Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL

TOT ( TRAINING OF TRAINER )

ROM ( RANG OF MOTION )

Disusun Oleh :

1. Encop Sopiah 6. Mamat Rahmat


2. Ventri Sunaryati 7. Nina Marlina
3. Sartika Dewi 8. Ria Trisnawati
4. Fatmawati 9. Yuliana
5. Angga Pramulya P

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

JAKARTA

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunianya-Nya
Tugas Keperawatan Gerontik ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Tugas Keperawatan Gerontik “TRAINING OF TRAINER” ini dibuat untuk


memenuhi tugas mahasiswa dari Keperawatan Gerontik tahun ajaran 2019 STIKES
PERTAMEDIKA, Program Studi Keperawatan. Pada kesempatan ini tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Nasrudin, SKM., M Kes. & Edi Wibowo S, S. Kep. Ns., M. Kep selaku
pembimbing Keperawatan Gerontik
2. Fredhi L.S., S.Kep.Ns. & Maya Fitria, S.Kep.Ns. Selaku Pembimbing Lahan
Keperawatan Gerontik
3. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan serta


pengalaman bagi kami dan pembaca, sehingga Tugas Keperawatan Gerontik ini dapat
diperbaiki dan dikembangkan bentuk maupun isinya agar kedepannya menjadi lebih baik.

Tugas Keperawatan Gerontik yang sederhana ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan karena pengalaman kami yang masih sangat minim. Oleh karena itu kami
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan Tugas Keperawatan Gerontik ini.

Lebak, Juli 2019

Tim Penyusun

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 7,28% dan pada tahun

2020 diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010

menyatakan bahwa Indonesia termasuk ke dalam lima besar negara dengan jumlah

penduduk lansia terbanyak di dunia, yakni 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari jumlah

penduduk. Data BPS tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah lansia menjadi 11,2%.

Peningkatan proporsi jumlah lansia tersebut perlu mendapatkan perhatian karena

kelompok lansia merupakan kelompok beresiko tinggi yang mengalami berbagai

masalah kesehatan khususnya penyakit degeratif (Depkes RI, 2012).

Proses penuaan dimana lansia akan mengalami penurunan di berbagai sistem

tubuh. Salah satu penurunan tersebut adalah adanya kehilangan total massa tulang

progresif yang menyebabkan kemungkinan adanya gangguan pada aktifitas fisik,

perubahan hormonal dan reabsorpsi tulang aktual, terjadinya perubahan fungsional

otot, yaitu terjadinya penurunan kekuatan dan kontraksi otot, elastisitas dan

fleksibilitas otot, kecepatan waktu reaksi dan relaksasi serta kerja fungsional (Stanley

& Beare, 2007).

Masalah kesehatan yang sering timbul pada lansia yang hidup di panti

sangatlah komplek ditambah dengan pemenuhan kebutuhan yang sangat beragam.

Berbagai masalah kesehatan yang timbul pada lansia berupa masalah psikoligis dan

fsikis, selain itu keterbatasan saran dan prasaran serta pengetahuan pekerja social

panti mempengaruhi terhadap masalah yang timbul pada lansia. Salah satu

syndrome geriatric terjadi pada lansia adalah adanya keterbatasan gerak sendi

3
akibat penurunan fungsi ektermitas yang dipengaruhi kehilangan masa kekuatan

tulang, atau dikarenakan penyakit sitem ektermitas seperti rematik, osteoatritis, asam

urat. sehingga menimbulkan masalah baru pada lansia berupa kekakuan otot atau

sendi, kurangnya aktifitas pada lansia, kontraktur dan resiko jatuh pada lansia.

Hasil penelitian riset kesehatan dasar tahun 2013 prevalensi penyakit sendi

pada lansia berdasarkan diagnosis di Indonesia 11,9% dan berdasarkan diagnosis

klinis atau gejala 24,7% (Kemenkes, RI, 2013).

Menurut Nainggolan, (2009) dalam penelitian M. Rasyid Ridha (2015)

meneybutkan maslah- masalah kesehatan akibat penuaan terjadi pada berbagai

sitem salah satunya sitem muskoluskeletal yaitu rematik. Jenis penyakit rematik yang

paling banyak ditemukan pada golongan usia lanjut di Indonesia adalah Osteoatritis.

Osteoarthritis adalah penyakit pada persendian dengan rasa nyeri dan kaku

pada persendian sebagai tanda dan gejala utamanya. Rasa kaku dan nyeri yang

lebih banyak mengenai persendian penopang berat badan seperti sendi panggul dan

sendi lutut pada eksremitas bawah. Pada lansia juga terjadi penurunantonus otot dan

kartilago sendi menjadi lebih tipis dan ligamentum menjadi lebih kaku serta terjadi

penurunan kelenturan (fleksibilitas), sehingga mengurangi gerakan persendian.

(Ulliyadkk, 2007).

Oleh karena itu, diperlukan adanya penatalaksanaan untuk

osteoarthritis. Banyak terapi non farmakologi yang dapat dilakukan, salah satunya

yaitu fisioterapi, untuk mengurangi nyeri dan mempertahankan atau meningkatkan

kekuatan otot.Latihan dan aktivitas fisik pada lansia dapat mempertahankan

kenormalan pergerakan persendian tonus otot dan mengurangi masalah fleksibilitas.

Range of Motion (ROM) merupakan salah satu indikator fisik yang berhubungan

dengan fungsi pergerakan. Menurut Kozier (2004), ROM dapat diartikan

sebagai pergerakan maksimal yang dimungkinkan pada sebuah persendian tanpa

menyebabkan rasa nyeri

4
Menurut Indriana (2005), aktifitas fisik yang teratur atau program latihan fisik

yang terstruktur sangat disarankan dan mempunyai banyak manfaat. Perbaikan cara

berjalan, keseimbangan, kapasitas fungsional tubuh secara umum, dan kesehatan

tulang dapat diperoleh melalui latihan. Tulang, sendi dan otot saling terkait. Jika

sendi tidak dapat digerakkan sesuai dengan Range of Motion (ROM) maka gerakan

menjadi terbatas sehingga fleksibilitas menjadi komponen esesnsial dari program

latihan bagi lansia. Jika suatu sendi tidak digunakan, maka otot yang melintasi sendi

akan memendek dan mengurangi ROM. Oleh karena itu salah satu cara untuk

melatih ROM adalah latihan fleksibilitas yang dapat meningkatkan kekuatan tendon

dan ligamen, mempertahanakan kekuatan otot yang melintasi sendi, mengurangi

nyeri pada kasus osteoartritis sehingga ROM bisa dipertahankan.

Rentang gerak sendi yang memadai pada semua bagian tubuh sangat penting

untuk mempertahankan fungsi muskuloskeletal, keseimbangan dan kelincahan pada

lansia. Latihan fleksibilitas dirancang dengan melibatkan setiap sendi-sendi utama

(panggul, punggung, bahu, lutut dan leher). Latihan fleksibilitas adalah aktifitas untuk

membantu mempertahankan rentang gerak sendi (ROM), yang diperlukan untuk

mempertahankan aktifitas fisik dan tugas sehari-hari secara teratur (Potter dan Perry,

2009).

Latihan fisik berupa ROM (Range of Motion) aktif dan pasif perlu diberikan

kepada lansia, karena dianggap memberi pengaruh yang lebih signifikan, antara lain:

fleksibilitas untuk melatih keadekuatan gerakan sendi, dan kekuatan. Mobilitas yang

baik dapat diperoleh dengan melakukan latihan fisik yang berguna untuk menjaga

agar fungsi sendi-sendi dan postur tubuh tetap baik agar tidak terjadi kekakuan

sendi. Latihan dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan kemampuan lansia

(Martono, 2009).

Mengatasi masalah lansia tentunya memerlukan kerja sama antara pemerintah

dan masyarakat, khususnya anggota keluarga. Peran anggota keluarga dalam

5
perawatan lansia sangatlah penting, yaitu dengan cara memberikan perhatian dan

kasih sayang khusus terhadap orang tuanya. Selain itu, pemerintah juga berperan

dalam usaha sosial untuk kesejahteraan lansia dengan mendirikan panti. Pelayanan

ini berfungsi untuk memberikan pelayanan keperawatan kepada lansia yang tidak

mempunyai keluarga, keluarganya tidak ingin dibebani, mempunyai masalah dengan

keluarga dan sebagainya (Tamher S, 2009).

UPTD pelatihan sosial Serang merupakan salah satu panti sosial bagi lansia

yang memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan secara optimal, namun

dengan jumlah lansia yang cukup banyak dan jumlah petugas yang minimal,

sehingga pelayanan asuhan keperawatan masih belum memenuhi semua aspek

kebutuhan pada lansia, ditemukan beberapa lansia yang mengalami masalah

osteoatritis atau keterbatasan aktifitas dan gerak yang ditandai dengan pengunaan

kursi roda, kokher, tongkat, dan aktifitas yang terbatas, nyeri pada sendi, adanya

kekakuan pada sendi, hal ini sedikitnya akan berdampak pada kualitas hidup lansia,

sehingga dibutuhkan penanganan yang tepat mengatasi keluhan keterbatsan

aktifitas atau gerak pada lansia tersebut.

Pada prinsipnya upaya-upaya pencegahan yang perlu dilakukan berupa

Pendidikan kesehatan kepada petugas panti ataupun lansia itu sendiri, lansia

mendapatkan palayanan asuhan latihan rentang gerak sendi atau ektermitas yang

rutin, baik ROM aktif atau pasif .

Berdasarkan masalah dari beberapa fenomena di atas Mahasiswa tertarik

untuk membahas jurnal tentang “Pengaruh ROM dalam meningkatkan kekuatan otot

ektermitas pada lansia yang mengalami masalah osteoatritis”.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Pegawai dan staff perawat UPTD pelatihan social Serang mampu mengetahui

tentang ROM

6
2. Tujuan Khusus

a) Pegawai dan staff perawat UPTD pelatihan social Serang mengetahui

tentang ROM

b) Pegawai dan staff perawat UPTD pelatihan social Serang mengetahui

Konsep osteoatritis

7
BAB II

ANALISA JURNAL

A. Jurnal utama

1. Judul jurnal

Pengaruh Latihan ROM (Range Of Motion) aktif terhadap kekuatan otot ektermitas

bawah pada lansia dengan osteoatritis

2. Peneliti: M. Rasyid Ridho

3. Populasi dan tehnik sampling

Jumlah populasi penelitian yang digunakan sebanyak 276 lansia penderita

oateoatritis. Pengambilan sampel dengan teknik Purposive Sampling yang

berjumlah 15 responden.

a. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif Pre Eksperimen dengan desain

penelitian One Group Pre-Post Test Design. Dimana pengukuran dilakukan

sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM aktif..

b. Instrumen yang digunakan

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perlakukan ROM

sebelum dan sesuadah diberikan perlakuan. Analisa data menggunakan teknik

analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji T-Dependen

c. Hasil Penelitian

Setelah dilakukan latihan Range Of Motion aktif, diketahui terdapat pengaruh

latihan Range Of Motion, aktif terhadap kekuatan otot ekstremitas bawah pada

lansia dengan osteoarthritis di wilayah kerja PuskesmasKoni Kota Jambi

dengan nilai p-value=0,000 artinya (p<0,05).

8
B. Jurnal Pendukung

1. Judul: Pengaruh latihan ROM terhadap Fleksibelitas sendi lutut pada lansia di

panti Wreda Bening wardoyo Ungaran

Peneliti: Sarah Uliya, Bambang Soempeoeno, BM Wara

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan

antara pengukuran pertama-kedua pada fleksi sendi lutut kanan dan kiri dan

antara pengukuran pertama-ketiga pada fleksi sendi lutut kiri. Simpulan pada

penelitian ini adalah latihan ROM selama dapat meningkatkan fleksibilitas sendi

lutut kiri sebesar 35° atau 43,75%.

2. Judul:

Pengaruh latihan Range Of Motion terhadap peningkatan otot lansia di UPT

pelayanan social Lansia Pasuruan Kecamatan Babat Kab. Lamongan

Peneliti: Nurus Saf’ah

Hasil: hasil penelitian didapatkan responden 13 (68,4%) dengan kekuatan

ototnya tetap pada responden yang tidak diberikan latihan ROM, sedangkan 11

(58%) responden yang mengalami peningkatan kekuatan otot pada responden

yang diberikan latihan ROM. Berdasarkan uji Mann Whitney terdapat pengaruh

latihan Range of Motion terhadap peningkatan kekuatan otot lanjut usia..

C. Analisa PICO

1. Problem

a. Faktor penuaan menyebabkan terjadinya penurunan fungsi ektermitas atas

ataupun bawah

b. Osteoatritis terjadi dan menyerang hampir seluruh lansia

c. Osteoatritis menyebabkan terjadinya kekakuan dan rasa nyeri pada ektermitas

lansia

d. Sasaran tidak mengetahui tentang pencegahan osteoatritis

9
2. Intervention

a. Pemberian penyuluhan/Pendidikan kesehatan tentang Osteoatritis (suapaya

subjek mengetahui tentang pengertian Osteoatritis, penyebab, tanda gejala,

pencegahan dan pengobatan

b. Pelaksanaan terapi Range Of Motion (ROM) untuk membantu mengurangi

keluhan kekuan dan nyeri akibat osteoatritis

c. ROM membantu mencegah terjadinya komplikasi kontraktur pada ektermitas

3. Comparison

Judul : Pengaruh Latihan ROM (Range Of Motion) aktif terhadap kekuatan otot

ektermitas bawah pada lansia dengan osteoatritis

Peneliti: M. Rasyid Ridho

Hasil : Setelah dilakukan latihan Range Of Motion aktif, diketahui terdapat

pengaruh latihan Range Of Motion, aktif terhadap kekuatan otot ekstremitas

bawah pada lansia dengan osteoarthritis di wilayah kerja Puskesmas Koni

Kota Jambi dengan nilai p-value=0,000 artinya (p<0,05).

4. Outcome

a. Pelaksanaan ROM dapat mencegah terjadinya komplikasi kontraktur otot/

ektermitas

b. Pelaksanaan kegitan latihan ROM pada lansia perlu dukungan dan bimbingan

dari petugas dan keluarga/ pendamping

10
BAB III

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Penyakit

1. Definisi Penyakit

Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit

ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, dan abrasi rawan sendi dan

adanya gangguan pembentukan tulang baru pada permukaan

persendian.( Price A, Sylvia, 2005).

Osteorathritis merupakan penyakit sendi degenerative yang

berkaitan dengan kerussakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut

dan pergelangan kaki paling sering terkena OA (Sudoyo Aru dkk, 2009

dalam Nurarif dkk, 2015).

Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul

pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih

sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun.

Osteoartritis juga dikenal dengan nama osteoartrosis, yaitu

melemahnya tulang rawan pada engsel yang dapat terjadi di engsel

manapun di sekujur tubuh. Tapi umumnya, penyakit ini terjadi pada siku

tangan, lutut, pinggang dan pinggul.

2. Etiologi

Osteoartritis terjadi karena tulang rawan yang menjadi ujung dari

tulang yang bersambung dengan tulang lain menurun fungsinya.

Permukaan halus tulang rawan ini menjadi kasar dan menyebabkan

iritasi. Jika tulang rawan ini sudah kasar seluruhnya, akhirnya tulang

akan bertemu tulang yang menyebabkan pangkal tulang menjadi rusak


dan gerakan pada sambungan akan menyebabkan nyeri dan ngilu.

Beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :

a. Umur

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis faktor

ketuaan adalah yang terkuat (Soeroso, 2007). Prevalensi dan

beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya

umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada

umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.

b. Jenis Kelamin

Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan

lelaki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan

leher. Secara keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis

kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun

frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini

menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.

( Soeroso, 2006 )

c. Riwayat Trauma sebelumnya

Trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya, biasa

mengakibatkan malformasi sendi yang akan meningkatkan resiko

terjadinya osteoartritis. trauma berpengaruh terhadap kartilago

artikuler, ligamen ataupun menikus yang menyebabkan biomekanika

sendi menjadi abnormal dan memicu terjadinya degenerasi

premature. (Shiddiqui, 2008)

d. Pekerjaan

Osteoartritis lebih sering terjadi pada mereka yang

pekerjaannnya sering memberikan tekananan pada sendi-sendi

tertentu. Jenis pekerjaan juga mempengaruhi sendi mana yang


cenderung terkena osteoartritis. sebagai contoh, pada tukang jahit,

osteoartritis lebih sering terjadi di daerah lutut, sedangkan pada

buruh bangunan sering terjadi pada daerah pinggang. (Dewi SK.

2009)

e. Kegemukan

Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan

meningkatnya resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita

maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan

osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan

osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Pada kondisi ini

terjadi peningkatan beban mekanis pada tulang dan sendi (Soeroso,

2007).

f. Faktor Gaya hidup

Banyak penelitian telah membuktikan bahwa faktor gaya hidup

mampu mengakibatkan seseorang mengalami osteoartritis.

contohnya adalah kebiasaan buruk merokok. Merokok dapat

meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah,

menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat

pembentukan tulang rawan (Eka Pratiwi,2007).

g. Genetic

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis

missal, pada ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada

sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering

osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya

perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu
dan anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis. (Soeroso,

2007)

h. Suku

Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis

nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku

bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-

orang kulit hitam dan Asia dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih

sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli (Indian) dari pada

orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara

hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan

pertumbuhan. (Soeroso J. et all, 2007).

3. Klasifikasi

Osteoartritis dikelompokkan menjadi dua kelompok antara lain yaitu:

a. Osteoartritis primer disebut idiopatik, disebabkan karena adanya

faktor genetik yaitu adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah

rusak. Sedangkan

b. Osteoartritis sekunder adalah osteoartritis yang didasari oleh

kelainan seperti kelainan endokrin, trauma, kegemukan, dan

inflamasi.

4. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena,

terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan,

mula- mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat

istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi,

krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan. (Soeroso J.

Et all, 2007). Nyeri merupakan keluhan utama tersering dari pasien-


pasien dengan OA yang ditimbulkan oleh keainan seperti tulang,

membran sinovial, kapsul fibrosa, dan spasme otot-otot di sekeliling

sendi.

Karakteristik Nyeri pada osteoartritis dibedakan menjadi 2 Fase :

a. Fase Nyeri Akut

Nyeri awalnya tumpul, kemudian semakin berat, hilang tibul,

dan diperberat oleh aktivitas gerak sendi. Nyeri biasanya

menghilang dengan istirahat.

b. Fase Nyeri kronis

Kekakuan pada kapsul sendi dapat menyebabkan kontraktur

(tertariknya) sendi dan menyebabkan terbatasnya gerakan.

Penderita akan merasakan gerakan sendi tidak licin disertai bunyi

gemeretak (Krepitus). Sendi terasa lebih kaku setelah istrahat.

Perlahan-lahan sendi akan bertambah kaku.

Secara spesifik, beberapa manifestasi klinis yang dapat

ditimbulkan adalah sebagai berikut :

1) Nyeri sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri

biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang

dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu terkadang

dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain

(Soeroso, 2006). Perubahan ini dapat ditemukan meski OA

masih tergolong dini. Umumnya bertambah berat dengan

semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias

digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat

konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris

(Soeroso, 2006).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan

kehilangan kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya

nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul

pada OA berasal dari luar kartilago (Felson, 2008).Pada

penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber

dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi (

sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum tulang ( Felson,

2008).Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya

nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular

menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan

menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini

menimbulkan nyeri (Felson, 2008).Nyeri dapat timbul dari

bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber

nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis

dan sindrom iliotibial band (Felson, 2008).

2) Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat

secara perlahan sejalan dengan pertambahan rasa nyeri

(Soeroso, 2006).

3) Kaku pagi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien

berdiam diri atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti

duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama,

bahkan setelah bangun tidur di pagi hari (Soeroso, 2006).

4) Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi

yang sakit. Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut.

Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu

yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang

memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit,

krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu (Soeroso,

2006).

6) Pembengkakan sendi yang asimetris

Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi

efusi pada sendi yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc )

atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan

sendi berubah (Soeroso, 2006).

5. Patofisiologi

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak

meradang dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses

penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai

dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.

Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan

kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan

tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran

enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang

membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan

kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi

yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna

vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi. Osteoartritis pada

beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini


disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan

penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.

Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena

peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi

deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan

menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik

sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan

metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan

mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi

penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi,

deformitas, adanya hipertropi atau nodulus. ( Soeparman ,1995).


6. Pathway

Pathway Osteoartritis

Umur Gender Genetik Pekerjaan Obesitas

Osteoartritis

Perubahan fungsi Inflamasi Sendi Kerusakan Penurunan


sendi kartilago tulang produksi cairan
sinovial sendi

Pelepasan
Deformitas sendi mediator nyeri
Tendon dan
ligamen Sinovial menebal
melemah

Sulit bergerak Menyentuh ujung


saraf nyeri Kekakuan sendi
Hilangnya
kekuatan otot

Hambatan
Nyeri Kronis Sulit bergerak
mobilitaas fisik
Risiko
Cidera/jatuh

Defisit perawatan
diri

Sumber : Pratiwi (2007).

7. Penatalaksanaan Medis

a. Obat obatan

Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk

osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat


yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan

mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti

inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan sekaligus

mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau

menghentikan proses patologis osteoartritis.

b. Fisioterapi

Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis,

yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag

tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk

mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif

sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum

pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti

Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin

dan mandi dari pancuran panas.

Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan

memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi

osteoartritis. Latihan isometric lebih baik dari pada isotonic karena

mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang

yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya

beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot

periartikular memegang peran penting terhadap perlindungan rawan

senadi dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah

penting.

c. Operasi

Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan

kerusakan sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan

kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk


mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi

untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan

osteofit (Ismayadi, 2004).

8. Penatalaksanaan Therapi Komplementer

a. Latihan Range Of Motion (ROM)

b. Perlindungan sendi

c. Diet

d. Dukungan psikososial

1. Pemeriksaan Penunjang

Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk lebih

mendukung adanya Osteoartritis, antara lain sebagai berikut :

a. Foto polos sendi (Rontgent) menunjukkan penurunan progresif

massa kartilago sendi sebagai penyempitan rongga sendi, destruksi

tulang, pembentukan osteofit (tonjolan-tonjolan kecil pada tulang),

perubahan bentuk sendi, dan destruksi tulang.

b. Pemeriksaan cairan sendi dapat dijumpai peningkatan kekentalan

cairan sendi.

c. Pemeriksa artroskopi dapat memperlihatkan destruksi tulang rawan

sebelum tampak di foto polos.

d. Pemeriksaan Laboratorium: Osteoatritis adalah gangguan atritis

local, sehingga tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk

menegakkan diagnosis. Uji laboratorium adakalanya dipakai untuk

menyingkirkan bentuk-bentuk atritis lainnya. Faktor rheumatoid bisa

ditemukan dalam serum, karena factor ini meningkat secara normal

paa peningkatan usia. Laju endap darah eritrosit mungkin akan

meningkat apabila ada sinovitis yang luas.


B. Konsep Range Of Motion (ROM)

1. Pengertian

ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang

mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu

sagital, transversal, dan frontal.

ROM adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya

kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-

masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun

pasif.

Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk

mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan

menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk

meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).

Range of motion adalah gerakan dalam keadaan normal dapat

dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk, 2008).

2. Tujuan ROM

a) Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot

b) Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan

c) Mencegah kekakuan pada sendi

3. Manfaat ROM

ROM bermanfaat untuk :

a. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan

pergerakan

b. Mengkaji tulang, sendi,dan otot

c. Mencegah terjadinya kekakuan sendi

d. Memperlancar sirkulasi darah

e. Memperbaiki tonus otot


f. Meningkatkan mobilisasi sendi

g. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan

4. Jenis – Jenis ROM

ROM itu ada dua jenis, yaitu :

a. ROM Aktif, yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien)

dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi,

dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara

mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif).

Keuatan otot 75 %. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot

serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif .

b. ROM Pasif, yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari

orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan

persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien

pasif). Kekuatan otot 50 %. Indikasi latihan pasif adalah pasien

semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi

tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak

dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis

ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini

berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan

menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat

mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

5. Jenis Gerakan

Macam-macam gerakan ROM, yaitu:

a. Fleksi, yaitu berkurangnya sudut persendian.

b. Ekstensi, yaitu bertambahnya sudut persendian.


c. Hiperekstensi, yaitu ekstensi lebih lanjut.

d. Abduksi, yaitu gerakan menjauhi dari garis tengah tubuh.

e. Adduksi, yaitu gerakan mendekati garis tengah tubuh.

f. Rotasi, yaitu gerakan memutari pusat dari tulang.

g. Eversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar, bergerak

membentuk sudut persendian.

h. Inversi, yaitu putaran bagian telapak kaki ke bagian dalam bergerak

membentuk sudut persendian.

i. Pronasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan

bergerak ke bawah.

j. Supinasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan

bergerak ke atas.

k. Oposisi, yaitu gerakan menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan

pada tangan yang sama.

6. Sendi Yang Digerakan

a. ROM Aktif

Seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri

secara aktif.

b. ROM Pasif

Seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang

terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.

- Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral)

- Bahu tangan kanan dan kiri ( fkesi/ekstensi, abduksi/adduksi,

Rotasi bahu)

- Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi)


- Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi,

abduksi/adduksi)

- Jari-jari tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi,

oposisi)

- Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi

internal/eksternal)

- Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, Rotasi)

- Jari kaki (fleksi/ekstensi)

7. Indikasi

a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran

b. Kelemahan otot

c. Fase rehabilitasi fisik

d. Klien dengan tirah baring lama

8. Kontra Indikasi

a. Trombus/emboli pada pembuluh darah

b. Kelainan sendi atau tulang

c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)

9. Attention

a. Monitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital sebelum dan

setelah latihan

b. Tanggap terhadap respon ketidak nyamanan klien

c. Ulangi gerakan sebanyak 3 kali


10. Gerakan ROM

Berdasarkan bagian tubuh, yaitu :

a. Leher

- Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke dada.

- Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak.

- Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin.

- Fleksi lateral : memiringkan kepala sejauh mungkin kearah

setiap bahu.

- Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin ke arah

setiap bahu.

b. Bahu

- Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke

depan ke posisi diatas kepala.

- Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh.

- Hiperekstensi : menggerakkan lengan ke belakang tubuh, siku

tetap lurus.

- Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping diatas kepala

dengan telapak tangan jauh dari kepala

- Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh

sejauh mungkin.

- Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan

menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan

ke belakang

- Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai

ibu jari ke atas dan samping kepala.

- Sirkumduksi : menggerakan lengan dengan gerakan penuh.


c. Siku

- Fleksi : menekuk siku sehingga lengan bawah bergerak ke

depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu.

- Ekstensi : meluruskan siku dengan menurunkan lengan.

d. Lengan Bawah

- Supinasi : memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak

tangan menghadap ke atas

- Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan

menghadap ke bawah

e. Pergelangan Tangan

- Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian dalam

lengan bawah

- Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan dan

lengan bawah berada dalam arah yang sama

- Hiperekstensi : membawa permukaan tangan dorsal ke belakang

sejauh mungkin.

- Abduksi : menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari

- Adduksi : menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima

jari

f. Jari-Jari Tangan

- Fleksi : membuat genggaman

- Ekstensi : meluruskan jari-jari tangan


- Hiperekstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang

sejauh mungkin

- Abduksi : meregangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang

lain

- Adduksi : merapatkan kembali jari-jari tangan

g. Ibu Jari

Oposisi : menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan

pada tangan yang sama.

h. Pinggul

- Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan ke atas

- Ekstensi : menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain

- Hiperekstensi : menggerakkan tungkai ke belakang tubuh

- Abduksi : menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh

- Adduksi : menggerakkan kembali tungkai ke posisi medial dan

melebihi jika mungkin

- Rotasi dalam : memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain

- Rotasi luar : memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain

- Sirkumduksi : menggerakkan tungkai memutar

i. Kaki

- Inversi : memutar telapak kaki ke samping dalam (medial)

- Eversi : memutar telapak kaki ke samping luar (lateral)

j. Jari-Jari Kaki

- Fleksi : melengkungkan jari-jari kaki ke bawah


- Ekstensi : meluruskan jari-jari kaki

- Abduksi : merenggangkan jari-jari kaki satu dengan yang lain

- Adduksi : merapatkan kembali bersama-sama.


BAB IV

ANALISA PENERAPAN INTERVENSI

A. Analisa SWOT

1. STRENGTHS (Kekuatan)

Keuntungan Penyuluhan Osteoatritis, latihan gerakan ROM dapat

disebutkan antara lain :

a. Memberikan pengetahuan tentang Osteoatritis kepada staff perawat

dan pegawai UPTD pelatihan Sosial Serang

b. Memberikan Pengetahuan tentang keuntungan dari pelaksanaan

latihan Rom bagi lansia

c. Keuntungan lain dari pelaksanaan latihan ROM menjadikan kualitas

hidup lansia lebih berkualitas, sehat dan meningkatkan usia harapan

hidup bagi lansia

d. Mencegah terjadinya komplikasi kontraktur otot/ ektermitas pada

lansia

2. WEAKNESS (Kelemahan)

Kerugian Penyuluhan Osteoataritis, penerapan latihan ROM bagi lansia

a. Hampir tidak ada dampak kerugian dari pelaksanaan latihan ROM,

mudah dilaksanakan, tidak mengelurkan biaya dan dapat dilakukan

oleh semua orang, dilakukan baik secara aktif ataupun pasif

b. Kurangnya Pengetahuan dapat memepengaruhi terajdinya kegagalan

penerimaan manfaat dari latihan ROM


c. Kurangnya SDM tenaga pendamping dapat menghambat proses

latihan yang intensif sehingga akan mengurangi hasil manfaat dari

latihan ROM bagi lansia

3. OPPORTUNITIES (Peluang)

a. Tidak hanya mencegah mengurangi komplikasi kontraktur otot dan

ektermitas akibat osteoatritis ataupun keterbatasan gerak namun

latihan ROM mampu meningkatkan harapan hidup lansia

b. ROM sangat aman dilakukan oleh lansia karena bentuk latihan

disesuaikan dengan kemampuan pasien/lansia baik secara aktif

ataupun pasif

4. THREATS (Ancaman)

Beberapa kemungkinan kegagalan penerapan etika batuk dipengaruhi

oleh:

a. Tingkat pengetahuan dan kemauan pada subjektif yang berbeda-

beda dalam melaksanaakn latihan ROM

b. Hilang timbulnya mood pada lansia akan mengakibatkan latihan

kurang efektif

c. Lingkungan yang tidak peduli terhadap kesehatan


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Pusdatin TB 2018. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.

Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi

6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis.Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai