Anda di halaman 1dari 5

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Akreditasi IDI 3 SKP

Kolestasis Intrahepatik
Suzanna Ndraha
Ahli Penyakit Dalam, Konsultan Gastroenterohepatologi, RSUD Koja, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Kolestasis adalah kondisi terhambatnya pembentukan atau aliran cairan empedu yang secara klinis dapat ditandai dengan fatigue, pruritus,
dan ikterus. Pada kolestasis intrahepatik, didapatkan ciri klinis dan laboratorium sesuai dengan kolestasis, tanpa gambaran obstruksi duktus
koledokus pada pencitraan. Yang termasuk kolestasis intrahepatik antara lain hepatitis kolestatik, hepatitis autoimun, penyakit hati karena
alkohol, hepatitis imbas obat, sirosis bilier primer, dan kolangitis sklerosa primer. Pada tinjauan pustaka ini, akan dibahas pendekatan diagnostik
dan tata laksana kolestasis intrahepatik, khususnya hepatitis kolestatik, hepatitis imbas obat tipe kolestatik, sirosis bilier primer, dan kolangitis
sklerosa primer.

Kata kunci: kolestasis intrahepatik, hepatitis kolestatik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosa primer

ABSTRACT
Cholestasis is an impairment of bile formation and/or bile flow which may clinically present with fatigue, pruritus and jaundice. Cholestasis
can be classified into intrahepatic or extrahepatic type. Intrahepatic cholestasis presents with clinical and laboratory features of cholestasis
without bile duct abnormalities on imaging. Intrahepatic cholestasis may includes cholestasis hepatitis, autoimmune hepatitis, alcoholic liver
disease, drug induced hepatitis, primary biliary cirrhosis, and primary sclerosing cholangitis. This review will discuss diagnostic and treatment
approaches of intrahepatic cholestasis, especially cholestatic hepatitis, drug induced hepatitis of cholestatic type, primary biliary cirrhosis, and
primary sclerosing cholangitis. Suzanna Ndraha. Intrahepatic Cholestasis.

Key words: intrahepatic cholestasis, cholestatic hepatitis, primary biliary cirrhosis, primary sclerosing cholangitis

PENDAHULUAN gangguan konjugasi, akibat defisiensi a. Kolestasis intrahepatik; penyebab tersering


Ikterus merupakan manifestasi hiper- enzim glukuronil transferase, umumnya adalah hepatitis kolestatik, hepatitis
bilirubinemia, yang ditandai dengan kulit terdiagnosis pada masa bayi. autoimun, penyakit hati karena alkohol,
dan sklera yang menjadi kuning. Berdasarkan dan hepatitis imbas obat (asetaminofen,
mekanisme terjadinya, ikterus diklasifikasikan B. Hiperbilirubinemia terkonjugasi penisilin, kontasepsi oral, estrogen, steroid
menjadi ikterus prahepatik, intrahepatik, dan Pada keadaan ini, didapatkan bilirubin direk anabolik), sementara penyebab yang lebih
pascahepatik.1-3 meninggi, dan bilirubinuria positif; terbagi jarang adalah sirosis bilier primer dan
atas: kolangitis sklerosa primer (selengkapnya
Penyakit-penyakit akibat gangguan meta- 1. Hiperbilirubinemia terkonjugasi non- lihat tabel 1).
bolisme bilirubin1-3: kolestatik b. Kolestasis ekstrahepatik; penyebab
a. Hepatitis virus, hepatitis imbas obat, dan tersering adalah batu (batu duktus
A. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi sirosis hati (gangguan transpor bilirubin); koledokus), tumor (tumor ampula vateri
Pada keadaan ini, didapatkan bilirubin direk obat yang bisa menyebabkan gangguan dan karsinoma pankreas), kista, dan
normal dan bilirubinuria negatif; contohnya transpor bilirubin antara lain adalah striktur.
antara lain: isoniazid, diklofenak, dan lovastatin.
1. Penyakit-penyakit hemolisis (kelainan b. Sindrom Dubin Johnson (gangguan Kolestasis adalah kondisi terhambatnya
hematologi). eks-kresi bilirubin); ditandai dengan aliran cairan empedu secara akut atau
2. Obat, seperti rifampisin, ribavirin, dan pigmentasi pada hati. kronis.4 Definisi lain menyebutkan kolestasis
probenesid. c. Sindrom Rotor; mirip Sindrom Dubin adalah gangguan pembentukan dan/atau
3. Sindom Gilbert; terjadi akibat gangguan Johnson, tetapi tanpa pigmentasi pada aliran bilier yang secara klinis menimbulkan
ambilan (uptake) bilirubin, umumnya ter- hati. fatigue, pruritus, dan ikterus.5 Kolestasis
diagnosis pada masa pubertas. dibedakan menjadi kolestasis intrahepatik
4. Sindrom Crigler Najjar; terjadi akibat 2. Hiperbilirubinemia terkonjugasi kolestatik dan ekstrahepatik. Kolestasis intrahepatik

Alamat korespondensi email: susan_ndraha@yahoo.co.id

CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013 567


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Tabel 1 Penyebab kolestasis intrahepatik pada dewasa5 terjadi akibat defek fungsional hepatoselular
atau lesi obstruktif traktus bilier intrahepatik.5
Kolestasis hepatoselular
Sepsis Kolestasis dinyatakan kronis bila menetap 6
Hepatitis virus bulan atau lebih.
Steatohepatitis alkoholik dan non alkoholik
Obat
Genetik: BRIC (benign recurrent intrahepatic cholestasis), PFIC (progressive familial intrahepatic cholestasis), defisiensi gen Langkah diagnostik kolestasis intrahepatik
ABCB4, ICP (intrahepatic cholestasis of pregnancy), protoporfiria eritropoietik dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan
Infiltrasi maligna: penyakit hematologik, metastasis fisik yang teliti. Penanda biokimiawi yang
Infiltrasi benigna: amiloidosis, sarkoidosis terkait hepatitis, storage diseases
Sindrom paraneoplastik: penyakit Hodgkin, karsinoma renal pertama muncul pada kolestasis dini
Fibrosis hepatik kongenital adalah alkali fosfatase (ALP) dan gama
Hiperplasia regeneratif nodular glutamiltranspeptidase (GGT), kemudian
Penyakit vaskular: sindrom BuddChiari, penyakit venooklusif, hepatopati kongestif
Sirosis hati diikuti peningkatan bilirubin direk. USG
(ultrasonografi) abdomen direkomendasikan
Kolestasis kolangioseluler
Sirosis bilier primer (SBP) sebagai pemeriksaan noninvasif lini pertama
Kolangitis sklerosa primer (KSP) untuk membedakan kolestasis intrahepatik
Sindrom tumpang tindih SBP dan KSP dengan hepatitis autoimun dan ekstrahepatik. Selanjutnya, pemeriksaan
Kolangitis terkait IgG4
Duktopenia idiopatik dewasa antibodi antimitokondria (AMA) diperlukan
Malformasi ductal plate: sindrom Caroli untuk membedakan sirosis bilier primer de-
Fibrosis kistik ngan penyebab kolestasis intrahepatik kronis
Kolangiopati imbas obat
Graft vs host disease lain. Bila penyebab kolestasis masih belum
Kolangitis sklerosa sekunder: kolangiolitiasis, kolangiopati iskemik (teleangiektasia hemoragik herediter, poliarteritis jelas, diperlukan pemeriksaan MRCP (magnetic
nodosa), kolangitis infeksius terkait AIDS resonance cholangiopancreatography).5

Gambar 1 menunjukkan algoritma pen-


dekatan diagnostik kolestasis intrahepatik
kronis, sesudah terlebih dahulu menyingkirkan
kemungkinan hepatitis virus kolestatik.

HEPATITIS KOLESTATIK
Definisi
Hepatitis kolestatik adalah hepatitis yang
menyebabkan kolestasis intrahepatik, ditandai
dengan hambatan luas pada duktus biliaris
sehingga ekskresi cairan empedu gagal.4

Pada keadaan ini, terjadi peningkatan 3 enzim


penanda kolestasis, yaitu fosfatase alkali
(alkaline phosphatase, ALP), 5-nukleotidase
(5NT), dan -glutamiltranspeptidase
(GGT). ALP dan 5-NT terletak di kanalikuli
biliaris hepatosit, sedangkan GGT terdapat
di reticulum endoplasma dan sel epitel
duktus biliaris. Kadar bilirubin yang tinggi,
enzim transaminase meninggi sedang
(jarang melebihi 500 U/L), dan peningkatan
enzim penanda kolestasis menunjukkan
adanya kolestasis. Selanjutnya, diperlukan
pemeriksaan USG, CT scan, dan MRI untuk
sklerosa membedakan jenis kolestasis, apakah intra-
Tata Laksana atau ekstrahepatik. Hepatitis kolestatik
merupakan salah satu penyebab kolestasis
intrahepatik.6

sklerosa Etiologi
Penyebab tersering adalah virus hepatitis A
Gambar 1 Pendekatan diagnostik kolestasis5 dan B.

568 CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Patofisiologi steroid dan menggantikannya dengan penggunaan OAINS (obat antiinflamasi


Kolestasis disebabkan oleh obstruksi di rifampisin.11 Suplemen kalsium dan vitamin nonsteroid), bisa terjadi eosinofilia relatif
dalam hati (intrahepatik). Virus hepatitis akan D dapat membantu mencegah penyusutan Adanya gambaran serologik (antinuclear
menyebabkan blokade luas di duktus-duktus massa tulang pada pasien kolestasis factor [ANF] positif ) dan histologik (inflamasi
kecil dalam empedu. Obstruksi tersebut kronis.10 periportal dengan infiltrasi plasma dan
menghambat aliran keluar cairan empedu limfosit serta fibrosis yang meluas ke dalam
yang mengandung bilirubin, menyebabkan HEPATITIS IMBAS OBAT TIPE lobus hepatik) hepatitis kronis aktif.
lemak terakumulasi di dalam darah dan tidak KOLESTATIK
terekskresi secara normal.4,7 Definisi Penting diketahui bahwa riwayat pemakaian
Hepatitis imbas obat (drug-induced hepatitis) obat yang bisa menyebabkan hepatitis imbas
Diagnosis merupakan hepatitis yang disebabkan oleh obat, mencakup dosis, cara pemakaian,
Kolestasis ditandai oleh ikterus, pruritus, pemakaian obat-obat hepatotoksik dalam pemakaian obat-obat sebelumnya, dan
anoreksia, diare persisten, urine berwarna jangka waktu lama dan dosis besar.12 jangka waktu pemakaian. Periode laten
gelap dan tinja pucat seperti dempul. reaksi idiosinkrasi obat berbeda satu
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ikterus, Etiologi dengan lainnya. Karena itu, sangat penting
ekskoriasi yang menunjukkan kolestasis a. Obat-obat yang menimbulkan kolestasis mendapatkan riwayat pemakaian obat dalam
lama atau obstruksi bilier yang lama, tanpa hepatitis waktu 3 bulan. Onset sering terjadi 5-90 hari
pada kasus kronik dapat terjadi asites dan Steroid anabolik, estrogen, tamoksifen, setelah hari pertama memulai konsumsi obat
splenomegali. azatioprin, siklosporin, nevirapin, glimepirid, tersebut.
metolazon, infliximab, setirizin
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan Tindakan dechallenge dilakukan dengan
bilirubin serum tinggi, bisa melebihi 20 mg/dL, b. Obat-obat yang menimbulkan kolestasis menghentikan penggunaan obat. Dikatakan
enzim transaminase meninggi sedang (jarang dan hepatitis positive dechallenge bila terjadi penurunan
melebihi 500 U/L). Pada hepatitis kolestatik, Isoniazid, halotan, metildopa, antibiotik kadar transaminase serum sebanyak 50%
enzim transaminase bisa normal saat makrolid, antidepresan trisiklik, amoksisilin- dalam waktu 8 hari penghentian obat.
bilirubin masih tinggi. Selain itu, didapatkan asam klavulanat, azatioprin, oksipenisilin, Positive dechallenge sangat membantu
peningkatan enzim penanda kolestasis, yaitu OAINS, klorpromazin, troglitazon, celecoxib, diagnosis kasus pemakaian multi-drug
ALP, 5-NT, dan GGT. karbamazepin. user.

USG berperan penting untuk menyingkirkan Patofisiologi Tata Laksana12-14


kolestasis ekstrahepatik. Tidak adanya dilatasi Cedera hepatosit dapat terjadi akibat Penatalaksanaan terdiri atas terapi suportif dan
saluran empedu pada USG menunjukkan toksisitas langsung, melalui konversi penghentian obat hepatotoksik. Kebanyakan
kolestasis intrahepatik, sedangkan pada xenobiotik menjadi toksin aktif oleh hati, kasus hepatitis imbas obat prognosisnya baik.
kolestasis ekstrahepatik didapatkan dilatasi. atau lewat mekanisme imunologik (biasanya, Namun, bila terjadi idiosinkrasi, prognosisnya
Kalau ada dilatasi, harus dilanjutkan dengan obat atau metabolitnya berlaku sebagai menjadi buruk dengan angka mortalitas
pemeriksaan CT scan dan MRI untuk mencari hapten untuk mengubah protein sel menjadi >80%.
penyebab. Diagnosis kolestasis intrahepatik imunogen).
sering memerlukan kombinasi pemeriksaan SIROSIS BILIER PRIMER
serologik dan biopsi hati.6 Reaksi obat diklasifikasikan menjadi reaksi yang Definisi
dapat diduga (intrinsik) dan yang tidak dapat Sirosis bilier primer (SBP) adalah penyakit
Tata Laksana diduga (idiosinkratik). Reaksi intrinsik terjadi autoimun kronis progresif yang mengenai
Tujuan utama penatalaksanaan kolestasis pada semua orang yang mengalami saluran empedu di hati. Penyakit ini terutama
intrahepatik adalah menghilangkan keluhan, akumulasi obat pada jumlah tertentu. Reaksi menjangkiti wanita usia 50-an. Karakteristik
karena ikterus dan keluhan pruritus dapat idiosinkratik tergantung pada idiosinkrasi penyakit ini secara histopatologik adalah
menetap hingga berbulan-bulan. Untuk pejamu (terutama pasien yang meng- ditemukannya inflamasi portal dan destruksi
menghilangkan keluhan pruritus dan hasilkan respons imun terhadap antigen) bersifat immune-mediated di saluran empedu
mempercepat penurunan bilirubin, dapat dan kecepatan pejamu memetabolisme intrahepatik.15
diberikan: penyebab.
Prednisolon 30 mg/hari tapering off dalam Etiologi
jangka pendek untuk mengatasi pruritus7,8 Diagnosis12-14 Sirosis bilier primer diduga terjadi akibat
Kolestiramin 12-16 g/hari terbagi dalam Gejala klinis meliputi mual, muntah, malaise, gabungan antara faktor genetik dan
2-4 dosis7,9 mialgia, diare, dan nyeri abdomen. Pada pengaruh lingkungan.16,17 Faktor lingkungan
Asam ursodeoksikolat (UDCA) dosis tinggi pemeriksaan fisik, dapat ditemukan ikterus yang diperkirakan berhubungan dengan SBP
20 mg/kgBB7,10 dan ruam (rash). Pada pemeriksaan penunjang, adalah infeksi saluran kemih, terapi pengganti
dapat ditemukan: hormon, cat kuku, dan bahan toksik (seperti
Sebagian ahli tidak lagi menggunakan kenaikan enzim aminotransferase; pada xenobiotik).

CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013 569


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Patofisiologi dengan inflamasi dan fibrosis saluran 2. Biopsi hati tidak direkomendasikan jika
Pengaruh lingkungan dan genetik empedu intra- dan ekstrahepatik.18 Penyakit hasil kolangiografi sesuai dengan KSP.
menyebabkan terbentuknya antibodi ini berjalan progresif, berakhir dengan sirosis 3. Bila MRCP atau ERCP normal, disarankan
antimitokondria (AMA), yang selanjutnya hati dan dekompensasi hati, sebagian dapat biopsi hati untuk mendiagnosis small duct PSC
mengakibatkan apoptosis kolangiosit, berkembang menjadi kolangiokarsinoma.19 (primary sclerosing cholangitis).
kolestasis, fibrosis, dan berakhir dengan sirosis
hati.17 Hampir 70% KSP muncul bersama IBD Tata Laksana
(inflammatory bowel disease), terutama Terapi spesifik KSP adalah asam ursode-
Diagnosis kolitis ulseratif. Adanya KSP dan IBD secara oksikolat (UDCA) 13-15 mg/kgBB/hari terbagi
Diagnosis SBP ditegakkan apabila dijumpai bersamaan akan meningkatkan risiko dalam 2 dosis, untuk jangka panjang. UDCA
ikterus, fatigue, pruritus, nyeri abdomen keganasan di kolon dan traktus bilier. Laki- juga dapat menurunkan risiko displasia
kuadran kanan atas, dan tanda-tanda kolestasis laki lebih banyak yang terjangkit ketimbang kolorektal pada pasien kolitis ulseratif yang
lain pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. perempuan, dengan perbandingan 2:1, disertai KSP.14
Selain itu, USG menunjukkan tidak ada onset usia 25-45 tahun.
pelebaran saluran empedu ekstrahepatik; Pada kasus KSP dengan striktur yang dominan
pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan Faktor Risiko (diameter <1,5 mm di saluran empedu
AMA positif pada 90-95% kasus.16 Biopsi hati KSP berhubungan dengan sejumlah faktor ekstrahepatik dan <1 mm di intrahepatik),
hanya diindikasikan bila AMA negatif. Pada risiko, seperti jenis kelamin laki-laki, IBD, dan dapat dilakukan tindakan dilatasi balon
gambaran histopatologik, didapatkan ciri faktor genetik.20 per endoskopik, dengan tujuan mengatasi
khas berupa destruksi asimetris duktus biliaris obstruksi.
dalam triad portal.17 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan ikterus, Kolangitis terutama terjadi bila obstruksi me-
Tata Laksana fatigue, pruritus, abdomen nyeri kuadran kanan ngenai saluran empedu ekstrahepatik. Untuk
Terapi spesifik SBP adalah asam atas, dan tanda-tanda kolestasis lainnnya. mengatasi kolangitis, diperlukan terapi anti-
ursodeoksikolat (UDCA) 13-15 mg/kgBB/hari Pada penyakit ini, pemeriksaan serologi biotik profilaktif jangka panjang dan drainase
terbagi dalam 2 dosis, untuk jangka panjang. AMA negatif, sedangkan ANA (antinuclear bilier. Transplantasi hati direkomendasikan
Sejak ditemukannya asam ursodeoksikolat, antibodies) dan ASMA (antismoothmuscle pada gagal hati tahap lanjut akibat KSP.
transplantasi hati pada SBP jauh berkurang.17 antibodies) positif titer rendah.
SIMPULAN
Terapi simtomatik ditujukan untuk mengatasi Langkah diagnostik rekomendasi AALSD Kolestasis intrahepatik merupakan
fatigue dan mengurangi gatal. Fatigue dapat (American Association for the Study of Liver sekumpulan penyakit yang secara klinis
dikurangi dengan modafinil 100-200 mg/ Diseases) 2010 adalah sebagai berikut: dan laboratoris menyerupai kolestasis
hari. Rasa gatal dikurangi dengan kolestiramin 1. Pada pasien dengan gambaran ekstrahepatik, tetapi tidak memerlukan
4-16 g/hari, 2-4 jam sebelum atau sesudah kolestasis, disarankan MRCP (magnetic intervensi bedah. Ultrasonografi penting
asam ursodeoksikolat. Di samping itu, dapat resonance cholangiopancreatography) untuk penapisan awal guna membedakan
diberikan rifampisin 1-2 x 150 mg/hari.16 atau ERCP (endoscopic retrograde kolestasis intra- dan ekstrahepatik. Tata
cholangiopancreatography) untuk me- laksana kolestasis intrahepatik disesuaikan
KOLANGITIS SKLEROSA PRIMER negakkan diagnosis KSP. Pada ERCP dengan penyebabnya. Asam ursodeoksikolat
Definisi didapatkan iregularitas difus, striktur multipel, (UDCA) merupakan salah satu obat terpilih
Kolangitis sklerosa primer (KSP) adalah dan stenosis pada saluran empedu intra- dan untuk hampir semua bentuk kolestasis
penyakit hati kolestatik kronis yang ditandai ekstrahepatik. intrahepatik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sulaiman A. Pendekatan klinis pada pasien ikterus. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2006. p. 422-8.
2. Soemohardjo S. Pendekatan klinis ikterus. In: Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS, editors. Buku ajar ilmu penyakit hati. 1st ed. Jakarta: Jayabadi; 2007. p. 135-8.
3. Mukherjee S, Ozden N. Hyperbilirubinemia, unconjugated [Internet]. 2012 [updated 2012 Apr 1; cited 2012 Apr 3]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/178841-
overview.
4. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrisons principle of internal medicine.
16th ed. United States: McGraw-Hill; 2005. p. 1870.
5. European Association for the Study of the Liver. EASL clinical practice guidelines: Management of cholestatic liver diseases. J Hepatol. 2009;51:237-67.
6. Pratt DS, Kaplan MM. Jaundice. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrisons principle of internal medicine. 16th ed. United States: McGraw-Hill;
2005. p. 242.
7. Sanityoso A. Hepatitis virus akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. vol. 1. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2010. p. 644-
52.

570 CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

8. Cheney CP. Atypical manifestation of hepatitis A virus infection [Internet]. 2009 [cited 2011 Aug 31]. Available from: http://www.uptodate.com/ contents/ atypicalmanifestations-of-
hepatitis-a-virus-infection.
9. Sutyana FD. Hipolipidemik. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, editors. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. p. 382.
10. Greenberg NJ, Baumgartner G. Diseases of gallbladder and bile ducts. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrisons principle of internal medi-
cine. 16th ed. United States: McGraw-Hill; 2005. p. 1890.
11. Aggarwal HK, Gupta A, Lamba A. Benign recurrent intrahepatic cholestasis. J Indian Acad Clin Med. 2008;9(4):307.
12. Bayupurnama P. Hepatotoksisitas imbas obat. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. vol. 1. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing;
2010. p. 708-13.
13. Mehta N. Drug-induced hepatotoxicity [Internet]. 2010 [cited 2011 Jul 28]. Available from: http:// emedicine.medscape.com/article /169814-overview.
14. Dienstag JL. Toxic and drug-induced hepatitis. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrisons principle of internal medicine. 16th ed. United
States: McGraw-Hill; 2005. p. 1838-44.
15. Kaplan MM, Gershwin ME. Primary biliary cirrhosis. N Engl J Med. 2005;353:1261-73.
16. Lindor KD, Gershwin ME, Poupon R, Kaplan M, Bergasa NV, Heathcote EJ. Primary biliary cirrhosis. AASLD practice guidelines 2009 [Internet]. 2009 [cited 2012 Jun 5]. Available from: http://
www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra043898.
17. Poupon R. Primary biliary cirrhosis: A 2010 update. J Hepatol. 2010;52:745-58.
18. Chapman R, Fevery J, Kalloo A, Nagorney DM, Boberg KM, Shneider B, Gores GJ. Diagnosis and management of primary sclerosing cholangitis. AASLD practice guidelines 2010 [Internet].
2010 [cited 2012 Jun 5]. Available from: http://www.liver-eg.org/includes/pdf/Health%20care%20professions/guidelines/Primary%20Sclerosing%20Cholangitis-AASLD% 202010/PSC_2-
2010.pdf.
19. Tabibian JH, Lindor KD, Chapman R, Fevery J, Kalloo A, Nagorney DM, Boberg KM, Shneider B, Gores GJ. Primary sclerosing cholangitis: A review and update on therapeutic developments.
Expet Rev Gastroenterol Hepatol. 2013;7(2):103-14.
20. Baumgart DC. Primary sclerosing cholangitis, autoimmune hepatitis and overlap syndromes in inflammatory bowel disease. World J Gastroenterol. 2008;14(3):331-7.

CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013 571

Anda mungkin juga menyukai