Anda di halaman 1dari 12

2.4.

Patofisiologi

Gambar 1. Patofisiologi Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis dapat ditularkan melalui udara yang terjadi >90%

kasus yang pernah di laporkan. Droplet nuclei yang mengandung kuman akan
terbentuk ketika individu dengan TB aktif batuk, bersin, berbicara. Setelah

terhisap basil TB akan turun ke cabang cabang bronchial dan menetap di

bronkiolus atau alveolus setelah sebelumnya berhasil melewati sistem

mukosilier.

Basil TB selanjutnya akan mengadakan multiplikasi dan pada pasien akan

mengalami demam, batuk dan nyeri dada pleuritik. Selanjutnya basil TB akan

difagosit oleh makrofag. Di dalam makrofag basil TB kembali melakukan

multiplikasi. Kemudian basil TB akan meninggalkan fokus primer di paru paru

dan menuju ke limfonoduli regional. Dari sini selanjutnya kuman akan menyebar

ke seluruh tubuh melalui penyebaran limfohematogen. Organ organ yang sering

terkena pada tahap ini adalah paru paru, lien, hati, meningens, tulang, dan sendi.

Plasenta dan organ organ genital juga dapat terinfeksi.

Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa

muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah

bening atau pembuluh darah. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan

alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil.

Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus

atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan

reaksi peradangan. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju

kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi


akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel

epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu 10-

20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan

bergabungnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan

kompleks ghon.

Batuk darah (hemptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan

trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Batuk darah

pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari

pembuluh darah pada dinding kapitas.

2.5. Gejala Klinik

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus.

1. Gejala sistemik/ umum

a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan

malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam

seperti influenza dan bersifat hilang timbul

c. Penurunan nafsu makan dan berat badan

d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah

2. Gejala khusus

Biasanya bergantung pada organ tubuh mana yang terkena, misalnya:


a. Bila sumbatan ada di sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-

paru) akibatnya dapat terjadi penekanan pada kelenjar getah bening yang

membesar sehingga menimbulkan suara “mengi”, yaitu suara nafas

melemah yang disertai sesak.

b. Bila terdapat cairan dirongga pleura dapat menyebabkan keluhan sakit

dada.

c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang

pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di

atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

TB kongenital sangat jarang terjadi pada infeksi dalam rahim, sementara risiko

transmisi pascanatal secara signifikan lebih tinggi. TB Kongenital mungkin

sebagai akibat dari penyebaran hematogen melalui pembuluh darah bilateral ke

hati janin atau dengan menelan cairan ketuban yang terinfeksi. Biasanya, bayi

yang terinfeksi pada minggu kedua atau ketiga kehidupan dengan gejala klinik

hepatosplenomegali, gangguan pernapasan, peningkatan berat badan yang

rendah, makan yang buruk, demam, limfadenopati.

Kriteria diagnostik Cantwell untuk TB Kongenital adalah adanya lesi TB pada

bayi dan salah satu dari berikut : lesi pada minggu pertama kehidupan, kompleks

hati primer atau granuloma, infeksi TB yang tercatat pada plasenta atau

endometrium dan atau kemungkinan penularan setelah melahirkan harus

dikecualikan dengan penyelidikan menyeluruh dari semua kontak. Mycobcterium


tuberculosis kurang dapat berkembang pada lingkungan intrauterin yang kadar

oksigennya rendah. Dengan bertambahnya usia bayi setelah lahir, kadar oksigen

pun meningkat mengakibatkan pertumbuhan bakteri menjadi cepat. Sebanyak

setengah dari neonatus yang dilahirkan dengan TB Kongenital mungkin akhirnya

meninggal, terutama karena tidak adanya pengobatan.

2.6. Penegakkan Diagnosis Tuberkulosis pada Kehamilan

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan pada seseorang yang dicurigai tertular

penyakit TBC dengan beberapa hal dibawah ini, yaitu:

1. Anamnesa

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau

lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan, yaitu dahak bercampur

darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat

badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan

demam lebih dari satu minggu.

2. Pemeriksaan fisik

Tempat kelainan lesi TB paru yang perlu dicurigai adalah bagian apeks paru.

Bila dicurigai terdapat infiltrat yang agak luas, maka pada pemeriksaan fisik

akan didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi nafas bronkial. Selain itu

juga dijumpai suara nafas tambahan berupa ronkhi basah, kasar, dan nyaring.

Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura maka suara nafasnya

menjadi vesikular melemah. Pada limfadenitis tuberculosis, terlihat

pembesaran kelenjar getah bening yang paling sering dijumpai pada daerah
leher dan terkadang pada daerah aksila. Pembesaran kelenjar tersebut dapat

menjadi “cold abscess”.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum harus dilakukan sebagai bagian dari dasar diagnosis

pasti TB paru. Pemeriksaan menggunaan pewarnaan dengan metode Ziehl-

Neelsen. Hasil pemeriksaan dikatakan positif apabila sedikitnya dua dari

tiga specimen SPS BTA hasilnya positif. Jika 3 kali pemeriksaan sputum

hasilnya negatif tetapi gejala tetap ada setelah diberikan antibiotik selama

1-2 minggu maka pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pemeriksaan

rontgen torak.

Gambar 2. Alur diagnosis TB

b. Pemeriksaan Tuberculin
Sebetulnya tes ini bertujuan untuk memeriksa kemampuan reaksi

hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV), yang dianggap dapat mencerminkan

potensi sistem imunitas selular seseorang, khususnya terhadap basil TB. Pada

seseorang yang belum terinfeksi basil TB, tentunya sistem imunitas selulernya

belum terangsang untuk melawan basil TB. Dengan demikian tes tuberkulin

akan negatif. Sebaliknya bila seseorang pernah terinfeksi basil TB, dalam

keadaan normal sistem ini sudah akan terangsang secara efektif 3-8 minggu

setelah infeksi primer dan tes tuberkulin akan positif (yaitu bila didapatkan

diameter indurasi 10-14 mm pada hari ketiga atau keempat dengan dosis PPD

5 TU intrakutan).

Tuberculin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat

antigenik yang kuat. Tuberculin yang dianjurkan untuk pemeriksaan adalah

purified protein derivative (PPD) dengan kekuatan sedang yaitu 5 TU. Jika

diberikan secara intrakutan pada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada

kompleks primer dalam tubuhnya) akan memberikan reaksi berupa indurasi

dilokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, udem, endapan

fibrin dan meningkatnya sel radang lain didaerah suntikan. Okuran indurasi

dan bentuk reaksi tuberculin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan

beratnya suatu penyakit.

Jika hasil test tuberculin ternyata positif dan pada pasien terdapat gejala gejala

yang khas, maka pada pasien tersebut harus dilakukan fota rotgen thorak
dengan memberikan perlindungan terhadap abdomennya. Jika test tuberculin

positif tetapi gejala tidak ditemukan, pemeriksaan rotgen thorak sebaiknya

ditunda sampai umur kehamilan 12 minggu.

Masih terjadi perbedaan pendapat mengenai sensitivitas test tuberculin yang

dilakukan terhadap wanita selama kehamilan, tetapi laporan terakhir

mengatakan bahwa sensitivitas tuberculin akan menurun selama kehamilan.

Beberapa penelitian telah membuktikan perbedaan yang tidak signifikan

menyangkut sensitifitas tuberculin baik pada saat kehamilan maupun pada

individu pada umumnya. Sampai saat ini tuberculin test masih merupakan

pemeriksaan yang aman dan cukup berguna untuk pemeriksaan penyaring

terhadap infeksi tuberculosis yang terjadi, baik pada wanita hamil maupun

pada populasi secara keseluruhan.

Uji tuberculin cara mantoux dilakukan dengan menyuntikan PPD intrakutan

0.1 ml dibagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan setelah 48-72 jam

setelah penyuntikan. Yang diukur adalah indurasi yang terbentuk bukanlah

hiperemi. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi

indurasi, ditandai dengan bolpoint kemudian diukur dengan alat ukur diameter

transversal indurasi yang terjadi dan hasilnya dinyatakan dalam milimeter

dengan interpretasi sebagai berikut :

1. Pembengkakan (Indurasi) 0–4mm, uji mantoux negatif yang berarti klinis

tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.


2. Pembengkakan (Indurasi) 5–9mm, uji mantoux meragukan. Hal ini dapat

dikarenakan kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium

atipikal atau pasca vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan (Indurasi) ≥10mm, uji mantoux positif yang memiliki

makna klinis pasien tersebut sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium

tuberculosis.

Gambar 3. Uji Tuberculin

Di Indonesia, saat ini uji tuberculin tidak mempunyai arti dalam mendiagnosis

TB pada orang dewasa. Sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi

dengan M. tuberculosis karena tingginya prevalensi TB. Suatu uji tuberculin

positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan

M. tuberculosis. Jadi pasien dengan hasil uji tuberkulin positif belum tentu

menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulinnya negatif, maka ada tiga
kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa

inkubasi infeksi TB, atau terjadi alergi. Di lain pihak, hasil uji dapat

tuberculin negatif walaupun orang tersebut menderita tuberculosis, misalnya

pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, TB milier dan morbili.

c. Pemeriksaan Radiologis

Gambar 4. Foto Rontgen Thorax TB

Pada pemeriksaan rontgen thorax dapat ditemukan gambaran infiltrat pada

apeks, adanya cavitas, atau ditemukannya nodul retikuler.


Gambar 5. Pemeriksaan penunjang TB pada kehamilan

Daftar Pustaka :

Awowole Ibraheem and M.Loto Olabisi. Tuberculosis in Pregnancy. Departement

of obstetrics and gynecology, obafemi Awolowo University Teaching

Hospital, P.M.B. 5538, Iie-Ife, Osun State. Nigeria. 2012


Mahendru Amita, dkk. Diagnosis and Management Of Tuberculosisi in

Pregnancy. The Obstetrician and Gynaecologist. 2010: 163-171

Werdhani RS. 2008. Patofisiologi, diagnosis, dan klafisikasi tuberculosis. Jakarta:


Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

Anda mungkin juga menyukai