Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. PENGERTIAN
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga
tengah secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening, atau berupa nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran.
(Arif Mansjoer, 2010).
Jadi, menurut saya Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang
biasa disebut dengan istilah sehari-hari congek. Dalam perjalanannya penyakit
ini dapat berasal dari OMA stadium perforasi yang berlanjut, sekret tetap keluar

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


dari telinga tengah dalam bentuk encer, bening ataupun mukopurulen. Proses
hilang timbul atau terus menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut. Tetap
terjadi perforasi pada membran timpani. Perforasi yaitu membran timpani tidak
intake / terdapat lubang pada membran timpani itu sendiri.
2. ETIOLOGI.
Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan
kelanjutan dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan lebih
dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang terlambat, terapi
tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah. Bila
kurang dari 2 bulan disebut subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh perforasi
membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman penyebab
biasanya kuman gram positif aerob, pada infeksi yang sudah berlangsung lama
sering juga terdapat kuman gram negatif dan kuman anaerob. (Arif Mansjoer,
2010).
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus
(26%), Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis
(10,3%), gram positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%).
Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran napas
atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran yang
menghubungkan antara hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran
napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai
telinga.
3. PATOFISIOLOGI.
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna
atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang. (Arif Mansjoer, 2010). Pada
OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai tulang.
Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya dan
tidak terdapat kolesteatom. (Arif Mansjoer, 2010).

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak
marginal, subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang
berbahaya atau fatal. (Arif Mansjoer, 2010). Kolesteotoma yaitu suatu kista
epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus,
lalu menumpuk. Sehingga kolesteotoma bertambah besar
4. TANDA DAN GEJALA
Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau
gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2010). Nyeri telinga atau tidak nyaman
biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan ditelinga. Gejala-gejala
tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten dan dapat terjadi
pada salah satu atau pada kedua telinga. (www.health central.com, 2004).
a. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh
aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali
sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani
dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah
sekret dapat disebabkan infeksi  saluran nafas atas atau kontaminasi dari
liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif
tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna
kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih,
mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret
yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan
polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya.
Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis.

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


b.  Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran
masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran
menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian
tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi
perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya
labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf
berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
c. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi
akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada
tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis.

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


d. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya
akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang
sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh
perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan
keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat
berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul
labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula
perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini
memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani,
dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik
sebagaiberikut :
a. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela,
Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli
sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala
timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan
penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada
fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian
apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan,

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan
( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan
membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi
percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI
1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan
ANSI 1969. Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
1) Normal                    : -10 dB sampai 26 dB
2) Tuli ringan               : 27 dB sampai 40 dB
3) Tuli sedang             : 41 dB sampai 55 dB
4) Tuli sedang berat    : 56 dB sampai 70 dB
5) Tuli berat                 : 71 dB sampai 90 dB
6) Tuli total                 : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan
fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran
udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang
pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi
rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan
evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :
1) Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari
15-20 dB
2) Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif30-50 dB apabila disertai perforasi
3) Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4) Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif
bilateral dan tuli campur.
b. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang
tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama
pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang
sekarang biasa digunakan adalah :
1) Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid
dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena
memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid
yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah
untuk menghindari dura atau sinus lateral.
2) Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga
tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik
sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.
3) Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna,
vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan
antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya
pembesaran akibatkolesteatom.
4) Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal
sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang
oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan
beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan
hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus
lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.
6. PENATALAKSANAAN.
Menurut Arief Mansjoer, 2010, Terapinya sering lama dan harus berulang-
ulang karena :
a. Adanya perforasi membran timpani yang permanen
b. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal,
c. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid
d. Gizi dan kebersihan yang kurang.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat
pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret
berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotika dan kartikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa
semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang
bersifat ototoksik. Oleh sebab itu penulis menganjurkan agar obat tetes telinga
jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada
OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan
ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum tes
resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah
resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi
dan tonsilektomi. Prinsip terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan, yaitu
mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat
ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanopplasti.
Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi
sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal
retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi.
Infeksi telinga tengah dan mastoid. Rongga telinga tengah dan rongga
mastoid berhubungan langsung melalui aditus adantrum. Oleh karena itu infeksi
kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya disertai infeksi
kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis.
Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.
Jenis pembedahan pada OMSK. Ada beberapa jenis pembedahan atau
tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis,
baik tipe benigna atau maligna, antara lain adalah sebagai berikut :
1) mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy
2) mastoidektomi radikal,
3) mastoidektomi radikal dengan modifikasi,
4) miringoplasti,
5) timpanoplasti,
6) pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty).
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau
koleasteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator.Sesuai dengan
luasnya infeksi atau luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang
dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau modifikasinya.
1) Mastoidektomi sederhana.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan
pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


permbersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya
infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.
2) Mastoidektomi Radikal.
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau
kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum
timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara
liang telinga luar dan telinga tengah tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi suatu
ruangan.
3) Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik,
tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan
dan dinding posterior liang telinga direndahkan.Tujuan operasi ialah untuk
membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid, dan
mempertahankan pendengaran yang msih ada.
4) Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal
juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada
membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi
telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan
ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
5) Impanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang
lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan
pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran. Menurut Fung 2014, terapi
difokuskan kepada penghilangan gejala dan infeksi. Antibiotik mungkin

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


dikesepkan untuk infeksi bakteri, terapi antibiotik biasanya untuk jangka
panjang, yaitu melalui pemberian per oral atau tetes telinga jika ada perforasi
membran tympani.
6) Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach
Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan
pada kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan
granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal
(tanpa meruntuhkan dinding posterior ling telinga).
7. KOMPLIKASI
Menurut Fung, 2014 komplikasi OMSK
a. Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan
atau ketulian.
b. Mastuiditis
c. Cholesteatoma
d. Abses apidural (peradangan disekitar otak)
e. Paralisis wajah
f. Labirin titis
Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 : Paralisis nervus fasialis,
fistula labirin, labirinitis, labirinitis supuratif, petrositis, tromboflebitis sinus
lateral, abses ekstra dural, abses subdural, meningitis, abses otak, dan
hidrosefalus otitis.
8. PROGNOSIS
Biasanya OMC berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa
bulan. Biasanya kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan
penderita tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir
dengan komplikasi yang serius (Fung, 2014).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


1. Pengkajian
a. Anamnesa : Tanda-tanda dan gejala utama infeksi ekstrena dan media
adalah nyeri serta hilangnya pendengaran. Data harus disertai pernyataan
mengenai mulai serangan, lamanya, tingakt nyerinya. Rasa nyeri timbul
karena adanya tekanan kepada kulit dinding saluran yang sangat sensitif dan
kepada membran timpani oleh cairan getah radang yang terbentuk didalam
telinga tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di telinga tengah
mengganggu lewatnya gelombang suara, hal ini menyebabkan pendengaran
berkurang. Penderita dengan infeksi telinga perlu ditanya apakah ia
mengerti tentang cara pencegahannya.
b. Pemeriksaan Fisik : Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar
dan bila ada harus diterangkan. Palpasi pada telinga luar menimbulkan nyeri
pada otitis eksterna dan media. Pengkajian dari saluran luar dan gedang
telinga (membran timpani). Gendang telinga sangat penting dalam
pengkajian telinga, karena merupakan jendela untuk melihat proses
penyakit pada telinga tengah. Membran timpani yang normal
memperlihatkan warna yang sangat jelas, terlihat ke abu-abuan. Terletak
pada membran atau terlihat batas-batasnya. Untuk visulaisasi telinga luar
dan gendang telinga harus digunakan otoskop.
c. Riwayat Kesehatan : OMA lebih dari 2 bulan, Pengobatan OMA yang tidak
tuntas
d. Data Subjektif : Telinga terasa penuh, Nyeri pada telinga yang sakit,
Vertigo
e. Data Objektif: Terdapat abses atau kite retroaurikule, Terdapat polip,
Terlihat Kolesteatoma pada epitimpan, Ottorho, Sekret terbentuk nanah dan
berbau
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko terjadi injuri / trauma berhubungan dengan ketidakseimbangan
labirin : vertigo

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penatalaksanaan OMA yang tepat.
c. Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan
d. Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan mastoidektomi
e. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post operasi mastoidektomi
f. Ganguan persepsi sensori pendegaran berhubungan dengan liang telingah
terasa tertutup karena respon inflamasi atau peradangan dan adanya jamur.

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Resiko terjadi injuri / trauma Noc: Nic:
 Knowledge: personal safety Environmental management safety
berhubungan dengan
 Safety behavior: fall prevention 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
ketidakseimbangan labirin :  Safety behavior: physicial injury 2. Identifikasi kebutuhan kemamanaan pasien, sesuai dengan
 Tissue integrity: skin and mucous kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit
vertigo
membrane terdahulu pasien.
3. Menghindari lingkungan yang berbahaya
Kriteria Hasil: 4. Memasang slide rail tempat tidur
1. Pasien terbebas dari trauma fisik 5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
2. Lingkungan rumah aman 6. Menempatkan saklar lampu ditempat-tempat yang mudah
3. Perilaku pencegahan jatuh dijangkau pasien
4. Dapat mendeteksi resiko 7. Membatasi pengunjung
5. Pengendalian resiko: penggunaan 8. Memberikan penerangan yang cukup
alkohol 9. Menganjurkan keluarga memahami pasien
6. Pengendalian resiko: penggunaan 10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
narkoba 11. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
7. Pengendalian resiko: pencahayaan 12. Berikan penejelasan pada pasien keluarga atau pengunjung
sinar matahari adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
8. Pengetahuaan keamaanan terhadap
anak
9. Pengetahuan personal sefety
10. Dapat meproteksi terhadap
kekerasan.
2. Kurang pengetahuan NOC: NIC :
berhubungan dengan kurangnya  Kowlwdge : disease 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
informasi tentang Process 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal inim

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


penatalaksanaan OMA yang  Kowledge : health berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
tepat  Behavior tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
Setelah dilakukan tindakan penyakit, dengan cara yang tepat
keperawatan selama 3x24 jam pasien 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
menunjukkan 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
pengetahuan tentang proses penyakit 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara
dengan yang tepat
Kriteria Hasil: 7. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien
1. Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat
Menyatakan pemahaman tentang 8. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
penyakit, kondisi, prognosis dan 9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
program pengobatan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
2. Pasien dan keluarga mampu 10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara
melaksanakan prosedur yang yang tepat
dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan perawat/tim
3 Ganguan persepsi sensori Kompensasi Tingkah Laku Communication Enhancement: Hearing Defecit

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


pendegaran berhubungan Pendengaran 1. Bersihkan serumen dengan irigasi,sucstion, spoeling atau
dengan liang telingah terasa Setelah dilakukan tindakan instrumentasi
tertutup karena respon inflamasi keperawatan selama 1x15 menit 2. Kurangi kegaduhan lingkungan
atau peradangan dan adanya ganguan pendegaran sensori teratasi 3. Ajari klien untuk menggunakan tanda non verbal dan bantu
jamur. dengan kriteria hasil: komunikasi lainnya
1. Pasien bisa mendengar dengan 4. Kolaborasi dalam pemberian terapi obat
baik 5. Beritahu pasien bahwa suara akanterdengar berbeda dengan
2. Telingah bersih memakai alat bantu
3. Pantau gejala kerusakan 6. Jaga kebersihan alat bantu
pendegaran 7. Mendengar dengan penuh perhatian
4. Posisi tubuh untuk 8. Menahan diri dari berteriak pada pasien yang mengalami
menguntungkan pendegaran ganguan komunikasi
5. Menghilangkan gangguan 9. Dapatkan perhatian pasien melalui sentuhan.
6. Memperoleh alat bantu
pendengaran
7. Menggunakan layanan
pendukungun untuk pendengaran
yang lemah
4. Resiko Terjadi Infeksi NOC : NIC :
Berhubungan Dengan Post  Immune Status 1. Pertahankan teknik aseptif

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


Operasi Mastoidektomi  Knowledge : Infection 2. Batasi pengunjung bila perlu
Control 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
 Risk control keperawatan
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Setelah dilakukan tindakan 5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk
keperawatan selama 1x15 menit pasien umum
tidak mengalami infeksi dengan 6. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
kriteria kandung kencing
hasil: 7. Tingkatkan intake nutrisi
1. Klien bebas dari tanda 8. Berikan terapi antibiotik
dan gejala infeksi 9. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Menunjukkan kemampuan untuk 10. Pertahankan teknik isolasi k/p
mencegah timbulnya infeksi 11. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
3. Jumlah leukosit dala batas normal panas, drainase
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat 12. Monitor adanya luka
5. Status imun, gastrointestinal, 13. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
genitourinaria dalam batas normal 14. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
5. Cemas berhubungan dengan NOC : NIC :
prosedur tindakan pembedahan  Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
 Koping 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


Setelah dilakukan asuhan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
Selama 1 X 15 menit klien 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
kecemasan teratasi dgn prosedur
kriteria hasil: 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
1. Klien mampu mengidentifikasi dan takut
mengungkapkan gejala cemas 5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan prognosis
dan menunjukkan tehnik untuk 6. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
mengontol cemas 7. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
3. Vital sign dalam batas normal 8. Dengarkan dengan penuh perhatian
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, 9. Identifikasi tingkat kecemasan
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas 10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
menunjukkan berkurangnya 11. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
kecemasan perseps
12. Kelola pemberian obat anticemas
6. Nyeri akut berhubungan yang NOC : NIC :
 Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
dengan trauma, respon
 pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
inflamasi, edema, dan  comfort level presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
pembengkakan karena bakteri
Setelah dilakukan tindakan 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
atau jamur. keperawatan selama ….Pasien tidak dukungan

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


mengalami 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
nyeri, dengan kriteria hasil: suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
penyebab nyeri, mampu 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
menggunakan tehnik 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
nonfarmakologi untuk mengurangi relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
nyeri, mencari bantuan) 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri……...
2. Melaporkan bahwa nyeri 9. Tingkatkan istirahat
berkurang dengan menggunakan 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
manajemen nyeri berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
3. Mampu mengenali nyeri (skala, ketidaknyamanan dari prosedur
intensitas, frekuensi dan tanda 11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
nyeri) pertama kali
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
6. Tidak mengalami gangguan tidur
7. Ketidakseimbangan nutrisi NOC: NIC
kurang dari kebutuhan a. Nutritional status: Adequacy of 1. Kaji adanya alergi makanan
tubuh nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
Berhubungan dengan b. Nutritional Status : food and Fluid dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan untuk Intake 3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
memasukkan atau mencerna c. Weight Control mencegah konstipasi
nutrisi oleh karena faktor 4. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
biologis, psikologis atau Setelah dilakukan tindakan 5. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
ekonomi. keperawatan 6. Monitor lingkungan selama makan
DS: selama….nutrisi kurang 7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
- Nyeri abdomen teratasi dengan indikator: 8. Monitor turgor kulit
- Muntah  Albumin serum 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


- Kejang perut  Pre albumin serum kadar Ht
- Rasa penuh tiba-tiba  Hematokrit 10. Monitor mual dan muntah
setelah makan  Hemoglobin 11. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
DO:  Total iron binding konjungtiva
- Diare capacity 12. Monitor intake nuntrisi
- Rontok rambut yang  Jumlah limfosit 13. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
berlebih 14. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen
- Kurang nafsu makan makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
- Bising usus berlebih adekuat dapat dipertahankan
- Konjungtiva pucat 15. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
- Denyut nadi lemah 16. Kelola pemberan anti emetik:.....
17. Anjurkan banyak minum
18. Pertahankan terapi IV hiperemik, hipertonik papila lidah dan
cavitas oval lineCatat adanya edema,

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010, Otitis Media Chronic, http://www.healthcentral.com

Fung, K., 2014, Otitis Media Chronic, http://www.medline.com

Mansjoer, Arif. dkk. (2010). Kapita Selwkta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

Tarwoto, Aryani. Ratna, Wartonah. (2011). ANATOMI DAN FISIOLOGI untuk


MAHASISWA KEPERAWATAN. Jakarta : Trans Info Media.

Ar. Megawahyuni, S.Kep. (70900118036)

Anda mungkin juga menyukai