Anda di halaman 1dari 27

CASE BASED DISCUSSION

ILMU KESEHATAN ANAK

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Disusun oleh:
Dita Alvietdiar
01.209.5878

Pembimbing :
dr. Sri Priyantini, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Infeksi virus dengue merupakan penyakit yang tersebar di seluruh dunia,
ditularkan melalui gigitan sserangga dengan peningkatan angka kejadian di
daerah tropis. Kasus DHF di dunia rata rata setiap tahunnya dilaporkan ada
925.896 kasus, sedangkan di Indonesia telah mencapai lebih dari 160.000 (15
20% kasus dunia). Diantara negara WHO, selama 3 tahun berturut turut (tahun
2006, 2007, 2008) laporan kasus di Indonesia merupakan yang tertinggi
(Hapsari, et al., 2010).
Tahun 2004 kasus DHF terus meningkat dan meluas sampai lebih dari 350
kabupaten / kota. Tahun 2008, angka kematian akibat DHF mencapai 1.187
orang, sekitar 100 orang/bulan. Hasil dari RISKESDAS 2007 melaporkan
bahwa DHF merupakan penyebab kematian no. 5 pada balita dan anak, setelah
diare, pneumonia, Necrotizing Enterocolitis (NEC) dan Meningitis. Kasus
kematian karena DHF mencapai 6,8 % (Hapsari, et al., 2010).
Peta insidensi DHF di Indonesia pada tahun 2009 memperlihatkan seluruh
wilayah Jawa insidennya lebih dari 3,5% per 100.000 dan di Jawa Tengah
sebesar 5,6 %. Insiden rate di Jawa Tengah dari tahun 1980 sampai 2009 bila
ditarik garis trend kasus tersebut terlihat terus meningkat. Sepuluh kabupaten /
kota dengan insidensi tinggi tahun 2009 adalah kota Semarang, Magelang,
Jepara, Surakarta, Tegal, Pati, Kudus, Purbalingga, Sragen, Tegal, dan Salatiga
(Hapsari, et al., 2010).
Tahun 2009, 35 kabupaten / kota seluruhnya sudah dilaporkan adanya
kasus DHF (tidak ada yang bebas). Pada tahun 2010 sampai dengan bulan Mei
sebagian besar kabupaten/kota di Jawa Tengah bagian Timur insidensinya sudah
lebih dari 2 % per 10.000 penduduk. Dilihat dari angka kematian sejak tahun
2007 sudah dibawah 2 % namun masih diatas 1 %, yang menjadi indikator
nasional (Hapsari, et al., 2010).

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
1. Nama penderita
2. Umur/tgl lahir

: An. A
: 6tahun 4 bulan

3. Jenis kelamin

: Perempuan

4. Alamat

: daleman II RT 02/RW 04

5. Nama ayah

: Tn. A Y

6. Umur

: 43 tahun

7. Pendidikan

: SMU

8. Agama
9. Pekerjaan

: Islam
: Swasta

10. Alamat

: daleman II RT 02/RW 04

11. Nama ibu

: Ny. F

12. Umur

: 42 tahun

13. Pendidikan

: SMU

14. Agama

: Islam

15. Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

16. Alamat

: daleman II RT 02/RW 04

B. DATA DASAR
Alloanamnesis dengan ibu penderita pada tanggal 16 September 2014 jam 14.00
WIB di Bangsal Baitunnisa I
Keluhan Utama : Demam

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


5 hari pasien demam tinggi mendadak. Demam dirasakan terus menerus baik
pagi sore maupun malam hari. Panas turun apabila minum obat penurun panas,
namun kemudian beberapa jam panas naik kembali, tidak kejang, tidak menggigil,

tidak nyeri sendi, nyeri pada daerah ulu hati. namun tidak mual dan muntah, tidak
nyeri telan, tidak mimisan, gusi tidak berdarah, terdapat bintik-bintik merah pada
kulit di tangan dan kaki, kaki dan tangan pasien tidak dingin, batuk (-), pilek (-),
BAB (+) tidak ada keluhan, BAK (+) lancar seperti biasa, jumlah masih seperti
biasanya, warna kuning bening. nafsu makan pasien di rasa semakin menurun
semenjak sakit, minum juga sedikit. karena kondisi pasien yang tidak berangsur
membaik dan semakin lemah, maka pasien di bawa keluarganya ke IGD RSI
sultan agung, dan oleh dokter di sarankan untuk rawat inap.
Pasien tidak pernah pergi ke daerah endemis malaria. di lingkungan tempat
tinggal ada yang sakit demam berdarah juga

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


-

pasien tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya

Faringitis/Tonsilitis

: disangkal.

Enteritis

: disangkal

Bronkitis

: disangkal

Disentri basiler

: disangkal

Pnemonia

: disangkal

Disentri amoeba

: disangkal

Morbili

: disangkal

Typh.abdominalis

: disangkal

Pertusis

: disangkal

Cacing

: disangkal

Varisela

: disangkal

Operasi

: disangkal

Difteri

: disangkal

Trauma

: disangkal

Malaria

: disangkal

Reaksi obat/alergi

: disangkal

Polio

: disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini

RIWAYAT SOSIO EKONOMI


Pasien tinggal bersama orang tuanya. ayah bekerja sebagai karyawan swasta
dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Pasien berobat dengan fasilitas BPJS PBI.
Kesan ekonomi cukup.

C. DATA KHUSUS
1. Riwayat Kehamilan
Ibu memeriksakan kehamilan di bidan secara teratur, sejak mengetahui
kehamilan hingga usia kehamilan kurang lebih 38 minggu. Pemeriksaan
dilakukan 1////x sebulan dan mendapat imunisasi tetanus toksoid 1x. Ibu tidak
pernah menderita penyakit selama hamil. Riwayat perdarahan saat hamil
disangkal. Riwayat trauma saat hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa
resep dokter ataupun minum jamu disangkal. Obat-obat yang diminum selama
kehamilan adalah vitamin dan tablet tambah darah.
2. Riwayat Kelahiran
Lahir spontan, aterm, dengan dibantu bidan, Berat Badan 3200 gram, panjang
Badan 50 cm, langsung menangis dan kemerahan.
3. Riwayat makan-minum
Minum ASI sampai usia 6 bulan. Makanan pendamping ASI (nasi lumat)
mulai usia 6 bulan. Umur 1 tahun di berikan makanan keluarga ( nasi, sayur,
telur, tempe/ tahu) dan buah-buahan. Makan 3 X sehari, porsi piring.
Kesan: Kualitas dan kuantitas cukup.
4. Riwayat Imunisasi dasar dan ulang
N Imunisasi
Berapa Kali
o
1. BCG
1x

Umur
1 bulan

2.

DPT

3x

2,4,6 bulan

3.

Polio

4x

0,2,4,6, bulan

4.

Hepatitis B

3x

0,1,6 bulan

5.

Campak

1x

9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak


-

Tersenyum

: 2 bulan

Miring dan tengkurap

: 3 bulan

Duduk tanpa berpegangan

: 7 bulan

Berdiri berpegangan

: 9 bulan

Berjalan

: 14 bulan

Kesan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan umur.


6. Riwayat Keluarga Berencana orang tua
Ibu memakai KB suntik 3 bulan
STATUS GIZI BERDASAR Z SCORE
umur : 6 tahun 4 bulan
BB
: 16 kg
TB
: 107 cm
WAZ =
(BB/U)

16-20,2
2,4

= -1,75 (N)

HAZ = 107-116,6
5,1
(TB/U)

= -1,88 (N)

WHZ =
(BB/TB)

= -1,13 (N)

16-17,7
1,5

Kesan : Gizi baik


D. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 16 September 2014, pukul 14.00 WIB
Tanda vital
Tensi

: 120/80 mmHg

Nadi

: 110 x / menit, isi dan tegangan cukup

Frekuensi nafas

: 28 x / menit

Suhu

: 39 C

Keadaan umum

Composmentis, tampak lemas, gizi baik dan tidak sesak


Keadaan tubuh

Rambut

: hitam, tidak mudah di cabut

Kepala

: mesocephale, ubun-ubun besar menutup

Kulit

: tidak sianosis,turgor kembali cepat,ptechie (+), RL (+)

Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cekung


(-/-)

Hidung

: sekret (-), nafas cuping hidung (-)

Telinga

: discharge (-/-)

Mulut

: bibir kering (-), lidah kotor (-), lidah tremor (-)

Tenggorok

: tonsil (T1-T1), faring hiperemis (-)

Leher

: simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)

Dinding thorax
Paru
:
Inspeksi : Hemithorax dextra sama dengan sinistra
Auskultasi : SD Vesikuler, Wheezing (-),Ronkhi (-)
Palpasi
: Strem femitus dextra dan sinistra simetris
Perkusi
: sonor di seluruh lapang paru
Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak kuat angkat
perkusi
: dalam batas normal
Auskultasi
: BJ I-II regular, bising (-)
Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal
Abdomen

Inspeksi

: bentuk datar, simetris

Auskultasi

: peristaltik (+), Normal

Perkusi

: timpani

Palpasi

: nyeri tekan (+), pembesaran organ (-)

Hepar

: konsistensi kenyal, tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-), tepi

tajam, permukaan rata

Lien

: tidak teraba

Alat kelamin

: perempuan, tidak ada kelainan

Anggota Gerak :

Atas (ka/ki)

Bawah (ka/ki)

Capilary refill

< 2

< 2

Akral dingin

-/-

-/-

R. Fisiologis

+/+

+/+

R. Patologis

-/-

-/-

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium tanggal 16-sept-2014 :
DARAH
Hb

: 12,7 g/dl

Hematokrit : 35,4 %
Lekosit

: 7,4 ribu/ul

Trombosit : 90 ribu/ul (L)


Gol darah

: O/positif

ASSESMENT
1. febris 5 hari
2. Gizi baik

INITIAL PLAN
1. Assesment : febris 5 hari
DD :

Demam Dengue

Demam Chikungunya
demam berdarah dengue grade II

Ip Dx : S : O : Darah Rutin (Hb, Ht. Trombosit), X-Foto Thorax AP-RLD


Ip Rx :

infus 2A N
kebutuhan cairan per hari : (10 x 100) + (6 x 50)
: 1000 + 300
: 1300 cc

banyak tetes per menit : 1300/24 = 54,2


= 54,2 x 15 : 60 14 tpm

Paracetamol 10 mg/kgbb/hari jika demam tiap 4-6 jam

Ip Mx : keadaan umum,tanda-tanda vital, pengawasan jika terjadi tanda-tanda


syok, Hb-Ht serial tiap 4-6 jam
Ip Ex :
Banyak minum
Istirahat cukup
Minum obat secara teratur dan tepat waktu
banyak minum 1-2 liter per hari
makan makanan yang bergizi
jika kaki tangan dingin, ada tanda perdarahan, segera lapor
Di rumah :
Jika panas, minum obat penurun panas, jika panas tidak turun, segera
bawa ke pelayanan kesehatan terdekat.
Proteksi diri dengan tidur menggunakan kelambu.
Melakukan 3 M (Menguras tempat penampungan air dan bak mandi,
Menutup tempat- tempat penampungan air, Mengubur barang- barang
yang dapat menampung air)
Fogging
Abatisasi

2. Assesment : Gizi baik


DD :
Gizi baik
Gizi kurang
Gizi buruk
initial plans :
assesment : gizi baik
Ip Dx :
S : kualitas dan kuantitas makan sehari-hari
O: berat badan pasien, Z score
Ip Rx : kebutuhan kalori umur 6 tahun 4 bulan, BB 16 kg
Kebutuhan kalori menurut rumus Schofield:
(22,5 X 16 kg) + 499 = 859 kkal
Karbohidrat = 60 % x total kalori

: 515,4 kkal

Lemak = 35 % x total kalori

: 300,65 kkal

Protein = 5 % x total kalori

: 42,95 kkal

Ip Mx :
-

penimbangan berat badan secara rutin dan teratur


pengukuran tinggi badan setiap bulan
Ip Ex :
o Asupan makanan yang bergizi seimbang
o cuci tangan dan menjaga kebersihan diri dan lingkungan
o kontrol ke dokter
o Menimbang berat badan secara rutin

Follow Up
Tanggal dan TTV

Keluhan

Px fisik

Pf penunjang

terapi

17/sept/2014
HR : 112x/menit
RR : 24x/menit
T: 37,6C
TD : 90/60 mmHg

Panas (+)

KU: lemah
Kepala : mesochepal
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Telinga : discharge (-)
Hidung : discharge (-)

Hb : 12,9 g/dl
Ht : 33,0 %
Leu : 7,4ribu/ul
Trombosit : 92
ribu/ul

Infus RL 25 tpm
Inj ceftriaxone
2x600 mg
Inj.
Dexamethasone

BB : 16 kg

18/sept/2014
HR : 118x/menit
RR : 20x/menit
T: 37,1C
TD : 90/60 mmHg
BB : 16 kg

19/sept/2014
HR : 120x/menit
RR : 28x/menit
T: 36,6C
TD : 100/60 mmHg
BB : 16 kg

Panas (+)

Sudah tidak
panas

Mulut :kering (-)


Thorak :
ParuSD vesikuler
JantungBJ I-II regular
Abdomen : datar, supel,
peristaltic (+)N
Ext: ptekie (-), akral dingin (-)
KU: lemah
Kepala : mesochepal
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Telinga : discharge (-)
Hidung : discharge (-)
Mulut :kering (-)
Thorak :
ParuSD vesikuler
JantungBJ I-II regular
Abdomen : datar, supel,
peristaltic (+)N
Ext: ptekie (-), akral dingin (-)
KU: lemah
Kepala : mesochepal
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Telinga : discharge (-)
Hidung : discharge (-)
Mulut :kering (-)
Thorak :
ParuSD vesikuler
JantungBJ I-II regular
Abdomen : datar, supel,
peristaltic (+)N
Ext: ptekie (-), akral dingin (-)

Gol. Darah : O

3x1/2 Amp
Inj. Ondancentron
3x1,5 mg
Paracetamol syr
3x1 cth

Hb : 13,0 g/dl
Ht : 33,4 %
Leu : 9,2 ribu/ul
Trombosit : 96
ribu/ul

Infus RL 25 tpm
Inj ceftriaxone
2x600 mg
Inj.
Dexamethasone
3x1/2 Amp
Inj. Ondancentron
3x1,5 mg
Paracetamol syr
3x1 cth

Hb : 13,4 g/dl
Ht : 35,6 %
Leu : 9,7 ribu/ul
Trombosit : 125
ribu/ul

Infus RL 25 tpm
Inj ceftriaxone
2x600 mg
Inj.
Dexamethasone
3x1/2 Amp
Inj. Ondancentron
3x1,5 mg
Paracetamol syr
3x1 cth

BAB II
Tinjauan Pustaka
Demam Berdarah Dengue Grade II
2.1. DEFINISI
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic
Fever (DHF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus dengue mempunyai 4
serotipe, yaitu Den 1, 2,3 dan 4. Virus Dengue dapat menyebabkan manifestasi
klinis yang bermacam macam dari asimptomatik sampai berakibat fatal yaitu
kematian (Hadinegoro, et al., 1999).
2.2 PATOGENESIS DHF

Terdapat dua teori yang paling banyak dianut dalam patogenesis DBD dan
SSD adalah hipotesis infeksi sekunder oleh virus yang heterologus
(secondary heterologous infection). Hipotesis ini menyatakan bahwa pasien
yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang
heterolog akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita DBD dan
DSS. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenali virus lain
yang menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang
kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog, maka virus tidak dinetralisasikan
oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang berakibat terjadinya peningkatan permiabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue, dapat mengalami
perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada
tubuh manusia maupun tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan
genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulrensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan
wabah.
1. Virulensi virus
Virus dengue merupakankeluarga dari Flaviviridae dengan empat
serotipe (Dengue/DEN 1, 2, 3 dan 4).
Sebagai mikroorganisme intraseluler, virus dengue memerlukan asam
nuklet untuk bereplikasi sehingga menganggu sintesis protein sel pejamu,
dan mengakibatkan kerusakan dan kematian sel pejamu. Kapasitas virus
untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi. Perbedaan
manifestasi klinis demem dengue, DBD dan SSD mungkin disebabkan oleh
varian-varian virus dengue dengan derajat virulensi yang berbeda-beda.
Serotipe DEN 2 lebih banyak menyebabkan syok dan DEN 3 sering
dapat diisolasi pada DBD berat dibandingkan dengan serotipe DEN 1 dan
DEN 4.
2. Makrofag/monosit
Berdasarkan hipotesis ADE maka monosit atau makrofag berperan
sebagai sel target.
Secara in vivo, antibodi pada infeksi dengue mempunyai peran yang
berbeda, yaitu enhancing antibody dan neutralizing antibody. Enhancing
antibody merupakan kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai
sifat menetralisasi, tetapi memacu replikasi virus yang diduga berperan
dalam patogenesis DBD atau SSD. Antibodi non neutralisasi yang dibentuk
pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada
infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang
mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe
yang berbeda cenderung mengakibatkan manifestasi berat. Dasar utama

hipotesis tersebut adalah meningkatnya reaksi imunologi ( the


immunological enhancement hypotesis) yang berlangsung sebagai berikut :
a. Sel fagosit mononuklear, yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel
kupffer, merupakan tempat utama infeksi virus dengue primer.
b. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas dalam sirkulasi maupun
yang melekat pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk
melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear.
Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen.
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit
mononuklear yang telah terinfeksi.
d. Selanjutnya, sel monosit yang mengandung kompleks imun akan
menyebar ke usus, hati, limpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini
disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan yang terjadinya
DBD dengan dan tanpa syok adalah jumlah sel yang terinfeksi.
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi
dengan sistem komplemen, dengan akibat dilepaskannya mediatormediator yang mempengaruhi permiabilitas kapiler dan
mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme
efektor.
Neutralizing antibody dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai
daya memacu replikasi virus (Hapsari, et al., 2010).
2.3 Kriteria Diagnosis dan Derajat Penyakit
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO lahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan
kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan
(overdiagnosis).5
Kriteria Klinis
1

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlansung terus menerus


selama 2-7 hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:


1

Uji torniquet positif,

Petekie, ekimosis, purpura,

Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan


atau melena.

3
1

c. Pembesaran hati.
d. Syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin dan pasien tampak gelisah.
2

Kriteria Laboratoris
1

a. Trombositopeni (100.000/dl atau kurang).

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.


Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi
atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD.
Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama
pada pasien anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan
hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD.
Derajat Penyakit (WHO, 1997)5
DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:
1

Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi


perdarahan ialah uji torniquet.

Derajat II : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau


perdarahan lain.

Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, adan anak tampak gelisah.

Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan
tekanan darah tidak terukur.

Catatan : Adanya trombositopenia disertai hemokonsentrasi membedakan


DBD derajat I/II dengan DD.
2.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium
Darah. Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menskrining
pasien demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar
hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Uji tourniquet ditujukan untuk menilai ada tidaknya gangguan
vaskular. Uji ini juga dapat memberikan hasil positif pada infeksi virus selain
virus dengue. Pemeriksaan dilakukan dengan membendung lengan atas
menggunakan manset pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi 2 selama
5 menit. Hasil positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2,5 cm2 atau 1
inchi.
Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF
merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Selain hemokonsentrasi
juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia.
Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan
biasanya memanjang. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia,
hiponatremia serta hipokloremia pada kebocoran plasma. Serum alaninaminotransferase (SGOT/SGPT), ureum dan pH darah mungkin meningkat.
IgM terdeteksi pada hari ke-5, meningkat sampai minggu III,
menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada
hari ke-14, sedangkan pada infeksi sekunder mulai hari ke-2. Interpretasi
pemeriksaan IgM dan IgG :
Ig

Interpretasi

M
+
-

Infeksi primer
Kemungkinan infeksi

sekunder
Infeksi sekunder

Serologi.
1. Uji Hambatan Hemaglutinasi yang merupakan gold standard WHO untuk
mendiagnosis infeksi virus dengue.

2. Uji fiksasi komplemen dan uji netralisasi


3. Uji ELISA
4. Uji Dengue Blot Dot imunoasai Dengue Stick
Isolasi virus
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan , yaitu :
1

a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1 3 hari.


1

b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia ( LLCKMK2 ) dan nyamuk A.


alboptctus.

c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada larva.

Pemeriksaan Radiologi
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan namun apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya
dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah
kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan
USG.5
2.5 KOMPLIKASI
1. Ensefalopati Dengue
Ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DHF yang tidak syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia atau perdarahan, dapat
menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DHF bersifat
sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosit
pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular
yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar
darah otak, tetapi sangat jarang dapat menginfeksi jaringan otak. Dikatakan
pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.
2. Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal
maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular.
Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk
mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 m/kg berat
badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan
volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada syok berat

sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin
dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
3. Oedem Paru
Oedem paru merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai kelima biasanya tiak akan menyebabkan udem paru oleh karena
perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma
dari ruang ekstravaskular, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi
bila hanya melihat penurunan Hb dan Ht tanpa memperlihatkan hari sakit),
pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab kelopak mata dan
ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada (Hadinegoro,
et al., 1999).
2.6 Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan DBD adalah terapi suportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dan sebagai akibat pendarahan. Asupan cairan harus dijaga terutama
cairan oral. Jika asupan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka
dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi. 1,2,3,11

Tatalaksana dbd derajat I atau II

Tatalaksana Kasupenatas DBD Derajat I atau II

Cairan awal
RL/NaCL 0,9 % atau RLD5/NaCl 0,9% + D5
BB < 15 kg : 6 7 ml/kgBB/jam
BB 15 40 kg : 5 ml/kgBB/jam
BB > 40 kg : 3 4 ml/kgBB/jam

Pantau tanda tanda vital tiap 3 jam, Ht dan Trombosit tiap 4 jam

Perbaikan
Tanpa tanda tanda syok
Tidak gelisah
Ht tetap tinggi / naik
Nadi kuat
Tekanan darah stabil
Diuresis cukup ( 12 ml/kgBB/jam)
Ht turun (2 kali pernafasan)

Tetesan dikurangi

Tetesan dikurangi

Tetesan
dipertahankan

Tetesan
dipertahankan

Pantau lebih ketat tanda vital


IVFD stop
24 48 jam
Perbaikan
sesuaikan
Bila tanda vital
/ Ht stabil dan diuresis cukupsetiap jam, Ht tiap 3 jam
tetesan
Rumatan

Perburukan
- Gelisah
- Distress pernafasan
- Frekuensi nadi naik
- Hipotensi /tek.nadi
20 mmHg
TidakadaPengisian
kapiler
> 2 detik
Ht tetap tinggi
Masuk ke Protokol
syok

Masuk ke Protokol
syok

Tatalaksana Sindrom Syok Dengue

1. Koloid HES BM 100 - 300kD dan atau RL 10 20 ml/kg/BB (5 menit)

Dapat
diulang 3x

2. Oksigenasi adekuat

teratasi ?
Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balans cairan selama pemberian cairan intravena
Syok tidak teratasi

Syok teratasi
Kesadaran membaik
Nadi teraba kuat
Tekanan nadi > 20 mmHg
Tidak sesak nafas/asidosis
Ekstremitas hangat
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam

Kesadaran menurun
Nadi lembut / tidak teraba
Tekanan nadi < 20 mmHg
Distres pernafasan / sianosis
Kulit dingin dan lembab
Ekstremitas dingin
Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan

Lanjutkan cairan
20 ml/kgBB/jam
Tambahkan koloid/plasma
Dekstran / FPP
10 20 (max 30) ml/kgBB/jam

10 ml/kgBB/jam
Evaluasi Ketat
Tanda vital,Tanda perdarahan
Diuresis, Hb, Ht, trombosit

Koreksi Asidosis
Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jam


Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Infus stop tidak melebihi 48 jam
setelah syok teratasi

Syok belum teratasi


Syok teratasi

Ht turun

Transfusi darah segar 10 ml/kgBB


diulang sesuai kebutuhan

Ht tetap tinggi/naik
Koloid 20
ml/kgBB

Indikasi Pemberian Darah


1

Terdapat perdarahan secara klinis


1

Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap,


hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10
ml/kgBB

Apabila kadar hematokrit >40 vol%, maka berikan darah dalam volume
kecil

Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi


gangguan koagulopati atau koagulasi intravaskuler desiminator (DIC) pada
syok berat dengan perdarahan masif

Pemberian transfusi suspensi trombosit harus selalu disertai lasma segar.

Kriteria Pemulangan Pasien


Pasien dapat dipulangkan apabila :5,6
1

- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipretik

- Nafsu makan membaik

- Secara klinis tampak perbaikan

- Hematokrit stabil

- Tiga hari setelah syok teratasi

- Jumlah trombosit > 50.000 / ul


7

- Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau


asidosis)

14. Prognosis
Prognosis DBD ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan,
umur, jenis kelamin, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II
umumnya baik. DBD derajat II dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka
pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar
40-50% tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2%.

Tanda-tanda prognosis yang baik pada DSS adalah pengeluaran urin yang
cukup dan kembalinya nafsu makan.5,6
Mekanisme terjadinya perdarahan pada DBD
Pada pasien DBD penyebab terjadinya perdarahan adalah vaskulopati,
trombositopeni dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular
yang menyeluruh. Bagan yang ditunjukkan pada gambar 2.3. menunjukkan
bahwa komplek virus antibodi mengakibatkan trombositopenia dan juga
gangguan fungsi trombosit. Selain itu komplek virus antibodi ini mengaktifkan
faktor Hageman (faktor XIIa) sehingga terjadi gangguan sistem koagulasi dan
fibrinolisis yang memperberat perdarahan, serta mengaktifkan sistem kinin
dan komplemen yang mengakibatkan peningkatan permiabilitas pembuluh
darah dan kebocoran plasma serta meningkatkan risiko terjadinya KID yang
juga memperberat perdarahan yang terjadi.
Perdarahan kulit seperti torniquet (uji Rumple Leede, uji bendung)
positif, petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva merupakan
jenis perdarahan yang terbanyak. Petekie muncul pada hari-hari pertama
demam dan merupakan tanda yang tersering ditemukan. Epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan melena merupakan tanda perdarahan lain
yang bisa terjadi pada pasien DBD. Kadang-kadang dijumpai pula hematuri
atau perdarahan subkonjungtiva.
Tidak semua tanda perdarahan tersebut terjadi pada penderita DBD.
Perdarahan yang paling ringan adalah uji torniquet positif. Hal ini berarti
bahwa telah terjadi peningkatan fragilitas kapiler. Hal ini juga dapat dijumpai
pada penyakit yang disebabkan oleh virus lain seperti juga seperti campak,
demam chikungunya, infeksi bakteri seperti pada tifus abdominalis. Uji
torniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie dalam diameter
2,5 cm di lengan bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa
cubiti).2,3

BAB III
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis berdasarkan WHO, pada anamnesis didapatkan demam tinggi
mendadak 5 hari dan terdapat tanda perdarahan spontan (ptekie), disertai dengan
temuan laboratorium trombositopenia 90.000.
Pada pasien anak A yang berusia 6 tahun didiagnosa DHF grade II adalah
tepat, karena dari anamnesa awal ditemukan data-data yang dapat mengarah pada
diagnosa DHF grade II , antara lain : 5 hari panas, panas tinggi mendadak terus
menerus, turun dengan obat penurun panas dan naik lagi setelah beberapa jam. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan tensi 120/80 mmHg, frekuensi nadi 110 x/menit, laju
nafas 28 x/menit, temperature 39C, ditemukan ptekie pada tangan dan kaki, Rumple
leed (+).
Pada

pemeriksaan

penunjang,

pemeriksaan

darah

rutin

hemoglobin,

hematokrit dan trombosit. Hasil yang didapat pada tanggal 16 september 2014 yaitu
hemoglobin 12,7 g/dl, hematokrit 35,4 % , trombositnya 90.000 /ml (N = 150000450000), Pada pasien ini terjadi peningkatan Kadar hematokrit artinya terjadi
hemokonsentrasi dan trombositnya terjadi penurunan (trombositopenia). Berdasarkan
kriteria WHO :
1. tanda klinis

demam tinggi mendadak tanpa sebab yanng jelas,berlangsung terus


menerus selama 2-7 hari

terdapat manifestasi perdarahan, ditandai dengan : uji torniquet positif,


terdapat petekie atau purpura, perdarahan mukosa, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena

pembesaran hati

syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah

2. laboratoris

trombositopenia (100.000 atau kurang)

adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler


dengan manifestasi : peningkatan hematokrit lebih dari 20 % atau
penurunan hematokrit kurang dari 20 % setelah pemberian cairan

jika terdapat dua tanda klinis atau lebih ditambah satu kriteria laboratoris,
sudah cukup untuk menegakkan diagnosa sementara DHF. Pada pasien ini
ditemukan tanda klinis (panas tinggi mendadak berlangsung terus menerus
dan

dua kriteria

laboratoris

(trombositopenia

dan

hematokritnya

meningkat) jadi pasien ini dapat didiagnosa sementara DHF.


Penatalaksanaan yang diberikan berupa cairan, dietetik, dan medikamentosa
sudah sesuai teori yang ada. Selama pasien dirumah sakit, yang perlu dimonitoring
keadaan umum, tanda-tanda vital,nilai hematokrit dan trombosit tiap 6 jam, intek
cairan/makanan.
Edukasi kepada orang tua pasien, selama pasien dirawat tingkatkan makan
dan minum agar kebutuhan cairan tubuh terpenuhi sehingga tidak terjadi dehidrasi.
bila panas kompres dengan air hangat dan minum obat penurun panas.

KESIMPULAN
Penegakkan diagnosis DHF pada pasien ini berdasarkan dari anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium yang semuanya mengarah pada DHF
grade II. Penatalaksanaan DHF pada pasein ini meliputi: Terapi suportif untuk
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan sebagai akibat perdarahan. Terapi lain diberikan berdasarkan keadaan pasien .
Saran dianjurkan untuk menjaga higiene dan sanitasi lingkungan, gunakan
kelambu saat tidur, canangkan gerakan 3M plus dan pemberian bubuk abate.

DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro,Nainggolan L. Demam Berdarah Dengue. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam jilid III. Edisi ketiga. Jakarta;Balai Penerbit FKUI;1996.p.1709-1721
2. Hadinegoro Srh. Satari HI. Demam Berdarah dengue .naskah lengkap pelatihan
bagi Dokter Spesialis Anak dan Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus
DBD.Jakarta :Balai Penerbit FKUI :2000.
3. Hadinegoro, Sri Rejeki. Soegijanto, Soegeng. Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue Di Indonesia. Jakarta ; Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
Republik Indonesia ; 2001
4. Widodo D. Sindrom renjatan dengue pada orang dewasa. In : Penatalaksanaan
Kedaruratan di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta ; Pusat Informasi dan Penerbitan
Penyakit Dalam FKUI ; 2000
5. Merati, Tuti Parwati. Demam Berdarah Dengue. In : Pedoman Diagnosis Dan
Terapi Penyakit Dalam RSUP Sanglah. Denpasar ; Lab/SMF Penyakit Dalam FK
UNUD/RS Sanglah ; 1994. p.215-220.
6. Rani, A. Azis. Demam Berdarah Dengue. In : Panduan Pelayanan Medik
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta ; Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006.
7. Mansjoer Arif, Suprohaita, Ika Wardhani Wahyu, Setiowulan Wiwiek. Kapita
Selekta Kedokteran FK UI edisi III jilid 2 th.2000. h. 430-431.
8. Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. Dengue Fever. in : N Engl J
Med;2002.p.1770-73.
9. Suseno U, Rosita R, Lebang Y. Direktorat Jendral Pelayanan Medik Indonesia. In:
Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Jakarta ; Departemen Kesehatan ; 2005.
10. Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Pathophysiology and management of
dengue hemorrhagic fever. Journal Compilation. Transfusion Alternatives in
Transfusion Medicine. 2006;8(suppl 1);pp3-11.
11. Zein U. Divisi Penyakit Tropik & Infeksi Fakultas Kedokteran USU Medan, In:
Pedoman Penatalaksanaan ODC Pasien DBD Dewasa. Medan ; 2004.

Anda mungkin juga menyukai