Anda di halaman 1dari 25

PORTFOLIO DEATH CASE

PNEUMOTHORAKS SPONTAN SEKUNDER VENTIL

Oleh:
dr. Inomy Claudia Katherine

Pembimbing:
dr. Faujizah Sri Rahmawati, SpP

Pendamping
dr. Yuliawati Soetio
dr. Sofie Giantari

RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN


KABUPATEN PROBOLINGGO
2016

Nama Peserta: dr. Inomy Claudia Katherine

Nama Wahana : RSUD Waluyo Jati Kraksaan Probolinggo


Topik : Pneumothoraks Spontan Sekunder Ventil
Pendamping :
Pembimbing :
dr. Yuliawaty Soetio & dr. Sofie Giantari
Tanggal Presentasi : Januari 2016

dr. Faujizah Sri Rahmawati, SpP


Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan

Objektif Presentasi :
Keilmuan
Ketrampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bahan Bahasan :
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Cara Membahas :
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
Email
Data Pasien :

Nama : Tn. A

Nama Klinik : RSUD Waluyo Jati

Bumil
Audit
Pos

No. Registrasi : 268466


Telp : -

Terdaftar: -

Data utama untuk bahan diskusi :


LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama Pasien

: Tn. A

Umur

: 38 tahun

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Besuk Kabupten Probolinggo

Tanggal MRS

: 24 September 2015

No Register

: 268466

ANAMNESA
1. Keluhan Utama

: Sesak nafas

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien kiriman dari RS R datang ke IGD RSUD WJ Kraksaan dengan

keluhan sesak nafas mendadak sejak kemarin dan memberat sejak siang ini.
Sesak nafas tidak membaik dengan perpindahan posisi. Pasien mengeluhkan
nyeri hebat pada dada kanan seperti tertusuk benda tajam. Pasien terkadang
batuk berdahak warna putih. Riwayat trauma, demam, pusing, mual dan
muntah disangkal. Pasien pengobatan TB sejak 3 bulan yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Disangkal pasien.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal pasien.
5. Riwayat Pengobatan
Rimactazid 1x1
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum

: Lemah

Kesadaran

: Compos Mentis

Vital sign

Tekanan Darah
Heart Rate
Respiration Rate
Suhu

: 100/80 mmHg
: 98x/ menit
: 28x/ menit
: 36.30C

Tinggi Badan

: 170 cm

Berat Badan

: 45 kg

Status Interna Singkat


Kepala

Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung: tidak ada sekret, tidak ada darah

Mulut: tidak sianosis

Telinga: tidak ada sekret, tidak ada darah

Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tyroid

Thorak

Cor
Inspeksi: iktus kordis tampak pada ICS V PSL

o
sinistra
o

Palpasi: iktus kordis teraba pada ICS V PSL sinistra

Perkusi:

Batas kanan: redup pada ICS IV PSL sinistra

Batas kiri: redup pada ICS V MCL sinistra


Auskultasi: S1S2 tunggal, tidak ada ekstrasistole,

gallop maupun murmur

Pulmo
Inspeksi:

Keadaan statis: hemithorak kanan lebih cembung


Keadaan dinamis: pergerakan hemithorak kanan tertinggal
Terdapat retraksi suprasternal dan subkostal kedua
hemithorak

Palpasi:
Fremitus Raba
(Ventral)

Fremitus Raba
Kanan
(Dorsal)

Kanan
Kiri

Kiri
N
N
N
Perkusi:

o
Dorsal
Kanan
S
S
R

Ventral
Kanan
Kiri
HS
HS
HS
HS
HS
HS

Kiri
S
S
R

Auskultasi:

Vesikuler
Ronkhi Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
V
-
V
-
V
+
Wheezing
Kanan
Kiri
-

Abdomen

Inspeksi: flat
Auskultasi: bising usus (+) dbn
Perkusi: timpani, pekak beralih (-)
Palpasi: soepel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
undulasi (-)

Ekstremitas

Akral dingin dan tidak oedem di keempat ekstremitas

Diagnosis
Pneumothoraks Spontan Sekunder Ventil ec TB Paru on Teraphy
Planning
O2 Masker 5-10 lpm
Inf. HESS:NaCl 0,9% = 1:1 / 12 tpm
Inj. Meropenem 3x1 amp
Inj. Metil predinison 2x62,5 mg
Inj. Neurosanbe 1x1 amp
Inj. Antrain 3x1 amp k/p nyeri/panas
P.o. Asetil sistein 3x 1 tab
P.o. Hepatoprotektor 3x1 tab
P.o. OAT kombinasi Rifampicin 450 mg dan INH 300 mg 1x1 tab lanjut
Nebul (salbutamol sulphate 3,01 mg dan ipratropium bromide 0,52 mg) 3x1 amp
Co dr F, Sp.P:
Inj. Aminophilin 240mg/1amp dalam D5% 500cc 12 tpm
Pro OK besok pagi
Apabila makin sesak tindakan kontraventil

Penunjang
Tgl 23/09/15 (RS R)
Darah Lengkap, LFT, RFT, LED
WBC
HGB
HCT
PLT
SGOT
SGPT
Bil D
Bil T
Alb

32.400
11,2
32,1
743.000
93
43
0,29
1,02
3,5
6

KS
BUN
Urea
AU
LED

0,7
25
11,5
3,9
45/58

Tgl 24/09/15 (RS WJ)


Darah Lengkap, GDA
WBC
HGB
HCT
PLT
GDA
Thorak

51.910
12,0
38,9
1.140.000
211

Kronologis Kematian
Jam
00.20
02.00
03.30
05.12
05.15
05.18
05.55

Obyektif
TD: 110/80 mmHg; N: 112x/m; RR: 28 x/m; Tax: 36,3
TD: 110/80 mmHg; N: 100x/m; RR: 28 x/m; Tax: 36,3
TD: 100/70 mmHg; N: 100x/m; RR: 28 x/m; Tax: 36,3
TD tidak teraba; Nadi lemah; RR: 12 x/m
Px apneu; Nadi lemah Posisikan, bagging, KIE keluarga
Nadi (-) RR (-) RJP
Nadi (-) RR (-) RC (-/-) midriasis max Px dinyatakan
meninggal

Penyebab Kematian
o Gagal nafas
o Sepsis
Prognosis
Ad malam
Daftar Pustaka
Tujuan Pembelajaran

: terlampir
:

Mengetahui dan menyajikan diagnosis dan tata laksana tension pneumothorak


Diskusi
Pasien datang dengan sesak nafas mendadak sejak kemarin dan memberat
sejak siang ini. Sesak nafas tidak membaik dengan perpindahan posisi. Pasien
mengeluhkan nyeri hebat pada dada kanan seperti tertusuk benda tajam. Pasien
terkadang batuk berdahak warna putih. Pasien pengobatan TB sejak 3 bulan yang
lalu. Riwayat pengobatan dengan OAT Rimactazid 1x1 tab. Pada pemeriksaan
fisik didapat keadaan umum yang lemah, takipneu, posisi jantung terkesan
bergeser ke kanan, paru kanan tertinggal dengan suara paru menurun dan
hipersonor, dan extremitas perfusi menurun.
Pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis, trombositosis dan foto
thoraks ditemukan pada sisi kanan paru lusen rata dan kolaps, jantung dan trakea
terdorong pada sisi kiri, spatium intercosta yang melebar dan diafragma tertekan
kebawah . Tindakan yang dilakukan pemberian masker, medikamentosa, dan
rencana dilakukan tindakan kontraventil. Pasien semakin sesak, keadaan umum
menurun, terjadi gangguan sirkulasi dan dinyatakan meninggal.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Klasifikasi
Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam cavum
pleura.Pada kondisi normal, cavum pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru
dapat leluasamengembang terhadap rongga dada1. Pneumothorax adalah suatu
keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya
paru2.

Gambar A.1 Pneumothoraks2

Klasifikasi menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan


menjadi dua yaitu2,3:
1. Pneumothorax spontan yaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tibatiba. Pneumothorax tipe ini dapat diklasifikasikan lagi kedalam dua jenis
yaitu:
a. Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas.
Lebih sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita. Timbul
akibat ruptur bulla kecil (12cm) subpleural, terutama dibagian puncak
paru.
b. Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, tersering pada pasien bronkhitis dan emfisema yang
mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain:
Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paru atau ca paru. Fibrosis
kistik, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma,
dan infeksi paru-paru.
2. Pneumothorax traumatik, yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya
suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang szamenyebabkan

10

robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumothorax tipe ini juga
dapat diklasifikasikan lagi dua jenis, yaitu:
a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental adalah suatu
pneumothorax yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan tersebut
medis. Pneumothorax jenis ini pun masih dibedakan menjadi dua, yaitu:

Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental adalah suatu


pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan
atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis

dada, biopsi pleura.


Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisisal (deliberate)
adalah suatu pneumothorax yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam cavum pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai
permukaan paru-paru2,3.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumothorax dapat


diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu2:

1. Pneumothorax tertutup (simple pneumothorax)


Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada
dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan
di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun
berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya.
Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih
ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif.
Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura
tetap negatif
2. Pneumothorax terbuka (Open Pneumothorax)

11

Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura


dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka
terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan
tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura
sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang

disebabkan oleh gerakan pernapasan.


Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi
tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum
dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser

ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).


3. Pneumothorax ventil (Tension Pneumothorax)

Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin


lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang
bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus
serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel
yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat
keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin
tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam
rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan
gagal napas.
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka
pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu2:
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian
kecil paru (< 50% volume paru).

12

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar


paru (> 50% volume paru).

Penghitungan Luas Pneumotoraks


Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan
jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa
dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana
masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus.
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter
kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio
diameter kubus adalah :
83
512
______
= ________ = 50 %
103
1000
2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah
dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah
dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian
dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh.

13

% luas pneumotoraks
=

A + B + C (cm)
x 10
3

__________________

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks.

(L) hemitorak (L) kolaps paru


(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB

B. Insidensi dan Epidemiologi


Pneumothoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur
sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita. Pneumothoraks sering
dijumpai pada musim penyakit batuk4.
Di RSU Dr. Soetomo lebih kurang 55% kasus pneumothoraks disebabkan
oleh penyakit dasar seperti tuberkulosis paru aktif, tuberkuloasis paru disertai
fibrosis atau emfisema lokal, bronkitis kronis dan emfisema. Selain karena
penyakit tersebut di atas, pneumothoraks pada wanita dapat terjadi saat menstruasi

14

dan sering berulang. Keadaan ini disebut pneumothoraks katamenial yang


disebabkan oleh endometrosis di pleura. Kematian akibat pneumothoraks lebih
kurang 12%4.
C. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi pleura
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara
pleura yang membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya
mediastinum. Pleura dari interna ke externa terbagi atas 2 bagian5 :
a. Pleura visceralis / pulmonis, yaitu pleura yang langsung melekat pada
permukaan pulmo.
b. Pleura parietalis, yaitu bagian pleura yang beratasan dengan dinding
thorax.
Kedua lapisan ini saling berhubungan pada hilus pulmonale sebagai
ligamentum pulmonale (pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura
terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cavum pleura ini terdapat sedikit
cairan pleura yang berfrungsi agar tidak terjadi gesekan antar pleura ketika
proses pernafasan5.

Gambar C.1. Anatomi paru-paru dan pleura5

Pleura parietal bedasarkan letaknya terbagi atas5:


a. Cupula pleura (pleura cervicalis) :

15

Merupakan pleura parietalis yang terletak diatas costa I namun tidak


melebihi dari collum costae nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5
inchi di atas 1/3 medial os.clavicula.
b. Pleura parietalis pars diafraghmatica :
Pleura yang menghadap ke diafraghma permukaan thoracal yang
dipisahkan oleh fascia endothoracica.
c. Pleura parietalis pars mediastinalis (medialis) :
Pleura yang menghadap ke mediastinum/ terletak di bagian medial
dan membentuk bagian lateral dari mediastinum.
Pleura parietal divaskularisasi oleh Aa. Intercostalis, a.mammaria,
a.musculophrenica. Dan vena-venanya bermuara pada system vena dinding
thorax. Sedangkan pleura visceralisnya mendapatkan vskularisasi dari Aa.
Bronchiales5.
Innervasi pleura oleh:
a. Pleura parietalis pars costalis diinervasi oleh Nn. Intercostalis
b. Pleura paritalis pars diaphramatica bagian perifer diinervasi oleh Nn.
Intercostales, sedangkan bagian central oleh n.phrenicus
c. Pleura visceralis diinervasi oleh seraut afferent otonom dari plexus
pulmonalis5.

2. Fisiologi Pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negative thorax
kedalam paruparu yang elastic dapat mengembang. Tekanan pleura pada
waktu istirahat (restting pressure) dalam posisi tiduran adalah -2 sampai -5
cm H2O; sedikit bertambah negative di apex sewaktu posisi berdiri.
Sewaktu inspirasi tekanan negative meningkat menjadi -25 sampai -35 cm
H2O(1). Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, cavum
pleura steril karena mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing;
dan cairan yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans5.
Cairan cavum pleura sangat sedikit, sekitar 0,3 ml/ kg, bersifat
hipoonkotik dengan kosentrasi protein 1g/ dl. Gerakan pernafasan dan
16

gravitasi kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi


cairan cavum pleura. Resobsi terjadi terutama pada pembuluh limfe pleura
parietalis, dengan kecepatan 0,1 sampai 0,15 ml/kg/jam5.
D. Etiologi
Etiologi trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas
yang umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebakan oleh
tikaman dan tembakan. Trauma pada bagian ini juga sering disertai dengan cedera
pada tempat lain misalnya abdomen, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan
cedera majemuk. Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura visceralis yang
menimbulkan kebocoran udara ke rongga thorax. Pneumothorax dapat terjadi
berulang kali2. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh:
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut
sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi
sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar
dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama
semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan
menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih
besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang
tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Sehingga udara
dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps
pada paru ipsi lateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat,
akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut, kondisi
ini disebut sebagai open pneumothorax2.
E. Patofisiologi
Secara garis besar kesemua jenis pneumothorax mempunyai dasar
patofisiologi yang hampir sama. Pneumothorax spontan terjadi karena lemahnya
dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura

17

visceralis yang lemah ini pecah, maka aka nada fistel yang menyebabkan udara
masuk ke cavum pleura. Mekanismenya pada saat inpirasi rongga dada
mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan
paru dipaksa ikut mengembang seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru
menyebabkan tekanan intraaveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk.
Pada pneumothorax spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi bocor masuk ke
cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat ekspirasi
mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke
posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter3.
Pneumothorax ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi
sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan
sempurna. Terjadinya hipereksansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock
atau shock dikenal dengan simple pneumothorax. Berkumpulnya udara pada
cavum pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal
dengan closed pneumothorax. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan
balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja
sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hipereksansi cavum
pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat
ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat
katup tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat,
dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbullah gejala pre-shock atau shock
oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumothorax3.
Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkungan luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan
dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan
visceralis). Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit pada saat inspirasi
udara luar akan masuk kedalam kavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat
mengembang karena tekanan intrapleural tidak negatif. Efeknya akan terjadi
hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergerser kemediastinal yang sehat. Terjadilah

18

mediastinal flutter. Bilamana open pneumothorax komplit maka saat inspirasi


dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal kearah yang sehat
dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang
bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting
udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan nafas. Akibatnya dapat timbullah
gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava, yang dapat
menyebabkan tension pneumothorax3.

Gambar E.1 Pneumothoraks8

F. Diagnosis
1. Dari anamnesis di dapatkan gejala yang sangat bervariasi, tergantung
kepada jumlah udara yang masuk ke cavum pleura, gejalanya bisa
berupa1,2:
a. Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri
jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk
b. Sesak nafas
c. Dada terasa sempit
d. Mudah lelah
e. Denyut jantung yang cepat
f. Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi
pada dada), pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya

19

tertinggal, trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat, deviasi


trakea, ruang intercostals yang melebal.
b. Palpasi
Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar,
iktus jantung terdorong ke sisi thorax yang sehat, fremitus suara
melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.
c. Perkusi
Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar, batas jantung terdorong kearah thorax yang sehat, apabila
tekanan intrapleural tinggi, pada tingkat yang berat terdapat
gangguan respirasi sianosis, gangguan vaskuler syok.
d. Aukustalsi :
Pada bagian yang sakit, suara nafas melemah sampai mengilang,
suara vocal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative.
3. Pemeriksaan radiologi :
a. Foto rontgen gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen
kasus pneumothorax antara lain6:
Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang
kolaps akan tampak garis-garis yang merupakan tepi paru. Kadangkadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi

berentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.


Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa
radiooaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan
kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu

berkaitan dengan berat ringan sesak nafas yang dikeluhkan.


Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostalis melebar, diafragma mendatar dan tertekan kebawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang
sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumothorax ventil dengan
tekanan intrapleura yang tinggi.

20

Gambar F.1 Foto pneumothorax dengan avascular pattern6

b. CT-scan thorax
Pada pemeriksaan CT-scan pneumotoraks tension didapatkan
adanya kolaps paru, udara di rongga pleura, dan deviasi dari struktur
mediastinum. Pemeriksaan CT-scan lebih sensitif daripada foto toraks
pada pneumotoraks yang kecil walaupun gejala klinisnya masih belum
jelas. Penggunaan USG untuk mendiagnosis pneumotoraks masih
dalam pengembangan6.

Gambar F.2 Pneumothorax potongan axial tampak udara dan colaps paru

G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksaan pneumothorax (umum)
Primary survey dengan memperhatikan :

21

a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
2. Tindakan bedah emergency
a. Krikotiroidotomi
b. Trakheostomi
c. Tuetorakostomi
d. Torakostomi
e. Eksplorasi vascular
3. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumothorax yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan
untuk mengurangi tekanan intrapleura dengan membuat hubungan
antara cavum pleura dengan udara luar dengan cara4:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura
akan berubah menjadi negative karena mengalir ke luar melalui
jarum tersebut.
b. Mempuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil
Dapat memakai infuse set jarum ditusukkan ke dinding dada
sampai kedalam rongga pleura, kemudian infuse set yang telah
dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang

berisi air.
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum
dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di
dinding thorax sampai menebus ke cavum pleura, jarum dicabut
dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan
dengan pipa plastic infuse set. Pipa infuse ini selanjutnya

dimasukkan ke botol yang berisi air.


Pipa water sealed drainage (WSD) pipa khusus (thorax kateter)
steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar
atau dengan bantuan klem penjempit. Setelah troakar masuk,
maka thorax kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan
kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter thorax yang
masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter

22

thorax yang ada di dada dan di pipa kaca WSD dihubungkan


melalui pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastic lainnya.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleural
tetap positif, Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan
negative sebesar 10-20 cm H2O.
4. Pengobatan tambahan
a. Apabila terdapat proses lain diparu, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya, misalnya : terhadap proses TB paru
diberi OAT, terhadap bronchitis dengan obstruksi saluran nafas
diberi antibiotic dan bronkodilator.
b. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat
c. Pemberian antibiotik profilaksis setelah tindakan bedah dapat
diperimbangkan,untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti
emfiesema.
5. Rehabilitasi
a. Penderita yang telah sembuh dari pneumothorax harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
b. Untuk sementara waktu penderita dilarang mengejan, batuk, atau
bersin terlalu keras.
c. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif,
berilah laksan ringan
d. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan
batuk, sesak nafas.
H. Komplikasi
1. Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,
mulai dari basis sampai ke apeks
2. Emfisema subkutan, biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum
lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah
leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah
ditembus udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak
maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah
dada dan belakang.

23

3. Piopneumothorax : Berarti terdapatnya pneumothorax disertai emfiesema


secara bersamaan pada satu sisi paru.
4. Pneumothorax kronik : menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila
fistula bronkopleura tetap membuka.
5. Hidro-pneumothorax : ditemukan adanya cairan dalam pleuranya. Cairan
ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah)7.

I. Prognosis
Hasil dari pneumothorax tergantung pada luasnya dan tipe dari
pneumothorax. Spontaneous pneumothorax akan umumnya hilang dengan
sendirinya tanpa perawatan. Secondary pneumothorax yang berhubungan dengan
penyakit yang mendasarinya, bahkan ketika kecil, adalah jauh lebih serius dan
membawa angka kematian sebesar 15%. Secondary pneumothorax memerlukan
perawatan darurat dan segera. Mempunyai satu pneumothorax meningkatkan
risiko mengembangkan kondisi ini kembali. Angka kekambuhan untuk keduanya
primary dan secondary pneumothorax adalah kira-kira 40%; kebanyakan
kekambuhan terjadi dalam waktu 1,5 sampai 2 tahun7.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, A., Setiyohadi, W., Bambang, A., Idrus, K., Marcellus, S., Setiati,
S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
2. Bowman, J. dan Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Update:
2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.
medscape.com/article/82755.
3. Price, S.A. dan Lorrainne, M.W. 2008. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Edisi 7. Jakarta: EGC.
4. Wibisiono, M.J., Winariani, dan Hariadi, S. 2010. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair
RSUD Dr. Soetomo.
5. Guyton, A.C. dan Hall, J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
11. Jakarta: EGC.
6. Rasad, S. 2008. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Universitas Indonesia.
7. Fishman P.A, Elias. A, Fishman. A, Grippi M, A, Senior R, M. Pack, A, I.
2008. Fishmans Pulmonary Disease and Disorder 4th edition. United
States of America: The McGraw Hill Companies.
8. Silbernagl, S dan Lang, F. 2000. Color Atlas of Pathophisiology. New
York: Thieme.

25

Anda mungkin juga menyukai