Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
Hiperleukositosis didefinisikan sebagai jumlah leukosit darah tepi yang
melebihi 100.000/µl. keadaan ini ditemukan pada 9 – 13% anak dengan leukemia
limfoblastik akut (ALL), pada 5 – 22% anak dengan leukemia non limfoblastik akut
(LNLA) dan pada hampir semua anak dengan leukemia mielositik kronik (LMK) fase
kronik.1,2
Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang
ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal
atau sel leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel
darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga
ditemukan dalam darah perifer dan sering menginvasi jaringan retikuloendotelial
seperti limpa, hati dan kelenjar limfe. Pada leukemia ada gangguan dalam pengaturan
sel leukosit. Leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak teratur dan tidak
terkendali serta fungsinya pun menjadi tidak normal. Oleh karena proses tersebut
fungsi – fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala
leukemia yang dikenal dalam klinik.1,2,3
Leukemia akut pada anak-anak mencakup 30%-40% dari keganasan pada anak,
yang dapat terjadi pada semua umur, insidens terbesar terjadi pada usia 2-5 tahun
dengan insidens rata-rata 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak di bawah umur 15 tahun.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa proporsi pasien laki-laki lebih besar dari
pada perempuan, terutama terjadi setelah usia pertama kehidupan. Proporsi tersebut
menjadi lebih dominan pada usia 6-15 tahun. Pada keseluruhan kelompok umur,
rasio laki-laki dan wanita pada LLA adalah 1,15. Leukemia akut jenis LLA (leukemia
limfoblastik akut) terdapat pada ±90% kasus, sisanya 10% merupakan leukemia
mieolobastik akut (LMA), dan leukemia mono sitik akut (AMoL). Sedangkan
leukemia limfositik kronik maupun eosinofilik, basofilik, megakariosit, dan
eritroleukemia sangat jarang terjadi pada anak-anak. Dikatakan bahwa angka

1
kejadiannya di negara berkembang kurang lebih sama yaitu berkisar antara 83%
untuk LLA dan sisanya 17% untuk LMA.1,2
Jumlah leukosit darah tepi pada awal diagnosis leukemia akut merupakan
faktor yang sangat penting dalam menentukan prognosis. Jumlah leukosit yang tinggi
merupakan salah satu penyebab tingginya angka relaps, baik relaps di sumsum tulang
maupun di luar sumsum tulang dan rendahnya angka kesintasan (survival) penderita
leukemia akut. Di samping merupakan factor penyebab terjadinya relaps keadaan
hiperleukositosis dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi yang
mengancam jiwa penderita yang memerlukan tindakan segera sehingga keadaan ini
dikategorikan sebagai keadaan kedaruratan onkologi.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. HEMATOLIMFOGENESIS

Gambar 1. Hematopoisis

Maximow (1924) mengemukakan suatu dalil bahwa sel darah berasal


dari satu sel induk. Hal ini kemudian dikembangkan oleh Downey (1938) yang
membuat hipotesa dengan konsep hirarki dari sel pluripoten dan selanjutnya. Till

3
dan Mc Cullooch (1961) menyimpulkan bahwa suatu sel induk merupakan
koloni yang memperlihatkan diferensiasi multilineage atau pluprotein menjadi
eritroid, mieloid serta megakariosi. Dari penelitian-penelitian tersebut ditetapkan
bahwa sel stem ada pada hematopoisis.1
Definisi sel stem adalah sel yang dapat memperbaharui dirinya sendiri
dan mempunyai kemampuan berdiferensiasi. Sel hematopoetik mempunyai
karakteristik berupa pergantian sel yang konstan dengan konsenkuensi untuk
mempertahankan populasi leukosit, trombosit dan eritrosit. Sistem hematopoetik
dibagi menjadi 3 :1
1. Sel stem (progenitor awal ) yang menyokong hematopoiesis.
2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selanjutnya berkembang
dan berdiferensiasi dalam memproduksi sel
3. Faktor regulator yang mengatur agar sistem berlangsung teratur.
Sel stem merupakan satu sel induk (klonal) yang mempunyai
kemampuan berdiferensiasi menjadi beberapa turunan, membelah diri, dan
memperbaharui populasi sel stem sendiri di bawah pengaruh faktor
pertumbuhan hematopoetik. Hematopoetik membutuhkan perangsang untuk
pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag yang disebut “Colony Stimulating
Faktor” yang merupakan glikoprotein. 1
Dalam proses selanjutnya diketahui regulasi hematopoisis sangat
kompleks dan banyak faktor pertumbuhan yang berfungsi tumpang tindih serta
banyak tempat untuk memproduksi faktor-faktor tersebut, termasuk organ
hematopoitik. Dikenal sejumlah sitokin yang mempunyai peranan dalam
meningkatkan aktivitas hematopoetik. 1
Pada masa gestasi 32 minggu sampai lahir, semua rongga sumsum
tulang diisi jaringan hematopoeitik yang aktif dan sumsum tulang penuh berisi
sel darah. Dalam perkembangan selanjutnya fungsi pembuatan sel darah merah
diambil alih oleh sumsum tulanh sedangkan hepar tidak berfungsi membuat sel
darah merah lagi. Sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk

4
membentuk sel darah menjadi kurang tetapi tetap ada dalam sumsum tulang,
hati, limpa, kelenjar getah bening dan dinding usus, dikenal sebagai sistem
retikuloendotelial. 1
Pada bayi dan anak, hematopoeisis yang aktif teruatama terutama
sumsum tulang termasuk bagian distal tulang panjang. Hal ini berbeda dengan
orang dewasa normal di mana hematopoeisis terbatas pada vertebra, tulang iga,
sternum, pelvis, skapula, skull dan jarang yang berlokasi pada humerus dan
femur. 1
Selama intrauterin, hematopoeisis terdapat pada skeletal dan
ekstraskletal dan pada waktu lahir hematopoisis terutama pada skeletal. Secara
umum hematopoisis ekstraskeletal medular terutama pada organ perut, terjadi
akibat penyakit yang menyebabkan gangguan produksi satu atau lebih tipe sel
darah, seperti eritroblatosis fetalis, anemia pernisiosa, talasemia, sickle cell
anemia, sferositosis herediter dan variasi leukimia. Perubahan lokasi anatomi
hematopoisis disertai perpindahan populasi sel sampai saat ini belum diketahui
mekanismenya. 1.
Leukosit merupakan unit sistem pertahanan tubuh yang mobile. Leukosit
sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit
limfosit), dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dn sel – sel plasma).
Setelah dibentuk, sel – sel ini diangkut dalam darah menuju ke berbagai bagian
tubuh yang membutuhkannya. Manfaat sel darah putih yang sesunggunya ialah
sebagian besar diangkut secara khusus ke darah yang terinfeksi dan peradangan
yang serius, dengan demikian menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat
terhadap agen – agen infeksius. Granulosit dan limfosit mempunyai
kemampuan khusus untuk mencari dan merusak setiap benda asing yang
menyerang.1,2,4

5
II. DEFINISI
Hiperleukositosis didefinisikan sebagai jumlah leukosit darah tepi yang
melebihi 100.000/µl. keadaan ini ditemukan pada 9 – 13% anak dengan leukemia
limfoblastik akut (ALL), pada 5 – 22% anak dengan leukemia non limfoblastik
akut (LNLA) dan pada hampir semua anak dengan leukemia mielositik kronik
(LMK) fase kronik.1,2

III. EPIDEMIOLOGI

Leukemia akut pada anak – anak merupakan 30 – 40% dari keganasan.


Insiden rata – rata 4 – 4,5 kasus /tahun/100.000 anak dibawah 15 tahun.
Dinegara berkembang 83% ALL, 17% AML, lebih tinggi pada anak kulit putih
dibandingkan kulit hitam. Diasia kejadian leukemia pada anak – anak lebih
tinggi dari pada anak kulit putih. Di jepang mencapai 4/100.000 anak, dan
diperkirakan tiap tahun terjadi 1000 kasus baru. Sedangkan dijakarta pada tahun
1994 insidennya mencapi 2,76/100.000 anak usia 1 – 4 tahun.1 Pada keseluruhan
kelompok umur, rasio laki-laki dan wanita pada LLA adalah 1,15. Leukemia
akut jenis LLA (leukemia limfoblastik akut) terdapat pada ±90% kasus, sisanya
10% merupakan leukemia mieolobastik akut (LMA), dan leukemia mono sitik
akut (AMoL). Sedangkan leukemia limfositik kronik maupun eosinofilik,
basofilik, megakariosit, dan eritroleukemia sangat jarang terjadi pada anak-anak.
Dikatakan bahwa angka kejadiannya di negara berkembang kurang lebih sama
yaitu berkisar antara 83% untuk LLA dan sisanya 17% untuk LMA.1,2

IV. PATOFISIOLOGI
Produksi sel darah putih yang tidak terkontrol disebabkan oleh mutasi yang
bersifat kanker pada sel mielogen atau sel limfogen. Hal ini menyebabkan
leukemia, yang biasanya ditandai dengan jumlah sel darah putih abnormal yang
sangan meningkat dalam sirkulasi darah.4

6
Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang
ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah
abnormal atau sel leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol
dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. Sel
leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering menginvasi
jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe. Pada leukemia
ada gangguan dalam pengaturan sel leukosit. Leukosit dalam darah berproliferasi
secara tidak teratur dan tidak terkendali serta fungsinya pun menjadi tidak normal.
Oleh karena proses tersebut fungsi – fungsi lain dari sel darah normal juga
terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik.1,2,3
Leukemia dibagi menjadi 2 tipe umum : leukemia limfositik dan leukemia
mielogenosa. Leukemia limfositik disebabkan oleh produksi sel limfoit yang
bersifat kanker, biasanya di mulai di nodus limfe atau jaringan lmfositik lain dan
menyebar ke daerah tubuh lainnya. Tipe leukemia yang kedua, leukemia
mielogenosa, dimulai dengan produksi gen mielogenosa muda yang bersifat
kanker di sumsum tulang dan kemudian menyebar keseluh tubuh, sehingga sel
darah putih diproduksi dibanyak organ ektramediler terutama di nodus limfe,
limfa, dan hati.
Pada leukemia mielogenosa, kadang – kadang proses yang bersifat kanker itu
memproduksi sel yang berdiferensiasi sebagian, menghasilkan yang disebut
dengan : leukemia nentrifilik, leukemia eosinofilik, leukemia basofilik, atau
leukemia monositik. Namun, yang lebih sering terjadi ialah sel leukemia dengan
bentuk yang aneh dan tidak berdiferensiasi serta tidak identic dengan sel darah
putih yang normal apa pun. Biasanya bila sel semakin tidak berdiferensiasi, maka
leukemia yang terjadi semakin akut, dan juga tidak diobati sering mengakibatkan
kematian dalam waktu dalam beberapa bulan. Pada beberapa sel yang lebih
berdiferensiasi, prosesnya dapat berlangsung kronik, kadang – kadang begitu
lambatnya sampai lebih dari 10 – 20 tahun. Sel leukemia, khususnya sel yang

7
sangat tidak berdiferensiasi, niasanya tidak berfungsi memberikan perlindungan
normal terhadap infeksi.4

V. KOMPLIKASI HIPERLAUKOSITOSIS
a. Sindrom Leukostasis
Definisi
Hiperleukositosis dapat menyebabkan terjadinya sindrom leukostasis
yaitu sindrom yang disebabkan oleh tersumbatnya arteri kecil oleh
agregat/trombi sel blast.penderita leukemia mieloblastik lebih sering
mengalami sindrom ini di bandingkan dengan penderita leukemia
limfoblastik. Hal ini disebabkan oleh karena lebih besarnya volume sel
mieloblast (350 – 450 mm3), dibandingkan dengan volume sel limfoblast (250
– 350 mm3). Di samping itu sifat sel mieloblast lebih kaku.1

Gejala klinis
Otak dan paru – paru merupakan organ yang paling sering mengalami
sindrom leukostasis :1,5
1. Gejala dan tanda neurologis yang timbul sebagai akibat leukostasis di otak
dapat berupa : pusing, penglihatan kabur, tinitus, ataksia, delirium,
distensi vena retina, perdarahan retina, dan perdarahan intracranial.
2. Leukostasis pulmoner bilateral dapat menyebabkan timbulnya gejala
dispepnea, hipoksia, yang dapat berakhir dengan gagal napas.
3. Gagal jantung, infark miokard dan priapisme merupakan manifestasi
sindrom leukostasis yang jarang ditemukan.
4. Pada anak – anak dengan LLA resiko untuk terjadinya perdarahan otak
lebih kecil dibandingkan dengan pada penderita LMA. Perdarahan otak
pada LLA hanya ditemukan pada kasus yang menunjukkan jumlah
leukosit lebih dari 400.000/uL.

8
Penatalaksanaan
Leukoferesis dapat menurunkan jumlah leukosit dengan cepat dana
mat besar 20 – 60% sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya leukostasis.
Karena hanya dapat menurunkan jumlah leukosit yang bersifat sementara,
tindakan ini harus segera diikuti oleh pemberian sitostatika. Hidroxiurea
dengan dosis 50 – 100 mg/khBB dapat menurunkan jumlah leukosit pada
penderita LMA.1,6
Pada beberapa pusat pengobatan iradiasi serebral dengan dosis tunggal
sebesar 4 – 6 GY diberikan pula untuk mengurangi risiko penrdarahan otak
tetapi pada anak dengan LLA tindakan ini tidak diperlukan. Karena seperti
dikemukan diatas, risiko untuk terjadinya perdarahan otak sangat kecil.
Pemberian oksigen secara adekuat dan koreksi jumlah trombosit serta factor
pembekuan juga diperlukan. Perlu di perhatikan bahwa pada hiperleukositosis
dapat terjadi kesalahan dalam perhitungan jumlah trombosit. Suspense
trombosit perlu diberikan bila jumlah trombosit kurang dari 20.000/uL karena
pada jumlah ini perdarahan otak mudah terjadi. Pemberian suspense eritrosit
tidak boleh melebihi kadar Hb 10 gram/dL karena akan menambah viskositas
darah.1,6

b. Sindroma Lisis Tumor


Sindrom Lisis Tumor merupakan kondisi kelainan metabolik sebagai
akibat nekrosis sel-sel tumor atau apoptosis fulminan, baik yang terjadi secara
spontan maupun setelah terapi. Terutama pasien LLA dimana selnya rapuh,
mudah pecah sehingga keluar DNA, purin , menyebabkan peningkatan asam
urat (hiperurisemia) menyebabkan pembentukan kristal asam urat, keadaan
yang berbahaya bagi ginjal karena bisa terjadi sumbatan ( uropati obstruktif )
sehingga bisa terjadi gagal ginjal. Kelainan yang lain meliputi : hiperurisemia,
hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia.1,6

9
1. Hiperurisemia
Asam urat terbentuk dari proses degradasi purin sebagai akibat
lisisnya inti sel tumor. Tempat eksresi utama asam urat ialah ginjal.
Pengendapan Kristal asam urat yang progresif di dalam tubulus ginjal
bagian distal dapat menyebabkan terjadinya uropatia obstruktif yang akan
diikuti oleh oliguria dan azotemia. Bentuk gagal ginjal ini biasanya terjadi
bila kadar asam urat dalam serum melebihi 20 mg/dL tetapi kadang –
kadang dapat pula terjadi pada kadar asam urat 10 mg/dL.1
Pengobatan hiperurisemia terdiri dari tindakan untuk menurunkan
produksi asam urat dan meningkatkan daya larutnya di dalam urin.
Produksi asam urat dapat dikurangi dengan pemberian allopurinol yang
bersibat inhibitor kompetitif dari enzim zanthin oxidase yang
mengkatalisator proses degradasi purin menjadi asam urat. Preparat
urikase dapat mengubah asam urat menjadi alantoin yang larut dalam air
sehingga dapat pula menurunkan kadar asam urat dalam plasma.1 Asam
urat terbentuk pada pH asam, oleh karena itu untuk meningkatkan daya
larutnya perlu dilakukan alkalinisasi urin dengan pemberian natrium
bikarbonat untuk mempertahankan pH urin sekita 6,5 – 7,5. Untuk
memudahkan eksresi asam urat diperlukan hidrasi yang cukup. Walaupun
preparat diuretik dan mannitol biasa di gunakan untuk mempertahankan
diuresis yang adekuat, preparat tersebut dapat menyebabkan pengedapan
asam urat dan kalsium fosfat intratubuler pada penderita hypovolemia.
Oleh karena itu, pemberian preparat diuretik dan mannitol hanya
dilakukan pada penderita dengan hidrasi yang adekuat disertai volume
urin kurang dari 65% dari pemasukan, tanpa kehilangan caian ekstrarenal
(muntah dan diare).1,7

10
2. Hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Hiperfosfatemia merupakan gangguan metabolik lain yang dapat
terjadi pada sindrom lisis tumor dan terutama ditemukan pada penyakit
limfoproliferatif. Sel limfoblast mengandung PO4 sebanyak 4x lebih besar
dari kadarnya di dalam sel limfosit normal. Seperti halnya asam urat,
eksresi fosfat didalam tubuh hanya dilakukan melalui filtrasi glomerulus
sehingga gagal ginjal berat dapat pula terjadi sebagai akibat
hiperfosfatemia.1,7
Hipokalsemia dapat menyertai hiperfosfatemia yang salah satu
mekanismenya ialah sebagai akibat pengendapan kalsium fosfat. Pada
alkalinisasi yang melebihi pengendapan kalsium fosfat lebih mudah terjadi
karena pada keadaan basa senyawa ini lebih sukar larut. Tindakan
alkalinisasi dapat pula menurunkan fraksi ion kalsium dan hal ini
menambah terjadinya hipokalsemia. Dianjurkan untuk menghentikan
pemberian natrium bikarbonat bila kadarnya didalam serum melebihi 30
mEq/L dan atau PH urin > 7,5. Bila alkalinisasi urin tidak dapat dicapai
pada kadar bikarbonat 30 mEq preparat acetazolamid dapat ditambahkan
untuk mengurangi reabsorbsi bikarbonat pada tubulus proximal dan untuk
membuat urin dalam keadaan alkalis.1,7

3. Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan kelainan metabolik yang harus diatasi segera
karena dapat menyebabkan aritmia jantung. Intervensi harus segera
dilakukan bila kadar kalium dalam serum >7,5 mEq/L atau pada
pemeriksaan EKQ memperlihatkan perlebaran QRS. Asupan kalium harus
dibatasi dan setiap deplesi air dan garam perlu dikoreksi. Pada keadaan
hyperkalemia ringan kayesalate suatu pengikat kalium (1 gram/kg/oral di
campur dengan 50% sorbitol) dapat diberikan.1,7

11
BAB III
KESIMPULAN

Hiperleukositosis didefinisikan sebagai jumlah leukosit darah tepi yang melebihi


100.000/µl. keadaan ini ditemukan pada 9 – 13% anak dengan leukemia limfoblastik
akut (ALL), pada 5 – 22% anak dengan leukemia non limfoblastik akut (LNLA) dan
pada hampir semua anak dengan leukemia mielositik kronik (LMK) fase kronik.1,2
Produksi sel darah putih yang tidak terkontrol disebabkan oleh mutasi yang
bersifat kanker pada sel mielogen atau sel limfogen. Hal ini menyebabkan leukemia,
yang biasanya ditandai dengan jumlah sel darah putih abnormal yang sangan
meningkat dalam sirkulasi darah.4
Jumlah leukosit darah tepi pada awal diagnosis leukemia akut merupakan faktor
yang sangat penting dalam menentukan prognosis. Jumlah leukosit yang tinggi
merupakan salah satu penyebab tingginya angka relaps, baik relaps di sumsum tulang
maupun di luar sumsum tulang dan rendahnya angka kesintasan (survival) penderita
leukemia akut.1

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia.Hematologi. IDAI. Jakarta. 2012.

2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit.


ed.6. vol.1. cet.1. Jakarta: EGC; 2006.

3. Hassan Rusepno, Altas H. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak FKUI.


Cetakan ke – 11. Jakarta; Infomedika. 2007.

4. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta; EGC.
2008.

5. Bunin NJ, Pin CH. Differing Complication of Hyperleukocytosis in Children


With Acute Limphoblastic or Acute Nonymphoblastic Leukemia. J Clin
Oncol 1985 ; 3 : 1590-5. Dikutip dari Lange B, D’Angio G, Ross III AJ,
O’neill, Jr. JA, Packer RJ. Oncology Emergencies. Dalam : Pizzo PA,
Poplack DG, Penyunting : Principles and Practice of Pediatric Oncology. ed
2. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1993; 964-8.

6. Cuttner J, Holland JF, Norton L, dkk. Therapetuic Leukopheresis for


Hyperleukocytosis in Acute Myelocytic Leukemia. Med Pediatric Ocology
1983; 11 : 76. Dikutip dari Baer MR. Management of Unusual Presentations
of Acute Leukemia. Dalam : Bloomfield CD, Herzig GP, Penyunting.
Hematology-Oncology Clin Nort Am 1993; 7 : 275-92.

13
7. Parmono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, Leukemia
Akut; Kedaruratan Onkologi Anak dalam Buku Ajar Hematologi – Onkologi
Anak 2010.

14

Anda mungkin juga menyukai