Anda di halaman 1dari 10

SATUAN ACARA PENYULUHAN

POPULASI RENTAN

Oleh:

Kelompok 11

Huzairina Muhibbatul Husna (112019030093)


Irmaya Umy Viranika (112019030094)
Siti Muhimmatus Sa’adah (112019030095)
Vena Heriyanti Sa’adah (112019030096)
Ning Afifah (112019030097)
Fadilah Nur Alimah (112019030098)
Friska Putri Anjani Ramadita (112019030099)
Sindi Puspitasari (112019030100)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Populasi Rentan


Sub Pokok Bahasan : Populasi Terlantar
Sasaran : Masyarakat Desa Jekulo Kudus
Hari/Tanggal : Selasa/ 05 Oktober 2021
Waktu : 45 menit
Tempat : Balai Desa Jekulo Kudus
Penyuluh : Kelompok 11 Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Kudus

A. LATAR BELAKANG
Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populous (rakyat, berarti
penduduk). Jadi, populasi adalah kumpulan individu sejenis yang hidup pada
suatu daerah dan waktu tertentu.
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi
kondisi seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen,
Hanson, Birenbaum dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera
mengkategorikan faktor resiko kesehatan antara lain genetik, usia, karakteristik
biologi, kesehatan individu, gaya hidup dan lingkungan. Jika seseorang dikatakan
rawan apabila mereka berhadapan dengan penyakit, bahaya, atau outcome negatif.
Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi atau psikososial. Populasi rawan atau
rentan merupakan kelompok-kelompok sosial yang memiliki peningkatan risiko
yang relatif atau rawan untuk menerima pelayanan kesehatan.
Penelantaran atau neglect merupakan hal yang sudah tidak asing, lansia
atau anak yang tidak diasuh dan dirawat sebagaimana mestinya oleh anak atau
keluarganya serta penelantaran lansia karena berbagai alasan dari keluarga sangat
sering terjadi. Contoh nyata yang dapat kita lihat adalah penelantaran lansia dapat
kita lihat dengan penitipan lansia di panti jompo tanpa pernah dijenguk lagi.

B. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan masyarakat dapat mengerti,
memahami, dan mencegah adanya populasi terlantar.

2. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti penyuluhan selama 45 menit diharapkan masyarakat dapat:
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan populasi terlantar
b. Mengetahui apa faktor penyebab munculnya populasi terlantar
c. Mengetahui level pencegahan populasi terlantar

C. POKOK MATERI
(Terlampir)

D. MEDIA
1. Power point

E. KEGIATAN PENYULUHAN
1. Metode:
1) Ceramah
2) Tanya jawab
2. Pengorganisasian:
1) Pembawa materi: Kelompok 11 Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas
Muhammadiyah
2) Kegiatan penyuluhan:

No. Tahap Kegiatan Respon Masyarakat Waktu


1. Pembukaan  Memberi salam Menjawab salam 10 menit
 Memperkenalkan diri Memperhatikan

 Menyampaikan tujuan Memperhatikan


 Kontrak waktu Memperhatikan
Memperhatikan
 Menyebutkan susunan
acara dan materi yang
akan disampaikan
2. Pelaksanaan  Definisi populasi 25 menit
terlantar
Memperhatikan
 Apa faktor penyebab
Memperhatikan
munculnya populasi
terlantar
Memperhatikan
 Apa saja level
pencegahan populasi
terlantar
3. Penutup  Evaluasi Menjawab pertanyaan 10 menit
 Kesimpulan Memperhatikan

 Tanya jawab Menjawab salam

 Memberikan salam Menjawab salam

penutup

3. Setting Tempat

3 2 1

4 3 4 4
3 3
4 3 4
3
4 4

Keterangan:

1 : Moderator

2 : Pemateri

3 : Fasilitator
4 : Peserta penyuluhan

F. EVALUASI
a. Evaluasi Struktur
1) Proposal Penyuluhan Kesehatan yang berisi Satuan Acara Penyuluhan
telah siap sebelum kegiatan dimulai.
2) Media dan alat yang digunakan dalam penyuluhan semuanya lengkap dan
siap digunakan.
3) Kontrak waktu, tempat dan topik dengan klien.
b. Evaluasi Proses
1) Penyuluhan kesehatan mengenai populasi terlantar berjalan dengan baik
dan masyarakat dapat memahami penyuluhan yang diberikan.
2) Selama proses penyuluhan diharapkan terjadi interaksi antara penyuluh
dan peserta.
3) Peserta mengajukan pertanyaan secara aktif.
c. Evaluasi Hasil
Peserta penyuluhan dapat memahami dan mengerti dari apa yang
disampaikan dan mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
penyuluh.

G. REFERENSI
Lampiran materi

POPULASI TERLANTAR

A. DEFINISI
Populasi terlantar menggambarkan seseorang yang tidak memiliki tempat
tinggal secara tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur. Populasi
terlantar biasanya di golongkan ke dalam golongan masyarakat rendah dan tidak
memiliki keluarga.
Masyarakat yang menjadi populasi terlantar biasanya dari semua lapisan
masyarakat seperti orang miskin, anak-anak, masyarakat yang tidak memiliki
keterampilan, petani, ibu rumah tangga, pekerja social, tenaga kesehatan
professional serta ilmuwan. Beberapa dari mereka menjadi populasi terlantar karena
kemiskinan atau kegagalan sistem pendukung keluarga mereka. Selain itu alasan
lain menjadi tunawisma adalah kehilangan pekerjaan, ditinggal oleh keluarga,
kekerasan dalam rumah tangga, pecandu alcohol, atau cacat. Walaupun begitu
apapun penyebabnya, populasi terlantar lebih rentan terhadap masalah kesehatan
dan akses ke pelayanan perawatan kesehatan berkurang.

B. FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA POPULASI TERLANTAR


1. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan faktor dominan yang menyebabkan banyaknya
gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Kemiskinan dapat memaksa
seseorang menjadi gelandangan karena tidak memiliki tempat tinggal yang
layak, serta menjadikan mengemis sebagai pekerjaan. Ketidakmampuan
seseorang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga membuatnya
dalam garis kemiskinan. Penghasilan yang tidak menentu berbanding terbalik
dengan pengeluaran membuat seseorang rela menjadi tunawisma untuk tetap
bertahan hidup.Selain itu anak dari keluarga miskin menghadapi risiko yang
lebih besar untuk menjadi anak jalanan karena kondisi kemiskinan yang
menyebabkan mereka kerap kali kurang terlindung.
2. Rendah tingginya pendidikan
Rendahnya pendidikan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan
seseorang. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap persaingan didunia kerja.
Seseorang dengan pendidikan rendah akan sangat sulit mendapatkan sebuah
pekerjaan yang layak. Sedangkan mereka juga memerlukan biaya untuk
mencukupi semua kebutuhan hidupnya. Pada umumnya tingkat pendidikan
gelandangan dan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala bagi
mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
3. Keluarga
Keluarga adalah tempat seseorang mendapatkan kasih sayang dan
perlindungan yang lebih daripada lingkungan lain. Namun, hubungan keluarga
yang tidak harmonis atau anak dengan keluarga broken home membuat mereka
merasa kurang perhatian,kemyamanan dan ketenangan sehingga mereka
cenderung mencari kebebasan, belas kasih dan ketenangan dari orang lain.
4. Umur
Umur yang semakin rentan serta kemampuan fisik yang menurun,
membuat seseorang lebih sulit mendapatkan pekerjaan. Hal ini menyebabkan
mereka sulit untuk memenuhi kebutuhannya. Menjadi tunawisma merupakan
alternatif terakhir mereka untuk bertahan hidup.
5. Cacat Fisik
Kondisi fisik yang tidak sempurna membuat seseorang sulit mendapatkan
pekerjaan. Kebanyakan seserang yang memiliki cacat fisik memilih menjadi
tunawisma untuk dapat bertahan hidup. Menurut Kolle (Riskawati dan Syani,
2012) kondisi kesejahteraan seseorang dapat diukur melalui kondisi fisiknya
seperti kesehatan.
6. Rendahnya keterampilan
Keterampilan sangatlah penting dalam kehidupan,dengan ketrampilan
seseorang dapat memiliki asset produksi. Namun, ketrampilan perlu digali salah
satunya melalui pendidikan serta membutuhkan modal pendukung untuk
dikembangkan. Hal inilah yang menjadi penghambat seseorang dalam
mengembangkan ketrampilan yang dimilki. Ketidakberdayaan inilah yang
membuat seseorang memilih menjadi tunawisma untuk bertahan hidup. Pada
umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai
dengan tuntutan pasar kerja.
7. Masalah sosial budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkan seseorang menjadi
gelandangan dan pengemis, antara lain.
a. Rendahnya harga diri
Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan
mereka tidak memiliki rasa malu untk meminta-minta. Dalam hal ini, harga
diri bukanlah sesuatu yang berharga bagi mereka. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya tunawisma yang berusia produktif.
b. Sikap pasrah pada nasib
Mereka manggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai
gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk
melakuan perubahan.
c. Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang.
8. Faktor Lingkungan
Menjadi gelandangan dan pengemis dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan yang mendukungnya. Contohnya saja jika bulan ramadhan banyak
sekali ibu-ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pengemis. Momen ini
digunakan mereka mencari uang untuk membantu suaminya mencari nafkah.
Tentu hal ini akan mempengaruhinya untuk melakukan pekerjaan yang sama,
terlebih lagi melihat penghasilan yang didapatkan lumayan untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
9. Letak Geografis
Kondisi wilayah yang tidak dapat diharapkan potensi alamnya membuat
masyarakat yang tinggal di daerah tersebut mengalami kemiskinan dan
membuat masyarakat harus meninggalkan tempat tersebut untuk mencari
peruntungan lain. Akan tetapi, keputusannya untuk pindah ke kota lebih
memperburuk keadaan. Tidak adanya potensi yang alam sedia untuk diolah
membuat masyarakat tersebut semakin masuk dalam garis kemiskinan, dan
membuatnya menjadi gelandangan. Oleh karena itu ia lebih memilih menjadi
pengemis sehingga kebutuhan hidupnya sedikit terpeuhi dengan uang hasil
meminta-minta.
10. Lemahnya penanganan masalah gelandangan dan pengemis
Penanganan masalah gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh
pemerintah hanya setengah hati. Selama ini penanganan yang telah nyata
dilakukan adalah razia, rehabilitasi dalam panti sosial, kemudian setelah itu
dipulangkan ketempat asalnya. Pada kenyataannnnya, penanganan ini tidak
menimbulkan efek jera bagi mereka sehingga suatu saat mereka akan kembali
lagi menjadi gelandangan dan pengemis. pada proses penanganan hal yang
dilakukan adalah setelah dirazia mereka dibawa kepanti sosial untuk mendapat
binaan, bagi yang sakit dan yang berusia renta akan tetap tinggal di panti sosial
sedangkan yang lainnya akan dipulangkan. Proses ini dirasakan terlalu mudah
dan enak bagi gelandangan dan pengemis sehingga ia tidak perlu takut apabila
terjaring razia lagi. hal inilah yang membuat mereka terus mengulang kegiatan
yang sama yakni menjadi gelandangan dan pengemis.

C. LEVEL PENCEGAHAN POPULASI TERLANTAR


1. Pencegahan Primer
Tujuan dalam pencegahan primer adalah menjaga populasi terlantar agar
tetap berada di rumah. Langkah untuk pencegahan primer, yaitu.
a. Bantuan finansial
Memberikan pelayanan public untuk mencegah terjadinya bantuan public,
mengetahui tersedianya dana, dan mnegajukan permohonan untuk
mendapatkan bantuan bagi populasi terlantar yang membutuhkan.
b. Bantuan hukum
Membantu populasi terlantar untuk berkonsultasi secara hukum agar tidak
ada terjadinya pengusiran.
c. Saran finansial
Menyediakan program konseling keuangan secara gratis kepada populasi
terlantar.
d. Program relokasi
Memberikan dana yang dibutuhkan bagi populasi terlantar untuk membayar
rumah dan kebutuhan dasar.

2. Pencegahan Sekunder
Memfokuskan pada populasi tunawisma dengan mendaftar segala
kebutuhan serta pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, para tunawisma sulit
mengakses khususnya system pelayanan kesehatan karena mereka tidak
memiliki tempat atau alamat yang tetap, sehingga dengan tujuan mengeluarkan
populasi tersebut dari kondisi tersebut dan mengatasi dampak yang timbul
akibat tunawisma. Langkah untuk pencegahan sekunder, yaitu.
a. Membutuhkan rumah tradisional tanpa dipungut biaya yang rendah dan
menimbulkan persoalan umum bagi populasi terlantar adalah mereka
menjalani medikasi dan regimen terapi.
b. Obat-obatan yang dapat disimpan dengan mudah.
c. Mengikuti dan mempelajari makanan yang disediakan ditempat
penampungan agar populasi terlantar tetap mendapatkan asupan makanan
sesuai yang ada di tempat penampungan tersebut.
d. Memberikan vitamin kepada populasi terlantar untuk mengompensasi
deficit nutrisi.
e. Memahami dan memfasilitasi bahwa para populasi terlanter selalu
melakukan usaha terbaik untuk mengikuti program terapi.

Anda mungkin juga menyukai