Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL SEMINAR

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


DENGAN FRAKTUR PADA NY. N
DIRUANG GARDENIA
RSUD Dr. GONDO SUWARNO UNGARAN

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Tugas Kelompok


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :

Jamila Fitri :72020040051

Ahmad Alvian :72020040007

M Faoriza Aftoni :72020040064

Sulsi Rohmawati :72020040058

Yoga Alis :72020040080

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Fraktur dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit Fraktur.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penggunaan tempat pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif
masih menjadi pilihan seseorang yang mengalami patah tulang untuk
mengobati sakitnya. Data dari profil kesehatan Indonesia pada tahun 2010
menyebutkan bahwa penggunaan tempat pengobatan tradisional menjadi
pilihan masyarakat pada waktu mereka sakit, yaitu 45,17%.
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
mengurus pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah
tulang dan jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan
otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot
rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan
struktur-struktur ini.
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di
kota ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa
ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi.
Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah
penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia
Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan
kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694
mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40
kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun
di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di mana
pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277
orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat
menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah
korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya
yang terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari
bahan mineral terutama calsium kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah
fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa.
Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus
kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika
fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur
terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari
dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui
dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat
kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau
belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan
tulang. Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur
ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada
tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan
kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut
fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya
fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu fraktur ?
2. Apa saja etiologi dari fraktur ?
3. Bagaimana patofisiologi dari fraktur ?
4. Apa saja manifestasi klinik dari fraktur ?
5. Apa saja komplikasi fraktur ?
6. Bagaimana penanganan/penatalaksanaan fraktur ?
7. Bagaimana konsep (pengkajian, analisa data, diagnosa, intervensi,
implementasi askep dari fraktur ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Apa itu fraktur
2. Untuk mengetahui Apa saja etiologi dari fraktur
3. Untuk mengetahui Bagaimana patofisiologi dari fraktur
4. Untuk mengetahui Apa saja manifestasi klinik dari fraktur
5. Untuk mengetahui Apa saja komplikasi fraktur
6. Untuk mengetahui Bagaimana penanganan/penatalaksanaan fraktur
8. Untuk mengetahui Bagaimana konsep (pengkajian, analisa data, diagnosa,
intervensi, implementasi askep dari fraktur ?
BAB II
LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusya kontinuitas jaringan tulang
dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner and
Suddarth, 2011).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah
kanan maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada
kaki. (E. Oswari, 2011).
Fraktur Tibia adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang
tibia. Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri
pada saat digerakkan.
B. ETIOLOGI
Menurut (Rasjad, 2015) penyebab paling utama fraktur tibia yang
disebabkan oleh pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan merobek
ligamentum medialis sendi tersebut, benturan langsung pada tulang tibia
misalnya kecelakaan lalu lintas, serta kerapuhan struktur tulang.
Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada
jaringan tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,
dan benturan benda keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi
lebih disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan
tulang atau otot , contohnya seperti pada olahragawan atau pesenam
yang menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu beban
badannya.
3. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti
osteomielitis, osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome,
komplikasi kortison / ACTH, osteogenesis imperfecta (gangguan
congenital yang mempengaruhi pembentukan osteoblast). Terjadi
karena struktur tulang yang lemah dan mudah patah.
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi
kecepatan pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang
menjadi keropos dan rapuh dan dapat mengalami patah tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang
yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme
berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi
darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya
bantalan sendi dan tulang rawan
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur ada empat yang utama adalah :
1. Incomplit
Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang
tulang.
2. Complit
Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang
dan fragmen tulang biasanya berubah tempat atau bergeser
(bergeser dari posisi normal).
3. Tertutup (simple)
Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.
4. Terbuka (compound)
Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di
kulit yang terbagi menjadi 3 derajad :
Derajad 1 : luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak
sedikit, tidak ada tanda remuk, fraktur sederhana atau
kominutif ringan dan kontaminasi minimal.
Derajad 2 : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak,
tidak luas, fraktur kominutif sedang, dan kontaminasi
sedang.
Derajad 3 : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas(struktur
kulit, otot, dan neurovaskuler) serta kontaminasi
derajad tinggi.
D. TANDA & GEJALA
Manifestasi klinis fraktur tibia adalah :
1. Nyeri hebat pada daerah fraktur, dan bertambah jika ditekan/diraba
2. Tak mampu menggerakan kaki
3. Terjadi deformitas (kelainan bentuk) diakibatkan karena perubahan
posisi fragmen tulang. Dapat membentuk sudut karena adanya tekanan
penyatuan dan tidak seimbangnya dorongan otot. Dapat pula
memendek ekstermitas bawah karena adanya tarikan dari otot
ektermitas bawah saat fragmen tergelincir dan tumpah tindih dengan
tulang lainnya. Dan dapat juga terjadi rotasional karena tarikan yang
tidak seimbang oleh otot yang menempel pada fragmen tulang
sehingga fragmen fraktur berputar keluar dari sumbu longitudinal
normalnya.
4. Adanya krepitus (teraba adanya derik tulang) diakibatkan karena
gesekan antara fragmen satu dengan fragmen yang lainnya.
5. Terjadi ekimosis atau perdarahan subkutan diakibatkan kerusakan
pembuluh darah sehingga darah merembes dibawah kulit sekitar area
kulit.
6. Terjadi pembengkakan dan perubahan warna pada kulit diakibatkan
karena terjadi ekstravasasi darah dan cairan jaringan di sekitar area
fraktur.

E. PATHOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam
darah.
b. Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral.
c. CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.

H. PENATALAKSANAAN
Konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu :
rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi /Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Yaitu upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Metode reduksi terbagi atas ;
a. Reduksi Tertutup ; dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang
ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan). Ektermitas
dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau
alat lain. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ekstermitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-X harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang
benar.
b. Traksi ; alat yang dapat digunakan menarik anggota tubuh yang fraktur
untuk meluruskan tulang. Beratnya traksi disesuaikan dengan spaasme
otot yang terjadi.
o Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menepelkan plester langsung pada kulit untuk
mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme
otot pada bagian yang cidera dan biasanya digunakan untuk
jangka pendek (48-72jam).
o Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk
meluruskan tulang yang cidera dan sendi panjang untuk
mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) kedalam
tulang.
o Maintenance traksi merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan
lanjutan dapat diberikan secara langsung pada tulang dengan
kawat atau pins.
c. Reduksi Terbuka : dilakukan dengan pembedahan fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat
paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga
sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang
kuat bagi fragmen tulang.
 OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) adalah reduksi
terbuka dengan fiksasi internal dimana tulang di
transfiksasikan di atas dan di bawahnya fraktur, sekrup atau
kawat ditransfiksi dibagian proksimal dan distal kemudian
dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
Fiksasi eksternal ini digunakan utnuk mengobati fraktur
terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan
dukungan yang stabil untuk fraktur komunitif (hancur atau
remuk). Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga
posisinya, kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini
memberikan rasa nyaman bagi pasien yang mengalami
kerusakan fragmen tulang.
 ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah metode
penatalaksanaan patah tulang dengan cara pembedahan reduksi
terbuka dan fiksasi internal dimana dilakukan insisi pada
tempat yang mengalami cedera dan ditemukan sepanjang
bidang anatomic temapt yang mengalami fraktur.
3. Retensi/Immobilisasi
Merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4. Rehabilitasi
Bertujuan untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
untuk menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan,harus
segera dimulai latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh
dan mobilisasi.

I. KOMPLIKASI
a. Komplikasi dini
1. Pada tulang (infeksi, osteomyelitis, dan artritis supuratif)
2. Pada otot (sindrom crush/thrombus)
3. Pada pembuluh darah (sindrom kompartemen dan iskhemi
vorlkmann)
4. Pada saraf (kompresi, neuropraksi, neurometsis dan aksonometsis)
b. Komplikasi lanjut
1. Delayed union
2. Non union
a. Tipe 1: hayperthrophic non union
b. Tipe 2 : atrophic non union
c. Mal union

J. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas klien dan isi identitasnya yang meliputi: nama,
jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, dan tanggal pengkajian serta
siapa yang bertanggung jawab terhadap klien
2. Keluhan utama
Penderita biasanya mengeluh nyeri.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka (pre/post op).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur /
penyakit menular.
4. Keadaan umum
Kesadaran: compos mentis, somnolen, apatis, sopor koma dan koma dan apakah
klien paham tentang penyakitnya.
5. Pengkajian Kebutuhan Dasar
a. Rasa nyaman/nyeri
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri
akibat kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
b. Nutrisi
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
c. Kebersihan Perorangan
Klien fraktur pada umumnya sulit melakukan perawatan diri.
d. Cairan
Perdarahan dapat terjadi pada klien fraktur sehingga dapat menyebabkan resiko
terjadi kekurangan cairan.
e. Aktivitas dan Latihan
Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena dimana Aktifitas dan latihan
mengalami perubahan/gangguan akibat adanya luka sehingga perlu dibantu.
f. Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
g. Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
h. Neurosensory
Biasanya klien mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan
lunak dan hilangnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan.
Gejala : Kesemutan, Deformitas, krepitasi, pemendekan, kelemahan.
i. Keamanan
Tanda dan gejala : laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan
local
j. Seksualitas
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya.
k. Keseimbangan dan Peningkatan Hubungan Resiko serta Interaksi Sosial
Psikologis : gelisah, sedih, terkadang merasa kurang sempurna.
Sosiologis : komunikasi lancar/tidak lancar, komunikasi verbsl/nonverbal dengan
orang terdekat/keluarga, spiritual tak/dibantu dalam beribadah.
1. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf,
cedera neuromuscular, trauma jaringan, dan reflex spasme otot sekunder.
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang,
nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen tulang.
3. Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entrée luka operasi
pada lengan atas.
4. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan
penurunan kekuatan lengan atas.
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status
ekonomi, dan perubahan fungsi peran.
2. Intervensi / Rencana Keperawatan
1. Dx: Nyeri akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi
saraf, cedera neuromuscular, trauma jaringan, dan reflex spasme otot sekunder.
Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi
Kriteria hasil: secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak
gelisah. Skalanyeri 0-1 atau teratasi.
Intervensi:
i. Kaji nyeri dengan skala 0-4.
Rasional: nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.
ii. Atur posisi imobilisasi pada kaki.
Rasional: imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang
yang menjadi unsure utama penyebab nyeri pada lengan atas.
iii. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus.
Rasional: nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung
kemih, dan berbaring lama.
iv. Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvasife.
Rasional: pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya efektif dalam mengurangi nyeri.
v. Ajarkan relaksasi: tenik untuk menurunkan ketegangan otot rangka yang dapat
mengurangi intensitas nyeri. Tingkatkan relaksasi masase.
Rasional:teknik ini akan melancarkan peredaran darah sehingga O2
padajaringan terpenuhi dan nyeri berkurang.
vi. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
Rasional: mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke hal-hal yang
menyenakan.
vii. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman, misalnya waktu tidur, belakang tubuh klien dipasang bantal kecil.
Rasional: istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga semua akan
meningkatkan kenyamanan.
viii. Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan hubungkan dengan berapa
lama nyeri akan berlangsung.
Rasional: pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri membantu mengurangi nyeri.
Hal ini dapat membantu meningkatkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
ix. Pantau keadaan pemasangan gips.
Rasional: gips harus tergantung (dibiarkan tergantung bebas tanpa disangga)
karena berat gips dapat digunakan sebagai traksi terus-menerus pada kaki. Klien
dinasihati untuk tidur dalam posisi tegak sehingga traksi dari berat gips dapat
dipertahankan secara konstan.
x. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic.
Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.
2. Dx: Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
tulang, nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen tulang.
Tujuan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil: klien dapat ikut seta dalam program latihan, tidak mengalami
kontraktur sendi, kekuatan otot bertambah, dan klien menunjukan tindakan untuk
meningkatkan mobilitas.
Intervensi:
a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Kaji secara
teratur fungsi motorik.
Rasional: mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b. Atur posisi imobilisasi pada kaki. Rasional :imobilisasi yang adekuat dapat
mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsure utama penyebab
nyeri pada kaki.
c. Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.
Rasional: gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot, serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
d. Bantu klien melakukan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi.
Rasional: untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk melatih fisik klien.
Rasional: kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan
fisik dan tim fisisoterapi.
3. Dx: Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entrée luka
operasi pada kaki.
Tujuan: infeksi tidak terjadi selama perawatan.
Kriteria hasil: klien mengenal factor risiko, mengenal tindakan
pencegahan/mengurangi factor risiko infeksi, dan menunjukan/mendemonstrasikan
teknik-teknik untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi:
1) Kaji dan monitor luka operasi setiap hari.
Rasional :mendeteksi secara dini gejala-gejala inflamasi yang mungkin timbul
secara sekunder akibat adanya luka pasca operasi.
2) Lakukan perawatan luka secara steril.
Rasional: teknik perawatan luka secara steril dapat mengurangi kontaminasi
kuman.
3) Pantau/batasi kunjungan.
Rasional :mengurangi risiko kontak infeksi dari orang lain.
4) Bantu perawatan diri dan keterbatasan aktivitas sesuai toleransi. Bantu program
latihan.
Rasional: menunjukan kemampuan secara umum, kekuatan otot, dan merangsang
pengembalian system imun.
5) Berikan antibiotic sesuai indikasi.
Rasional: satu atau beberapa agens diberikan yang bergantung pada sifat pathogen
dan infeksi yang terjadi.
4. Dx: Risiko cedera berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik
Tujuan: cedera tidak terjadi
Kriteria hasil: klien mau berpartisipasi dalam mencegah cedera
Intervensi:
1) Pertahankan imobilisasi pada kaki
R: meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan antara fragmen tulanng dan
jaringan lunak sekitarnya
2) Bila klien menggunakan gips, pantau adanya penekanan setempat dan sirkulasi
perifer
R: Mendeteksi adanya sindrom kompartemen dan menilai secara dini adanya
gangguan sirkulasi pada bagian distal lengan atas
3) Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut agar
posisi tetap netral
R: mencegah perubahan posisi dengan tetap mempertahankan kenyamanan dan
keamanan
4) Evaluasi bebat terhadap resolusi edema
R: bila fase edema telah lewat kemungkinan bebat menjadi longgar dapat terjadi
5) Evaluasi tanda/gejalah perluasan cedera jaringan (peradangan local/sistemik,
seperti peningkatan nyeri, edema, dan demam)
R: menilai perkembangan masalah klien
5. Dx: Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan
penurunan kekuatan kaki.
Tujuan: perawatan diri klien dapat terpenuhi
Kriteria Hasil: klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan
merawat diri, mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan, dan mengidentifikasi individu yang dapat memmbantu
Intervensi:
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
R: memantau dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan untuk
kebutuhan individual.
2) Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.
R: hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan menjaga harga diri klien
karena klien dalam keadaan cemas dan membutuhkan bantuan orang lain.
3) Ajak klien untuk berpikir positif terhadap kelemahan yang dimilikinya. Berikan
klien motivasi dan izinkan ia melakukan tugas, kemudian beri umpan balik positif
atas usaha yang telah dilakukan.
R: klien memerlukan empati dan perawatan yang konsisten. Intervensi tersebut
dapat meningkatkan harga diri, memandirikan klien, dan menganjurkan klien
untuk terus mencoba.
4) Rencanakan tindakan untuk mengurangi pergerakan pada sisi lengan yang sakit,
seperti tempatkan makanan dan peralatan  dalam suatu tempat yang belawanan
dengan sisi yang sakit.
R: klien akan lebih mudah mengambil peralatan yang diperlukan karena lebih
dekat dengan lengan yang sehat. \
5) Identifikasi kebiasaan BAB. Ajurkan minum dan tingkatkan latiahan.
R: meningkatkan latihan dapat mencegah konstipasi.
6. Dx: Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status
ekonomi, dan perubahan fungsi peran.
Tujuan: Ansietas hilang atau berkurang.
Kriteria Hasil: klien mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau
factor yang mempengaruhi, dan menyatakan ansietasnya berkurang.
Intervensi:
1) Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas. Dampingi klien dan lakukan tindakan
bila klien menunjukan perilaku merusak
R: reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa agitasi, marah dan gelisa.
2) Hindari konfrontasi.
R: konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
3) Mulai lakukan tindakan untuk mengurangi ansietas. Beri lingkungan yang tenang
dan suasana penuh istirahat.
R: mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
4) Tingkatkan control sensasi klien.
R: control sensasi klien (dalam mengurangi ketakutan) denga cara membberikan
informasi tentang keadaan klien, menekankann penghargaan terhadap sumber-
sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan
teknik-teknik pengalihan, serta memberikan umpan balik yang positif.
5) Orientasikan klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi dan aktivitas yang
diharapkan.
R: orientasi terhadap prosedur operasi dapat mengurangi ansietas.
6) Beri kesempatan klen mengungkapkan ansietasnya
R: dapat menghilangkann ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.
7) Berikan privasi kepada klien dengan orang terdekat.
R: memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan ansietas,
dan perillaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien
untuk melakukan aktivitas pengalihan perhatian akan mengurangi perasaan
terisolasi. 
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPARAWATAN

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN POLA KEBUTUHAN VIRGINIA HANDERSON
DEPARTEMEN KMB UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
Identitas Pasien Status Perkawinan Menikah
Nama : NY. N Janda/Duda
Umur : 46 Tahun Suku / Bangsa : Jawa
Jenis Kelamin : P Alamat : Kota Sragen
Pendidikan : SD SLTP SLTA Ruang Rawat : Gardenia
Sarjana No. RM : 600XXX
Pekerjaaan : IRT Tgl/jam masuk : 20-12-2020 / 09.10
Agama : Islam Kristen Katolik Tgl/jam pengkajian : 21-12-2020 / 09.00
Budha wib
Hindu Konghucu Diagnosa : Union Tibia Dextra
Identitas Penanggung jawab
Nama : Tn. B
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : L
Pendidikan : SLTA
Pekerjaaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Kota Sragen
Hubungan dengan pasien : Suami
Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama : Lemes, Nyeri
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien tergelincir batu, lalu terjatuh dan kaki sebelah
kanannya tertimpa motor, kemudian dibawa ke sangkal putung, pasien kira kakinya hanya
bengkak jadi tidak langsung dibawa ke RS ternyata bengkak hilang dan bengkak lagi,
pasien di bawa ke IGD setelah di triase di IGD pada Minggu tgl 20 desember 2020 jam
09.10 dibawa ke RS dr. Gondo Suwarno dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan perawat
dan didapatkan hasil TD : 158/85 mmHg S: 36,3C, N: 105 x/menit, RR : 20 x/menit, dan
SPO2 : 99% dan juga diberikan terapi infus RL 20 tpm. Setelah itu pasien dipindahkan ke
ruang Gardenia kamar 531. Pasien operasi pada Senin tanggal 21 Desember 2020 keadaan
sekarang pasien ketika dikaji setelah operasi mengatakan nyeri pasca operasi , TTV
140/110 mmH: S: 36,4C, N: 86 x/menit, RR: 20 x/menit, spo2 100%. Dengan kondisi
kaki bengkak di sebelah kanan.
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi
Stroke Stroke
PPOK TB Asma Asma TBC
Sejak Penyakit tersebut dialamai oleh
Diobatkan ke Sejak
Obat yang masih dikonsumsi saat ini

Genogram

Keterangan :

Laki laki :

Perempuan :

meninggal : x

tinggal dalam satu rumah :

Pasien / klien :
Keadaan umum :
Nilai GCS : E 4 M 6 V 5 . Skor total : 15 . Kesadaran : composmentis
TTV : TD : 158/85 mmHg MAP : 109,33mmHg
N: 105 x/menit
S: 36.3°C
RR: 20 x/menit
Kepala : mesosepal, rambut lurus beruban
Wajah :simetris
Mata : sklera ikterik, konjungtiva tidak anemis
Hidung : simetris, tidak ada polip hidung
Mulut : gigi bersih, tidak ada pembesaran tonsil, mukosa bibir kering, simetris.
Telinga : normal, tidak ada serumen
Leher : tidak ada pembesaran jvp
Dada
 Paru
I : bentuk simetris, Retraksi dada (-)
P : Vokal fremitus teraba kanan dan kiri sama.
P : Sonor
A : Vesikuler
 Jantung
I : Simetris
P: Ictus kordis teraba pada mid clavikula ke- 5
P : Redup
A : terdengar lup dup BJ 1,2
Abdomen :
I : tidak ada lesi , simetris
P : Hiperperistaltik (±20 x/menit)
P : ada nyeri tekan
A : timpani diseluruh abdomen
Genetalia : Terpasang kateter no 14 hari kedua
Ekstremitas :
- Ekstremitas atas: tidak ada edema, tangan kanan terpasang infus RL
30 tpm hari ke dua
- Ekstremitas bawah : ada edema, belum bisa berjalan pada kaki
kanan

PENGKAJIAN POLA KEBUTUHUAN


Pernafasan dan Oksigenasi : Frekuensi : 20 x/menit. Teratur/tidak teratur. Jenis
pernafasan : reguler
Suara pernafasan: Vesikuler Ronkhi Wheezing Keluhan Dipnea Ortopnea.
Saturasi oksigen : 99 %. AGD : .
Foto thoraks : -
Keluhan yang dirasakan pasien: sesak nafas
Status oksigenasi sentral : nyeri kepala, migraine, berputar. Hasil pemeriksaan CT scan
Nyeri dada. Tipe Timbul saat .
Pemeriksaan jantung : suara jantungmur-mur gallop.
Hasil pemeriksaan foto thoraks jantung :
Hasil pemeriksaan ECG :
HR : 82bpm AXIS :58deg
R-R : 728ms RV5 : 0.73mV
P-R : 151ms SV1 : 0.34mV
QRS : 82ms R+S : 1.07mV
QT : 379ms
QTc :444
Nutrisi : Jenis diet . Menu yang disajikan : nasi
TB : 150 cm, BB :56 kg, Hb : 14.4 gr/dl, kolesterol
Keluhan : Mual Muntah Tidak nafsu makan. Sejak :
IMT: m/h² = 56/(1,5)² = 56/(22,5) = 24,8
Gerak dan Keseimbangan : postur tubuh simetris tidak simetris . Kemampuan
mobilisasi saat ini :
bedrest total miring kanan kiri dengan bantuan duduk secara mandiri duduk
dengan bantuan
berdiri secara mandiri berdiri dengan bantuan berjalan mandiri berjalan dengan
bantuan.
Keluhan pada saat aktifitas : . Nadi : 88 x/menit.
Keluhan sendi : nyeri kaku pada sendi
Kelumpuhan/kelemahan anggota gerak : ya tidak, pada bagian :
Kebutuhan Eliminasi : BAB. Frekuensi 2 x/hari. Konsistens : lembek keras
cair
Peristaltik usus 18 x/menit.
Alat bantu BAB : obat pencahar,berupahuknah.
Keluhan BAB : . Hasil laborat tinja :
BAK. Frekuensi 2-4 x/hari. Volume 1.000 cc/24 jam. Warna urin : kuning
jernih kuning keruh
merah bernanah. Alat bantu pengeluaran urin : kateter permanen kateter
sementara. Laboratorium urin : ureum, kreatinin, sel darah merah dalam urin
Istirahat tidur : lama tidur malam 5 jam. Lama tidur siang 1 jam.
Kebiasaan selama tidur . Kebiasaan sebelum tidur
Kondisi setelah bangun tidu : ngantuk lelah segar terasa pegal semua.
Keluhan yang berhubungan dengan tidur :
Kebutuhan mempertahankan suhu tubuh : suhu 36,6 oC. Keluhan yang dirasakan
saat ini : badan panas
Badan dingin menggigil. Perabaan pada punggung tangan : panas dingin
hangat. Kebiasaan khusus untuk menjaa suhu tubuh : tidak ada memakai jaket
memakai kaos dalam saja
Menjaga kebersihan : tampilan tubuh terkesan : bersih kotor.
Aroma tubuh tercium wangi tidak sedap.
Tampilan rambut bersih kotor tidak beraturan rapi aroma berbau
aroma wangi
Kebersihan gigi bersih kotor gigi berlubang.
Kebersihan kulit bersih kotor lembab
Kering pecah-pecah adanya luka, di bagian , bentuk , panjang
cm, dalam cm.
Kondisi luka bersih kotor kering berair bengkak merah berbau
pucat kehitaman.
Kebutuhan bekerja : pekerjaan saat ini sebagai .
Jenis pekerjaan menurut pasien tergolong ringan berat. Resiko pekerjaan patah
tulang memar otot gangguan tulang belakang
Pasien istirahat dari bekerja selama hari. Support dari tempat kerja saat ini support
biaya support psikologi support doa bersikap cuek tempat bekerja tidak ada
yang tahu.
Tingkat kekhawatiran terhadap resiko tidak bisa bekerja setelah sakit tinggi rendah
tidak merasa
Kebutuhan beribadah : ibadah yang dijalankan saat sakit : sholat berdoa puji-
pujian semedi
Kebutuhan berpakaian : pakaian saat ini bersih kotor rapi acak-acakan.
Bahan pakaian yang nyaman menurut pasien tebal tipis ketat longgar.
Frekuensi ganti pakaian :
Menghindari bahaya lingkungan (aman & nyaman) : kondisi yang mengancam saat ini
Ketidaknyamanan yang dirasakan : nyeri, skala 5 , lokasi kaki kanan, lama nyeri 5-10
menit.
Gatal, lokasi , lama gatal menit. Resiko jatuh tinggi rendah.
Alat pengaman di tempat tidur tidak ada manual program elektrik
P : pasien mengatakan nyeri bagian kaki kanan pasca operasi
Q :pasien mengatakan kualitas nyeri diremas - remas
R : Pasien mengatakan nyeri di bagian kaki kanan ( post orif)
S : skala nyerinya 5
T : nyerinya hilang timbul selama 5-10 menit
Kebutuhan belajar : informasi tentang penyakit yang didapatkan pengertian
penyebab tanda gejala pengobatan perawatan resiko penyakit perawatan
di rumah diet aktifitas
Pemahaman pasien tentan istilah medis mudah sulit
Rekreasi : rekreasi yang sering dilakukan pasien tidak ada,
Kegiatan yang saat ini ingin dilakukan :
Kebutuhan komunikasi : bahasa yang digunakan :
Intonasi suara : keras lembut lirih
Sikap komunikasi : mudah tersinggung terbuka dengan berbagai pendapat cuek
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laborat :

INSTALASI LABORATORIUM KLINIK


Tgl : 20-12-2020
JAM : 09.55
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
Hemoglobin 14.4 g/dL 11.7 – 15.5
Lekosit 9.45 10^3/uL 3.6 – 11
Trombosit L 139 10^3/uL 150 – 440
Hematokrit 43.4 % 35 – 47
Eritrosit 4.81 10^6/uL 3.8 – 5.2
MCV 90.2 fL 80 – 100
MCH 29.9 Pg 26 – 34
MCHC 33.2 g/dL 32 – 36
Eosinofil 0.7 % 0–3
Basofil 0.4 % 0–1
Neutrofil 62.8 % 28-78
Limfosit 29.5 % 25-40
Monosit 6.6 % 2-8
PPT 12.8 Detik 11-15
APTT 25.0 Detik 25-35
HBsAg Kualitatif Negatif Negatif
Ureum 17 mg/dL <42
Creatinin 0.76 mg/dL 0.45 – 1.000
SGOT 31 U/L 0 - 35
SGPT H 79 U/L 0 - 35
IgM Antibody Non Reaktif Non Reaktif
IgG Antibody Non Reaktif Non Reaktif

Obat-obatan pasien :
Infus Rl 30 tpm
Injeksi :
- Ondansetron 1x 16g
- Amlodipin 1x10g
- Ketorolac 30mg/ 8jam
- Tramadol ½ ampul / 8 jam
- Cefazoline 1/8jam
- Ranitidine 1/ 12 jam
Per oral :
- Paracetamol 50 mg/ 8 jam

ANALISA DATA
No Hari/tgl jm Data Fokus Problem Etiologi
1 21-12-2020 DS : Nyeri Akut Agen cidera fisik
P : pasien mengatakan
09.00 ( post orif )
nyeri bagian kaki kanan
pasca operasi
Q :pasien mengatakan
kualitas nyeri diremas -
remas
R : Pasien mengatakan
nyeri di bagian kaki
kanan ( post orif)
S : skala nyerinya 5
T : nyerinya hilang timbul
selama 5-10 menit

DO : Pasien tampak meringis


2 21-12-2020 DS : Pasien mengatakan tidur Gangguan Pola Adanya nyeri di
09.05 terganggu, lama tidur malam Tidur bagian tangan
5 jam 30 menit. (jam 12 kanan bawah
malam, bangun 00.30 tidur
lagi pukul 01.00 bangun
pukul 05.00 ) Lama tidur
siang 20 menit . (jam 12
siang tidur, bangun pukul
12.20) jam. Jam tidur
malam 00.00 s/d 05 .00.
Pasien mengatakan tidak
cukup tidur karena nyeri pada
bagian kaki tangan
DO:
- Wajah pasien
mengantuk dan
keadaan umum lemas

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik ( post orif ) Domain 12
Kenyamanan, Kelas 1 Kenyamanan Fisik (Kode 00132)
b. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri akut yang di rasakan. Domain 4
Aktivitas Istirahat. Kelas 1 Tidur/Istirahat (Kode 000198)
INTERVENSI KEPERAWATAN

No Hari/ Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Rasional TTD


. Tgl/Jam Keperawatan
1. Senin Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Monitor nyeri secara - untuk mengetahui
21-11-20 berhubungan tindakan komprehensif (PQRST) kriteria nyeri yang
dengan agen keperawatan 3x8 dialami.
2. Ajarkan Teknik
Jam 11.00 cidera fisik jam diharapkan nyeri
Relaksasi nafas dalam - untuk menentukan
( post orif) berkurang/ hilang dg
intervensi
KH: 3. Edukasi kepada
keperawatan yang
-pasien melaporkan pasien apa saja yang
akan di berikan
nyeri berkurang/ harus dilakukan ketika
kepada pasien.
hilang nyeri datang
-frekuensi dan durasi - untuk mengurangi
4. Pemberian obat serta
nyeri berkurang nyeri yang dirasakan
monitor efektifitas
-ekspresi wajah pasien
penanganan non
rileks.
farmakologi dan respon
terhadap obat yang di
berikan

2. Senin Gangguan Setelah dilakukan 1.Mengkaji Pola tidur - Mengetahui pola


21-12-20 istirahat tidur tindakan tidur agar pasien siap
2. Motivasi anak untuk
Jam 11.10 berhubungan keperawatan 3x8 untuk tidur dan tidak
mempersiapkan diri
dengan nyeri diharapkan jam pola ada masalah saat
sebelum tidur
akut yang di tidur menjadi baik tidur.
rasakan. kembali dengan KH: 3.Berikan obat tidur
-untuk memenuhi
bila perlu ketika pasien
-pasien mengatakan kebutuhan tidur
tidak bisa tidur sama
bisa tidur pada pasien.
sekali.
malam hari
-memberikan posisi
4.Berikan posisi
-pasien yang nyaman untuk
nyaman pada pasien
tampak segar mengurangi nyeri
pada pagi
hari.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

21 –12 – 2020
Hari,Tanggal/
No.Dx Implementasi Respon / Hasil Ttd
Jam
1,2 Senin Mengkaji nyeri, mengkaji DS:
21-12-2020 pola tidur - Pengkajian nyeri
P : pasien mengatakan nyeri post orif
Jam 10.00 Q : pasien mengatakan kualitas nyeri seperti diremas - remas
R : Pasien mengatakan nyeri bagian kaki kanan
S : skala nyeri 5
T : nyerinya hilang timbul selama 5-10 menit
Pengkajian pola tidur
Pasien mengatakan tidur terganggu, lama tidur malam 5 jam 30
menit. (jam 12 malam, bangun 00.30 tidur lagi pukul 01.00 bangun
pukul 05.00 ) Lama tidur siang 20 menit . (jam 12 siang tidur, bangun
pukul 12.20) jam. Jam tidur malam 00.00 s/d 05 .00 . Pasien
mengatakan tidak cukup tidur karena nyeri kaki kanan
D0 :
- Pengkajian nyeri
Pasien Nampak meringis kesakitan dengan hasil skala nyeri 5
- Pengkajian pola tidur
Wajah pasien mengantuk dan keadaan umum lemas
1,2 Senin Memberikan posisi DS :Pasien mengatakan bersedia mengikuti instruksi
21-12-2020 nyaman dan mengedukasi DO : Pasien tidur dengan posisi supinasi dan sebelum tidur
pasien ketika nyeri (nafas melakukan nafas dalam
Jam 10.05 dalam), motivasi pasien
sebelum tidur
1 Senin Berkolaborasi dengan tim DS : Pasien bersedia dilakukan injeksi ketorolac melalui Intravena
21-12-2020 medis dalam memberikan DO : Pasien meringis kesakitan
obat untuk mengurangi
Jam 10.10 nyeri supaya pola tidur
menjadi lebih baik
- Ketorolac Injeksi
22-12-2020
1,2 Selasa Mengkaji nyeri, mengkaji pola DS:
22-12-2020 tidur - Pengkajian nyeri
P : pasien mengatakan nyeri post orif
Jam 11.00 Q : pasien mengatakan kualitas nyeri diremas - remas
R : Pasien mengatakan nyeri di bagian kaki kanan: skala
nyeri 4
T : nyerinya hilang timbul selama 5-10 menit
Pengkajian pola tidur
Pasien mengatakan tidur terganggu, lama tidur malam 5
jam 30 menit. (jam 12 malam, bangun 00.30 tidur lagi
pukul 01.00 bangun pukul 05.00 ) Lama tidur siang 20
menit . (jam 12 siang tidur, bangun pukul 12.20) jam.
Jam tidur malam 00.00 s/d 05 .00 . Pasien mengatakan
tidak cukup tidur
D0 :
- Pengkajian nyeri
Pasien Nampak meringis kesakitan dengan hasil
skala nyeri 4
- Dilakukan operasi post orif
- Pengkajian pola tidur
Wajah pasien mengantuk dan keadaan umum
lemas
1,2 Selasa Memberikan posisi nyaman dan DS : Pasien mengatakan bersedia mengikuti instruksi
22-12-2020 mengedukasi pasien ketika DO : Pasien tidur dengan posisi supinasi dan di bantu
nyeri (nafas dalam), motivasi keluarga pasien sebelum tidur melakukan nafas dalam
Jam 11.10 pasien sebelum tidur

1 Selasa Berkolaborasi dengan tim DS : Pasien bersedia dilakukan injeksi ketorolac melalui
22-12-2020 medis dalam memberikan obat Intravena
untuk mengurangi nyeri supaya DO : Pasien terlihat meringis kesakitan
Jam 11.15 pola tidur menjadi lebih baik
- Ketorolac Injeksi
23-12-2020
1,2 Sabtu Mengkaji nyeri, mengkaji pola DS:
23-12-2020 tidur - Pengkajian nyeri
P : pasien mengatakan nyeri post orif
Jam 15.00 Q : pasien mengatakan kualitas nyeri seperti, diremas -
remas
R : Pasien mengatakan nyeri di bagian kaki kanan
S : skala nyeri 3
T : nyerinya hilang timbul selama 5-10 menit
Pengkajian pola tidur
Pasien mengatakan tidur terganggu, lama tidur malam 5
jam 30 menit. (jam 12 malam, bangun 00.30 tidur lagi
pukul 01.00 bangun pukul 05.00 ) Lama tidur siang 20
menit . (jam 12 siang tidur, bangun pukul 12.20) jam.
Jam tidur malam 00.00 s/d 05 .00 . Pasien mengatakan
tidak cukup tidur
D0 :
- Pengkajian nyeri
Pasien Nampak meringis kesakitan dengan hasil
skala nyeri 3
- Pengkajian pola tidur
Wajah pasien mengantuk dan keadaan umum
lemas

1,2 Rabu Memberikan posisi nyaman dan DS : Pasien mengatakan bersedia mengikuti instruksi
23-12-2020 mengedukasi pasien ketika DO : Pasien tidur dengan posisi supinasi dan sebelum tidur
nyeri (nafas dalam), motivasi melakukan nafas dalam
Jam 15.10 pasien sebelum tidur

1 Rabu Berkolaborasi dengan tim DS : Pasien bersedia dilakukan injeksi ketorolac melalui
23-12-2020 medis dalam memberikan obat Intravena
untuk mengurangi nyeri supaya DO : Pasien meringis kesakitan
Jam 17:00 pola tidur menjadi lebih baik
- Ketorolac Injeksi

EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tgl/
DX Evaluasi TTD
Jam

Senin Nyeri akut S : pasien mengatakan masih sedikit nyeri bagian kaki kanan
21-12-2020 O : SPO2 : 98%
N : 98 x/menit
Jam 13.00 S : 36°C
RR : 20 x/mnt
Skala nyeri : 5
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Senin Gangguan istirahat tidur S : Pasien mengatakan susah tidur, terbangun tengah malam
21-12-2020 O : Ku baik,,mengantuk
N : 98 x/menit
Jam 13.00 S : 36 °C
RR : 20 x/mnt
SPO2 : 98 %

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

Selasa Nyeri akut S : pasien mengatakan masih sedikit nyeri bagian kaki kanan
22-12-2020 O : SPO2 : 98%
N : 88 x/menit
Jam 13.00 S : 36°C
RR : 22 x/mnt
Skala nyeri : 4
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Selasa Gangguan istirahat tidur S : Pasien mengatakan susah tidur, terbangun tengah malam
22-12-2020 O : Ku baik,,mengantuk
N : 98 x/menit
Jam 13.00 S : 36 °C
RR : 22 x/mnt
SPO2 : 98 %

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

Rabu Nyeri akut S : pasien mengatakan masih sedikit nyeri bagian kaki kanan
23-12-2020 O : SPO2 : 98%
N : 98 x/menit
Jam 19.00 S : 36°C
RR : 20 x/mnt
Skala nyeri : 2
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

Rabu Gangguan istirahat tidur S : Pasien mengatakan susah tidur, terbangun tengah malam
23-12-2020 O : Ku baik,,mengantuk
N : 98 x/menit
Jam 19.10
S : 36 °C
RR : 20 x/m
SPO2 : 98 %
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyebab Ny N dirawat di RSUD dr Gondo Suwarno karena tergelincir batu dan
tertimpa motor lalu Ny N dibawa ke pengobatan alternatif sangkal putung. sehingga Ny
N mengalami Fraktur dengan komplikasilama karena kejadian Ny N tergelincir itu pada
tanggal 19 Agustus 2019, dengan pengambil keputusan yang kurang tepat dengan dibawa
langsung ke pengobatan alternatif sangkal putung namun di bawa ke RS nya pada tanggal
20 Desember 2020 dan dilakukan tindakan operasi ORIF pada tanggal 21 Desemmber
2020. Setelah dilakukan tindakan bedah pasien merasakan nyeri dan sulit untuk
melakukan ativity daily living secara mandiri apalagi dibagian luka pasca operasi.
B. Saran
Jika terjadi kasus trauma pada pasien lebih baik dilakukan penanganaan ke
pelayanan kesehatan (Rumah sakit, puskesmas, dll) dengan teknik penanganan bedah
daripada ke pengobatan alternatif, karena hal tersebut bisa membuat penyembuhan
semakin lama dan malah bisa membuat masalah baru.

DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva Press.
Dosen KMB Indonesia. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-
Bedah: Diagnosis NANDA-I 2015-2017, Intervensi NIC, Hasil NOC.
Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis :
Berdasarkan Penerapan Diagnosa NANDA, NIC, NOC dalam Berbagai
Kasus. Yogyakarta: MediAction Publishing.
Setiati, Siti et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 6, Jilid 2. Jakarta:
Interna Publishing.
Wong, DL et al. 2010. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Vol.2. Jakarta: EGC.
Mubarak,W.I dan Chayatin, N. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:EGC
Andarmoyo, Sulistyo.2012. Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) Konsep
Proses dan Prsktik Keperawatan,edisi Pertama.Yogyakarta: Graha Ilmu
Tarwoto, Wartonah (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Nursing Interventions Classificatio Edisi Keenam Edisi Bahasa Indonesia Editor
Bahasa Indonesia Intansari Nurjannah dan Roxsana Devi Tumanggor
Nursing Outcomes Classification Edisi Kelima Edisi Bahasa Indonesia Editor
Bahasa Indonesia Intansari Nurjannah dan Roxsana Devi Tumanggor
Suyono S. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam .IV ed. Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FK UI: 2010
Sudoyo AW, Setiohadi B, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Interna
Asmadi. (2012). Teknik Prosdural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika
Adi Mahartha Gde Rastu, Dkk. 2013. Manajemen Fraktur Pada Trauma
Muskuloskeletal. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=14484&val=970diakses kamis 22 oktober 2020

Anda mungkin juga menyukai