Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan pengetahuan terjadi setelah

seseorang melakukan suatu pengindraan terhadap kejadian tertentu.

Pengindraan dapat terjadi melalui panca indera manusia yaitu indra

pendengaran, indra penciuman, indra penglihatan, indra perabaan dan

indra rasa. Sebagian pengetahuan dari manusia dapat diperoleh melalui

mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan adalah syarat yang

terpenting dari sikap, jadi sikap bukan hanya perasaan yang mendukung

atau tidak mendukung perilaku, namun juga menyangkut estimasi akan

hasil dari perilaku tersebut (Saputra & Surahma asti mulasari, 2017).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan itu terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan bersifat langgeng daripada perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan merupakan tahap awal


dalam adopsi perilaku baru sebelum terbentuknya sikap terhadap objek

baru yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan terdiri atas kepercayaan tentang kenyataan. Salah satu cara

untuk mendapatkan dan memeriksa pengetahuan adalah dari tradisi atau

dari yang berwewenang di masa lalu yang umumnya dikenal, melalui

pengamatan atau eksperimen serta diturunkan dengan cara logika secara

tradisional. Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan

dibagi menjadi tiga yaitu pengetahuan baik, pengetahuan cukup, dan

pengetahuan kurang. Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau

angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

responden (Notoatmodjo, 2010).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), tingkat pengetahuan dibagi menjadi 7

yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu berarti hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengukur bahwa orang

tahu sesuatu, dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.


b. Memahami (comprehension)

Memahami berarti orang tersebut harus dapat menginterpretasikan

secara benar tentang objek tersebut, bukan sekedar tahu dan dapat

menyebutkan, tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus

melakukan hal tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan saat seseorang yang telah memahami suatu objek

yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analalisis berarti seseorang mampu menjabarkan dan/atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah saat seseorang mampu untuk merangkum atau

meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-

komponen pengetahuan yang dimiliki atau diartikan sebagai

kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang

telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi adalah saat seseorang mampu untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini berdasarkan


atas kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di

masyarakat. Misalnya, seseorang ibu dapat menilai seseorang

menderita malnutrisi atau tidak, dan sebagainya.

2.2 Antenatal Care

2.2.1 Pengertian

Antenatal Care adalah pelayanan yang bersifat preventif care untuk

individu untuk mencegah masalah yang kurang baik untuk ibu dan janin

(Depkes, 2007). Asuhan Antenatal merupakan program pelayanan

kesehatan obstetrik yang berupa upaya preventif untuk optimalisasi luaran

neonatal dan maternal melalui kegiatan pemantauan secara rutin pada saat

kehamilan (Prawirohardjo, 2014).

Antenatal Care adalah program terencana yang berupa edukasi, observasi

serta penanganan medik pada ibu hamil, persalinan dan nifas dengan

tujuan untuk menjaga kehamilan agar ibu sehat serta mengusahakan bayi

yang dilahirkannya sehat, proses persalinan dan kehamilan yang aman

serta memuaskan, memantau terhadap adanya risiko-risiko selama

kehamilan, merencanakan penatalaksanaan secara optimal pada

kehamilan yang memiliki risisko tinggi, dan menurunkan angka

morbiditas maupun mortalitas pada ibu dan janin (Fitrayeni, 2015).


2.2.2 Tujuan Pelayanan Antenatal Care

Menurut Depkes RI pada tahun 2007, tujuan pelayanan ANC sebagai

berikut :

a. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan baik fisik, mental,

maupun sosial ibu

b. Memantau kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu maupun janin

c. Mengenali serta mengurangi secara dini adanya komplikasi atau

penyulit yang mungkin akan terjadi selama kehamilan, seperti riwayat

penyakit secara umum, pembedahan dan kebidanan

d. Mempersiapkan ibu agar pada saat nifas berjalan dengan normal serta

mempersiapkan ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif

e. Mempersiapkan persalinan cukup bulan serta aman dengan trauma

yang seminimal mungkin

f. Mengurangi bayi kelahiran mati dan kematian neonatal serta

mengurangi bayi lahir secara premature

g. Mempersiapkan kesehatan bayi secara optimal

h. Mempersiapkan peran ibu serta keluarga dalam menerima kelahiran

bayi untuk dapat tumbuh kembang secara normal.

Menurut Prawirohardjo 2014 terdapat 6 alasan penting agar mendapatkan

asuhan antenatal seperti :

a. Terwujudnya kondisi yang baik bagi ibu maupun bayi yang

dikandungnya
b. Memperoleh informasi yang dasar bagi kesehatan ibu dan bayinya

c. Memberikan rasa saling percaya antara klien dengan petugas

kesehatan.

d. Memberikan pendidikan kesehatan yang dapat diperlukan oleh ibu

dalam menjaga kehamilannya serta merawat bayi

e. Mengidentifikasi dan menatalaksnakan kehamilan yang dapat berisiko

tinggi

f. Menghindarkan gangguan kesehatan pada saat kehamilan yang akan

membahayakan keselamatan ibu hamil dan bayi yang ada di dalam

kandungannya.

2.2.3 Kunjungan Antenatal Care

Kunjungan ANC merupakan kunjungan yang dilakukan oleh ibu hamil ke

dokter atau bidan sedini mungkin semenjak dia merasa bahwa dirinya

sedang hamil untuk mendapatkan pelayanan atau asuhan antenatal. Setiap

dilakukannya kunjungan ANC, petugas diharapkan mengumpulkan serta

menganalisis data tentang kondisi ibu melalui anamnesis serta

pemeriksaan fisik untuk dapat ditegakkan diagnosis kehamilan

intrauterine, serta ada tidaknya komplikasi yang terjadi pada saat

kehamilan terjadi (Wundhasary, 2013).


Tabel 2.1 Kunjungan Pemeriksaan Antenatal
Trimester Jumlah Kunjungan Waktu Kunjungan yang
Minimal dianjurkan
I 1 kali Sebelum minggu ke 16
II 1 kali Antara minggu ke 24-28
III 2 kali Antara minggu ke 30-32
Antara minggu ke 36-38
Sumber : WHO, 2013

Jadwal kunjungan ANC harus lebih ketat lagi jika kehamilannya

termasuk dalam risiko tinggi. Namun, bila kehamilannya normal jadwal

ANC hanya dilakukan empat kali. Dalam bahasa kesehatan ibu dan anak,

kode K adalah kode kunjungan antenatal yang merupakan singkatan dari

kunjungan. Pemeriksaan ANC yang lengkap berupa K1, K2, K3, dan K4.

Pemeriksaan ini dilakukan kunjungan minimal sekali kunjungan ANC

hingga usia kehamilan 28 minggu, sekali kunjungan ANC pada

kehamilan 28-36 minggu dan dua kali kunjungan ANC pada kehamilan

diatas 36 minggu (Prawirohardjo, 2014).

Antenatal care dimulai sedini mungkin pada saat diagnosis kehamilan

mulai ditegakkan (Oktama dkk., 2008). Antenatal care dianjurkan oleh

DEPKES RI adalah minimal 4 kali. Dalam program bahasa kesehatan ibu

dan anak, setiap dilakukan kunjungan ANC diberi kode K, kode K

merupakan singkatan dari kunjungan. Kunjungan pertama atau disebut

juga K1 yaitu dilakukan pada saat trimester pertama, K2 dilakukan pada


saat trimester kedua, dan K3 serta K4 dilakukan pada saat usia kehamilan

memasuki trimester ketiga (Adriaansz, 2008).

Sampai usia kehamilan 28 minggu, kunjungan ANC dilakukan setiap

empat minggu. Pada saat usia kehamilan 28-36 minggu, kunjungan ANC

dilakukan setiap dua minggu. Untuk usia kehamilan 36 minggu atau

lebih, kunjungan ANC dilakukan setiap seminggu sekali (Mansjoer,

2007). Selama sedang melakukan kunjungan ANC, ibu hamil akan

mendapatkan pelayanan yang terkait dengan upaya yang memastikan ada

atau tidaknya deteksi dini dan kehamilan dengan berbagai kemungkinan

adanya gangguan kesehatan atau penyulit selama kehamilan yang

mungkin dapat mengganggu kualitas dan luaran kehamilan (Adriaansz,

2008).

Kunjungan pertama kali pada saat ANC harus dilakukan sedini mungkin

pada saat diagnosis kehamilan sudah ditegakkan. Tujuan dari kunjungan

pertama ANC ini adalah melihat status kesehatan dari ibu dan janin,

estimasi usia kehamilan, serta untuk merencanakan dari kunjungan ANC

pada berikutnya (Cunningham et al, 2007).

Kujungan kedua dan selanjutnya dalam kunjungan ANC seperti yang

telah disebutkan di atas bahwa kunjungan ANC dilakukan minimal

sebanyak 4 kali menurut dari DEPKES RI, dimana kunjungan kedua


dilakukan pada trimester kedua dan kunjungan ketiga serta keempat

dilakukan pada trimester ketiga (Adriaansz, 2008). Pada kunjungan ANC

selanjutnya, pemeriksaan yang tetap dilakukan oleh pemeriksa adalah

berat badan ibu, pemeriksaan denyut jantung janin, pemeriksaan Leopold,

dan pemeriksaan tekanan darah. Hasil dari pemeriksaan tersebut dikaji

ulang lalu dibandingkan dengan hasil pemeriksaan yang sebelumnya

(DeCherney, 2006).

2.2.4 Standar Pelayanan Antenatal Care

Standar pelayanan ANC meliputi 25 standar yang dapat dikelompokkan

sebagai berikut : standar pelayanan antenatal (6 standar), standar

pelayanan nifas (3 standar), standar pelayanan umum (2 standar), standar

pertolongan persalinan (4 standar), standar penanganan kegawatdaruratan

obstetric dan neonatal (10 standar) (Depkes RI, 2007). Pelayanan ANC

untuk penerapan operasional dikenal dengan standar 5T yaitu :

pengukuran tekanan darah, penimbangan berat badan dan tinggi badan,

pengukuran tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi tetanus toksoid, dan

pemberian tablet zat besi dengan minimal pemberian 90 tablet selama

kehamilan (Safrudin, 2007).

Standar pelayanan ANC pada kunjungan pertama oleh ibu hamil terdiri

dari tahap pencatatan yang meliputi identitas diri ibu hamil, kehamilan

sekarang, riwayat kehamilan dan persalinan yang sebelumnya, serta cara


penggunaan kontrasepsi sebelum kehamilan. Pada tahap pemeriksaan

ANC dilakukan pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, dan

pemeriksaan obstetrik. Tahap pemberian terapi yaitu pemberian obat rutin

seperti tablet Fe, pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT)kalsium,

multivitamin, dan mineral lainnya serta obat-obatan yang khusus atas

indikasi serta penyuluhan/konseling (Depkes RI, 2007).

Menurut Kemenkes RI (2010), secara operasional menentukan pelayanan

ANC dengan standar pelayanan yaitu :

1. Timbang berat badan

Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin.

Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama

kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan

adanya gangguan pertumbuhan janin.

2. Ukur lingkar lengan atas (LiLA)

Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk

skrining ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang

energi kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami

kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun)

dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan

dapat melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).

3. Ukur tekanan darah


Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah lebih

dari 140/90 mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi

disertai edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau proteinuria)

4. Ukur tinggi fundus uteri

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak

dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur

kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar

pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24

minggu.

Tabel 2.2 Ukuran tinggi fundus uteri dari simfisis pubis


Umur Kehamilan Tinggi Fundus Uteri
20 minggu 20 cm
24 minggu 24 cm
28 minggu 28 cm
32 minggu 32 cm
36 minggu 34-36 cm
Sumber : Kemenkes, 2010

5. Hitung denyut jantung janin (DJJ)

Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap

kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120/menit atau DJJ

cepat lebih dari 160/menit menunjukkan adanya gawat janin.

6. Tentukan presentasi janin


Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan

selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini

dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III

bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke

panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah

lain.

7. Beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus

mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil

diskrining status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu

hamil, disesuai dengan status imunisasi ibu saat ini.

8. Beri tablet tambah darah (tablet besi)

Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat

tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak

kontak pertama.

9. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)

Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal meliputi:

a. Pemeriksaan golongan darah : Pemeriksaan golongan darah pada

ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu

melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang

sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi

kegawatdaruratan.
b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb) : Pemeriksaan kadar

hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali pada

trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan

ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita

anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia

dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam

kandungan.

c. Pemeriksaan protein dalam urin : Pemeriksaan protein dalam urin

pada ibu hamil dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas

indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya

proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu

indikator terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.

d. Pemeriksaan kadar gula darah : Ibu hamil yang dicurigai

menderita Diabetes Melitus harus dilakukan pemeriksaan gula

darah selama kehamilannya minimal sekali pada trimester

pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester

ketiga (terutama pada akhir trimester ketiga).

e. Pemeriksaan darah Malaria Semua ibu hamil di daerah endemis

Malaria : dilakukan pemeriksaan darah Malaria dalam rangka

skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis

Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada

indikasi.
f. Pemeriksaan tes Sifilis : Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di

daerah dengan risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga Sifilis.

Pemeriksaaan Sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada

kehamilan.

g. Pemeriksaan HIV : Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah

dengan risiko tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai

menderita HIV. Ibu hamil setelah menjalani konseling kemudian

diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk

menjalani tes HIV.

h. Pemeriksaan BTA : Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil

yang dicurigai menderita Tuberkulosis sebagai pencegahan agar

infeksi Tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin. Selain

pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat dilakukan

pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan.

10. Tatalaksana/penanganan Kasus

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil

pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu

hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga

kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai

dengan sistem rujukan.

11. KIE Efektif

KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi:


a. Kesehatan ibu : Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan

kehamilannya secara rutin ke tenaga kesehatan dan menganjurkan

ibu hamil agar beristirahat yang cukup selama kehamilannya

(sekitar 9-10 jam per hari) dan tidak bekerja berat.

b. Perilaku hidup bersih dan sehat : Setiap ibu hamil dianjurkan

untuk menjaga kebersihan badan selama kehamilan misalnya

mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali sehari dengan

menggunakan sabun, menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum

tidur serta melakukan olah raga ringan.

c. Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan

persalinan : Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari

keluarga terutama suami dalam kehamilannya. Suami, keluarga

atau masyarakat perlu menyiapkan biaya persalinan, kebutuhan

bayi, transportasi rujukan dan calon donor darah. Hal ini penting

apabila terjadi komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas agar

segera dibawa ke fasilitas kesehatan.

d. Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan

menghadapi komplikasi : Setiap ibu hamil diperkenalkan

mengenai tanda-tanda bahaya baik selama kehamilan, persalinan,

dan nifas misalnya perdarahan pada hamil muda maupun hamil

tua, keluar cairan berbau pada jalan lahir saat nifas, dan

sebagainya. Mengenal tanda-tanda bahaya ini penting agar ibu

hamil segera mencari pertolongan ke tenaga kesehtan kesehatan.


e. Asupan gizi seimbang : Selama hamil, ibu dianjurkan untuk

mendapatkan asupan makanan yang cukup dengan pola gizi yang

seimbang karena hal ini penting untuk proses tumbuh kembang

janin dan derajat kesehatan ibu. Misalnya ibu hamil disarankan

minum tablet tambah darah secara rutin untuk mencegah anemia

pada kehamilannya.

f. Gejala penyakit menular dan tidak menular : Setiap ibu hamil

harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit menular (misalnya

penyakit IMS,Tuberkulosis) dan penyakit tidak menular (misalnya

hipertensi) karena dapat mempengaruhi pada kesehatan ibu dan

janinnya.

g. Penawaran untuk melakukan konseling dan testing HIV di daerah

tertentu (risiko tinggi) : Konseling HIV menjadi salah satu

komponen standar dari pelayanan kesehatan ibu dan anak. Ibu

hamil diberikan penjelasan tentang risiko penularan HIV dari ibu

ke janinnya, dan kesempatan untuk menetapkan sendiri

keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak. Apabila ibu

hamil tersebut HIV positif maka dicegah agar tidak terjadi

penularan HIV dari ibu ke janin, namun sebaliknya apabila ibu

hamil tersebut HIV negatif maka diberikan bimbingan untuk tetap

HIV negatif selama kehamilannya, menyusui dan seterusnya.

h. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif : Setiap

ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayinya


segera setelah bayi lahir karena ASI mengandung zat kekebalan

tubuh yang penting untuk kesehatan bayi. Pemberian ASI

dilanjutkan sampai bayi berusia 6 bulan.

i. KB paska persalinan : Ibu hamil diberikan pengarahan tentang

pentingnya ikut KB setelah persalinan untuk menjarangkan

kehamilan dan agar ibu punya waktu merawat kesehatan diri

sendiri, anak, dan keluarga.

j. Imunisasi : Setiap ibu hamil harus mendapatkan imunisasi Tetanus

Toksoid (TT) untuk mencegah bayi mengalami tetanus

neonatorum.

k. Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain

booster) : Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang akan

dilahirkan, ibu hamil dianjurkan untuk memberikan stimulasi

auditori dan pemenuhan nutrisi pengungkit otak (brain booster)

secara bersamaan pada periode kehamilan.

Pemeriksaan kunjungan ulangan yaitu setiap kunjungan pemeriksaan

antenatal yang dilakukan setelah kunjungan pemeriksaan antenatal

pertama. Kunjungan ulangan lebih diarahkan untuk mendeteksi

komplikasi, mempersiapkan kelahiran, dan mendeteksi kegawatdaruratan,

pemeriksaan fisik yang terarah serta penyuluhan bagi ibu hamil. Kegiatan

yang dilakukan yaitu anamnesa tentang keluhan utama, pemeriksaan


umum, obstetrik, laboratorium, imunisasi TT bila perlu, pemberian obat

rutin khusus dan penyuluhan (Depkes RI, 2007).

2.2.5 Pelaksanaan dan Tempat Pelayanan Antenatal Care

Pelayanan kegiatan antenatal terdapat dari tenaga medis yaitu dokter

umum dan dokter spesialis dan tenaga paramedik yaitu bidan, perawat

yang sudah mendapat pelatihan. Pelayanan antenatal dapat dilaksanakan

di puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, bidan praktik swasta,

polindes, rumah sakit bersalin, dan rumah sakit umum (Padila, 2014).

2.2.6 Cakupan Pelayanan Antenatal Care

Cakupan pelayanan antenatal adalah persentasi ibu hamil yang telah

mendapatkan pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan di suatu

wilayah kerja yang terdiri dari cakupan K1 dan cakupan K4. Cakupan K1

adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapatkan pelayanan

antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu

tertentu. Cakupan K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh

pelayanan antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali di

suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu (Kemenkes RI, 2010).

2.3 Perilaku Manusia

Setelah faktor lingkungan, faktor perilaku merupakan faktor terbesar kedua yang

mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat.


(Notoatmodjo,2007). Menurut Skiner, perilaku adalah respons atau reaksi

seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) atau “S-O-R” (stimulus-

organisme-respon). Teori Skiner menjelaskan ada dua jenis respon, yaitu:

a. Respondent respons atau refleksif, yakni respon yang ditimbulkan oleh

eliciting stimuli atau rangsangan-rangsangan stimulus tertentu. Respondent

respons juga mencakup perilaku emosional.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain, dimana

perasangsang terakhir disebut reinforcing stimuli atau reinforce sebab

berfungsi memperkuat respon (Notoadmodjo, 2010).

Jika dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu perilaku tertutup dimana respon seseorang terhadap

stimulus masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan

sikap orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati oleh

orang lain secara jelas, dan perilaku terbuka dimana respon seseorang terhadap

stimulus sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik dan lebih mudah diamati

(Notoadmodjo, 2007).

Perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:

a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor predisposisi adalah yang memotivasi dan memberikan alasan perilaku

dan preferensi pribadi seseorang mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan


budaya, kesiapan untuk berubah, dan karakteristik sosiodemografi seseorang,

seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status

perkawinan(Marlina, 2012).

b. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor penguat berasal dari lingkungan, mencakup keluarga, petugas

kesehatan, teman, dan tokoh masyarakat yang menentukan apakah suatu

perilaku kesehatan mendapat dukungan atau tidak. Hal tersebut bergantung

tujuan dan jenis program pelayanan kesehatan. Pelayanan petugas kesehatan

maupun kader yang baik terbukti sebagai faktor yang mempengaruhi

keaktifan lansia ke kelompok lansia (Marlina, 2012).

c. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor pemungkin mencakup dapat terlaksananya suatu kegiatan maupun

aspirasi untuk perubahan perilaku dengan adanya ketersediaan sumber daya

kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, serta komitmen

pemerintah dan masyarakat terhadap layanan dan keterampilan tenaga

kesehatan di layanan seperti polindes, puskesmas, posyandu lansia maupun

posbindu lain (Marlina, 2012).

2.4 Kerangka Teori

Faktor yang Pengetahuan Ibu Faktor yang


mempengaruhi : mempengaruhi :
Hamil
a. Pendidikan A Faktor Predisposisi
b. Usia  Sikap
c. Lingkungan  Pengetahua
d. Pekerjaan  Keyakinan
e. Media massa  Kepercayaa
f. Pengalaman  Nilai-nilai

B Faktor Pendukung
Perilaku Kunjungan ANC

Gambar 1. Kerangka Teori. Sumber : Notoatmodjo, 2007 & Budiman


dan Riyanto, 2013

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dari penelitian ini adalah :

Variabel Independent :

Tingkat Pengetahuan Ibu


Hamil

Variabel Dependent :

Perilaku Kunjungan ANC


Variabel Confounding :

- Usia

- Pekerjaan

- Pendidikan

- Lingkungan

Gambar 2. Kerangka Konsep.

2.6 Hipotesis

a. Hipotesis Null (Ho)

Tidak terdapat hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang

ANC (Antenatal Care) Terhadap Perilaku Kunjungan ANC di Puskesmas

Kedaton Bandar Lampung.

b. Hipotesis Alternatif (H1)

Terdapat hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang ANC

(Antenatal Care) Terhadap Perilaku Kunjungan ANC di Puskesmas Kedaton

Bandar Lampung.

Anda mungkin juga menyukai