Anda di halaman 1dari 12

A.

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Stroke adalah infark regional kortikal, subkortikal atau pun infark

regional di batang otak yang terjadi karena kawasan perdarahan atau

penyumbatan suatu arteri sehingga jatah oksigen tidak dapat disampaikan

kebagian otak tertentu. Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada

orang dewasa. Empat juta orang Amerika mengalami defisit neurologi

akibat stroke; dua pertiga dari defisit ini bersifat sedang sampai parah.

Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah 30% sampai 35%

dan kemungkinan kecacatan mayor pada orang yang selamat adalah 35%

sampai 40%. Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari stroke

akan mengalami stroke ulangan pada tahun pertama.

Secara umum stroke dapat dibagi menjadi 2. Pertama stroke

iskemik yaitu stroke yang disebabkan oleh penyumbatan pada pembuluh

darah diotak. Kedua stroke hemoragik yaitu stroke yang disebabkan oleh

pecahnya pembuluh darah di otak. Faktor-faktor resiko stroke antara lain

umur, hipertensi, diabetes mellitus, aterosklerosis, penyakit jantung,

merokok dan obat anti hamil2.

Melihat fenomena di atas, stroke merupakan penyakit yang

menjadi momok bagi manusia. Selain itu, stroke menyerang dengan tiba-

tiba. Orang yang menderita stroke sering tidak menyadari bahwa dia

terkena stroke. Tiba-tiba saja, penderita merasakan dan mengalami

1
kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo,

pandangan kabur, dan lain sebagainya tergantung bagian otak mana yang

terkena. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempelajari tentang

patofisologi, mekanisme, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan

penatalaksanaan stroke. Karena keterbatasan tempat kali ini penulis hanya

akan membahas patofisiologi dan penatalaksanaan stroke disebabkan

penulis memandang lebih pentingnya membahas masalah tersebut

daripada yang lain. Pertambahan kasus stroke yang tidak diimbangi

dengan perbaikan penatalaksanaan di rumah sakit menyebabkan dalam

dekade terakhir stroke merupakan penyebab kematian nomor 1 di rumah-

rumah sakit di Indonesia (Informasi Rumah Sakit. Depkes RI 1997).

Kematian akibat stroke terutama terjadi pada fase akut dan umumnya

terjadi pada saat penderita sudah berada di rumah sakit. Oleh karena itu

disamping usaha prevensi primer perbaikan penatalaksanaan stroke di

rumah sakit merupakan hal yang harus dilaksanakan.

CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak

yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan

peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja

dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang

menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,

proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga

menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234).

2
2. Tujuan

1.      Untuk mengetahui patofisiologi penyakit stroke.

2.      Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit stroke.

B. TINJAUAN TEORI

1. Pengertian

CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya


mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang
berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang
menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh
darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria
karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan
cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131)

2. Etiologi

Beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)

a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema
dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua
yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan
elastisitas dinding pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan
menyebabkan viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat
melambatkan aliran darah cerebral

3
3) Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli

Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah


otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:

1) Penyakit jantung, reumatik


2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-
gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
3. Faktor resiko terjadinya stroke

Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236):

1) Hipertensi.
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung:
Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium),
penyakit jantung kongestif.
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematocrit
6) Diabetes Melitus
7) Merokok

4. Patofisiologi
1. Klasifikasi ( Arief Mansoer, dkk, 2000) berdasarkan Klinik
a. Stroke Hemoragik (SH)
Stroke yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah

4
tertentu, biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas atau
saat aktif. Namun bisa juga terjadi saat istirahat, kesadaran
pasien umumnya menurun.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH)
Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi
hari. Tidak terjadi iskemi yang menyebabkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran pasien
umumnya baik.
2. Berdasarkan Perjalanan Penyakit
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik
sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak
dan hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit)
sampai beberapa jam (24 jam)
b. Stroke Involution atau Progresif
Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan
meskipun akut. Munculnya gejala makin bertambah buruk,
proses progresif beberapa jam sampai beberapa hari.
c. Stroke Complete

Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau


permanen, maksimal sejak awal serangan dan sedikit
memperlihatkan parbaikan dapat didahului dengan TIA yang
berulang.

5
5. Manisfestasi klinis
1. Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (1996:
258-260), yaitu:
a. Lobus Frontal
1) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian
singkat, peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian
buruk, tidak mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir
abstrak.
2) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan
otot-otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3) Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas
emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial,
penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan
frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik
diri, isolasi, depresi.
b. Lobus Parietal
1) Dominan :
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong
sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon
terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas
dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
b. Defisit bahasa/komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara
menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami)
- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang
diucapkan)
- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap
tingkat)
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang
dituliskan)

6
- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-
ide dalam tulisan).

2) Non Dominan

- Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan


tepat dan menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal
terhadap ekstremitas yang mengalami paralise)
- Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan
objek-objak dengan tepat)
- Agnosia (ketidak mampuan untuk mengidentifikasi
lingkungan melalui indra)
- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek
atau tempat
- Disorientasi kanan kiri

c. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan


ketajaman penglihatan, diplobia (penglihatan ganda), buta.

d. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan


tubuh.

2. Penurunan Kesadaran

6. Pemeriksaan Penunjang

Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:

a. Laboratorium :
b. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA
ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam

7
Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen
(Muttaqin, 2008: 249-252)
c. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA
infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl,
Laju endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur
kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang
tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan
apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic
dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,)
(Prince, dkk ,2005:1122)
d. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal
jantung kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
e. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi
gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa
stroke (Prince, dkk, 2005:1122).
f. Angiografi serebrum: membantu menentukan penyebab dari stroke
secara Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia
fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan
thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk, 2005:1122).
g. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan
memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122)
h. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber
kardioembolus potensial (Prince, dkk, 2005:1123).
i. CT scan: pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar
ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).

8
j. MRI: menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan
besar / luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).
k. Penatalaksanaan medis :
l. Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark
(Muttaqin, 2008:14):
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV
dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak
pasif.
b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem
kardiovaskuler.
4) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
c. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
d. Osmoterapi antara lain:
Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu
15-30 menit, 4-6 kali/hari.
Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
e. Posisi kepala head up (15-30⁰)
f. Menghindari mengejan pada BAB
g. Hindari batuk
h. Meminimalkan lingkungan yang panas

2. Kompliksi

Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008: 253)


a. Dalam hal imobilisasi:
Infeksi pernafasan (Pneumoni), nyeri tekan pada decubitus,
Konstipasi
b. Dalam hal paralisis:
Nyeri pada punggung, Dislokasi sendi, deformitas
c. Dalam hal kerusakan otak:

9
Epilepsy, Sakit kepala
d. Hipoksia serebral
e. Herniasi otak
f. Kontraktur

7. Pathways

10
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian


Neurologi FKUI /RSCM, UCB Pharma Indonesia, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta.

Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Diknakes, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan


Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume


3, EGC, Jakarta.

Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi
VI, Volume II, EGC, Jakarta.

Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing


Process Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company,
Philadelphia.

Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical


Nursing, A Nursing Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company,
Philadelphia.

11
Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke: Diagnosis Dan Penatalaksanaannya,
Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Juwono, T., 1993, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.

Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat,
Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.

Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,
Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu


Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

12

Anda mungkin juga menyukai