired Pneumonia / HAP) atau yang sering dikenal dengan
infeksi nosokomial.1 Pemeriksaan foto polos toraks merupakan salah satu pemeriksaan
penunjang da lam menegakkan diagnosis pneumonia.

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 3

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

BAB II
ISI

1. Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratoris dan alveoli, serta dapat menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan gas setempat. 1 Dapat disebabkan oleh virus,
bakteri dan mikroorganisme lain.
Ditinjau dari insidensinya, penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan yang terjadi di masyarakat (Pneumonia
komunitas/PK) dibanding di dalam rumah sakit (Pneumonia Nosokomial/PN). 2
Pneumonia nosokomial di ICU lebih sering terjadi dari PN di ruangan umum dengan
perbandingan 42% : 13% dan sebagian besar yaitu sejumlah 47% terjadi pada pasien
yang menggunakan alat bantu mekanik. Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari
pasien yang meninggal di ICU akibat PN.
Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak
ditemukan pada anak anak.
Menurut acuan NNIS (1988), Pneumonia khususnya pada dewasa, diagnosis berdasarkan
kriteria berikut :2
a) Kriteria I : terdapat ronki basah / pekak (dullness) pada pemeriksaan dada
disertai minimal satu berikut ini :
Perubahan sifat sputum atau baru munculnya sputum purulen
Terdeteksi mikroba dari kultur darah
Ditemukan mikroba penyebab dari spesimen yang diambil secara aspirasi
b)

transtrakeal, sikatan bronkus atau biopsi.


Kriteria II : pada gambaran radiologis thoraks menunjukkan infiltrat baru atau
progresif, konsolidasi, kavitasi atau efusi pleura, disertai minimal satu gejala berikut
ini :
Perubahan sifat sputum atau baru munculnya sputum purulen
Terdeteksi mikroba dari kultur darah
Ditemukan mikroba penyebab dari spesimen yang diambil secara aspirasi

transtrakeal, sikatan bronkus atau biopsi.


Isolasi virus atau deteksi antigen virus pada sekret saluran nafas
Deteksi IgM atau titer IgG meningkat 4 kali dalam dua kali pemeriksaan

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 4

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Terdapat tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologis

Gambar 1. Paru dengan pneumonia, tampak penimbunan eksudat di dalam alveolus


2. Etiologi
Etiologi pneumonia yang tersering adalah bakteri. Cara penularan berkaitan dengan jenis
bakteri, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia, melalui selang oleh Staphylococcus aureus dan pemakaian ventilator oleh
Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter.

Gambar 2. Bakteri S.
pneumoniae

Gambar 3. Bakteri S. aureus

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 5

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Gambar 4. Bakteri P. aeruginosa

Gambar 5. Bakteri Enterobacter

Akibat perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik,
polusi lingkungan dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat sehingga menimbulkan
perubahan karakteristik kuman, terjadilah peningkatan patogenitas jenis kuman, terutama
S.aureus, B.catanhalism, H.influenza dan Enterobacter.
Pneumonia oleh virus sering terjadi pada anak anak, tetapi kasus pada anak anak
hanya sebesar 10%.
Pneumonia juga dapat disebabkan oleh protozoa parasit. Pnemocystis carinii adalah
penyebab PCP (Pneumonia P.carinii). PCP yang berulang menyerang lebih dari separuh
penderita AIDS dan sering menyebabkan kematian. PCP merupakan penyakit
opportunistik dan dapat juga terjadi pada pejamu dengan gangguan imunitas, seperti
pasien yang mendapat terapi imunosupresif untuk pengobatan kanker / transplantasi
organ.

Gambar 6. Protozoa P. carinii

Pneumonia juga dapat disebabkan oleh fungus, walaupun tidak sesering bakteri.
Misalnya histoplasmosis, koksidiomikosis dan blastomikosis. Spora fungus ini ditemukan

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 6

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

dalam tanah dan terinhalasi. Spora yang masuk ke dalam bagian paru paru yang lebih
dalam difagositosis dan dapat menimbulkan alergi. Sesudah timbul alergi, terjadi reaksi
peradangan yang disertai pembentukan tuberkel, jaringan parut perkapuran dan bahkan
pembentukan kavitas. Hal ini sering disalah tafsirkan sebagai tuberkulosis sehingga
dibutuhkan pembiakan jamur. Pneumonia oleh fungus tidak jarang menjadi komplikasi
dari tahap akhir penyakit penyakit terminal seperti kanker.
Pneumonia yang disebabkan oleh aspirasi dibedakan menjadi tiga sindrom
berdasarkan sifat bahan yang diaspirasi, tanda dan gejala serta patofisologisnya. Aspirasi
mikroorganisme patologik yang berkoloni pada orofaring adalah cara infeksi yang
menyebabkan pneumonia bakteri. Kebanyakan individu mengaspirasi sedikit sekret
orofaringeal selama tidur dan sekret tersebut akan dibersihkan secara normal tanpa gejala
sisa melalui mekanisme pertahanan secara normal. Sindrom aspirasi tipe kedua yang
disebut sindrom Mendelson berkaitan dengan regurgitasi dan aspirasi isi asam lambung.
Jenis sindrom ketiga aspirasi berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanya makanan)
atau cairan bukan asam (misalnya tenggelam) menyebabkan obstruksi mekanik.
Tabel 1. Penyebab Pneumonia Paling Sering3
Lokasi Sumber

Masyarakat

Rumah Sakit

Penyebab
Streptococcus pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus influenza
Legionela pneumophila
Chlamydia pneumoniae
Anaerob oral (aspirasi)
Adenovirus
Basil usus gram negatif (mis : E. coli,
Klebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeruginosa
Staphylococcus aureus
Anaerob oral (aspirasi)

3. Faktor Resiko
a)
Usia diatas 65 tahun
b)
Tindakan invasif seperti infus, intubasi, trakeostomi, pemasangan ventilator4
c)
Infeksi pernafasan oleh virus
d)
Penyakit pernafasan kronik (PPOK)
e)
Kanker (terutama kanker paru)
f)
Riwayat merokok
g)
Alkoholisme

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 7

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650
h)

Malnutrisi

4. Klasifikasi
a)
Klasifikasi tradisional berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis :5
i. Pneumonia Tipikal
Mempunyai ciri tanda pneumonia lobaris klasik. Gambaran radiologisnya
berupa opasitas lobus atau lobaris yang disebabkan oleh kuman tipikal seperti S.
pneumonia. Kemudian ternyata manifestasi dari patogen lain seperti K.
pneumonia, H. influenza atau S. aureus memberikan sindrom klinik yang identik
dengan pneumonia oleh S. pneumonia.
ii. Pneumonia Atipikal
Ditandai oleh gangguan repirasi yang lambat dengan gambaran infiltrat paru
bilateral yang difus. Penyebabnya Mycoplasma pneumoniae, virus Legionella
pneumophila.
Klasifikasi ini tidak lagi digunakan karena ditemukan bahwa gambaran radiologis
atau laboratorium saling tumpah tindih dan tidak mencakup pneumonia gambaran
yang khas.
b)

Klasifikasi secara radiologis sesuai dengan lokasi anatomisnya :


i. Pneumonia Alveolar
Misalnya disebabkan oleh Pneumonia pneumococcal. Terjadi karena adanya
radang bakteri yang menyebabkan kerusakan dinding alveoli serta edema dan
eksudat alveolar. Eksudat pada alveolar memberi gambaran konsolidasi
homogen pada perifer yang terbentang menuju hilus dan cenderung memotong
garis segmental. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis
ini.
ii. Pneumonia Lobular (Bronchopneumonia)
Sering ditemukan pada pneumonia

yang

disebabkan

oleh

infeksi

Staphylococcus pada paru. Terlihat gambaran konsolidasi berdensitas tinggi


pada satu segmen atau lobus atau bercak yang mengikut serta alveoli yang
tersebar.
iii. Pneumonia Interstisial
Dapat ditemukan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edem dinding
bronkioli dan juga edema jaringan interstisial peribronkial, kadang kadang
alveoli terisi eksudat.
iv. Pneumonia Campuran
Merupakan gabungan ketiganya.
c)

Klasifikasi berdasarkan inangnya dan lingkungan

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 8

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Klasifikasi ini sering dipakai karena membantu penatalaksanaan pneumonia secara


empirik. Klasifikasi ini terbagi atas :
i. Pneumonia Komunitas
Bersifat sporadik dan endemik, menyerang tua dan muda
ii. Pneumonia Nosokomial
Didahului dengan riwayat perawatan di rumah sakit
iii. Pneumonia Rekuren
Terjadi berulang kali, berdasarkan penyakit paru kronik
iv. Pneumonia Aspirasi
Biasa pada penderita usia tua dan alkoholik
v. Pneumonia pada gangguan umum, pasien transplantasi, onkologik, AIDS
Dari beberapa bagian diatas, hanya Pneumonia Komunitas dan Nosokomial yang
digunakan, mengingat gambaran Pneumonia Nosokomial yang khas berbeda dari
Pneumonia Komunitas, maka diagnosis Pneumonia jenis ini menggunakan kriteria
Center of Disease Control and Prevention, USA.
5. Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan
antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dna lingkungan maka mikroorganisme dapat
masuk, berkembang-biak dan menimbulkan penyakit. Resiko terjadinya infeksi pada
paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk mencapai dan merusak
pemukaan epitel saluran nafas. Ada beberapa cara mikroorganisme untuk mencapai dan
merusak permukaan saluran nafas, yaitu :
Inokulasi langsung
Penyebaran hematogen
Inhalasi bahan aerosol yang infeksius
Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi di
permukaan orofaring.
Aspirasi dan inhalasi agen agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan
pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi. Pada saluran
nafas bagian bawah, kuman menghadapi daya tahan tubuh berupa sistem pertahanan
mukosilier, daya tahan humoral IgA dan IgG dari sekresi bronkial.
Terjadinya pneumonia tergantung pada virulensi MO, tingkat kemudahan dan luasnya
daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh. Pneumonia dapat terjadi
pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien
dewasa yang menderita penumonia didapat adanya satu atau lebih penyakit dasar yang
mengganggu daya tahan tubuh.

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 9

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Respon yang ditimbulkan juga bergantung dari agen penyebabnya. Streptococcus


pneumonia (pneumococcus) adalah penyebab yang paling sering dari pneumonia bakteri,
baik yang didapat di masyarakat maupun dari semua kasus di rumah sakit. Di antara
semua pneumonia bakteri, pneumonia pneumokokus merpakan yang paling banyak
diselidiki. Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus / saliva.
Lobus bagian bawah paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai
alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon khas yang terdiri dari 4 tahapan
berurutan :
a)
Kongesti ( 4 12 jam pertama )
Disebut hipermia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator mediator peradangan dari sel sel mast setelah pengaktifan sel imun
dan cedera jaringan. Mediator mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga me2ngaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskular paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma kedalam ruang interstitium sehingga
terjadi pembengkakan dan edem antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningktakan jarak yang harus ditempuh oksigen dan
karbondioksida, maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen haemoglobin.
b)

Hepatisasi merah ( 48 jam berikutnya )


Terjadi seewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah. Pada stadium ini udara alveoli tidak
ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.

c)

Hepatisasi kelabu ( 3 8 hari )


Terjadi sewaktu sel sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.
Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi,

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 10

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler tidak lagi mengalami kongesti.
d)

Resolusi ( 7 11 hari )
Eksudat yang mengalami konsolidasi di atara rongga alveoli diderna secara
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru
kemblai menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan
normal.
Gambar 7. Patogenesis Pneumonia
Sumber

6. Gambaran Klinis
Pneumonia dapat bervariasi dari indolen sampai fulminan dalam presentasinya, dan dari
ringan sampai fatal pada tingkat keparahannya. Beragam tanda dan gejala, yang
tergantung pada perkembangan dan tingkat keparahan infeksi, mencakup temuan
konstitusional dan manifestasi yang terbatas pada paru paru dan struktur terkait. Awitan
pneumonia pneumokokus bersifat mendadak disertai menggigil, demam tinggi, nyeri
pleuritik, batuk dan sputum berwarna seperti karat.

Gambar 8. Gejala Klinis


Pneumonia

7. Pemeriksaan
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian terapi yaitu
dengan mencakup bentuk luas penyakit, tingkat berat penyakit dan perkiraan jenis kuman
penyakit. Oleh sebab itu, diagnosis pneumonia didasarkan pada riwayat penyakit yang
Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 11

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

lengkap, pemeriksaan lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang
yang baik. Adapun pemeriksaannya adalah :
a) Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab berhubungan dengan
faktor infeksi, dalam hal ini yang perlu digali adalah evaluasi faktor pasien /
predisposisi, lokasi infeksi, usia pasien dan awitan.
b)

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal dan pernafasan cuping hidung. Tanda objektif merefleksikan
adanya distress pernafasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot
tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnoe dan pergerakan
pernafasan berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama
inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian
bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan
sub kostal dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Sebaliknya, ruang
interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura semakin
positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan yang lebih tua. Kontraksi
yang terlihat dari otot sternokleidomasteideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya
akan adanya sumbatan jalan nafas.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernafasan dan dapat terjadi apabila inpirasi memendek secara normal (pada
kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior
dan menurunkan resistensi jalan nafas atas dan keseluruhan. Selain itu, dpaat
juga menstabilkan jalan nafas atas dengan mencegah tekanan negatif faring
selama inspirasi.

Palpasi
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan nafas masih teerbuka. Namun bila terjadi perluasan
infeksi paru (kolpas paru / atelektasis) maka energi vibrasi akan berkurang.

Perkusi
Dapat ditemukan tanda tanda konsolidasi paru yang luas berupa perkusi paru
yang pekak

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 12

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Auskultasi
Dapat didengar ronki basah dan gesekan pleura (pleural friction rub) di atas
jaringan yang terserang oleh karena eksudat dan fibrin dalam alveolus dan dapat
pula dalam permukaan pleura.4
Ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak
kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan dpektrum frekuensi antara 200
2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya
frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo
osilasi), jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual), halus atau
kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung gelembung udara yang melalui sekret
jalan nafas / jalan nafas kecil yang tiba tiba terbuka.

c)

Laboratorium
Umumnya leukositosis : menandai adanya infeksi. Hitung leukosit dapat membantu
membedakan pneumonia karena virus atau bakteri. Infeksi virus biasanya leukosit
normal atau meningkat ( tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan)
dan bakteri biasanya leunosit meningkat ( 15.000 40.000/mm3 dengan neutrofil
yang predominan). Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri dengan
peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi aasidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru,
cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.

d)

Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakea/transtrakeal, aspirasi jarum
transtorakal, torakosintesis, bronkoskopi atau biospi; dengan tujuan terapi empiris
dilakukan pemeriksaan apus gram, Burri Gin, Quellung Test dan Z. Nielsen. Kuman
predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan
penyebab infeksi. Kultur kuman merupakn pemeriksaan utama praterapi dan
bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya.

e)

Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionella dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer
antibodi tinggi atau ada enaikan 4x. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai
tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 13

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

f)

Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis akan dibahas lengkap pada bagian selanjutnya.

GAMBARAN RADIOLOGIS PNEUMONIA


Suatu penilaian terhadap foto toraks memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang
anatomi normal toraks. Dalam keadaan normal pun, setiap orang memiliki anatomi yang
berbeda beda. Sehingga sebelum mengenali gambaran radiologis pada pneumonia, ada
baiknya kita mengetahui tentang toraks normal.1
TORAKS NORMAL
Gambaran toraks orang dewasa maupun anak kecil akan memperlihatkan gambaran :6

Jaringan lunak dinding toraks


Tulang tulang toraks : skapula kiri dan kanan, clavicula kiri dan kanan, sternum,

vertebrae servikal, vertebrae torakal dan costae


Paru paru yang berisi udara, yang karenanya memberikan gambaran relatif radiolusen
(hitam) dibandingkan dengan mediastinum, dinding toraks dan bagian atas abdomen

yang relatif radioopak (putih)


Jantung
Diafragma

Pada anak kecil perlu diingat masih terdapatnya Thymus di daerah mediastinum, yang akan
hilang saat beranjak dewasa.

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 14

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Gambar 9. Foto Toraks PA normal


Sumber : e-medicine,

Gambar 10. Foto Toraks Lateral


normal

Kebanyakan
proses patologis yang melibatkan paru
akan menyebabkan
peningkatan densitas
Medscape.com
Sumber
: e-medicine,
Medscape.com
paru dan tampak berwarna putih atau tampak sebagai
bayangan opak fokal.7

PNEUMONIA
Gambaran pneumonia akan terjadi peningkatan densitas dalam bagian paru yang terkena.
Paru yang memberi gambaran lusen, akan tampak lebih opak karena adanya proses
peradangan yang menggantikan udara. Gambaran opak yang diberikan paru berbeda beda,
tergantung bentuk infeksi dan distribusinya. Salah satu gambaran khas pneumonia adanya Air
Bronchogram, yakni terperangkapnya udara dalam bronkus karena tiadanya pertukaran udara
pada alveolus. Namun gambaran ini tidak muncul disemua pneumonia.
Pneumonia adalah konsolidasi rongga udara akibat rongga udara alveolar terisi dengan
eksudat inflamatorik yang disebabkan oleh infeksi. Untuk mempelajari konsolidasir paru,
baik menyangkut perluasan dan lokasi kelainan dibuat foto toraks proyeksi AP, lateral dan
oblique.7 Pola radiologis dapat berupa : penumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram

(air

space

disease)

misalnya

oleh

Steprococcus

pneumoniae;

Bronchopneumoniae (segmental disease) oleh Staphylococcus, Virus atau mikoplasma; dan


pneumonia interstisial (interstisial disease) oleh virus dan mikoplasma.
Bentuk lesi berupa kavitas dengan air fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi anaerb,
gram negatif atau amiloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia sering ditimbulkan oleh S.
pneumoniae. Pembentukan kista terdapat pada pneumonia nekrotikans / supurativa, abses dan

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 15

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

fibrosis akibat terjadinya nekrosis jaringan dan fibrotik akibat nekrotik jaringan paru oleh
kuman S. aereus, K. Pneumoniae dan kuman kuman Anaerob (Streptococcus anaerob,
Bacteroides, Fusobacterium). Ulangan foto perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan
adanya infeksi sekundeer, efusi pleura penyerta atau pembentukan abses. Pada pasien yang
mengalami perbaikan klinis, ulangan foto dapat ditunda karena resolusi pneumonia
berlangsung 4 12 minggu.

Gambar 11. Foto toraks PA Pasien dengan


Pneumonia
Terdapat konsolidasi di paru kanan bagian
apeks, air bronchogram (+)
Sumber : University of Virginia

Gambaran Radiologis
Berdasarkan letak anatomis dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Air Space Pneumonia / Pneumonia Lobaris
Perselubungan paru
Batas tegas, walau mulanya kurang jelas
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak

tampak deviasi trakea / septum / fissure seperti pada atelektasis.


Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura
Sering tampak air bronchogram

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 16

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Gambar
Gambar
12.Foto
13. Foto
PA Pneumonia
Lateral Pneumonia
Lobaris
Lobaris
Dextra
Dextra

Air space pneumonia sering dikenal juga dengan pneumonia pneumokokus karena
seiring waktu infeksi dapat menyebar dan melibatkan seluruh lobus, sering juga
menempati satu lobus penuh / konsolidasi pada seluruh lobus dimulai dalam ruang distal
dan menyebar melalui pori pori.
Untuk melokalisasi suatu pneumonia lobaris secara antomis dapat digunakan tanda
hilangnya siluet. Pneumonia lobus tengah paru kanan akan menyebabkan batas jantung
kanan menghilang. Pneumonia lingual lobus atas paru kiri akan menyebabkan
menghilangnya batas jantung kiri. Pada pneumonia lobus bawah, hemidiafragma tidak
akan terlihat.7

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 17

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Gambar 14. Lobar Pneumonia


Dextra

Jaringan lunak normal, tidak terdapat emfisema


Tulang - tulang dalam keadaan normal, simetris
Trakea berada di tengah
Paru : Hillus kanan normal, hillus kiri normal
Corakan bronkovaskular normal
Tampak perselubungan opak inhomogen berbatas tegas di lapangan paru

kanan atas
Cor : tidak membesar
Aorta normal
Sinus costofrenikus, cardiofrenikus dan diafgrama kiri dan kanan normal
Kesan : Cor dalam batas normal
Pneumonia Lobaris dextra
Pneumonia Lobularis / Bronchopneumonia
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola

penyebaran bercak teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronki dan meluas
ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi
area berbercak (inhomogen). Bronkopneumonia adalah proses multifokal yang dimulai pada
bronkiolus terminalis dan respiratorius dan cenderung menyebar secara segmental, sehingga
dapat juga disebut penumonia lobularis.

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 18

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Pada foto toraks tampak infiltrat peribronkial yang semiopak dan tidak homogen di
daerah hilus yang menyebabkan batas jantung menghilang. Penyebab paling sering oleh
S. aureus dan mikroorganisme gram negatif.

Gambar 15. Bronchopneumonia


dextra

Deskripsi :
Jaringan lunak normal
Tulang tulang dalam keadaan normal, simetris
Trakea berada ditengah
Paru : Hillus : kiri normal, kanan normal
Corakan paru : meningkat
Tampak perselubungan di lapangan paru kanan distal

Cor : tidak membesar

Aorta normal

Sinus costofrenikus, cardiofrenikus dan diafragma kiri dan kanan norma

Kesan : Cor dalam batas normal


Pneumonia Lobularis (BP) dextra
Pneumonia Interstisial
Umumnya jenis pneumonia interstisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi oleh virus berawal
dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan kelenjar mukus bronkiolus

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 19

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

sehingga dinding bronkiolus menjadi edema, juga terjadi edema jaringan intestisial
peribronkial, kadang alveolus terisi cairan.

Gambar 16. Pneumonia Interstisial


bilateral

Deskripsi :
Jaringan lunak normal
Tulang tulang dalam keadaan normal, simetris
Trakea berada ditengah
Paru : Hillus : kiri normal, kanan normal
Corakan paru : meningkat
Tampak infiltrat di lapangan paru kanan dan kiri bagian distal
Cor : tidak membesar
Aorta normal
Sinus costofrenikus, cardiofrenikus dan diafragma kiri dan kanan normal
Kesan :
Cor dalam batas normal
Pneumonia Interstisial bilateral

PEMERIKSAAN CT SCAN

Dalam beberapa kasus, CT scan dapat mendeteksi penumonia yang tidak terlihat pada foto
toraks. Terkadang pada foto toraks bisa terjadi kesalahpahaman apakah ini jaringan parut paru

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 20

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

atau gagal jantung kongesti. Kedua kelainan tersebut dapat memberikan gambaran
menyerupai pneumonia di foto toraks.

Gambar 17. CT scan


Pneumonia

Indikasi pemeriksaan :

Massa
Aneurisma
Abses

Gambar 18. CT scan Pneumonia


Lobaris Lower Lobe dextra

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 21

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Gambar 19. CT scan Pneumonia


dengan kavitas Sinistra

Gambar 20. CT scan


Bronchopneumonia

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 22

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Gambar 21. CT scan Pneumonia


Interstisial

8. Diagnosis Banding
a) Efusi Pleura
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak di antara
pleura visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura
mengandung sejumlah kecil cairan ( 5 15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak.
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat
penambahan volume sehingga terjadi pergeseran mediastinum (jantung, aorta,
trakea) ke sisi yang sehat. Rongga toraks membesar. Pada efusi pleura sebagian akan
tampak meniscus sign, tanda khas pada efusi pleura.

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 23

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Gambar 22. Efusi Pleura


Sinistra

b) TB
TB adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M. Tuberculosis.
Jalan masuk untuk organisme adalah saluran pernafasan. Gejala klinis antara lain
batuk lama yang produktif ( > 2 minggu dengan sputum) bahkan bisa batuk
berdarah, demam, keringat malam hari, hilang nafsu makan dan penurunan berat
badan.

Gambar 23. TB aktif Sinistra

c) Atelektasis
Atelektasis adalah

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 24

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram.


Namun terdapat pergeseran mediastinum (jantung, aorta, trakea) ke sisi yang sakit
karena adanya pengurangan volume paru. Interkostal menjadi lebih sempit dan
pengecilan dari seluruh atau sebagian paru sehingga akan tampak toraks asimetris.

9.

Penatalaksanaan
Pengobatan
terdiri
dari antibiotik dan
Gambar 24.
Atelektasis
Sinistra suportif. Pemberian antibiotik
pengobatan

pada

penderita

pneumonia

sebaiknya

berdasarkan data mikroorganisme dan


hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena

beberapa alasan :
Penyakit yang berat dapat mengancam

nyawa
Bakteri patogen yang berhasil diisolasi

belum tentu penyebab pneumonia


Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi empiris. Secara umum pemilihan
antibiotik berdasarkan bakteri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :
a) Pengobatan Penderita Rawat Jalan
i. Sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotik dalam 3 bulan
sebelumnya, antibitoik yang digunakan adalah
Macrolide (Azithromycin, Clarithromycin, Erythromycin)
Doksisiklin
ii. Kehadiran penyulit seperti penyakit jantung kronis, paru paru, liver, ginjal,
DM, alkoholisme, keganasan, penggunaan obat immunosupresif, penggunaan
antibiotik dalam 3 bulan terakhir
Fluorokuinolon respiratory (Moksifloksasin, Gemifloxacin, Levofloksasin)
- lactam ditambah sebuah macrolide (amoksisilin dosis tinggi [misal 1 g x
3 sehari] atau amoksisilin klavunalat [2 g x 2 sehari] lebih disukai; alternatif
termasuk ceftriaxone, cefpodoxime dan cefuroxime [500 mg x 2 sehari];
doksisiklin adalah alternatif untuk macrolide tersebut).
iii. Di daerah dengan tingkat infeksi tinggi (125%) dengan tingkat resistensi
makrolide terhadap S.pneumoniae tinggi (MIC 16 mg/dl), pertimbangkan

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 25

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

penggunaan agen alternatif yang tercantum dalam rekomendasi di atas untuk


setiap pasien termasuk mereka yang tanpa komorbiditas.
b) Pengobatan Penderita Rawat Inap Non ICU
Sebuah Fluorokuinolon
Sebuah - lactam plus Macrolide (pilihan - lactam termasuk agen sefotaxim,
cetriaxone

dan

ampisilin;

doksisiklin

sebagai

alternatif

macrolide,

fluorokuinolon respiratory harus digunakan untuk pasien yang alergi penisilin)


c) Pengobatan Penderita Rawat Inap ICU
Sebuah - lactam (sefotaxim, ceftriaxone atau ampisilin sublactam) plus
azitromisin atau sebuah fluorokuinolon (untuk pasien alergi penisilin, fluorokuinolon
respiratory dan aztreonam direkomendasikan).
TERAPI SUPORTIF
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80 100 mmHg atau saturasi 96% berdasarkan
pemeriksaan analisa gas darah.
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai
nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk catuk dan nafas
dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan
pengeluaran CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan pernafasan.
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler sering terganggu pada pneumonia dan paru lebih
sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat penumonia bilateral.
Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk keadaan gangguan
sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud pengenceran dahak tidak
diperkenankan.
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak
bermanfaat pada keadaan renjatan sepsis.
6. Obat inotropik (dobutamin atau dopamin) kadang kadang diperlukan bila terdapat
komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.
7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia adalah :
a) Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan menggunakan
masker. Konsentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan pulmonary
compliance hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan
PEEP untuk memperbaiki oksigenasi
b) Gagal nafas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau tanpa
didapat asidosis respiratorik
c) Respiratory arrest

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 26

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

d) Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif


8. Bila terdapat gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang didapatkan
terutama dari lemak (>50%) sehingga dapat dihindari pembentukan CO2 yang
berlebihan.
TERAPI SULIH (SWITCH THERAPY)
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral
dilanjutkan berobat jalan, hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah
infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan
antibiotik yang diberikan secara IV dan antibiotik oral yang efektivitasnya mampu
mengimbangi efketivitas antibiotik IV yang telah dipergunakan. Perubahan ini dapat
diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama); switch over (obat berbeda, potensi
sama) atau step down (obat sama / berbeda, potensi lebih rendah).
Pasien beralih dari IV ke oral ketika hemodinamik sudah stabil dan perbaikan terbukti secara
klinis, pasien dapat menelan obat obatan dan memiliki saluran pencernaan berfungsi secara
normal. Pasien harus dilepas sesegera mungkin ketika klinis sudah stabil, tidak memiliki
masalah medis aktif lainnya dan memiliki lingkungan yang aman untuk perawatan lanjutan.
Kriteria untuk pneumonia terkait klinis stabil :
Temperatur 37,8o C
Denyut jantung 100 x / menit
Respirasi rate 24 x / menit
Tekanan darah sistolik 90 mmHg
Saturasi O2 arteri 90% atau pO2 60 mmHg pada ruang udara
Kemampuan untuk mengambil asupan oral
Normal status mental

BAB III
KESIMPULAN

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 27

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

Pneumonia adalah infeksi pada parenkim paru paru, dimana alveoli dipenuhi cairan
sehingga kemampuan untuk melakukan pertukaran udara terganggu. Istilah awam pneumonia
adalah radang paru paru.
Pemeriksaan radiologi toraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Kemajuan pesat
selama dasawarsa terakhir dalam teknik pemeriksaan radiologis toraks dan pengetahuan
untuk menilai suatu keharusan rutin.
Pada penyakit pneumonia, pemeriksaan radiologis toraks merupakan pemeriksaan penunjang
yang paling sering dilakukan dan dapat digunakan sebagai petunjuk untuk memastikan
diagnosa dan menyingkirkan diganosa banding. Gambaran khas pada pneumonia adalah
adanya infiltrat dan atau perselubungan pada lapangan paru disertai gambaran air
bronchogram. Namun, perlu dipertimbangkan dengan data klinis pasien (anamnesis dan
pemeriksaan fisik) dan laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rasad, Sjahriar.Radiologi Diagnostik.Balai Penerbit FK UI.Jakarta.2005;400-1

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 28

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

2. Tjokronegoro,Arjatmo.Buku Ajar Imu Penyakit Dalam:Pneumonia.Ed.III.Vol.II.Balai


Penerbit FK UI.Jakarta.2003;801-7
3. Price, Sylvia A, Wilson, Loraine M.Patofisiologi,Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit.Buku II,Ed.IV.Penerbit Buku Kedokteran,EGC.1995
4. Persatuan Ahli Penyakit Dalam.Buku Ajar Imu Pennyakit Dalam.Jilid II,Ed.III.Balai
Penerbit FK UI.Jakarta.2001
5. Dahlan,Zul.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam:Pneumonia.Ed.IV.Vol.II.Jakarta 2007.96470
6. Forest,John V.Yang penting pada Radiologi Thoraks.Widya Medika.Jakarta.1990
7. Corr,Peter.Mengenali Pola Foto Foto Diagnostik (Pattern Recognition in Diagnostic
Imaging):Infeksi Paru.Penerbit Buku Kedokteran,EGC.Jakarta.2010;33-8

Referat Pneumonia Jessica Maharani Rahayu (09-110)

Page 29

Anda mungkin juga menyukai