Anda di halaman 1dari 26

BAB 1.

PENDAHULUAN

Transien visual loss atau amaurosis fugax adalah kehilangan fungsi visual secara mendadak (sebagian atau menyeluruh) pada salah satu mata atau kedua mata selama kurang dari 24 jam (Skuata et al., 2011). Amarousis fugax berasal dari bahasa Yunani, amaurosis yang berarti gelap dan bahasa Latin, fugax yang berarti cepat berlalu sehingga dapat disimpulkan sebagai hilangnya penglihatan sementara pada satu atau kedua mata (Givre dan Stavern, 2011). Transien visual loss (TVL) dapat disebabkan karena penyebab vaskular, neurologik, dan oftalmik. Transien visual loss umumnya terjadi karena berkurangnya penyediaan darah pada sistem visual afferen, yang disebabkan stenosis atau oklusi arteri primer (misalnya arteri karotis) atau oklusi arteri sekunder (misalnya arteri retina sentral) yang merupakan hasil dari emboli dari tempat yang jauh (misalnya dari arteri karotis interna, aorta, atau jantung), vasospasme (misalnya karena dipicu oleh migrain), atau sistemik hipoperfusi (Sandhya, 2010). Pada pasien berusia kurang dari 50 tahun, transien visual loss dapat disebabkan karena migrain dan sistemik hipoperfusi sedangkan transien visual loss pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun disebabkan karena penyakit serebrovaskuler dan arteritis sel raksasa dapat dipertimbangkan (Skuata et al., 2011). Pada transien visual loss menetapkan apakah monokuler atau binokuler adalah hal yang penting karena dapat dipertimbangkan untuk mengetahui lokasi lesi. Pada transien monokuler visual loss (TMVL) menunjukkan kelainan pada prekiasma misalnya karena kelainan vaskular (oklusi arteri retina sentral), kelainan saraf optik (papil edema, saraf optik drusen), dan patologi okuler (hifema sekunder, intermiten glaukoma sudut tertutup). Sedangkan pada transien binokuler visual loss (TBVL) menunjukkan kelainan pada kiasma atau postkiasma misalnya karena migrain, lesi

massa pada oksipital, dan iskemik pada oksipital (emboli, vaskulitis, hipoperfusi) (Skuata et al., 2011; Givre dan Stavern, 2011).

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Transien visual loss atau amaurosis fugax adalah kehilangan fungsi visual secara mendadak (sebagian atau menyeluruh) pada satu atau kedua mata selama kurang dari 24 jam (Skuata et al., 2011). Amarousis fugax berasal dari bahasa Yunani, amaurosis yang berarti gelap dan bahasa Latin, fugax yang berarti cepat berlalu sehingga dapat disimpulkan sebagai hilangnya penglihatan sementara pada satu atau kedua mata (Givre dan Stavern, 2011).

2.2 Patofisiologi Transien visual loss (TVL) adalah suatu defisit fokal neurologik yang reversible dalam waktu kurang dari 24 jam dengan prinsip patofisiologinya adalah iskemik. Iskemik terjadi pada oklusi pembuluh darah yang sementara yang melalui 3 mekanisme yaitu tromboemboli, vasospasme, dan kompresi (Burde et al., 1992).

2.2.1 Oklusi Sirkulasi pembuluh darah pada mata untuk sementara waktu terblok karena emboli yang berasal dari pembuluh darah yang berasal jauh dari mata. Umumnya, sumber emboli adalah ulserasi dari ateroma arteri besar, mengumpulkan fibrin dan platelet, membentuk emboli yang dapat menutup (oklusi) sebagian atau seluruh pembuluh darah. Bagian dari trombus terpecah dan mengikuti aliran pembuluh darah dan menempel pada pembuluh darah lain (Transient Ischemic Attack atau TIA). Selain itu, transien visual loss dapat terjadi pada trombosis sementara dari pembuluh darah kecil yang memberi makan dan dekat pada mata atau visual korteks. Mekanisme yang terjadi adalah lipohyalinosis, vaskulitis, dan hiperkoagulasi. Lipohyalinosis merupakan proses yang berhubungan dengan hipertensi sistemik yang 3

mempengaruhi lumen dari arteri kecil sehingga menyebabkan infark. Vaskulitis pada umumnya terjadi pada arteritis sel raksasa. Hiperkoagulasi terjadi pada anemia sickle cell, makroglobulinemia, dan multiple mieloma. Transien visual loss dengan penyakit ateroma karotis memiliki sindrom hilangnya penglihatan yang monokuler yang bertahan selama 15 menit, tetapi pada umumnya kurang dari 5 menit. Pasien mengeluhkan adanya bayangan ke bawah atau ke atas pada seluruh lapang pandangannya, sentral skotoma, kehilangan penglihatan perifer, atau Swiss cheese pola pada penglihatan yang kabur secara tidak teratur polanya. Pasien juga mengeluhkan adanya penglihatan yang keseluruhan hitam, coklat, atau keabu-abuan tetapi lebih mudahnya pasien mengeluhkan penglihatan yang kabur. Pasien juga mengeluhkan adanya fotopsia (melihat cahaya yang silau).

2.2.2 Vasospasme Vasospasme menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid dan krisis hipertensi serta migrain. Vasospasme pada arteri retina dapat menyebabkan transien monokuler visual loss yang biasanya terjadi pada dewasa muda.

2.2.3 Kompresi Kompresi dari pembuluh darah yang menutrisi jalur visual jarang menyebabkan transien visual loss. Mekanisme ini termasuk papil edema, dimana tekanan pembuluh darah pada saraf yang membengkak menyebabkan pandangan gelap pada seluruh lapang pandang pada satu atau dua mata yang bertahan selama beberapa detik. Pada awalnya pasien tidak menghiraukannya, tetapi gejala ini dapat kambuh lagi apabila dipicu dengan berdiri atau valsava maneuver. Pada pemeriksaan fundus menunjukkan adanya papil edema.

2.3 Klasifikasi Menurut Sandhya et al. (2010) penyebab-penyebab umum terjadinya transien visual loss (TVL) sebagai berikut: 2.3.1 Transien monokuler visual loss (TMVL)
Tabel 2.1 Etiologi Transien Monokuler Visual Loss (TMVL)

Vaskuler

Oklusi Arteri Retina Sentral Arteritis Sel Raksasa Retina Migrain Papil Edema Saraf Optik Drusen Optik Neuritis

Neurologik Optalmik

Sumber: Sandhya et al. (2010).

2.3.2 Transien Binokuler Visual Loss (BMVL)


Tabel 2.2 Etiologi Transien Binokuler Visual Loss (TBVL)

Vaskuler

Transien Iskemik Attack (TIA) Oklusi Bilateral Arteri Karotis Migrain Aura Trauma Kepala Papil Edema Saraf Optik Drusen

Neurologik

Optalmik

Sumber: Sandhya et al. (2010).

Keterangan: 1. Oklusi Arteri Retina Sentral (Ilyas, 2005; James et al., 2005) Definisi Oklusi arteri retina sentral adalah sumbatan pada pembuluh darah retina sentral, biasanya tersumbat pada lamina kribrosa. Arteri retina sentral merupakan cabang dari arteri oftalmika hanya menyebabkan iskemi pada retina bagian dalam dan biasanya mengenai satu mata serta terjadi pada usia tua dan usia pertengahan. Etiopatogenesis Oklusi arteri retina sentral dapat disebabkan oleh radang arteri, trombus dan emboli pada arteri, spasme pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, arteritis sel raksasa, dan trauma. Emboli merupakan penyebab penyumbatan arteri sentral yang paling sering yang berasal dari penyakit emboli jantung dan carotid palque. Penyebab lainnya antara lain migrain dan keracunan alkohol. Perlambatan aliran pembuluh darah retina terjadi pada peninggian tekanan intraokluer, stenosis aorta atau arteri karotis. Pada oklusi retina sentral yang berasal dari emboli, menurut James et al. (2005) terdapat 3 tipe dari emboli: 1. Emboli fibrin-platelet biasanya berasal dari penyakit arteri karotis; 2. Emboli kolestrol biasanya berasal dari penyakit karotis; 3. Emboli kalsifikasi dari penyakit katub jantung. Manifestasi Klinik Pasien mengeluhkan kehilangan mendadak seluruh atau sebagian penglihatan tanpa rasa nyeri. Emboli fibrin-platelet menyebabkan kehilangan penglihatan yang mengambang ketika emboli berjalan pada sirkulasi retina (amaurosis fugax). Hal ini dapat berlangsung selama beberapa menit dan kemudian menghilang. Emboli kolesterol dan kalsifikasi dapat menyebabkan obstruksi permanen tanpa perbaikan penglihatan (juga terlihat pada pembuluh

darah retina pada individu asimtomatik). Obstruksi arteri retina sentral seringkali disebabkan oleh emboli, meski bila terletak jauh di bawah percabangan arteri di belakang papil saraf optik, tidak dapat dilihat. Pada pasien muda, kehilangan penglihatan sementara dapat disebabkan karena migren. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Pada pemeriksaan fisik didapatkan reaksi pupil yang lemah dan anisokoria. Pada funduskopi akan terlihat serangkaian emboli platelet putih dapat dilihat berjalan dengan cepat melalui satu pembuluh darah; lebih sering emboli kolesterol berwarna kuning cerah didapatkan mengoklusi titik percabangan arteri. Retina yang terkena secara akut membengkak dan berwarna putih (edematosa), sementara fovea yang berwarna merah (cherry red spot) karena tidak mendapat darah dari sirkulasi retina, tidak membengkak, dan koroid normal dapat dilihat melalui fovea. Setelah beberapa minggu, lempeng menjadi pucat (atrofik) dan arteriol mengalami penebalan. Kondisi ini kadang juga dapat disebabkan oleh vaskulitis seperti pada arteritis sel raksasa.

Gambar 2.1 Oklusi Arteri Retina Sentral dengan Makula Opaque dan Cherry Red Spot (Regillo et al., 2011)

Pasien membutuhkan pemeriksaan vaskular yang teliti karena penyakit pada mata dapat merefleksikan penyakit vaskular sistemik. Pencarian penyakit arteri karotis harus dilakukan dengan menilai kekuatan pulsasi arteri karotis dan mendengarkan bruit. Penyakit jantung iskemik, klaudikasio perifer, dan hipertensi mungkin ditemukan. Endarterektomi karotis dapat diindikasikan untuk mencegah kemungkinan emboli serebral jika terdapat stenosis arteri karotis yang lebih besar dari 75%. Ultrasonografi Doppler memungkinkan pencitraan non-invasif pada arteri karotis dan vertebralis untuk mendeteksi stenosis. Diagnosis Banding Sumbatan vena retina sentralis dan retinopati e.c. oklusi karotis. Penatalaksanaan Penatalaksanaan akut oklusi arteri retina sentral dan cabang ditujukan pada arteriol yang berdilatasi sehingga memungkinkan emboli berjalan ke arah distal. Selain itu, penatalaksanaan dini dapat dengan menurunkan tekanan intraokuler dengan asetazolamid intravena atau parasentesis (satu jarum dimasukkan ke dalam bilik mata depan untuk mengeluarkan akueous sehingga tekanan intraokuler turun dengan cepat). Vasodilator pemberian bersama antikoagulan dan diberikan steroid bila diduga terdapatnya peradangan. Pasien dengan oklusi arteri sentral harus secepatnya diberikan O2. Prognosis Secara umum prognosisnya kurang begitu bagus tergantung pada letak dan lamanya terjadi oklusi maka kadang-kadang visus dapat kembali normal tetapi lapang pandang menyempit dan kerusakan retina yang irreversibel hanya berlangsung selam 90 menit.

2. Arteritis Sel Raksasa (Calvo-Romero, 2003; James et al., 2005) Definisi Arteritis Sel Raksasa (Arteritis Giant Cell atau GCA atau temporal arteritis) adalah vaskulitis sistemik yang meliputi pembuluh darah berukuran besar dan medium, terutama percabangan ekstrakranial dari arteri karotis. Arteritis Sel Raksasa merupakan penyakit autoimun yang timbul pada pasien yang umumnya berusia lebih dari 60 tahun. Penyakit ini mengenai arteri dengan lamina elastika interna dan dapat timbul dengan kombinasi kehilangan penglihatan mendadak (amaurosis fugax), nyeri tekan kulit kepala, nyeri ketika mengunyah (klaudikasio rahang), nyeri bahu, dan malaise. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik yang umumnya terjadi adalah sindrom konstitusional (astenia, anoreksia, dan berat badan menurun), demam, adanya onset baru sakit kepala, klaudikasio rahang, komplikasi iskemik visual dan kebutaan irreversibel karena neuropati anterior iskemik optik dan biasanya diikuti amourosis pendengaran fugax, dan manifestasi biasanya audiovestibular dengan (nistagmus penurunan dan tajam

menurun)

ditandai

penglihatan, defek lapang pandang (berkurangnya atau hilangnya setengah bagian bawah lapang pandang), lempeng optik yang membengkak dan mengalami perdarahan dengan retina dan pembuluh darah retina normal dimana pada neuropati optik iskemik arteritis lempeng dapat terlihat pucat, dan arteri temporal nyeri pada penekanan. Manifestasi klinik yang tidak umum adalah demam tinggi, pembesaran arteri oksipital, fasial dan postaurikular, paresis otot okular, dan stroke iskemik.

Tabel 2.3 Kriteria Diagnosis Arteritis Sel Raksasa

Sumber: Calvo-Romero (2003).

Etiologi Arteritis Sel Raksasa merupakan kelainan inflamasi kronik pada pembuluh darah berukuran sedang dan besar akibat akumulasi dan hubungan dengan HLA-DR4 haplotype (presdiposisi genetik). Penelitian imunologik menunjukkan adanya aktivasi T-cell dan makrofag pada dinding pembuluh darah yang memunculkan sitokin menyebabkan kalsifikasi pada membran elastik interna pada pembuluh darah arteri.

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Jika didapatkan arteritis sel raksasa, LED dan protein reaktif-C biasanya sangat meningkat. Biopsi arteri temporal sering membantu namun mungkin tidak dapat mengarahkan diagnosis, terutama jika hanya spesimen kecil yang diperiksa karena penyakit ini dapat melewati suatu bagian arteri. Pada biopsi arteri temporal yang menunjukkan adanya vaskulitis yang ditandai dengan predominan infiltrat mononuklear atau granuloma dan dengan multinukleat sel raksasa. Arteritis sel raksasa juga dapat timbul sebagai oklusi arteri retina sentral dimana pembuluh darah terkena secara sekunder akibat arteritis pada arteri oftalmika. Pemeriksaan penunjang pasien yaitu sebagai berikut: 1. Hitung darah lengkap untuk menyingkirkan anemia; 10

2. Pemeriksaan tekanan darah dan kadar gula darah; 3. LED dan protein reaktif-C untuk memeriksa arteritis sel raksasa.

Gambar 2.2 Arteritis Sel Raksasa (Hazel dan Starr, 2007)

Penatalaksanaan Penatalaksanaan arteritis sel raksasa adalah steroid dosis tinggi

(prednison 40-60 mg perhari) dan dikurangi dosisnya perlahan 1-2 bulan. Visual loss karena arteritis sel raksasa dapat dengan steroid oral atau

intravena dan dosis diturunkan secara perlahan selama minggu-minggu berikutnya sesuai gejala dan respon LED atau protein reaktif-C dengan pemberian suplemen calcium dan vitamin D sebagai tambahan terapi. Steroid tidak akan mengembalikan hilangnya penglihatan namun untuk mencegah terlibatnya mata kontralateral. 11

Prognosis Penglihatan tidak akan kembali pulih bila telah menghilang dan progresivitas mata kontralateral terlibat dengan cepat pada arteritis sel raksasa yang tidak diobati. Kematian pada arteritis sel raksasa disebabkan karena penyakit kardiovaskular.

3. Retina Migrain (Nazario, 2012) Definisi Retina migrain dapat disebut juga sebagai oftalmik atau monokuler migrain yang dapat menyebabkan penglihatan menghilang selama kurang dari 1 jam. Masalah ini sangat jarang terjadi dengan prevalensi 1:200 terjadi pada orang yang terkena migrain. Manifestasi Klinik Adanya gangguan penglihatan pada satu mata (mata silau, adanya blind spot pada lapang pandang, kebutaan pada mata), sakit kepala/migrain yang bertahan dari 4 jam sampai 72 jam (pada salah satu bagian kepala, mulai ringan sampai berat, berdenyut, memberat apabila beraktivitas), nausea, muntah, dan sensitivitas cahaya atau suara. Etiologi Etiologi pasti masih belum diketahui tetapi menurut pendapat para ahli disebabkan karena adanya spasme pada pembuluh darah di retina.

12

Gambar 2.3 A. Fundus Selama Amaurosis. Saraf Optik Hiperemi dan Bengkak serta Penyempitan Vaskuler (Panah). B. Fundus Setelah Amaurosis . Normal Vaskuler (Panah). (Troost, 2006)

Penatalaksanaan Penatalaksanaannya dengan aspirin, tricyclic antidepressan, dan beta bloker.

4. Papil Edema (Ilyas, 2005; James et al., 2005) Definisi Pembengkakan saraf optik yang biasanya disebabkan peningkatan tekanan intrakranial, hipertensi maligna, atau trombosis vena retina sentral. Biasanya terdapat bilateral, papil saraf optik bengkak dan menonjol dengan reaksi pupil normal. Pada permulaan penglihatan tidak terganggu yang mungkin dengan bintik buta agak melebar tanpa rasa sakit pada pergerakan mata. Bila tidak diobati akan berakhir dengan atrofi papil sekunder dengan hilangnya penglihatan dan reaksi pupil normal.

13

Bengkaknya papil saraf optik disebabkan oleh tertahannya aliran axoplasmik disertai edema intra-axonal papil saraf optik. Ruang subaraknoid pada otak dilanjutkan langsung dengan pembungkus saraf optik. Tekan cairan cerebrospinal (LCS) meningkat, maka tekanan akan diteruskan ke saraf optik, dan pembungkus saraf optik bekerja sebagai suatu tourniquet untuk trasport axoplasmik. Hal ini mengakibatkan penumpukan material didaerah lamina kribrosa yang bengkak.

Gambar 2.4 Saraf Optik Papilledema (1-A) dan Normal (1-B) (Piovesan et al., 2002)

Pada pemeriksaan didapatkan lempeng optik membengkak, tepinya tidak jelas, dan kapiler superficial mengalami dilatasi sehingga terlihat abnormal. Tidak ada pulsasi venaspontan pada vena retina sentral, titik buta yang lebar ditemukan pada tes lapang pandang sesuai dengan pembengkakan papil saraf optik. Pada edema papil kronis, lapang pandang menyempit. Namun, defek lapang pandang dapat diakibatkan oleh lesi desak ruang yang menyebabkan edema pupil, dan apabila tanda-tanda neurologis tidak normal dapat mengindikasikan letak lesi desak ruang.

14

Etiologi
Tabel 2.3 Penyebab Pembengkakan Lempeng Optik

Sumber: James et al. (2005).

15

Manifestasi Klinik Gambaran yang penting dari pembengkakkan lempeng akibat

peningkatan tekanan intracranial adalah tidak adanya kehilangan penglihatan akut yang berlangsung lama. Beberapa pasien dapat mengalami kehilangan penglihatan sementara yang berlangsung selama beberapa detik ketika berubah posisi (obscuration). Gambaran lain peningkatan tekanan intracranial adalah sakit kepala (memburuk saat bangun tidur dan batuk), mual, muntah, diplopia (karena palsi saraf keenam), dan gejala neurologis. Pemeriksaan Penunjang CT scan dan MRI akan mengidentifikasi suatu lesi desak ruang atau pembesaran ventrikel. Penatalaksanaan Tekanan intracranial dapat meningkat dan terdapat pembengkakan lempeng tanpa bukti adanya abnormalitas intrakranial dan tanpa dilatasi ventrikel pada pemindaian. Meski kehilangan penglihatan akut permanen bukan merupakan tanda edema papil, namun jika saraf optik tetap membengkak dalam beberapa minggu maka akan menyebabkan penyempitan lapang pandang yang progresif. Maka penting untuk menurunkan tekanan intrakranial melalui pengobatan dengan aetazolamid oral, pembuatan pirau ventrikuloperitoneal, dan dekompresi saraf optik dimana satu lubang kecil dibuat pada lapisan yang menyelubungi saraf optik sehingga memungkinkan drainase LCS dan menurunkan tekanan LCS di sekitar saraf optik anterior. Prognosis Dubia

16

5. Saraf Optik Drusen (Regillo et al., 2011) Definisi Saraf optik drusen adalah kumpulan protein dan kalsium abnormal globular yang terakumulasi pada saraf optik dan biasanya lebih sering pada kedua mata daripada pada satu mata. Manifestasi Klinik Saraf optik drusen biasanya diketahui saat pemeriksaan mata rutin karena biasanya tidak ada simptomnya. Pada umumnya pasien tidak menyadari karena hilangnya penglihatan seperti kabut dan hanya beberapa detik. Saraf optik dapat keliru dengan papil edema karena memiliki gejala yang sama yaitu pembengkakan saraf optik dari kenaikan tekanan intrakranial. Etiologi Saraf optik drusen pada umumnya tidak mengganggu penglihatan tapi bagaimanapun juga dapat menyebabkan perifer vision loss secara perlahan dan minimal dengan tanpa nyeri Pemeriksaan Fisik Saraf optik drusen dengan oftalmoskop ketika masih superficial dapat terlihat badan kuning yang berkilau dibawah permukaan saraf optik. Tetapi apabila lebih dalam lagi diperlukan pemeriksaan tambahan berupa ultrasound dan apabila drusen menjadi lebih kalsifikasi dapat dideteksi dengan CT scan. Tes lapang pandang (konfrotasi) penting untuk menilai defek penglihatan perifer.

17

Gambar 2.5 Saraf Optik Normal (Regillo et al., 2011)

Gambar 2.6 Saraf Optik Drusen (Regillo et al., 2011)

Penatalaksanaan Tidak ada standar yang baku dalam penatalaksanaan saraf optik drusen. Monitoring lapang pandang sangat penting untuk mendeteksi perkembangan kehilangan lapang pandang.

18

Prognosis Kebanyakan pasien dengan saraf optik drusen memiliki sentral penglihatan yang normal tetapi bagaimanapun lebih dari 70% kehilangan penglihatan perifer.

6. Optik Neuritis (Ilyas, 2009) Definisi Kelainan penglihatan turun mendadak tanpa tanda radang ekstaraokuler. Neuritis disebabkan idiopatik, sklerosis multiple sedang pada anak oleh marbili, parotitis, dan cacar air. Neuritis optik dapat merupakan gejala dini atau permulaan penyakit multiple sklerosis. Neuritis idiopatik lebih sering pada perempuan umur 20-40 tahun bisanya unilateral. Pada anak maupun orang dewasa neuritis idiopatik tidak dapat bilateral. Manifestasi Klinik Penglihatan warna akan terganggu. Awalnya akan normal selama beberapa minggu, akan terlihat sedikit redup, dan papil akan terlihat pucat. Terdapat papilitis merupakan peradangan saraf optik. Terdapat rasa sakit disekitar mata terutama jika digerakan. Turunnya penglihatan yang berlangsung intermiten dan sembuh dengan sempurna biasanya berlangsung 2 minggu. Tetapi akan mengakibatkan atrofi papil saraf optik parsial atau total. Gangguan lapang pandangan sentral atau sekosentral.

19

Gambar 2.1 Optik Neuritis (Regillo et al., 2011)

Penatalaksanaan Pengobatan neuritis, papilaritis, neuritis retrobulbar adlah kortikosteroid atau ACTH. Antibiotik untuk menahan infeksi sebagai penyebab. Pada neuritis unilateral bisa sembuh spontan sesudah 4-6 minggu

Prognosis Dubia

2.4 Manifestasi Klinik 2.4.1 Usia Pada pasien yang lebih muda penyebabnya karena migrain sedangkan pada pasien lebih tua penyebabnya karena penyakit cerebrovaskuler. 2.4.2 Faktor Resiko Faktor resiko vaskuler (hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, dan merokok), penyakit kardovaskuler (penyakit jantung koroner, penyakit katub

20

jantung, atrial fibrilasi, dan stroke), dan migrain yang mempengaruhi pandangan. 2.4.3 Faktor Pemicu Perubahan postural dapat terjadi bersamaan dengan papil edema dan giant cell arteritis atau karena adanya massa pada intraorbital (tumor). 2.4.4 Onset Apabila onset altitudinal pada transien visual loss (seperti tirai atau bayangan yang menurun) dapat mengindikasi oklusi embolik aterial dan pada onset konsentris dapat mengindikasi penyebab vasospasme atau neurologik. 2.4.5 Durasi Pada papil edema dan optik nerve drusen durasinya selama beberapa detik. Pada retinal emboli atau transient iskemik attack (TIA) selama beberapa menit biasanya kurang dari 15 menit, dan pada migrain biasanya durasinya lebih dari 15 menit. 2.4.6 Manifestasi Klinik Penyerta Tedapat gejala penyerta selama serangan misalnya sakit kepala, fenomena visual positif (penglihatan kelihatan ada benda yang berkilau-kilau), dan simptom neurologik fokal. Pada pasien suspek arteritis giant cell dapat disertai gejala penyerta sakit kepala, kekakuan rahang dan polimialgia.

2.5 Pemeriksaan Evaluasi Oftalmologi Dengan evaluasi funduskopi dapat mengevaluasi pasien TVL terutama pada pasien dengan suspek arteritis giant cell, penyakit vena retina, dan okular penyebab visual loss. Sedimen rate eritrosit dan C-reaktif protein Pada semua pasien dengan usia lebih dari 50 tahun dengan transien monokuler visual loss dan transien binokuler visual loss harus melakukan

21

pemeriksaan ini kecuali pada arteritis sel raksasa. Jika pada pemeriksaan adanya peningkatan, pasien perlu dikonfirmasi dengan biopsi arteri temporal. Carotid Imaging Carotid duplek ultrasound, magnetik resonance angiografi atau CT angiografi perlu dilakukan pada pasien lebih dari 50 tahun dan dengan pasien yang lebih muda dengan faktor resiko (diabetes, hipertensi, dan hiperlipidemia). Evaluasi jantung Ketika arteritis sel raksasa dan penyakit karotis telah disingkar diagnosanya, diperlukan evaluasi untuk penyakit yang bersumber dari jantung (emboli, iskemik) dapat dengan menggunakan echocardiography dan ECG.

2.6 Penatalaksanaan Penatalaksanaan transien visual loss sesuai dengan penyebabnya. Apabila penyebabnya dicurigai karena iskemik maka pasien perlu dicari faktor resiko dan pemeriksaan yang menunjang untuk evaluasi kardiovaskular dan cerebrovaskular dan diobati sesuai dengan diagnosanya. Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menyingkarkan anemia, pemeriksaan marker inflamasi (protein reaktif-C) untuk menegakkan diagnosis arteritis sel raksasa, dan neuroimaging (CT scan, MRI) penting untuk mendiagnosa kelainan intrakranial yang berpengaruh terhadap penglihatan. Tetapi apabila pada beberapa kasus apabila diagnosanya masih belum pasti diperlukan kontrol yang lebih lanjut.

2.7 Prognosis Prognosis transien visual loss pada orang muda lebih baik daripada orang dewasa dan orang tua.

22

BAB 3. PENUTUP

Penyebab tersering dari transien visual loss ada beberapa macam mulai dari kondisi yang ringan sampai kondisi yang serius dari sistem saraf dan sistem persarafan mata. 1. Gejala yang didapat dari transien visual loss yang penting adalah ada distensi dari monokular dan binokular, kedua keadaan ini saling berhubungan. Gejala yang penting yang dapat membantu menegakkan diagnosis adalah durasi, onset, presentasi dari positif visual fenomena, faktor pemicu dan gejala-gejala lainnya yang berhubungan. 2. Iskemi pada arteri karotis merupakan penyebab tersering dari transien

monokuler visual loss. 3. Arteritis sel raksasa tidak termasuk penyebab tersering dari transien monokuler visual loss tetapi apabila tidak diobati akan menyebabkan permanen visual loss. 4. Pemeriksaan penunjang (LED dan protein reaktif-C) diperlukan pada pasien usia lebih dari 50 tahun dengan transien monokuler visual loss atau transien binokuler visual loss.

23

DAFTAR PUSTAKA Bacigalupi, M. 2006. Amaurosis Fugax A Clinical Review. IJAHSP. Vol. 4 (2): 1-6.
Burde, R.M., Savino, P.J., dan Trobe, J.D. 1992. Clinical Decisions in NeuroOphthalmology. Edisi 2. USA: The C.V. Mosby Company.

Calvo-Romero, J.M. 2003. Giant Cell Arteritis. Orphanet Encyclopedia. Caplan, L.R. dan Hertzer, N.R. The Management of Transient Monocular Visual Loss. J Neuro-Ophthalmol. Vol. 24 (4): 304-312. Crick, R.P. dan Khaw, P.T. 2003. A Textbook of Clinical Ophthalmology. Edisi 3. Singapore: World Scientific. Despopoulos, A. dan Silbernagl, S. 2003. Color Atlas of Physiology. Edisi 5. New York: Thieme. Duong, D.K, Leo, M.M, dan Mitchell, E.L. 2008. Neuro-Ophthalmology. Emergency Medicine Clinics of North America. Vol. 26: 137-180. Gan, K.D., Mouradian, M.S., Weis, E., dan Lewis, J.R. 2005. Transient Monocular Visual Loss and Retinal Migraine. CMAJ. Vol. 173 (12): 1441-1442. Givre, S. dan Stavern, G.P.V. 2011. Amaurosis fugax (Transient Monocular or Binocular Visual Loss). Wolters Kluwer Health. http://www.uptodate.com/ contents/amaurosis-fugax-transient-monocular-or-binocular-visual-loss# subscribeMessage. Harrison, T.R. 2005. Principles of Internal Medicine. Edisi 16. New York: McGrawHill. Hazel, E., dan Starr, M. 2007. Giant Cell Arteritis: An Update on Diagnosis and Management. Geriatrics and Aging Medscape. Vol. 10 (6): 389-392. Ilyas, S. 2005. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

24

Ilyas, S. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Imes, C.R.K. dan Hoyt, W.E. 1989. Exercise Induced Transient Visual Events in Young Healthy. New York Raven Press. Journal of Clinical NeuroOphthalmology. Vol. 9 (3): 178-180. James, B., Chew, C., dan Bron, A. 2005. Lectures Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Erlangga EMS. Nazario, B. 2012. Ocular Migrain. MywebMD www.webmd.com/migrainesheadcahes/guide/ocular-migraine-basics. Piovesan, E.J., Lange, M.C., Piovesan, L.R.M., Almeida, S.M., Kowacs, P.A., dan Werneck, L.C. 2002. Long-Term Evolution of Papilledema in Idiopathic Intracranial Hypertension. Arq Neuropsiquiatr. Vol. 60 (2): 453-457. Regillo, C., Holekamp, N., Johnson, M.W., Kaiser, P.K., Schubert, H.D., Spaide, R., Erfirth, V.M., dan Griggs, P.B. 2011. Retina and Vitreous American Academy of Ophtalmology. Section 12. San Fransisko: LEO. Sandhya, N. 2010. Aprroach to a Case of Transient Visual Loss. Kerala Journal of Ophthalmology. Vol. 12 (2): 167-173. Sehu, K.W. dan Lee, W.R. 2005. Ophthalmic Pathology An Illustrated Guide For Clinicians. USA: BMJ Book dan Blackwell Publishing. Skuata, G.L., Cantor, L.B., dan Weiss, J.S. 2011. Neuro-Ophtalmology American Academy of Ophtalmology. Section 5. San Fransisko: LEO. Stasi, K., Ramchandran, R.S., Rao, N.A., Feldon, S.E., dan DiLeroto, D.A. 2009. Retinal Arteriolar Spasm During Transient Monocular Visual Loss in Eosinophilic Vasculity. J Neuro-Ophthalmol. Vol. 29 (1): 58-61. Tatham, A.J. 2011. Transient Visual Loss of Vision. http://emedicine.medscape.com /article/1435495-overview Trobe, J.D. 2005. Carotid Endarterectomy for Transient Monocular Visual Loss And Other Ischemic Condition. J Neuro-Ophthalmol. Vol. 25 (4): 259-261.

25

Troost, B.T. 2006. Duanes Ophthalmology Migrain and Other Headaches. Chapter 16. UK: Lippincott Williams and Wilkins.

26

Anda mungkin juga menyukai