Oleh:
Nim: P17210191007
JURUSAN KEPERAWATAN
Menurut Tabrani (2010) Tuberkulosis Paru adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru
atau diberbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen
yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada
membran selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan
pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan
terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari.
Tuberkulosis Paru atau TB adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi
kuman Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberculosis masuk ke dalam
jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai focus primer dari ghon (Wikurendra, 2019).
Menurut Robinson, dkk (2014),TB Paru merupakan infeksi akut atau kronis yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis di tandai dengan adanya infiltrat paru,
pembentukan granuloma dengan perkejuan, fibrosis serta pembentukan kavitas
Menurut (Oktavia et al., 2016), keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat
bermacam-macam atau malah banyak ditemukan pasien TB Paru tanpa keluhan sama
sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah:
1) Demam
2) Batuk/batuk berdahak
Batuk ini terjadi karena ada iritasi pada bronkus. batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar, karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama. Mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang
dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbulnya peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. kebanyakan batuk darah tuberkulosis pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi
pada ulkus dinding bronkus.
3) Sesak Napas
Pada penyakit ringan (baru kambuh) belum dirasaka sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah meliputi
sebagian paru-paru
4) Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik melepaskan napasnya.
5) Malaise
Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal
atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu,
sehingga membentuk sel tuberkel epitoloit yang dikelilingi oleh foist. Reaksi ini
biasanya membutuhkan waktu 10-20 jam (Dewanty et al., 2016).
d. Pathway
e. Pemeriksaan Diagnostik
a) Tuberculin Skin test (TST) atau Tes Mantoux
Pembacaan hasil TST dilakukan antara 48 dan 72 jam setelah dimasukkan 0,1 ml
suntikan tuberkulin PPD secara intradermal. Suntikan yang benar akan menimbulkan
gelembung kulit kecil pucat berdiameter 6-10 mm. Reaksi terhadap suntikan akan
teraba mengeras, atau membengkak, disebut sebagai indurasi yang diukur
diameternya dalam milimeter ke arah aksis longitudinal pada lengan bawah bagian
ventral. Eritema tidak ikut diukur sebagai indurasi.
b) Pemeriksaan Bakteriologik
Umumnya, sampel yang digunakan adalah dahak karena lebih mudah untuk diambil.
Dahak dapat diambil dengan cara setiap pagi selama 3 hari berturut-turut, ataupun
dengan pengambilan dahak sewaktu-pagi-sewaktu.
Apabila didapatkan 2 kali positif, dan 1 kali negatif → dianggap basil tahan
asam (BTA) positif
Apabila didapatkan 1 kali positif, dan 2 kali negatif → BTA diulangi 3 kali,
kemudian bila 1 kali positif, dan 2 kali negatif maka dianggap BTA positif.
Namun apabila 3 kali negatif maka dianggap BTA negatif
Foto rontgen dada dapat dilakukan dalam posisi lateral, posteroanterior, dan lordotik
apikal. Gambaran yang mungkin didapatkan di antaranya adalah :
Pasien dengan hasil röntgen dada seperti tersebut diatas dan memiliki gambaran klinis
TB paru yang khas sudah dapat dikatakan terkena TB paru walaupun tanpa dilakukan
pemeriksaan sputum. Sebaliknya, bila gambaran rontgen dada normal, tidak
menyingkirkan TB terutama pada pasien dengan kekebalan tubuh menurun.
Pada TB primer aktif, gambaran rontgen dada tidak spesifik, bahkan kadang normal.
Secara tipikal dapat muncul gambaran seperti pneumonia dengan proses infiltrasi
pada bagian tengah atau bawah paru yang cenderung menyerupai gambaran
community-acquired pneumonia (CAP).
Pada kasus reaktivasi TB, gambaran klasik lesi berlokasi pada segmen posterior lobus
kanan bagian atas, segmen apikoposterior pada lobus kiri atas, dan segmen apikal
pada lobus-lobus bagian bawah. Kavitasi adalah gambaran yang paling umum.
Sedangkan tuberkuloma yang sembuh akan menjadi jaringan parut, dimana
parenkimnya akan hilang dan terjadi kalsifikasi.
Pada Infeksi TB dan HIV, lesi yang muncul akan atipikal, walaupun sekitar 20%
pasien dengan HIV positif dan TB aktif memiliki hasil rontgen dada yang normal
Pada TB laten dan TB paru yang telah sembuh, gambaran dapat berbeda-beda.
Gambaran rontgen dapat berupa nodul-nodul yang radioopak, dengan atau tanpa
kalsifikasi pada hilus atau lobus-lobus atas. Selain itu, dapat pula muncul gambaran
nodul-nodul yang kecil, dengan atau tanpa jaringan parut fibrotik pada lobus-lobus
atas. Gambaran lesi-lesi fibrotik dan nodul-nodul dapat jelas dibedakan, dan tampak
memiliki densitas dengan gambaran radioopak dan tepi yang jelas. Pasien dengan
gambaran rontgen dada seperti ini yang disertai hasil positif TST dikatakan sebagai
karier laten.
Pada pasien TB Milier, rontgen dada akan menunjukkan lesi-lesi nodular kecil
berukuran sekitar 2 mm yang banyak, menyerupai bulir-bulir yang merupakan
gambaran khas TB milier. Namun, gambaran rontgen dada bisa bervariasi dan dapat
disertai gambaran infiltrat-infiltrat pada lobus atas dengan atau tanpa adanya kavitasi.
Meski tes IGRA lebih mahal, memerlukan teknik lab yang lebih canggih, dan
prosesnya lebih rumit, namun tes ini lebih menguntungkan dibandingkan TST, karena
pasien hanya perlu sekali berkunjung ke tempat pemeriksaan. Selain itu, tes juga
dilakukan secara ex vivo, tidak ada efek booster setelah pemeriksaan, dan tidak
bergantung pada riwayat vaksinasi BCG.
Namun, perlu diingat bahwa baik TST atau IGRA tidak cukup sensitif untuk
menyingkirkan seorang pasien terkena TB. Pada bayi dan orang dengan
imunosupresif kedua tes ini hendaknya diintepretasikan dengan hati-hati
e) DNA Sequencing
f. Penatalaksanaan Medis
1) Obat primer
2) Obat sekunder
1) pemeriksaan kontak
yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita TB paru
BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila tes
tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12
bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti
terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
3) Vaksinasi BCG
Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur kurang
dari 15 tahun sampai 80%.
a. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesis
1) Identitas Diri Pasien
Yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, agama dan lain-lain
2) Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB Paru meminta pertolongan pada
tenaga medis dibagi menjadi 4 keluhan, yaitu :
a) Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan paling sering dikeluhkan, apakah betuk
bersifat produktif/nonproduktif, sputum bercampur darah
b) Batuk Berdahak
Seberapa banyak darah yang keluar atau hanya blood streak, berupa garis atau
bercak-bercak darah
c) Sesak Nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-
hal menyertai seperti efusi pleura, pneumotoraks, anemia, dll.
d) Nyeri Dada
3) Keluhan Sistematis
a) Demam
keluhan ini sering dijumpai yang biasanya timbul pada sore hari atau pada malam hari
mirip dengan influenza
keluhan yang timbul antara lain : keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan
dan malaise.
2. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang :
a) Keadaan pernapasan (napas pendek)
b) Nyeri dada
c) Batuk, dan
d) Sputum
2) Kesehatan Dahulu :
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera dan pembedahan
3) Kesehatan Keluarga
3. Pemeriksaan Fisik
2) Breathing
Inspeksi :
a) Bentuk dada dan gerakan pernapasan klien dengan TB Paru biasanya terlihat kurus
sehingga pada bentuk dada terlihat adanya penurunan proporsi anterior-posterior
bading proporsi diameter lateral
Batuk produktif disertai adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang
purulent.
Palpasi :
Perkusi :
Pada klien TB Paru tanpa komplikasi biasanya ditemukan resonan atau sonor pada
seluruh lapang paru. pada klien dengan komplikasi efusi pleura didapatkan bunyi
redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai dengan akumulasi cairan
Aukultasi :
Pada klien TB Paru bunyi napas tambahan ronki pada sisi yang sakit.
3)Brain
Kesadaran biasanya komposmentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif, klien tampak wajah meringis,
menangis, merintih. Pada saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan
konjungtiva anemis pada TB Paru yang hemaptu, dan ikterik pada pasien TB Paru
dengan gangguan fungsi hati.
4) Bledder
5) Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan
berat badan
6) Bone
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien TB Paru. gejala yang muncul
antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap.
a) Kepala
b) Rambut
c) wajah
d) Sistem Penglihatan
Wicara
THT
D.0130 Hipertermi Setelah dilakukan tindak keperawatan Manajemen Hipertermia (SIKI, I.15506)
selama 2x24 jam masalah hipertermi dapat Observasi
teratasi 1) Monitor suhu tubuh
Dengan kriteria hasil: Mengetahui suhu tubuh pasien
Termoregulasi (SLKI, L.14134) 2) Monitor haluaran urine
a. Suhu tubuh pasien menurun ke 36 – 37oC. Mengetahui jumlah produksi urine pasien
b. Frekuensi nadi menurun ke 60 – Terapeutik
100x/menit 1) Sediakan lingkungan yang dingin
c. Frekuensi pernafasan menurun ke 16 – Menurunkan suhu tubuh pasien dengan
20x/menit bantuan suhu lingkungan
d. Perubahan warna kult dari merah ke warna 2) Longgarkan atau lepaskan pakaian
kulit asli pasien Agar suhu tubuh pasien cepat turun
3) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Menurunkan suhu tubuh dengan bantuan
lingkungan
4) Lakukan pendinginan eksternal (mis.
selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Menunjang suhu tubuh agar cepat turun
5) Berikan oksigen, jika perlu
Membantu menurunkan metabolism
dalam tubuh sehingga panas juga
menurun
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
Karena aktivitas yang berlebihan akan
meningkatkan suhu dalam ubuh
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
Menyeimbangkan suhu dalam tubuh
D.0019 Deficit Nutrisi Setelah dilakukan tindak keperawatan Manajemen Nutrisi (SIKI, I.03119)
selama 2x24 jam masalah difisit nutrisi Observasi
dapat teratasi 1) Identifikasi status nutrisi
Dengan kriteria hasil: Mengetahui status nutrisi pasien
Status Nutrisi (SLKI, L.03030) 2) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
1) Porsi makan yang dihabiskan nutrient
meningkat Agar dapat memberikan kalori sesuai
2) Diare menurun kebutuhan pasien
3) Berat badan membaik 3) Identifikasi makanan disukai
4) Nafsu makan membaik Untuk menarik minat pasien agar mau
makan
4) Monitor asupan makanan
Mengetahui intake makanan pasien
5) Monitor berat badan
Mengetahui peningkatan dan penurunan
berat badan papsien
Terapeutik
1) Fasilitasi melakukan pedoman diet
Agar pasien menerapkan diet sesuai
anjuran
2) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
Meningkatkan asupan gizi pada pasien
3) Berikan suplemen makanan
Agar meningktkan nafsu makan pasien
Edukasi
1) Ajarkan diet yang diprogramkan
Agar pasien mengetahui diet yang
diberikan
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi umtuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
D.0077 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindak keperawatan Manajemen Nyeri (SIKI, I.08238)
selama 2x24 jam masalah Nyeri Akut dapat Observasi
teratasi 1) Identifikasi lokal, karakteristik, durasi,
Dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Tingkat Nyeri (SLKI, L.08066) Mengetahui keadaan nyeri pasien
2) Keluhan nyeri menurun 2) Identifikasi skala nyeri
3) Meringis menurun Mengetahui skala nyeri pada pasien
4) Sikap protektif menurun 3) Identifikasi faktor yang memperberat
5) Gelisah menurun atau memperingan nyeri
6) Frekuensi nadi membaik ke 60 – Mengetahui hal-hal yang apat
100x/menit menyebabkan nyeri meningkat
Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis. hipnosis, terapi
musik, terapi pijat, kompres
hangat/dingin, teknik imajinasi
terbimbing)
Mengurangi nyeri tanpa menggunakan
obat
2) Kontrol lingkungan yang memperberat
nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Meredakan nyeri yang dapat timbul dari
factor lingkungan
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
Agar pasien mengetahui penyebab
timbulnya nyeri
2) Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
Meningkatkan kemandirian pasien
mngindentifikasi nyeri yang dirasakan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
D.0111 Deficit pengetahuan Setelah dilakukan tindak keperawatan Edukasi Kesehatan (SIKI, I.12383)
selama 2x24 jam masalah difisit Observasi
pengetahuan dapat teratasi 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Dengan kriteria hasil: menerima informasi
Tingkat Pengetahuan (SLKI, L.12111) Mengetahui kondisi pasien sebelum
1) Prilaku sesuai anjuran meningkat diberikan pendkes
2) Pertanyaan terhadap masalah yang 2) Identifikasi factor-faktor yang
dihadapi menurun meningkatkan dan menurunkan perilaku
3) Persepsi salah terhadap penyakit hidup bersih dan sehat
menurun Mengetahui perilaku yang meningkatkan
dan menurunkan nyeri
Terapeutik
1) Sediakan materi dan media Pendidikan
Kesehatan
Agar pasien tertarik memahami
penjelasan yang diberikan
2) Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai
kesepakatan
Agar Pendidikan Kesehatan terjadwal
dan rutin dilakukan
3) Berikan kesempatan untuk bertanya
Mengetahui apakah pasien sudah jelas
dengan materi yang disampaikan
Edukasi
1) Jelaskan factor-faktor yang
mempengaruhi Kesehatan
Agar pasien mengatahui penyebab dari
masalah Kesehatan yang dideritanya
2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Meningkatkan pola hidup bersih dan
sehat pasien
Referensi
Dewanty, L. I., Haryanti, T., & Kurniawan, T. P. (2016). Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Puskesmas Nguntoronadi I
Kabupaten Wonogiri. Jurnal Kesehatan, 9(1), 39–43.
Oktavia, S., Mutahar, R., & Destriatania, S. (2016). Analisis faktor risiko kejadian TB Paru di wilayah Kerja Puskesmas
Kertapati Palembang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 7(2).
Werdhani, R. A. (2002). Patofisiologi, diagnosis, dan klasifikasi tuberkulosis. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran
Komunitas, Okupasi, Dan Keluarga. FKUI. Hal, 2–3.
Wikurendra, E. A. (2019). Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tb Paru Dan Upaya Penanggulangannya.