Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS KEKURANGAN ENERGI


PROTEIN (KEP) PADA ANAK

DOSEN PEMBIMBING

Ns. Dian Sari, M.Kep, Sp.Kep.A

DISUSUN OLEH

Melsy Nur Savitri

Nurul Annisa

INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESMAS

PRODI S1 KEPERAWATAN

TAHUN PELAJARAN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunianya kami dapat menyelesaikan yang berjudul ”Asuhan Keperawatan
Teoritis Kekurangan Energi Protein (KEP)”

Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ns. Ns.
Dian Sari, M.Kep, Sp.Kep.A selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak I yang
sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan dan juga wawasan.

Kami pun menyadari bahwa di dalam askep ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Kami mengharapkan
adanya kritik dan saran demi perbaikan askep yang kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang


khususnya bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-
besarnyajikaterdapat kata-kata yang kurang berkenan.

Bukittinggi, 8 Juni 2021

                   Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................1


B. Rumusan Masalah.....................................................................1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Kekurangan Energi Protein.........................................3


B. Etiologi Kekurangan Energi Protein.........................................3
C. Patofisiologi Kekurangan Energi Protein..................................4
D. Manifestasi Klinis Kekurangan Energi Protein.........................6
E. Klasifikasi Kekurangan Energi Protein.....................................6
F. Pemeriksaan Penunjang Kekurangan Energi Protein................9
G. Penatalaksanaan Kekurangan Energi Protein............................9
H. Komplikasi Kekurangan Energi Protein...................................9
I. ASKEP Teoritis Kekurangan Energi Protein..........................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................18
B. Saran........................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kekurangan energi protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi
utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Kekurangan energi
protein (KEP) adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari (Supariasa, 2002).
Berdasarkan hasil SUSENAS tahun 2002, prevalensi KEP di Indonesia
mencapai 27,3% (Depkes, 2003).
Penyebab dari KEP ini adalah kurangnya konsumsi sumber protein yang
berasal dari protein hewani dan nabati. Salah satu sumber protein hewani
adalah daging sapi. Protein hewani mengandung protein cukup tinggi dan
asam amino esensial yang lengkap, sehingga menjadi bahan yang penting
dalam memenuhi kebutuhan gizi. Rendahnya sumber protein hewani
disebabkan oleh mahalnya harga daging yang tidak terjangkau oleh sebagian
masyarakat (Winarno, 1993). Sedangkan, sumber protein nabati salah satunya
adalah tempe yang merupakan produk olahan kedelai yang terbentuk dengan
bantuan jamur Rhizopus sp melalui proses fermentasi (Astawan, 2004).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kekurangan energi protein?
2. Apa etiologi dari kekurangan energi protein?
3. Bagaimana patofisiologi pada kekurangan energi protein?
4. Apa saja manifestasi klinis pada kekurangan energi protein?
5. Apa saja klasifikasi pada kekurangan energi protein?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada kekurangan energi protein?
7. Bagaimana penatalaksaan pada kekurangan energi protein?
8. Apa saja komplikasi pada kekurangan energi protein?
9. Bagaimana asuhan keperawatan teoritis pada kekurangan energi protein?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian kekurangan energi protein

1
2. Untuk mengetahui tentang etiologi kekurangan energi protein
3. Untuk mengetahui tentang patofisiologi kekurangan energi protein
4. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis pada kekurangan energi
protein
5. Untuk mengetahui tentang Klasifikasi pada kekurangan energi protein
6. Untuk mengetahui tentang Pemeriksaan diagnostik pada kekurangan
energi protein
7. Untuk mengetahui tentang penatalaksaan pada kekurangan energi protein
8. Untuk mengetahui tentang Komplikasi pada kekurangan energi protein
9. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada kekurangan energi
protein

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kekurangan Energi Protein (KEP)


KEP (kurang energi protein) adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh
kekurangan protein dan/atau kekurangan energi dengan manifestasi klinis
(KEP berat) dalam tipe-tipe yakni: kwashiorkor, marasmus, atau tipe
campuran (marasmik-kwashiorkor).(sudaryat suraatmaja & soetjiningsih,
2000 : 79).
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari sehngga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi (AKG)(wong, 2001)

B. Etiologi Kekurangan Energi Protein (KEP)


1) Peranan diet
Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi
kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor,
sedangkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang
akan menyebabkan anak menjadi menderita marasmus (solihin, 2000).
2) Peranan faktor sosial
Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang
sudah turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP.
Faktor sosial lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP
adalah:
o Perceraian pada wanita yang mempunyai banyak anak dan
suami merupakan pencari nafkah tunggal.
o Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan
anak, sehingga tidak dapat memberi cukup makan anggota
keluarganya
o Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu,
anak-anak terpaksa ditinggal dirumah sehingga jatuh sakit dan
mereka tidak mendapat perhatian semestinya.

3
o Para ibu setelah melahirkan kembali kepekerjaan tetap sehingga
harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore.
3) Peranan kepadatan penduduk
Dalam world food conference di roma 1974 telah dikemukakan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi
dengan bertambahnya persediaan bahan makanan yang memadai
merupakan sebab utama krisis pangan.
Mc laren 1982 memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam
jumlah yang banyak pada daerah yang terlalu padat penduduknya dengan
keadaan higiene yang buruk
4) Peranan infeksi
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi,
walaupun dalam keadaan ringan, mempunyai pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi.
5) Peranan kemiskinan
KEP merupakan masalah negara-negara miskin dan terutama
merupakan problema bagi golongan termiskin dalam masyarakat negara
tersebut. Laporan Oda Advisory Committee on Protein tahun 1974
menganggap kemiskinan merupakan dasar penyakit KEP.

Penyebab KEP berdasarkan bagan sederhana yang disebut sebagai


“model hirarki” yang akan terjadi setelah melalui 5 level seperti yang tertera
dibawah ini:
o Level I : kekacauan/krisis kekeringan, peperangan
o Level II : kemiskinan dan kemunduran sosial
o Level III : kurang pangan, infeksi, terlantar
o Level IV : anoreksia
o Level V : malnutrisi / KEP

C. Patofisiologi Kekurangan Energi Protein (KEP)


Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup,

4
dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak
serta protein dengan melalui proses katabolic.
Kalau terjadi stress katabolic (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan
meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relative,
kalau kondisi ini terjadi terus menerus maka akan menunjukkan manifestasi
kwashiorkor ataupun marasmus.
Protein merupakan zat pembangun. Kekurangan protein dapat menggangu
sintesis protein dengan akibat:
o Gangguan pertumbuhan
o Atrofi otot
o Penurunan kadar albumin serum = sembab
o Hb turun = anemia gizi
o Jumlah aktivitas fagosit turun = daya tahan terhadap infeksi
turun
o Sintesis enzim turun = gangguan pencernaan makanan
 WOC :

5
D. Manifestasi Klinis Kekurangan Energi Protein (KEP)
Menurut Ngastiyah, 1997 penderita Kurang Energi Protein akan
memberikan gambaran klinik berupa :
o Pertumbuhan yang terganggu berupa berat badan dan tinggi badan
kurang dari normal
o Perubahan mental berupa cengeng dan apatis
o Adanya oedem ringan atau berat karena penurunan protein plasma
o Jaringan lemak dibawah kulit menggilang, kulit keriput dan tonus
otot turun
o Kulit bersisik dan hiperpigmentasi
o Crazy Pavament Permotaris (bercak-bercak putih dan merah muda
dengan tepi hitam)
o Pembesaran hati (Hepatomegali)

E. Klasifikasi Kekurangan Energi Protein (KEP)

6
1) Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah defisiensi protein akibat terjadinya stress
katabolic (infeksi).
 Etiologi :
Penyebab utama makanan tidak mengandung protein hewani
dengan alasan :
o Kemiskinan
o Pengetahuan mengenai penambahan makanan pada bayi
dan anak
o Pemikiran yang salah
o Macam-macam infeksi : diare, cacingan dsb.
o Khusus : ibu kekurangan ASI, ibu meninggal, ibu dengan
sakit berat, ibu hamil lagi, penghentian tiba-tiba dari ASI,
penitipan anak/bayi.
 Patofisiologi :
Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolic dan perubahan
sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan
gejala yang menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi
katabolisme jaringan yang sangat berlebihan, karena persediaan energi
dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam
dietnya(abdoeerahman, 1985).
Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan
kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk
sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka
produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam
serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot.
Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab
kurangnya pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian
timbul edema(abdoerrahman, 1985).
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein-
beta sehingga transport lemak dari hati kedepot lemak juga terganggu

7
dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam
hepar(abdoerahman,1985).
 Tanda dan Gejala
o Pertumbuhan terganggu
o Berat badan dan tinggi badan kurang dibandingkan dengan
anak sehat.
o Perubahan mental, biasanya penderita cengeng dan pada
stadium lanjut menjadi apatis.
o Edema ringan maupun berat.
o Gejala gastrointestinal seperti; anoreksia, diare, hal ini
mungkin karena gangguan fungsi hati, pancreas dan usus.
Intoleransi laktosa kadang-kadang ditemukan.
o Perubahan rambut; mudah dicabut, warna berubah, kusam,
kering, jarang.
o Kulit kering (crazi pavement dermatosis)
o Pembesaran hati
o Anemia ringan
o Kelainan kimia darah; kadar albumin serum rendah, globulin
tinggi,
2) Marasmus
Marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang
menyebabkan cadangan protein.
 Etiologi:
o Kegagalan menyusui anak, ibu meninggal anak diterlantarkan
atau tidak dapat menyusui
o Terapi dengan puasa karena penyakit, oleh karena itu tidak
boleh lebih dari 24 jam
o Tidak memulainya dengan makanan tambahan.
 Patofisiologi :
Pada keadaan ini yang menyolok adalah pertumbuhan yang kurang
atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah
kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis.

8
Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang
dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat
dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk
memenuhi kebutuhan energi tersebut(abdoerrahman, 1985).
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu
memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan
sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino
untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu marasmus berat,
kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga
hati masih dapat membentuk cukup albumin(abdoerrahman,1985).
 Tanda dan gejala :
o Muka seperti orang tua
o Sangat kurus, tulang terbungkus kulit
o Cengeng dan rewel
o Kulit keriput
o Perut cekung
o Iga gambang
o Sering disertai penyakit infeksi dan diare

F. Pemeriksaan Penunjang Kekurangan Energi Protein (KEP)


1) Laboratorik : Hb, albumin-globulin, serum ferritin, darah, air kemih,
tinja, EKG, X-foto paru dan uji tuberculin
2) Antropometri : BB menurut umur, TB menurut umur, LLA (lingkar
lengan atas) menurut umur, BB menurut TB, LLA menurut TB
3) Analisis diet

G. Penatalaksanaan Kekurangan Energi Protein (KEP)


1) Bila ada dehidrasi maka atasi dulu
2) Pemberian diid (tinggi kalori tinggi protein)
3) Pemberian makanan tambahan berupa formula yang mudah di cerna,
murah, pekat kalori, protein medisco I,II,III memenuhi syarat-syarat
tersebut.

9
4) Bila ada intoleransi, mulailah dengan sub sistem yang di encerkan (2-5, 5-
7,5) + glukosa 5 % di susul dengan medisco ½, I, II, III.
5) Vitamin A 100000-200000 KI IM 1 kali
6) Bila perlu beri tranfusi sel darah merah padat (PRC) atau plasma
7) Pengobatan penyakit penyerta/penyebab, bila lemah ada hipotermi,
hipotensi dan gangguan pembekuan darah, ada kemungkinan infeksi
kuman gram negatif serta endotoksemia.
8) Terapi : gestamin 1-7.5 mg/kg perhari di bagi 2 kali atau amikasin 15
mg/kg/hari dibagi 3 kali
9) Penyuluhan ibu disertai demontrasi cara pemberian makanan pada Kurang
Energi Protein
10) Kontrol di layanan kesehatan terdekat

H. Komplikasi Kekurangan Energi Protein (KEP)


1) Noma atau stomatitis ganggrainosa merupakan pembusukan mukosa mulut
yang bersifat progresif hingga dapat menembus pipi, bibir,dan dagu.
2) Xeroftalmia
3) Penyakit infeksi lain(solihin, 2000)
4) Dehidrasi sedang dan berat
5) Defisiensi vit A
6) Anemia berat(sudaryat suratmaja, 2000)

I. ASKEP Teoritis Kekurangan Energi Protein


1) Pengkajian
o Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan
pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak
pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan
terjadinya gangguan kekurangan gizi.
o Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal,
hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola

10
kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik,
kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data
fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan
kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam
waktu relatif lama).
o Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan
rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga
tentang penyakit klien dan lain-lain.
o Pemeriksaan Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan
rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga
tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara umum
dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum
dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada,
abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor
adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran
lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin
didapatkan adalah:
a. Penurunan ukuran antropometri
b. Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus,
jarang dan mudah dicabut)
c. Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi),
edema palpebra
d. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak,
ronchi, retraksi otot intercostal)

11
e. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat
meningkat bila terjadi diare.
f. Edema tungkai
g. Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy
pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering
tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha
dan lipat paha)
o Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama
jenis normositik normokrom karenaadanya gangguan sistem
eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping
karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati
dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin
serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan
untuk menemukan adanya kelainan pada paru.

2) Analisis data

No Data Masalah Keperawatan


1 DO : Gangguan keseimbangan cairan
 Adanya edema berhubungan dengan edema

2 DS : Nutrisi kurang dari kebutuhan


 Cepat kenyang setelah makan berhubungan dengan peningkatan
 Nafsu makan menurun kebutuhan protein

DO :

 Kulit dan membran mukosa kering


 Edema

12
 Rambut rontok berlebihan

3 DS : Gangguan integritas kulit


 Rambut dan kuku mudah patah berhubungan dengan edema
(perpindahan cairan dari
DO : intravaskuler ke intertisial)

 Kulit kering bersisik


 Kulit kemerahan

4 DO : Resiko tinggi infeksi


berhubungan dengan penurunan
 feses encer kondisi tubuh yang lemah
 kulit kendor,
 anoreksia

5 DS : Resiko tumbuh kembang anak


 Respon sosial lambat terganggu
 Pertumbuhan fisik terganggu
Tidak mampu melakukan
keterampilan sesuai usianya

3) Diagnosa keperawatan dan intervensi

Diagnosis luaran Intervensi


Gangguan keseimbangan Setelah dilakukan  Pantau kulit terhadap
cairan berhubungan tindakan keperawatan luka tekan
dengan edema selama 3 x 24 jam edema
menurun dan mencegah  Dengan perlahan cuci

komplikasi. dengan antara lipatan kulit

kriteria hasil : dan keringkan dengan


hati-hati
 Memperlihatkan  Hindari plester bila
penurunan edema mungkin
perifer dan sacral  ubah posisi sedikit

13
 Wajah tidak sembab setiap 24 jam
 Jaga ekstrimitas yang
mengalami edema
 Kaji  masukan diet
dan kebiasaan yang
menunjang retensi
cairan
 Instruksikan anak
untuk menghindari
celana kaos/korset
 Lindungi kulit yang
edema dari cedera

Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan  Tentukan kebutuhan


kebutuhan berhubungan tindakan keperawatan kalori harian dan
dengan peningkatan selama 3 x 24 jam adekuat, konsul pada
kebutuhan protein kebutuhan nutrisi ahli gizi
tercukupi dan mencegah  Timbang setiap hari,
komplikasi dengan pantau hasi
kriteria hasil : laboraorium
 Beri dorongan untuk
 Kulit dan membrane
makan dengan orang
mukosa lembab,
lain
 Edema berkurang,
 Berikan kesenangan
 Rambut tidak mudah
suasana makan
tercabut
 Bantu untuk istirahat
 TTV normal
sebelum makan
 Ajarkan untuk
menghindari bau
makanan yang
merangsang muntah
 Pertahankan

14
kebersihan mulut dan
gigi
 Tawarkan makan
porsi kecil tapi sering
 Atur agar mendapat
nutrient yang
berkalori dan
berprotein

Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan  Catat perubahan pada


berhubungan dengan tindakan keperawatan kulit
edema (perpindahan selama 3 x 24 jam  Bersihkan kulit yang
cairan dari intravaskuler mengembalikan mengalami
ke intertisial) kelembaban kulit dan penekanan dan
mencegah komplikasi keringkan
dengan kriteria hasil :  Ganti segera pakaian
yang basah
 Kulit lembab dan
 Ubah posisi setiap 2
elastis,
jam
 Rambut
 Berikan pendidikan
 Kuku tidak mudah
mengenai kebersihan
patah,
diri dan fungsi zat
 Kulit tidak gatal-
gizi
gatal.

Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan  Pantau terhadap tanda


berhubungan dengan tindakan keperawatan infeksi (mis; letargi,
penurunan kondisi tubuh selama 3 x 24 jam kesulitan makan,
yang lemah mengembalikan fungsi muntah, ketidak
hati dan mencegah stabilan suhu, dan
komplikasi dengan perubahan warna
kriteria hasil : tersembunyi
 Identifikasi individu
 Klien dapat

15
yang beresiko
menunjukkan status
terhadap infeksi
hidrasi yang kuat
nosokomial
 Nafsu makan
 Kaji status nutrisi
meningkat
 Kurangi organisme
 Turgor kulit normal
yang masuk ke dalam
 Bebas dari proses indivdu dengan cuci
infeksi nosokomial tangan, teknik aseptic
selama di rumah sakit
 Lindungi individu
 Memperlihatkan yang mengalami
pengetahuan tentang deficit imun dari
factor resiko yang infeksi; batasi alat
berkaitan invasive
 Dorong dan
pertahankan masukan
kalori dan protein
dalam diet.
 Berikan pengetahuan
kepada keluarga
mengenai penyebab,
resiko, dan kekuatan
penularan dari infeksi

-       
Resiko tumbuh kembang Setelah dilakukan  Kaji tingkat
anak terganggu tindakan keperawatan perkembangan anak
selama 3 x 24 jam dalam seluruh area
mempertahankan fungsi fungsi menggunakan
tubuh yang ada, alat-alat pengkajian
menunjukkan yang spesifik (mis;
pertumbuhan yang tepat table pengkajan
dengan seusianya. brazelton, DDST
perangkat skrining

16
perkembangan
denver)
 Berikan waktu
bermain yang cukup
dan ajarkan
permainan baru
sesuai dengan tingkat
perkembangan
 Bicarakan dengan
anak mengenai
perawatan yang
diberikan
 Sering bicara dengan
anak tentang
perasaan, ide-ide,
kepedulian terhadap
kondisi atau
perawatan,
 Berikan kesempatan
untuk berinterasi
dengan teman
seusianya
 Berikan asupan
nutrisi dan kalori
sesuai dengan
kebutuhan

4) Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan)yang telah direncanakan dalam rencana tindakan
keperawatan (Hidayat, 2004). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui

17
berbagai hal seperti bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik
komunikasi, kemampuan dalam prosesdur tindakan, pemahaman tentang
hak-hak pasien serta memahami tingkat perkembangan pasien.
5) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak (Hidayat, 2004).
Evaluasi yang digunakan mencakup 2 bagian yaitu evaluasi
formatif yang disebut juga evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek
adalah evaluasi yang dilaksanakan secara terus menerus terhadap tindakan
yang telah dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif yang disebut juga
evaluasi akhir adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk menilai
keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan
dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bentuk evaluasi ini
lazimnya menggunakan format “SOAP”. Tujuan evaluasi adalah untuk
mendapatkan kembali umpan balik rencana keperawatan, nilai serta
meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan
standar yang telah ditentukan sebelumnya (Nursalam 2008)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari sehngga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi (AKG).
Kekurangan energi protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi
utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Kekurangan energi
protein (KEP) adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari.

B. Saran

18
Diharapkan kedepannya agar angka anak yang mengalami kekurangan
energy protein (KEP) berkurang karena hal ini berpengaruh pada pertumbuhan
dan perkembangan anak.

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/18454/2/BAB_I.pdf

https://id.scribd.com/doc/138337255/Askep-Anak-Kurang-Energi-Protein-Kep

https://id.scribd.com/document/216006761/Askep-Pada-Anak-Kurang-Energi-
Protein

19

Anda mungkin juga menyukai