Anda di halaman 1dari 21

Asuhan Keperawatan Otitis Media Supuratif

Kronik

DOSEN PEMBIMBING
Ns. Siti Mutia kossasy M.kep

DISUSUN OLEH
1. Putri dewi naila
2. Anisa Noverianda
3. Lina
4. Nurhayati
5. Novita sari
6. Elatifa

FAKULTAS KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
TAHUN 2021/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan Otitis Media Supuratif Kronik.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada  mata kuliah KMB III. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Otitis Media Supuratif Kronik.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Siti Mutia kossasy. M.kep,
selaku dosen mata kuliah KMB III yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Bukittinggi 20 Mei 2021

Penulis.

DAFTAR ISI
JUDUL

KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI…………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………….........

B. Rumusan Masalah………………………………………………………

C. Tujuan Pembahasan…………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Otitis media supuratif kronis …………………………………..

B. Etiologi Otitis media supuratif kronis …………….………………………..

C. Klasifikasi Otitis media supuratif kronis ………………………………….

D. Patofisiologi Otitis media supuratif kronis ……………………………….

E. Manifestasi klinis Otitis media supuratif kronis …………………………..

F. Komplikasi Otitis media supuratif kronis …………………………………

G. Pencegahan Otitis media supuratif kronis …………………………………

H. Penatalaksanaan Otitis media supuratif kronis ……………………………

I. Pemeriksaan penunjang Otitis media supuratif kronis ……………………

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan……………………………………………………………

B. Saran …………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….

BAB I

PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang

Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah radang kronik pada


mukosa telinga tengah dan kavum mastoid yang ditandai dengan perforasi
membran timpani dan riwayat keluarnya cairan dari liang telinga (otore) lebih
dari dua bulan, baik terus menerus atau hilang timbul, bening atau berupa
nanah. Otitis media supuratif kronik (OMSK) di dalam masyarakat Indonesia
dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Kebanyakan
penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit biasa yang
nantinya akan sembuh dengan sendirinya. (Nursiah, 2001)

OMSK dapat dibagi atas dua jenis, yaitu OMSK tipe jinak (tipe
mukosa atau benigna) dan OMSK tipe ganas (tipe tulang atau maligna). Pada
OMSK tipe jinak jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak
terdapat kolesteatom. Sedangkan pada OMSK tipe ganas selalu terdapat
kolesteatom dan dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya. (Edward
dan Mulyani, 2011) OMSK dapat terjadi karena adanya infeksi akut pada
telinga tengah yang gagal mengalami penyembuhan sempurna. Menurut
WHO (2004),

OMSK dapat dibedakan dengan otitis media akut (OMA) melalui


pemeriksaan bakteriologi. Pada OMA dapat disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza,
dan Micrococcus catarrhalis. Pada OMSK menunjukkan etiologi yang berasal
dari infeksi campuran bakteri Gram-negatif, Gram-positif, aerob, dan bakteri
anaerob. Beberapa penelitian di seluruh dunia telah melaporkan bahwa
mikroorganisme yang paling umum terisolasi dari pemeriksaan adalah
Pseudomonas spp dan Staphylococcus aureus, diikuti oleh bakteri
Gramnegatif seperti Proteus spp, Klebsiella spp, Escherichia spp, dan
Haemophilus influenza. Yang paling sering terisolasi adalah organisme
anaerob Bacteroides spp dan Fusobacterium spp. (Mwalutende, et al, 2014)

Gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat
purulen atau mukoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa
penuh di telinga, dan kadang-kadang vertigo. OMSK dapat menyebabkan
gangguan pendengaran sehingga menimbulkan dampak yang serius terutama
bagi anak-anak, karena dapat menimbulkan pengaruh jangka panjang pada
kemampuan komunikasi anak, perkembangan bahasa, proses pendengaran,
psikososial, dan perkembangan kognitif serta kemajuan pendidikan.
Komplikasi intrakranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut
dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom seperti abses ekstradural, abses
subdural, tromboflebitis, meningitis, abses otak, dan hidrosefalus otitis.
(Kurniadi, 2011)

OMSK merupakan salah satu penyakit yang umum ditemukan pada


praktik otorhinolaryngology. OMSK lebih sering terjadi pada negara-negara
berkembang. Prevalensi OMSK di dunia adalah sekitar 65-330.000.000/tahun.
(ChandrasheKharayya, dkk, 2014). Otitis media supuratif kronik dianggap
sebagai salah satu penyebab tuli yang terbanyak, terutama di negara-negara
berkembang, dengan prevalensi antara 1-46%. Di Indonesia antara 2,10-
5,20%, Korea 3,33%, dan Madras India 2,25%. Prevalensi tertinggi didapat
pada penduduk Aborigin di Australia dan bangsa Indian di Amerika Utara
(Edward dan Mulyani, 2011). Angka kejadian OMSK di negara berkembang
sangat tinggi dibandingkan dengan negara maju. Hal ini disebabkan oleh
faktor higiene yang kurang, faktor sosioekonomi, gizi yang rendah, kepadatan
penduduk, serta masih adanya kesalahpahaman masyarakat terhadap penyakit
ini sehingga mereka tidak berobat sampai tuntas. (Dewi N. P. dan Zahara D.,
2013)

B.  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Pengertian Otitis media supuratif kronis
2. Etiologi Otitis media supuratif kronis
3. Klasifikasi Otitis media supuratif kronis
4. Patofisiologi Otitis media supuratif kronis
5. Manifestasi klinis Otitis media supuratif kronis
6. Komplikasi Otitis media supuratif kronis
7. Pencegahan Otitis media supuratif kronis
8. Penatalaksanaan Otitis media supuratif kronis
9. Pemeriksaan penunjang Otitis media supuratif kronis

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Otitis media supuratif kronis
2. Untuk mengetahui Etiologi Otitis media supuratif kronis
3. Untuk mengetahui Klasifikasi Otitis media supuratif kronis
4. Untuk mengetahui Patofisiologi Otitis media supuratif kronis
5. Untuk memahami Manifestasi Klinis Otitis media supuratif kronis
6. Untuk memahami Komplikasi Otitis media supuratif kronis
7. Untuk memahami Pencegahan Otitis media supuratif kronis
8. Untuk memahami Penatalaksanaan Otitis media supuratif kronis
9. Untuk memahami Pemeriksaan penunjang Otitis media supuratif
kronis
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Teori

1. Pengertian
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah radang kronis mukosa
telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya
sekret dari liang telinga (otore) lebih dari dua bulan, baik terus-menerus atau
hilang timbul.
World Health Organization (WHO ) menyatakan otorea minimal 2
minggu sudah termasuk OMSK. Otorea dapat terjadi terus menerus atau
hilang timbul.

2. Etiologi
Faktor faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif
menjadi kronis antara lain:
1) Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat:
a) Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang
b) Obstruksi anatomik tuba custachius parsial / total
2) Perforasi membran timpani yang menetap
3) Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya
pada telinga tengah
4) Obstruk si menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal
ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan
granulasi (SIsoapoundu)
5) Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid
6) Faktor faktor kontitusi dasar seperti alergi kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.
3. Klasifikasi
OMSK dibagimenjadi 2 jenis yaitu :
1.OMSK tipebenigna (tipemukosa = tipeaman)
Proses peradangan terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak
mengenai tulang.Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna
tidak terdapat kolesteatom.
2. OMSK tipemaligna (tipetulang = tipebahaya)
OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma.
Perforasi terletak pada margina atau di atik, kadang-kadang terdapat juga
kolesteatoma dengan perforasi subtotal. Sebagian komplikasi yang berbahaya
atau total timbul pada atau fatal, timbul pada OMSK tipe maligna.

4. Patofisiologi
OMSK timbul sebagai kelanjutan dari infeksi akut yang berulang.
Patofisiologi OMSK diawali dengan iritasi dan inflamasi subsekuen pada
mukosa telinga tengah. Respon inflamasi menyebabkan edema mukosa.
Proses peradangan yang berlangsung pada akhirnya menyebabkan ulserasi
mukosa dan kerusakan epitel. Upaya tubuh untuk menanggulangi infeksi atau
peradangan menghasilkan jaringan granulasi yang dapat berkembang menjadi
polip dalam rongga telinga tengah.Siklus inflamasi ulserasi infeksi dan
pembentukan jaringan granulasi dapat terus berlanjut sehinggamenyebabkan
kerusakan tulang di sekitarnya dan akhirnya menyebabkan berbagai
komplikasi dari OMSK.
Walaupun belum terbukti, kepentingan hubungan antara bakteri
anaerob dengan bakteri aerob pada OMSK diduga meningkatkan virulensi
infeksi ketika kedua jenis bakteri tersebut berkembang di telinga tengah.
Dengan memahami mikrobiologi penyakit ini, ahli kesehatan dapat
mengembangkan suatu rencana penatalaksanaan dengan efikasi terbaik dan
morbiditas terendah.

5. Manifestasi Klinik
 Perforasi pada marginal atau pada atik.
 Abses atau kiste retroaurikuler (belakang telinga)
 Polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang verasal dari dalam
telinga tengah.
 Terlihat kolesteatom pada telinga tengah (sering terlihat di epitimpanum).
 Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatom)
 Terlihat bayangan kolesteatom pada foto rontgen mastoid.

6. Komplikasi
Menurut Adam dkk, komplikasi OMSK diklasaifikasikan sebagai berikut :
A. Komplikasi di telinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi di telinga dalam :
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf
C. Komplikasi di ekstrasdural :
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis

D. Komplikasi ke susunan saraf pusat :


1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hidrosefalus otitis

7. Pencegahan
Pencegahan merujuk pada mengendalikan atau menghilangkan faktor
risiko, antara lain:
 Jauhkan anak dari lingkungan penuh asap atau rokok.
 Lengkapi vaksinasi.
 Jaga cara memberi makan anak.
 Berikan ASI eksklusif.
 Hindari paparan dengan pengidap otitis media.

8. Penatalaksanaan medis
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus
berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat mengering atau selalu kambuh
lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh beberapa keadaan, yaitu:
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga
tengah berhubungan dengan dunia luar.
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal.
3. Sudah terbentuk jaringan patologis yang ireversibel dalam rongga mastoid.
4. Gizi dan higienis yang kurang.
a.       Medikamentosa
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat
pencuci telinga berupa larutan H2O2 3 % selama 3 – 5 hari. Setelah sekret
berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga
yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat
bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung
antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu, Djaafar (2004)
menganjurkan agar obat tetes telinga tidak diberikan terus-menerus lebih dari
1 atau 2 minggu, atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan
antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin (bila pasien alergi
terhadap penisilin), sebelum tes hasil resistensi diterima. Pada infeksi yang
dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin, dapat
diberikan ampisilin asam klavulanat.
b.       Pembedahan
Indikasi pembedahan pada OMSK adalah sebagai berikut:
 Perforasi yang bertahan lebih dari 6 minggu.
 Otore yang berlangsung lebih dari 6 minggu setelah menggunakan
antibiotik.
 Pembentukan kolesteatoma.
 Bukti radiografi adanya mastoiditis kronis.
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi
atau kolesteatoma, sarana yang tersedia, serta pengalaman operator. Beberapa
jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:

1.   Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy).


      Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan
pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini, dilakukan
pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologis. Tujuannya ialah agar
infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini, fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.
2. Mastoidektomi radikal.
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas, Pada operasi ini, rongga mastoid dan kavum
timpani dibersihkan dari semua jaringan patologis. Dinding batas antara lubang
telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga
ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah
untuk membuang semua jaringan patologis dan mencegah komplikasi ke
intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur
hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol agar tidak terjadi
infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali sehingga dapat menghambat
pendidikan atau karir pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada
rongga operasi serta membuat meatal plasty yang lebar, sehingga rongga
operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar
lubang telinga menjadi lebar.

3.      Mastoidektomi radikal dengan modifikasi. (Operasi Bondy).


Opeasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik,
tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan
dinding posterior lubang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk
membuang semua jaringan patologis dari rongga mastoid, dan mempertahankan
pendengaran yang masih ada.

4.      Miringoplasti.
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal
juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada
membrana timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi
telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
Opearasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan
ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.

5.      Timpanoplasti.
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang
lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan
pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini, dilakukan rekonstruksi membran timpani dan
rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang
pendengaran yang dilakukan, maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV,
dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan, dilakukan terlebih dahulu eksplorasi
kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi untuk membersihkan jaringan
patologis. Tidak jarang operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak
waktu 6 – 12 bulan.

6. Pendekatan kombinasi timpanoplasti (Combined approach


tympanoplasty).
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan
pada kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan
granulasi yang luas. Tujuan operasi ini ialah untuk menyembuhkan penyakit
serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal
(tanpa meruntuhkan dinding posterior lubang telinga).
Pembersihan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani,
dikerjakan melalui dua jalan (combined approach), yaitu melalui lubang telinga
dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi
ini pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli, karena sering
terjadi kolesteatoma kambuh kembali.

9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang tidak rutin dilakukan pada otitis media.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada otitis media adalah
pemeriksaan otoskop pneumatik, timpanometri, timpanosintesis, dan
pencitraan.
a) Otoskop Pneumatik
Pemeriksaan otoskop pneumatik dapat dilakukan untuk melihat
mobilitas membran timpani dengan hasil normal, meningkat, menurun, atau
tidak bergerak. Membran timpani seharusnya bergerak terhadap aplikasi
sedikit tekanan positif atau negatif.
b) Timpanometri
Timpanometri bermanfaat untuk menyediakan data kuantitatif
mengenai fungsi struktural dan mendeteksi adanya efusi pada telinga tengah.
Gabungan pemeriksaan otoskop pneumatik dengan timpanometri akan
menghasilkan diagnostik yang lebih akurat. Hal ini karena timpanometri akan
menyediakan data kuantitatif mengenai fungsi struktural dan mendeteksi
adanya efusi pada telinga tengah.
c) Timpanosentesis
Timpanosentesis merupakan prosedur bedah minor untuk drainase
cairan dari telinga tengah. Cairan ini kemudian akan dilakukan kultur dan uji
sensitivitas antibiotik.
d) Pencitraan
Foto Schuller dan CT scan bermanfaat untuk menilai ada tidaknya
komplikasi otitis media. MRI juga dapat digunakan jika terdapat kecurigaan
komplikasi ke intrakranial.

B. Askep Teoritis
1. Pengkajian

Riwayat Kesehatan :

- OMA lebih dari 2 bulan


- Pengobatan OMA yang tidak tuntas
Data Subjektif :
- Telinga terasa penuh
- Vertigo
Data Objektif :
- Terdapat abses atau kite retroaurikuler
- Terdapat polip
- Terlihat Kolesteatoma pada epitimpano
- Ottorhoe
- Sekret terbentuk nanah dan berbau
Data Penunjang :
- Rontgen : Terlihat bayangan kolesteatoma pada rongga mastoid
- CT Scan : Diskontinuitas osikula
- Uji Fistula positif
2. Diagnosa Keperawatan

A. Pre Operasi
1. Resiko terjadi injuri / trauma berhubungan dengan ketidakseimbangan
labirin : vertigo
Tujuan : Pasien tidak mengalami injuri / trauma dengan :
- Mengurangi / menghilangkan vertigo / pusing
- Mengembalikan keseimbangan tubuh
- Mengurangi terjadinya trauma
Intervensi :
a. Kaji ketidakseimbangan tubuh pasien
b. Observasi tanda vital
c. Beri lingkungan yang aman dan nyaman
d. Anjurkan teknik relaksasi untuk mengurangi pusing
e. Penuhi kebutuhan pasien
f. Libatkan keluarga untuk menemani saat pasien bepergian
g. Kolaborasi pemberian analgetik
Evaluasi :
- Pusing berkurang
- Pasien tidak mengalami injuri
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penatalaksanaan OMA yang tepat.
Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan OMA meningkat
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien
b. Berikan informasi berkenaan dengan kebutuhan pasien
c. Susun bersama hasil yang diharapkan dalam bentuk
kecil dan realistik untuk memberikan gambaran pada pasien tentang
keberhasilan
d. Beri upaya penguatan pada pasien
e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami
f. Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya
g. Dapatkan umpan balik selama diskusi dengan pasien
h. Pertahankan kontak mata selama diskusi dengan pasien
i. Berikan informasi langkah demi langkah dan lakukan
demonstrasi ulang bila mengajarkan prosedur
j. Beri pujian atau reinforcement positif pada klien
Evaluasi :
- Pasien menyatakan pemahaman tentang pemberian informasi
- Pasien mampu mendemonstrasikan prosedur dengan tepat.

3. Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan


Tujuan : Kecemasan pasien berkurang / hilang
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarga tentang
prosedur tindakan pembedahan
b. Jelaskan pada pasien tentang apa yang harus dilakukan
sebelum dan sesudah tindakan pembedahan
c. Berikan reinforcement positif atas kemampuan pasien
d. Libatkan keluarga untuk memberikan semangat pada
pasien
Evaluasi :
- Pasien tidak cemas
- Keluarga mau menemani pasien

B. Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan mastoidektomi
Tujuan : Nyeri pasien berkurang
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri pasien
b. Kaji faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
c. Ajarkan teknik relaksasi untuk menghilangkan nyeri
d. Anjarkan pada pasien untuk banyak istirahat baring
e. Beri posisi yang nyaman
f. Kolaborasi pemberian analgetik
Evaluasi : Nyeri hilang
2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post operasi mastoidektomi
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi
Intervensi :
a. Kaji kemungkinan terjadi infeksi / tanda-tanda infeksi
b. Observasi pasien
c. Lakukan perawatan ganti balutan dengan teknik steril
setelah 24 jam dari operasi
d. Kaji keadaan daerah poerasi
e. Ganti tampon setiap hari
f. Pasang pembalut tekan bila dilakukan insisi mastoid
g. Bersihkan daerah operasi setelah 2 – 3 minggu
h. Anjurkan pasien untuk kontrol
i. Kolaborasi pemberian antibiotic
j.
Evaluasi :
- Infeksi tidak terjadi
- Luka operasi dalam kondisi baik
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah radang kronis mukosa
telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya
sekret dari liang telinga (otore) lebih dari dua bulan, baik terus-menerus atau
hilang timbul.
Faktor faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah
supuratif menjadi kronis antara lain:

1) Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat:

a) Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang


b) Obstruksi anatomik tuba custachius parsial / total

2) Perforasi membran timpani yang menetap

3) Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya


pada telinga tengah

4) Obstruk si menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal
ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan
granulasi (SIsoapoundu)
5)Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid

B. Saran
penyusun sangat membutuhkan saran, demi meningkatkan kwalitas
dan mutu makalah yang saya buat dilain waktu. Sehingga penyusun dapat
memberikan informasi yang lebih berguna untuk penyusun khususnya dan
pembaca umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Djaafar, Z.A. 2004. Kelainan Telinga Tengah. Dalam E.A. Soepardi dan N. Iskandar,
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga – Hidung – Tenggorok - Kepala – Leher.
Edisi V Cetakan IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Jackler, R.K.; Kaplan, M.J. 2002. Ear, Nose, & Throat. Dalam L.M. Tierney, Jr., S.J.
McPhee, dan M.A. Papadakis; Current Medical Diagnosis & Treatment 2002. San
Fransisco: Lange Medical Books / McGraw-Hill.

Jain, A.; Knight, J.R. 2003. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Surgical
Treatment. www.emedicine.com: situs internet.

Jones, M.; Wilson, L. 2004. Otitis Media. www.emedicine.com: situs internet.

Parry, D.; Roland, P.S. 2005. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical
Treatment. www.emedicine.com: situs internet.

Anda mungkin juga menyukai