Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

GAGAL JANTUNG PADA ANAK


Penulis: Yolanda Rebecca Tambunan

PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh gagalnya
mekanisme kompensasi otot jantung dalam mengantisipasi peningkatan beban volume ataupun
beban tekanan yang berlebih yang sedang dihadapinya, sehingga tidak mampu memompakan
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh1. Hsu dan Pearson telah
memberikan definisi gagal jantung pada anak-anak sebagai sindrom klinis dan patofisiologis
progresif yang disebabkan oleh kelainan kardiovaskular dan nonkardiovaskular yang
menghasilkan tanda dan gejala khas termasuk edema, gangguan pernapasan, kegagalan
pertumbuhan, dan intoleransi aktivitas, serta disertai dengan gangguan sirkulasi, neurohormonal,
dan molekuler2. Keadaan ini timbul oleh kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena
faktor mekanik, yaitu kelainan struktur jantung pada penyakit jantung bawaan (PJB) maupun
didapat yang menimbulkan beban volume (preload) atau beban tekanan (afterload) yang
berlebih, dan faktor miokardium yaitu kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi miokardium
seperti pada proses inflamasi atau gabungan kedua faktor di atas3.
Gagal jantung diestimasikan memberi kontribusi terhadap 15 juta kematian anak tiap
tahun di dunia, penyebab tersering adalah PJB. Menurut dr.Sukman Tulus Putra, SpA, Ketua
Divisi Kardiologi Anak RSCM, penderita PJB 90% meninggal karena gagal jantung dalam usia
kurang dari satu tahun, sedangkan sisanya terjadi pada umur 1-5 tahun 3. Diperkirakan bahwa
15% sampai 25% dari anak-anak yang memiliki penyakit jantung struktural berkembang menjadi
gagal jantung. Selain itu, meskipun relatif jarang, kardiomiopati pada anak juga dapat
berkembang menjadi gagal jantung4.
Gagal jantung bisa terjadi pada semua usia dimulai dari neonatus, anak di bawah usia 5
tahun, anak usia sekolah, remaja dan dewasa. Berbeda dengan dewasa, gagal jantung pada anak
disebabkan oleh berbagai macam etiologi dengan gambaran klinis yang beragam 5. Pada orang
dewasa terutama berkaitan dengan iskemia (60-70% kasus), sedangkan pada anak sebagian besar
sebagai konsekuensi dari penyakit jantung bawaan (PJK) atau kardiomiopati6.
Gagal jantung kongestif pada bayi dan anak merupakan kegawatdaruratan yang sangat
sering dijumpai oleh petugas kesehatan dimanapun berada. Keluhan dan gejala sering tidak khas
dan sangat bervariasi sehingga sulit dibedakan dengan akibat penyakit lain diluar jantung.
Penyebab, gejala klinis, determinan dan penatalaksanaan gagal jantung kongestif pada bayi dan
anak berbeda dengan orang dewasa, walaupun mekanisme dasarnya sama untuk semua usia 7.
Gagal jantung pada anak bukan lah masalah kecil, dapat mengganggu tumbuh kembang dan
kualitas hidup pasien, serta dapat berakibat fatal5. Makin muda usia saat timbulnya gagal jantung,
makin buruk prognosisnya4.
Untuk ini pengetahuan tentang gagal jantung pada anak perlu dikuasai oleh seorang
dokter.

Referat ini bertujuan untuk membahas secara ringkas mengenai gagal jantung
pada anak.
ISI

Definisi Gagal Jantung

Gagal jantung pada anak adalah suatu sindrom klinis dan patofisiologis yang
dihasilkan dari disfungsi ventrikel, volume, atau tekanan berlebihan, maupun kombinasi
factor-faktor tersebut. Hal ini mengarah pada tanda-tanda dan gejala yang khas, seperti
pertumbuhan yang buruk, kesulitan makan, gangguan pernapasan, intoleransi aktivitas,
dan kelelahan, dan dikaitkan dengan kelainan sirkulasi, neurohormonal, serta
molekular 8 . Definisi gagal jantung saat ini dibatasi pada tahap dimana gejala klinis terlihat.
Sebelum gejala klinis menjadi jelas, pasien dapat datang dengan kelainan jantung struktural atau
fungsional tanpa gejala (disfungsi sistolik atau diastolik ventrikel kiri), yang merupakan
prekursor gagal jantung. Pengenalan prekursor ini penting karena berhubungan dengan hasil
yang buruk, dan memulai pengobatan pada tahap prekursor dapat mengurangi mortalitas pada
pasien dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik asimptomatik 9. Karena beberapa pasien datang
tanpa tanda-tanda atau gejala kelebihan volume, istilah "gagal jantung" lebih sesuai daripada
"gagal jantung kongestif"9.

Istilah "gagal jantung akut" umumnya menggambarkan perubahan struktural atau


fungsional di jantung yang terjadi dalam hitungan menit hingga jam diikuti oleh kongesti,
malperfusi, takikardia, dan hipotensi. Gagal jantung akut tidak identik dengan “gagal jantung
yang memburuk”, karena biasanya pasien telah memburuk baik secara mekanis (seperti dalam
kasus insufisiensi aorta atau mitral akut) atau secara fungsional (sebagai akibat dari aritmia atau
iskemia miokard) pada penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya. Seringkali pada pasien
dengan diagnosis gagal jantung, penyakit berkembang karena pengobatan yang kurang optimal
atau kurangnya kepatuhan terhadap terapi medis, dan timbul dekompensasi klinis, dan istilah
"acute on chronic heart failure" dapat digunakan. "Gagal jantung kronis" pada anak-anak adalah
sindrom klinis dan patofisiologis progresif yang disebabkan oleh kelainan kardiovaskular dan
non-kardiovaskular yang menghasilkan tanda dan gejala yang khas, termasuk edema, gangguan
pernapasan, kegagalan pertumbuhan, intoleransi olahraga, dan disertai dengan peredaran darah,
neurohormonal, dan kekacauan molekul. Pasien "Advanced HF" adalah mereka dengan
kompromi peredaran darah yang signifikan secara klinis yang memerlukan perawatan khusus,
termasuk pertimbangan untuk terapi inotropik berkelanjutan, dukungan peredaran darah
mekanis, atau transplantasi jantung. "Gagal jantung tahap akhir" adalah jalur umum terakhir dari
semua bentuk penyakit jantung dan dapat mengarah ke terapi seperti jantung ortotopik, paru-
paru, atau transplantasi jantung-paru10.

Penting untuk membedakan "Gagal jantung kanan" dan "Gagal jantung kiri"
karena manajemen klinisnya berbeda. Pada nomenklatur lain, gagal jantung dapat juga
dideskripsikan sebagai “gagal jantung terkompensasi” atau “gagal jantung
dekompensasi” tergantung pada apakah perfusi organ akhir dapat dipertahankan. Gagal
jantung juga dapat dideskripsikan sebagai "gagal jantung sistolik" dengan fraksi ejeksi
berkurang, gagal jantung dengan fungsi sistolik normal, yang sama dengan "gagal
jantung diastolik", dan gabungan gagal jantung sistolik dan diastolik. Istilah " high
output heart failure" sering digunakan untuk menggambarkan kondisi jantung atau
kondisi ekstra-kardiovaskular yang mengarah pada kelebihan volume dan kongesti 10 .

Epidemiologi Gagal Jantung pada Anak

Insidensi global yang sebenarnya dan prevalensi gagal jantung pada anak sulit untuk
diperkirakan karena kurangnya definisi standar yang digunakan untuk gagal jantung. Insiden
gagal jantung yang dilaporkan pada anak adalah 0,97 hingga 7,4 per 100.000 anak. Rawat inap
terkait gagal jantung terjadi pada 11.000-14.000 anak setiap tahun di Amerika Serikat.
Persentase terbesar dari anak dengan gagal jantung berasal dari anak yang lahir dengan PJK, dan
bergantung pada usia, 25-75% dari pasien gagal jantung anak memiliki PJK yang mendasarinya.
Penyebab utama lain dari gagal jantung anak adalah kardiomiopati (terutama kardiomiopati
dilatasi), dengan perkiraan kejadian tahunan 1 per 100.000 anak di Amerika Serikat, Australia,
Inggris, dan Irlandia10.

Etiologi Gagal Jantung pada Anak

Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung:
1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung); kondisi miokardium normal, akan tetapi terdapat
gangguan dari beban kerja yang berlebihan, biasanya kelebihan beban volume (preload) atau
tekanan (afterload) akibat PJB atau penyakit jantung didapat.
2. Faktor miokardium yaitu kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi miokardium, misalnya:
a. Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam reumatik atau difteri.
b. Kurangnya suplai oksigen ke otot jantung, seperti pada anemia berat.
c. Perubahan-perubahan patologis dalam struktur jantung, misal kardiomiopati3.
Gagal jantung pada anak dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kegagalan sirkulasi
berlebih dan kegagalan pompa. Sirkulasi berlebih mencakup kondisi yang menyebabkan
kelebihan volume pada ruang jantung. Fungsi ventrikel kiri normal atau ventrikel kiri
hiperkontraktil. Hipertensi vena atau arteri pulmonalis dapat terjadi pada derajat yang bervariasi.
Penyebab kegagalan pompa meliputi kondisi bawaan dan kondisi didapat. Fungsi ventrikel kiri
abnormal dan sebagian besar pasien memiliki hipertensi vena pulmonal pada kelompok tersebut2.

Pada anak-anak, gagal jantung paling sering disebabkan oleh penyakit jantung
kongenital dan kardiomiopati. Saat lahir, gagal jantung disebabkan oleh fetal
kardiomiopati atau kondisi ekstrakardiak (seperti sepsis, hipoglikemia, dan
hipokalsemia). Pada minggu pertama setelah kelahiran, PJK dengan ductus-dependent
systemic circulation (seperti stenosis aorta berat / koarktasio aorta dan hypoplastic left
heart syndrome), dimana terjadi penutupan duktus arteriosus menyebabkan penurunan
perfusi end-organ yang parah menjadi penyebab utama terjadinya gagal jantung. Pada
bulan ke-1 kehidupan, penyebab gagal jantung yang sering adalah PJK dengan pirau kiri
ke kanan (seperti defek septum ventrikel, patent ductus arteriosus, dan aortopulmonary
windows), dimana aliran darah paru semakin meningkat dengan jatuhnya resistensi
pulmoner.9 Gagal jantung pada masa remaja jarang terjadi sekunder karena PJK, tetapi
lebih sering terkait dengan kardiomiopati atau miokarditis 6 .

Tabel 1. Penyebab Gagal Jantung pada Anak berdasarkan Usia 11


Tabel 2. Etiologi Gagal Jantung pada Anak6

Type of diseases Pathophysiology


Congenital heart diseases Left to right shunt (volume overload)
Valvular regurgitation (volume overload)
Outflow tract obstruction (pressure overload)
Coronary insufficiency (decreased O2 supply
to cardiomyocyte)
Cardiomyopathies (inherited or acquired) Systolic dysfunction (low cardiac output)
Diastolic dysfunction (elevated pulmonary
capillary pressure)
Arrhythmias Systolic dysfunction (low cardiac output)
Infection Systolic dysfunction
High output state Volume overload

Patofisiologi Gagal Jantung

Cardiac output ditentukan oleh preload, afterload, kontraktilitas miokard, dan frekuensi nadi.
Cardiac output sebanding dengan tekanan pengisian (preload) dan berbanding terbalik dengan
resistansi yang dihadapi ketika jantung memompa darah (afterload)12.
1. Preload
Menurut hukum Frank-Starling, ketika volume diastolik akhir (atau preload) ventrikel
meningkat, jantung yang sehat meningkatkan cardiac output sampai maksimum dan cardiac
output tidak lagi dapat ditingkatkan. Ini adalah sifat bawaan dari jantung yang normalnya
memungkinkan untuk memompa secara otomatis berapa pun jumlah darah yang mengalir ke
jantung. Ketika tekanan diastolik akhir ventrikel kiri mencapai titik tertentu, terbentuk kongesti
paru dengan gejala kongestif (takipnea dan dispnea). Gejala kongestif terjadi bahkan dengan
miokardium yang berfungsi normal jika tekanan di akhir diastolik sangat meningkat.
Peningkatan stroke volume juga dicapai pada gagal jantung saat preload ditingkatkan tetapi
jantung tidak mencapai cardiac output yang maksimal seperti pada jantung normal. Peningkatan
stroke volume yang diperoleh dalam hal ini akan meningkatkan konsumsi oksigen miokard12.

2. Afterload
Afterload adalah tekanan yang menahan pemendekan myofibril selama sistol, yang berkontribusi
terhadap stress pada dinding myocardial. Penurunan afterload meningkatkan cardiac output, dan
peningkatan akut pada afterload menghasilkan penurunan stroke volume dan fraksi ejeksi. Indeks
afterload termasuk tekanan aorta, resistansi vaskular sistemik total, impedansi arteri, dan
myocardial peak wall stress. Pengurangan afterload meningkatkan cardiac output tanpa
meningkatkan konsumsi oksigen12.

3. Wall Stress
Menurut hukum Laplace, wall stress adalah produk dari tekanan dan radius. Hukum Laplace,
secara sederhana, menekankan dua hal berikut:
(1) semakin besar ventrikel kiri dan semakin besar radius, semakin besar wall stress, dan (2)
pada radius tertentu (ukuran ventrikel kiri), semakin besar tekanan yang terbentuk di ventrikel
kiri, semakin besar wall stress. Jadi, ventrikel yang melebar membutuhkan lebih banyak
ketegangan di dinding dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan oksigen untuk
menghasilkan tekanan yang sama.
Meningkatnya ketegangan dinding dalam ventrikel yang melebar menyebabkan hipertrofi
ventrikel yang cenderung menjaga ketegangan dinding tetap rendah. Jantung yang mengalami
gagal jantung juga akan mengalami hipertrofi untuk mengurangi peningkatan stres di dinding,
tetapi hipertrofi pada gagal jantung adalah abnormal karena terjadi sebagai bagian dari
remodeling ventrikel sekunder akibat mekanisme kompensasi neurohormonal. (Cardiac
remodeling didefinisikan sebagai ekspresi genomik yang menghasilkan perubahan molekuler,
seluler, dan interstitial yang dimanifestasikan secara klinis sebagai perubahan ukuran, bentuk,
dan fungsi jantung setelah cedera jantung).
Meskipun hipertrofi cenderung menurunkan ketegangan dinding, ventrikel hipertrofi yang
abnormal dapat mengganggu sintesis beberapa protein kontraktil dan menyebabkan kerusakan
kolagen, termasuk fibrosis. Mungkin juga bahwa pertumbuhan kapiler tidak mengikuti
pertumbuhan serat otot, menyebabkan kesulitan dalam suplai energi12.

4. Mekanisme Kompensasi
Pada tahap awal gagal jantung, berbagai mekanisme kompensasi muncul untuk mempertahankan
fungsi metabolisme normal. Respon kompensasi tersebut diantaranya adalah aktivasi sistem saraf
simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron. Meskipun respons ini merupakan upaya untuk
mempertahankan homeostasis kardiovaskular dan dengan demikian bermanfaat pada awalnya,
stimulasi kronis dari sistem ini dapat merusak riwayat alami disfungsi miokard.
1. Salah satu mekanisme kompensasi utama untuk meningkatkan cardiac output adalah
peningkatan tonus simpatis akibat peningkatan sekresi adrenal dari epinefrin yang bersirkulasi
dan peningkatan pelepasan saraf norepinefrin. Efek menguntungkan awal dari stimulasi
adrenergik termasuk peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas miokard dengan hasil
peningkatan cardiac output. Namun, stimulasi adrenergik kronis pada akhirnya mengarah
pada efek miokard yang merugikan, termasuk peningkatan afterload, hipermetabolisme,
aritmogenogenesis, dan toksisitas miokard direk.
a. Katekolamin bersifat toksik bagi otot jantung, diduga melalui produksi kalsium berlebih
atau dengan menghambat sintesis protein kontraktil.
b. Tingkat katekolamin yang tinggi menurunkan densitas reseptor β-adrenergik pada
permukaan sel miokard, yang mungkin menjadi penyebab utama hilangnya respons inotropik
positif yang dimediasi oleh katekolamin. Dalam praktik klinis, pengurangan stimulasi
adrenergik dengan penggunaan β-adrenergik blocker telah menghasilkan peningkatan klinis
pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi, di mana peningkatan kadar katekolamin telah
terbukti ada.
2. Berkurangnya aliran darah ke ginjal pada pasien gagal jantung menyebabkan meningkatnya
pengeluaran renin, dan selanjutnya menyebabkan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II
menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam penyerapan kembali air dan garam dari tubulus
ginjal. Angiotensin II dapat menyebabkan respons trofik pada otot polos pembuluh darah
(dengan vasokonstriksi) dan hipertrofi miokard. Angiotensin II juga memicu fibrosis miokard.
Jadi, meskipun respon hipertrofik bersifat adaptif dengan mencoba mengembalikan wall
stress ke normal, angiotensin II memainkan peran maladaptif pada gagal jantung dengan
memulai fibrosis dan mengubah ventricular compliance12.
Gambar 1. Patofisiologi Gagal Jantung6

Klasifikasi Gagal Jantung pada Anak

Klasifikasi gagal jantung New York Heart Association (NYHA) pada praktek tidak berlaku
untuk anak dan dianggap kurang memiliki sensitivitas yang diperlukan untuk menilai dan
menangkap perkembangan keparahan gagal jantung pada anak-anak. Untuk alasan ini, klasifikasi
Ross yang dimodifikasi digunakan untuk penilaian anak dengan gagal jantung yang berusia
kurang dari enam tahun10.

Tabel 2. Klasifikasi Modified Ross dan Klasifikasi NYHA untuk Gagal Jantung pada Anak 10

Modified Ross Classification of HF in NYHA Classification of HF in Children > 6


Children < 6 year year
Class I: Asymptomatic Class I: Asymptomatic
Class II: Mild tachypnea or diaphoresis with Class II: Slight or moderate limitations of
feeding in infants; dyspnea on exertion in physical activity
older children
Class III: Marked tachypnea or diaphoresis Class III: Marked limitation of physical
with feeding in infants. Prolonged feeding activity
times with growth failure; Marked dyspnea
on exertion in older children
Class IV: Symptoms such as tachypnea, Class IV: Symptoms at rest.
retractions, grunting, or diaphoresis at rest

Manifestasi Klinis pada Anak

Bayi dan anak kecil: Presentasi khas ditandai oleh kesulitan dalam memberi makan. Dapat
ditemukan sianosis, takipnea, sinus takikardia, dan diaforesis.

Anak-anak yang lebih tua dan remaja: Kelelahan, sesak napas, takipnea, dan intoleransi aktivitas
adalah gejala utama. Nyeri perut, oliguria, dan edema tungkai kaki juga bisa terjadi6.

Diagnosis Gagal Jantung pada Anak

1. Anamnesis

- Sesak napas terutama saat beraktivitas. Sesak napas dapat mengakibatkan kesulitan
makan/minum, dan dalam jangka panjang, gagal tumbuh
- Sering berkeringat (peningkatan tonus simpatis)
- Ortopnea: sesak nafas yang mereda pada posisi tegak
- Dapat dijumpai mengi
- Edema di perifer atau, pada bayi, biasanya di kelopak mata

2. Pemeriksaan fisik

Temuan fisik pada gagal jantung dapat diklasifikasikan sebagai berikut, tergantung pada
mekanisme patofisiologisnya. Temuan yang lebih umum digaris bawah.
1. Berikut ini ditemukan sebagai respons kompensasi terhadap gangguan fungsi jantung:
a. Takikardia, gallop rhythm, dan denyut nadi lemah.
b. Kardiomegali hampir selalu ada. Radiografi toraks lebih dapat diandalkan daripada
pemeriksaan fisik dalam menunjukkan kardiomegali.
c. Terdapat tanda-tanda peningkatan pelepasan simpatik (mis., kegagalan pertumbuhan;
keringat, kulit dingin dan basah) 12.
2. Kongesti vena pulmonal (dari kegagalan sisi kiri) menghasilkan manifestasi berikut:
a. Takipnea sering terjadi dan merupakan manifestasi awal gagal jantung pada bayi.
b. Dispnea saat aktivitas (setara dengan pemberian makanan yang buruk pada bayi kecil)
sering terjadi pada anak-anak.
c. Orthopnea mungkin terlihat pada anak yang lebih besar.
d. Wheezing dan ronki paru kadang terdengar12.
3. Kongesti vena sistemik (disebabkan oleh kegagalan sisi kanan) menyebabkan:
a. Hepatomegali sering terjadi, tetapi tidak selalu menunjukkan gagal jantung. Hati yang besar
mungkin teraba dalam kondisi yang menyebabkan paru-paru hiperinflasi (asma,
bronchiolitis, selama hypoxic spells) dan pada penyakit hati infiltratif. Sebaliknya, tidak
adanya hepatomegali tidak mengesampingkan gagal jantung;
b. Kelopak mata bengkak sering terjadi pada bayi.
c. Distensi vena leher dan edema kaki, yang sering terjadi pada orang dewasa, tidak terlihat
pada bayi.
d. Splenomegali bukan merupakan indikasi gagal jantung; biasanya mengindikasikan
infeksi12.

3. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto toraks

Kardiomegali pada CXR pediatrik jika rasio kardiotoraks > 60% pada neonatus dan > 55%
pada anak yang lebih tua. Kardiomegali sangat prediktif terhadap dilatasi ventrikel pada
ekokardiografi. Kardiomegali pada CXR menunjukkan prognosis buruk pada anak-anak
dengan DCM. Timus besar dapat meniru kardiomegali pada CXR bayi dan neonatus. Pirau
kiri ke kanan biasanya disertai dengan kardiomegali, arteri pulmonalis utama dan cabang yang
membesar, dan pulmonary plethora. CXR berguna dalam penyakit jantung bawaan sianotik
tertentu yang menghadirkan fitur radiografi khas2.
2. EKG
Temuan EKG yang paling umum pada pasien gagal jantung anak adalah sinus takikardia,
hipertrofi ventrikel kiri, perubahan ST-T, pola infark miokard, dan blok konduksi 2. Sinus
takikardia sering terjadi pada gagal jantung akut. Pada gagal jantung kronis,
elektrokardiogram abnormal meningkatkan kemungkinan dekompensasi gagal jantung6.
Dalam DCM idiopatik, temuan EKG adalah blok left bundle branch block dan pembesaran
atrium kiri yang berkorelasi dengan mortalitas. Pola infark miokard dengan gelombang Q
inferolateral menunjukkan anomaly arteri koroner kiri dari arteri pulmonalis. EKG sangat
berguna dalam diagnosis takikardiomiopati dan aritmia penyebab gagal jantung lainnya
seperti blok atrioventrikular. Pemantauan EKG ambulatory berguna dalam diagnosis
takikardiomiopati serta stratifikasi risiko kematian mendadak pada gagal jantung akibat
kardiomiopati primer2.

3. Ekokardiografi

Ekokardiografi memberi gambaran rinci dan kuantitatif tentang anatomi dan fungsi jantung.
Ekokardiografi dapat memastikan pembesaran ruang jantung, gangguan fungsi ventrikel kiri
dan mendeteksi penyebab gagal jantung, misalnya ditemukan defek septum ventrikel besar.
Parameter yang tersering digunakan untuk mengukur fungsi ventrikel kiri adalah fraksi
pemendekan (fractional shortening) yang nilai normalnya berkisar 28-40%. Fraksi
pemendekan biasanya menurun pada gagal jantung sistolik. Ekokardiografi juga bermanfaat
melihat efektivitas terapi misalnya pada kasus kardiomiopati dilatasi7.

4. Biomarker pada gagal jantung

Peptida natriuretik (brain natriuretic peptide [BNP] atau amino terminal [NT] -proBNP)
berguna dalam diferensiasi gagal jantung dari penyebab paru akibat gangguan pernapasan
secara akut. Tingkat peptida natriuretik yang meningkat mungkin dikaitkan dengan hasil yang
lebih buruk pada gagal jantung. Elevasi BNP plasma adalah tes yang dapat diandalkan untuk
mengenali disfungsi ventrikel pada anak-anak dengan berbagai PJK. Pada pasien kemoterapi,
kadar NT-proBNP yang lebih tinggi dikaitkan dengan dosis pengobatan doxorubicin yang
lebih tinggi dan parameter ekokardiografi yang abnormal termasuk disfungsi ventrikel.

Glukosa darah dan elektrolit serum seperti kalsium, fosfor harus diukur pada semua anak
dengan gagal jantung karena kelainan pada glukosa darah maupun elektrolit serum dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel yang reversibel. Skrining untuk hipoksia dan sepsis harus
dilakukan pada bayi baru lahir dengan gagal jantung.

Pengukuran antistreptolysin O dan protein C-reaktif harus dilakukan dalam kasus gagal
jantung dengan dugaan demam rematik akut atau reaktivasi penyakit jantung rematik kronis.
Tes metabolik dan genetik dapat dipertimbangkan dalam kardiomiopati primer karena laporan
terbaru menunjukkan penyebab genetik pada lebih dari 50% pasien dengan DCM2.
5. Pemeriksaan Penunjang Lain
Kadar hemoglobin dan hematokrit perlu diperiksa pada tiap pasien gagal jantung. Anemia
dapat menyebabkan gagal jantung, atau memperburuk gagal iantung yang ada. Analisis gas
darah arteri, pH, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, kloride) dan gula darah serum harus
diperiksa pada neonatus dengan gagal jantung, juga pada anak yang lebih besar yang
keadaannya tidak stabil. Diuresis perlu dicatat dengan cermat; pada pasien gagal jantung
jumlah urin berkurang. Analisis urin biasanya menunjukkan albuminuria dan hematuria
mikroskopik4. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium sederhana (Hb, leukosit,
eritrosit) dapat membantu menyingkirkan adanya anemia dan infeksi. Hemoglobin dan
eritrosit menurun sedikit karena hemodilusi. Kadar hemoglobin dibawah 5% sewaktu waktu
dapat menimbulkan gagal jantung dan menambah beban jantung. Jumlah leukosit dapat
meninggi, bila sangat meninggi mungkin terdapat superinfeksi, endokarditis atau sepsis yang
akan memberatkan jantung. Laju endap darah biasanya menurun, tapi dapat meningkat jika
terdapat infeksi. Analisis gas darah dapat membantu untuk menegakkan diagnosis serta
derajat sekaligus pengobatan. Serum elektrolit (natrium, kalium, kalsium, dan magnesium)
penting untuk memantau gangguan keseimbangan elektrolit serta penyulit dan persyaratan
sebelum pemberian digitalis. Kadar natrium dalam darah sedikit menurun, meskipun natrium
total dalam tubuh bertambah. Kadar gula darah akibat hipermetabolisme sering menimbulkan
gejala kejang. Urinalisis, jumlah akan menurun disertai albuminuria, kenaikan berat jenis dan
hematuria mikroskopis8.

Tatalaksana Gagal Jantung pada Anak


Tatalaksana gagal jantung pada anak tergantung pada penyebab yang mendasari dan usia
anak. Tujuan pengobatan serupa untuk pasien dewasa dengan gagal jantung: memperbaiki
masalah dasar, meminimalkan morbiditas dan mortalitas, dan meningkatkan status fungsional
dan kualitas hidup13.
Pada pirau kiri ke kanan yang besar, terapi bedah yang cepat harus dipertimbangkan
setelah memulai terapi medis. Kondisi lain yang memerlukan pembedahan segera atau intervensi
kateter termasuk AS atau COA yang parah, TGA dengan IVS, obstructed TAPVC, dan lain-lain6.
Pada bayi, dukungan nutrisi harus dipastikan yaitu asupan kalori sekitar 150 kkal / kg /
hari. Ini dicapai dengan menggunakan suplemen makanan, lebih dianjurkan untuk makan dalam
porsi kecil dan sering yang ditoleransi lebih baik.23 Pada anak-anak dan remaja, rekomendasi
saat ini menyarankan bahwa 25 - 30 kkal / kg / hari adalah target yang masuk akal bagi
kebanyakan pasien. Karbohidrat tidak boleh melebihi 6 g / kg / hari dan lipid tidak boleh lebih
dari 2,5 g / kg / hari. Pemberian asam amino esensial diperlukan pada pasien yang sakit kritis.
Bukti menunjukkan bahwa dibutuhkan 1,2 - 1,5 g / kg / hari protein. Suplementasi nutrisi
diperlukan pada gagal jantung sekunder akibat penyakit metabolik dan mitokondria (seperti
karnitin dan ubiquinon). Pada pasien PJK asianotik atau pada pasien dengan kardiomiopati,
dukungan ventilasi dengan oksigen harus dimulai ketika SaO2 <90%. Sebaliknya, pada pasien
dengan PJK sianotik, oksigen memiliki sedikit efek dalam meningkatkan SaO2 dan tidak
diindikasikan. Namun, dalam beberapa kasus dengan pirau kronis kiri ke kanan, penyakit
pembuluh darah paru yang tidak dapat disembuhkan dapat berkembang dan menyebabkan pirau
kanan ke kiri (sindrom Eisenmenger). Pada tahap awal, hipertensi paru yang dihasilkan mungkin
responsif terhadap oksigen; karenanya, ini diindikasikan saat anak sedang menunggu
transplantasi jantung atau untuk operasi paliasi.24 Pengurangan asupan garam direkomendasikan
pada semua pasien dengan edema dan retensi cairan. Pembatasan cairan diindikasikan pada
pasien dengan edema yang tidak responsif terhadap terapi diuretik atau hyponatremia6.

1. Tatalaksana Umum

1. Pemberian oksigen. Pada kasus yang sangat berat mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
Perlu diingat bahwa pada pasien dengan PJB sianotik pemberian oksigen hanya sedikit
memperbaiki oksigenisasi tubuh.

2. Tirah baring, posisi setengah duduk (semi fowler). Sedasi kadang diperlukan pada anak
yang sangat gelisah, dapat diberikan luminal 2-3 mg/kgBB/dosis setiap 8 jam selama 1-2 hari.

3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang timbul.

4. Restriksi garam jangan terlalu ketat terutama pada bayi. Diuretik relatif dapat
menggantikan peran restriksi garam. Pada anak, garam diberikan tidak lebih dari 0,5 g/hari
dan harus menghindari makanan yang asin.

5. Timbang berat badan tiap hari pada pasien yang dirawat inap untuk menilai apakah retensi
cairan bertambah atau berkurang
6. Menghilangkan faktor yang memperberat seperti demam (diberi antipiretik), anemia
(berikan transfusi packed cell), atasi infeksi jika ada.

7. Mengobati faktor penyebab misalnya hipertensi, aritmia, defek septum ventrikel besar dsb.

8. Pada bayi dengan gagal jantung kronis harus diperhatikan peningkatan asupan kalori karena
pada gagal jantung terjadi peningkatan metabolisme serta penurunan asupan kalori14.

2. Medikamentosa

Terapi medis untuk gagal jantung berfokus pada tiga tujuan utama: - penurunan pulmonary
wedge pressure - peningkatan curah jantung dan peningkatan perfusi organ akhir -
memperlambat perkembangan penyakit6.

1) Diuretika Loop

diuretika berperan sangat penting untuk manajemen akut pasien dengan gagal jantung
simptomatik. Akan tetapi, sampai saat ini penelitian efektivitas dan efek samping loop
diuretik pada populasi anak dengan gagal jantung sangat terbatas. Pilihan loop diuretik yaitu
furosemid dengan dosis 0,5-1 mg/kg BB setiap 12 jam intravena atau oral setiap 6-12 jam5.

2) Angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEi)

ACE inhibitor mencegah, melemahkan, atau mungkin mengembalikan remodeling miokard


patofisiologis. Selain itu, ACEi juga mengurangi afterload dengan bersifat antagonis pada
sistem rennin angiotensin aldosterone6. ACEi dapat diberikan pada gagal jantung dengan
disfungsi ventrikel kiri simptomatik (gagal jantung kelas Ross III) kecuali terdapat
kontraindikasi dan dimulai dari dosis kecil dengan dinaikkan bertahap. ACEi dapat diberikan
pada gagal jantung dengan disfungsi ventrikel kiri asimptomatik (gagal jantung kelas Ross II)
kecuali terdapat kontraindikasi spesifik. ACEi dapat dipertimbangkan untuk diberikan kepada
pasien dengan duchenne muscular dystrophy dengan kardiomiopati kecuali terdapat
kontraindikasi spesifik. ACEi tidak boleh diberikan pada pasien PJB dengan single ventricle
tapi bisa dipertimbangkan pada kondisi regurgitasi katup atau disfungsi ventrikel5.

3) Angiotensin receptor antagonists (ARA)


Penggunaan ARA belum terbukti pada gagal jantung anak. 10 Akan tetapi, berdasarkan data
uji klinis pada dewasa, konsensus International Society of Lung and Heart (ISLHT)
merekomendasikan penggunaan ARA pada anak dengan disfungsi sistolik ventrikel yang
tidak toleran dengan ACEi5.

4). Beta blockers

β-blocker bisa diberikan pada anak gagal jantung simptomatis dengan disfungsi sistolik
ventrikel kiri. Terapi harus dimulai dengan dosis rendah dan perlahan dinaikkan5.

5) Digoksin

Digoxin adalah obat inotropik oral utama yang digunakan dalam gagal jantung anak dan
diindikasikan pada pasien bergejala dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri dan / atau kanan 6.
Digoksin tidak direkomendasikan untuk anak dengan disfungsi ventrikel kiri asimptomatik.
Digoksin bisa diberikan untuk memperbaiki gejala pada anak gagal jantung simptomatis dan
fraksi ejeksi rendah dengan dosis digoksin yang lebih rendah pada pemberiaan bersamaan
dengan carvedilol dan amiodarone serta disfungsi renal5.

6) Anti-aritmia

Penggunaan anti-aritmia sangatlah terbatas pada kasus tertentu yaitu aritmia menetap setelah
koreksi gangguan elektrolit dan metabolik dan aritmia tidak mampu ditoleransi anak. Anti-
aritmia tidak boleh digunakan secara rutin pada gagal jantung dengan fraksi ejeksi rendah5.

7) Terapi inotropik

Terapi inotropic bisa dipertimbangkan pada kondisi paliatif untuk perbaikan gejala.
Pemberian inotropik intermittent atau jangka lama pada gagal jantung kronis tidak
direkomendasikan karena kurangnya bukti pada populasi anak kecuali untuk menjembatani
transplantasi jantung5.

Tabel 3. Tatalaksana Gagal Jantung pada Anak15


Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung:
1. Umur
Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/minggu-minggu pertama
pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali
total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja
sulit memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk
melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan kematian.
2. Berat ringannya penyakit primer

Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal adalah dengan terapi medis
adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang baik untuk
koreksi bedah. Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal jantung,
obat-obat gagal jantungaterus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder,
pengobatanadengan profilaksis sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.
3. Cepatnya pertolongan pertama
4. Hasil terapi digitalis
5. Seringnya kambuh akibat etiologi yang tidak dikoreksi3.
KESIMPULAN

Gagal jantung pada bayi dan anak bukan merupakan masalah kecil dan perlu mendapat perhatian
serius dari para tenaga medis. Diagnosis dini dan penanganan yang cepat serta tepat akan sangat
bermanfaat dalam mengurangi penderitaan pasien dan mencegah komplikasi selanjutnya. Tata
laksana secara medis dapat dilakukan sesuai kaidah yang berlaku dan fasilitas yang ada. Untuk
mencari etiologi dan terapi kausal, diperlukan rujukan ke kardiolog anak yang selanjutnya
menentukan tindakan yang diperlukan. Pasien perlu mendapatkan terapi terbaik yang mungkin
dilakukan sehingga tercapai kualitas hidup dan tumbuh kembang yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sofyani, S. 2002, ‘Peran Vasodilator pada Gagal Jantung Anak’, Sari Pediatri, vol. 3,
no. 4, pp. 213
2. Jayaprasad, N. 2016, Heart Failure in Children [internet], accessed 02 june 2020,
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5105230/
3. Sucipto, N. I. 2011, Gagal Jantung pada Anak, Universitas Jember, Jember
4. Akhmad, F. 2010, Karakteristik Penderita Gagal Jantung pada Anak yang Dirawat di
RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2007 – 2009, Universitas Sumatera Utara,
Medan
5. Nova, R., Yosy, D. S., Iriani, Y., Wijaya, D., & Gustifa, R., 2019, The Role of
Pediatrician in Pediatric Cardiac Care with Limited Resources, IDAI Sumatera Selatan,
Palembang
6. Masarone, D., Valente, F., Rubino, M., Vastarella, R., Gravino, R., Rea, A., Russo, M.
G., Pacileo, G., & Limongelli, G., 2016, ‘Pediatric Heart Failure: A Practical Guide to
Diagnosis and Management’, Pediatrics and Neonatology¸ vol. 58, no. 4, pp. 308-312
7. Amelia, P. 2019, Gagal Jantung Kongestif pada Anak, Universitas Sumatera Utara,
Medan
8. Kirk, R., Dipchand, A. I, Rosenthal, D. N., Addonizio, L., Burch, M., Chrisant, M.,
Dubin, A., Everitt, M., Gajarski, R., Mertens, L., Miyamoto, S., Morales, D., Pahl, E.,
Shaddy, R., Towbin, J., & Weintraub, R., 2014, ‘The International Society for Heart and
Lung Transplantation Guidelines for The Management of Pediatric Heart Failure:
Executive Summary’, The Journal of Heart and Lung Transplantation, vol. 33, no. 9, pp.
888-909
9. Ponikowski, P., Voors, A. A., Anker, S. D., Bueno, H., Cleland, J. G. F., Coats, A. J. S.,
Falk, V., Gonza’lez-Juanatey, J. R., Harjola, V., Jankowska, E. A., Jessup, M., Linde, C.,
Nihoyannopoulus, P., Parissis, J. T., Pieske, B., Riley, J. P., Rosano, G. M. C., Ruilope,
L. M., Ruschitzka, F., Rutten, F. H., & Meer, P. V. D., 2016, ‘2016 ESC Guidelines for
The Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure’, European Heart
Journal, vol. 37
10. Das, B. B., 2018, ‘Current State of Pediatric Heart Failure’, MDPI Journal, vol. 5, no. 88
11. Goel, K. M., & Gupta, D. K., 2012, Hutchinson’s Paediatrics Second Edition, Jaypee
Brothers Medical Publisher (P) Ltd, India
12. Park, M. K., 2014, Park’s Pediatric Cardiology for Practitioners Sixth Edition, Elsevier,
Canada.
13. Hsu, D. T., & Pearson, G. D., 2009, ‘Heart Failure in Children’, AHA Journals, vol. 2,
pp. 490-498
14. Trihono, P. P., Windiastuti, E., Gayatri, P., Sekartini, R., Indawati, W., & Idris, N. S.,
2012, Kegawatan pada Bayi dan Anak, Universitas Indonesia, Jakarta
15. Marcdante, K. J., & Kliegman, R. M., 2019, Nelson Essentials of Pediatrics Eight
Edition, Elsevier, Philadelphia

Anda mungkin juga menyukai