Anda di halaman 1dari 13

SESI 2: INJEKSI ANTI VEGF

I. WAKTU

Mengembangkan Kompetensi Waktu

Sesi di dalam kelas 4 minggu

Sesi dengan fasilitasi Pembimbing 4 minggu

Sesi praktik dan pencapaian kompetensi 4 minggu

II. TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan pengertian injeksi intravitreal, indikasi, cara

melakukannya, dan komplikasi yang dapat terjadi

III. TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

3.1. Mampu menjelaskan pengertian injeksi intravitreal.

3.2. Mampu menyebutkan indikasi injeksi intravitreal anti VEGF

3.3. Mampu memaparkan cara melakukan injeksi intravitreal anti VEGF

3.4. Mampu memaparkan follow up atau hal apa saja yang diperhatikan setelah

dilakukan injeksi intravitreal anti VEGF

3.5. Mampu memaparkan komplikasi yang terjadi setelah injeksi intravitreal anti

VEGF
IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

 Kuliah Interaktif

 Bedsite Teaching

 Journal Reading atau Literature Review

Must to know keypoints:

 Pengertian injeksi intravitreal anti VEGF

Tujuan 2:

Metoda:

 Kuliah interaktif

 Demonstrasi dan Coaching

 Tugas baca

Must to know keypoints:

 Indikasi injeksi intravitreal anti VEGF

Tujuan 3:

Metoda:

 Kuliah interaktif

 Tugas Baca tentang Prosedur Pemeriksaan

 Latihan (exercise)

 Demonstrasi dan Coaching

 Praktik klinis

Must to know keypoints:

 Cara melakukan injeksi intravitreal anti VEGF

Tujuan 4:

Metoda:
 Curah Pendapat dan Diskusi

 Bedsite Teaching

 Tugas Baca tentang pemeriksaan

 Demonstrasi dan Coaching

Must to know keypoints:

 Melakukan follow up pasien setelah injeksi intravitreal anti VEGF

Tujuan 5:

Metoda:

 Curah Pendapat dan Diskusi

 Bedsite Teaching

 Tugas Baca tentang pemeriksaan

 Demonstrasi dan Coaching

Must to know keypoints:

 Memaparkan komplikasi injeksi intravitreal anti VEGF

V. PERSIAPAN SESI

1. Materi presentasi

2. Kasus

3. Peralatan diagnostik:

a. Slitlamp Biomikroskopi

b. Oftalmoskop direk

c. Oftalmoskop indirek

d. Lensa 20 D, 78 D, 90 D

4. Obat-obatan: midriatil 1% tetes mata, efrisel 10% tetes mata

5. Materi baku
VI. REFERENSI

1. American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course,

Retina and Vitreous, Section 12.

2. Kanski J.J : Clinical Ophthalmology, a systematic approach.

3. Regillo C.D : Vitreoretinal Disease, The Essentials

VII. KOMPETENSI

1. Mampu menjelaskan pengertian injeksi intravitreal

2. Mampu mennyebutkan indikasi injeksi intravitreal anti VEGF.

3. Mampu memaparkan cara melakukan injeksi intravitreal anti VEGF.

4. Mampu memaparkan follow up atau hal apa saja yang diperhatikan setelah

melakukan injeksi intravitreal anti VEGF

5. Mampu memaparkan komplikasi yang terjadi setelah injeksi intravitreal anti

VEGF

VIII. GAMBARAN UMUM

Memberikan penjelasan dan upaya yang akan dilakukan selama sesi atau praktik

yang dilakukan terkait dengan sesi ini sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai

dalam waktu yang telah dialokasikan dan kompetensi yang diperoleh adalah

sesuai dengan yang diinginkan

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu untuk:

1. Mengenali injeksi intravitreal anti VEGF.


2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan okular dan diagnostik (FC direk, FC

indirek, pemeriksaan slit lamp).

3. Melakukan persiapan pemeriksaan FC indirek, lensa 78-90 D.

4. Mengenali indikasi dan kontra indikasi injeksi intravitreal anti VEGF

5. Melakukan injeksi intravitreal anti VEGF

6. Mengenali hal yang harus di perhatikan beserta komplikasi pasca injeksi

intravitreal anti VEGF

7. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk (bila

perlu) secara tepat waktu dan optimal

X. METODE

Kenalkan diri anda, jabatan dan tanggung jawab anda dalam proses pembelajaran

serta bagaimana anda berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan

partisipasi penuh dari peserta didik.

 Tujuan 1: Mengenali Injeksi intravitreal anti VEGF dan indikasinya.

Gunakan teknik kuliah interaktif untuk menyampaikan muatan yang terkait

dengan tujuan. Tekankan mengenai injeksi intravitreal terutama injeksi anti VEGF

 Tujuan 2: Melakukan anamnesis dan pemeriksaan okular dan diagnostik (FC

direk, FC indirek, pemeriksaan slit lamp).

Jelaskan tentang langkah-langkah yang benar dari proses anamnesis dan kenalkan

dengan informasi subjektif (hasil anamnesis) dengan informasi objektif (hasil

pemeriksaan temuan) yang diperlukan untuk menegakkan diagnostik penyakit

yang diindikasikan mendapat injeksi intravitreal anti VEGF.

 Tujuan 3: Melakukan persiapan pemeriksaan FC indirek, lensa 78-90 D.


Pada pemeriksaan ini diperlukan ruangan gelap, obat-obatan untuk pelebaran

pupil dan persiapan untuk pemeriksaan detail retina dengan lensa 78/90 D.

Sampaikan dengan teknik kuliah interaktif dan dalam kelompok kecil serta

dilakukan praktek sehingga semua peserta didik dapat mempersiapkan teknik

pemeriksaan ini.

 Tujuan 4: Melakukan pemeriksaan FC indirek dan lensa 78-90 D.

Pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan tahapan langkah2 pada penuntun

belajar. Tes Watzke-Allen dengan menggunakan lensa 78-90 D.

Sampaikan dengan teknik kuliah interaktif dan dalam kelompok kecil serta

dilakukan praktek sehingga semua peserta didik dapat melakukan teknik

pemeriksaan ini.

 Tujuan 5: Melakukan injeksi intravitreal anti VEGF

Skema gambar retina digunakan untuk mendeskripsikan gambaran retina sesuai

pemeriksaan indirek.

Jelaskan manfaat injeksi intravitreal anti VEGF. Lakukan latihan injeksi intravitreal

sesuai metode yang telah dipaparkan.

 Tujuan 6: Mengetahui komplikasi dan follow up setelah melakukan injeksi

intra vitreal anti VEGF

Diharapkan dengan mengetahui komplikasi dan hal yang harus di folow up pada

pasien post injeksi anti VEGF maka diharapkan kemampuan setiap peserta didik

bertambah

 Tujuan 8: Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan

merujuk (bila perlu) secara tepat waktu dan optimal.


Data dari informasi subjektif, informasi objektif dan gambaran/deskripsi retina

harus dijadikan dasar untuk membuat keputusan klinik.

XI. RANGKUMAN

Pengenalan Injeksi anti VEGF merupakan hal yang harus dilakukan oleh peserta

didik karena terapi ini merupakan salah satu terapi yang penting dan

diharapkan dapat mempertahankan penglihatan secara optimal bila dilakukan

secara benar dan tepat waktu.

XII. EVALUASI

Kognitif

 Pre-test

 Essay

 MCQ

 Lisan

o Anatomi

o Embriologi

o Histologi

o Topografi

o Fisiologi

o Biokimia

o Patofisiologi

o Diagnosis

o Terapi konservatif dan operatif

o Komplikasi dan penatalaksanaannya


o Pengamatan Lanjut

 Self Assessment dan Peer Assisted Evaluation

 Curah Pendapat dan Diskusi

Psikomotor

 Self Assessment dan Peer Assisted Learning

 Peer Assisted Evaluation (berbasis nilai 1, 2 dan 3)

 Penilaian Kompetensi (berbasis nilai memuaskan, perlu perbaikan dan

tidak memuaskan)

 Kesempatan untuk Perbaikan (Task-based Medical Education)

Kognitif dan Psikomotor

 OSCE

 Ujian Akhir dan Uji Kompetensi

 Ujian Akhir Profesi

XIII. INSTRUMEN PENILAIAN

1. Obeservasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

2. penilaian peragaan keterampilan

XV. PENUNTUN BELAJAR

1 Injeksi intravitreal
a. Mempelajari definisi injeksi intravitreal
b.Mempelajari indikasi injeksi intravitreal anti VEGF.
2 Cara melakukan injeksi intravitreal anti VEGF
a. Mempelajari follow up pada pasien post injeksi intravitreal anti
VEGF
b.Mempelajari komplikasi post injeksi intravitreal anti VEGF

IV. MATERI BAKU

Injeksi intravitreal merupakan suatu terapi yang memaksimalkan pemberian obat


terapeutik ke bagian posterior mata sambil meminimalkan toksisitas sistemik. Dengan
meningkatnya penggunaan agen anti-VEGF intravitreal dalam pengobatan degenerasi
makula terkait usia neovaskular (AMD), edema makula diabetes, oklusi vena retina, dan
berbagai gangguan vaskular retina lainnya, injeksi intravitreal telah menjadi prosedur
oftalmik yang paling umum dilakukan pada Amerika Serikat. Beberapa penyakit yang
dapat diterapi dengan anti VEGF intravitreal antara lain
 Wet age-related macular degeneration
 Myopic choroidal neovascularization
 Diabetic macular oedema
 Retinal vein occlusion
 kelainan yang menyebabkan cairan mengalami kebocoran hingga ke bawah
retina
Kontraindikasi injeksi intravitreal antara lain :
-Infeksi mata yang aktif (termasuk konjungtivitis, Meibomianitis, dan signifikan Blepharitis)
-Pendarahan intraokular pada pasien yang menggunakan antikoagulan jangka panjang
-peningkatan tekanan intra okuler

Manajemen Risiko Preinjeksi


Langkah-langkah manajemen resiko pre injeksi antara lain sebagai berikut: 1) Anestesi topikal;
2) Povidone-iodium 5% atau 10%pada kelopak mata 3) Spekulum mata steril untuk memfiksasi
kelopak mata; Dan 4) memberikan kembali povidone-iodine pada lokasi injeksi sebelum injeksi
dilakukan.
Anestetik lokal Hampir semua suntikan dilakukan dengan anestesi lokal, dengan obat anestesi
topikal paling sering digunakan. Studi menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada nyeri
injeksi dengan penggunaan tetes topikal, anestesi subconjunctival, atau gel anestesi topikal. Ada
beberapa kekhawatiran bahwa gel anestesi kental dapat mencegah sterilisasi permukaan okular.
Povidone-iodine. Povidone-iodine adalah satu-satunya agen yang terbukti mengurangi kolonisasi
bakteri dan juga risiko endophthalmitis. Penerapan povidone-iodine ke permukaan konjungtiva,
kelopak mata, dan bulu mata dianjurkan sebelum memasukkan spekulum steril. (Spekulum
mencegah ujung jarum dari menyentuh kelopak mata atau bulu mata sebelum penyisipan jarum).
Penelitian telah menemukan bahwa larutan povidone-iodine 5% sama efektifnya dengan 10%
dan kurang menyebabkan iritasi pada mata, direkomendasikan untuk mengaplikasikan ulang
povidone-iodine segera melalui tempat suntikan sebelum injeksi.

Antibiotik. Penggunaan antibiotik preinjeksi kontroversial. Ada bukti yang menunjukkan


penurunan kolonisasi permukaan okular dengan penggunaan antibiotik preinjeksi, terutama
bersamaan dengan povidone-iodine; Namun, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
penggunaan antibiotik pra-injeksi benar-benar menurunkan risiko endophthalmitis. Selain itu,
suntikan berulang dikaitkan dengan flora yang lebih resisten.

Menggunakan masker wajah. Penggunaan masker wajah untuk dokter yang akan melakukan
injeksi, asisten injeksi, dan pasien saat ini tidak dianggap standar perawatan.

Suntikan bilateral Untuk suntikan bilateral, kami merekomendasikan persiapan terpisah dari
setiap mata. Instrumen terpisah dan botol obat harus digunakan untuk setiap mata untuk
mengurangi risiko kontaminasi bilateral yang potensial.

Kenaikan IOP Kenaikan transient, volume-yang berkaitan dengan tekanan intra ocular (IOP)
umum terjadi setelah injeksi. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa agen penurun IOP
profilaksis efektif dalam mencegah lonjakan tekanan intra okuler setelah Injeksi dan
penggunaannya tidak disarankan.

Manajemen Risiko Peri-injeksi

Volume injeksi Volume injeksi 0,05 mL paling sering digunakan. Volume aman maksimum
untuk disuntikkan tanpa paracentesis preinjeksi diyakini 0,1 mL sampai 0,2 mL. Volume injeksi
yang lebih besar jarang terjadi, dengan pengecualian: injeksi gas untuk pneumatik retinopeksi
dan injeksi beberapa agen intravitreal dalam satu sesi.
Pilihan jarum. Jarum 30-gauge biasa digunakan untuk agen anti-VEGF ranibizumab,
bevacizumab, dan aflibercept. Studi menunjukkan bahwa jarum yang lebih kecil dan lebih tajam
memerlukan sedikit kekuatan untuk penetrasi dan menghasilkan lebih sedikit refluks obat.
Beberapa dokter telah mulai menggunakan jarum 31-gauge (ukuran yang biasa digunakan oleh
pasien diabetes untuk menguji gula darah dan menyuntikkan insulin), karena ukuran jarum yang
lebih kecil dapat menurunkan ketidaknyamanan pasien.

Panjang jarum antara 0,5 dan 0,62 inci (12,7 sampai 15,75 mm) dianjurkan, karena jarum yang
lebih lama dapat meningkatkan risiko cedera retina jika pasien secara tidak sengaja bergerak
selama prosedur berlangsung.

Lokasi injeksi Pasien harus diinstruksikan untuk mengarahkan pandangannya jauh dari tempat
masuknya jarum Injeksi ditempatkan 3 sampai 3,5 mm posterior ke limbus untuk mata aphakic
atau pseudophakic, dan 3,5 sampai 4 mm berada di posterior limbus untuk mata phakic. Injeksi
di kuadran inferotemporal biasa dilakukan, walaupun kuadran lain juga dapat digunakan.

Kaliper mata steril dapat digunakan untuk menandai tempat suntikan dan untuk memverifikasi
bahwa anestesi yang memadai telah tercapai.

Teknik injeksi. Beberapa pedoman menyarankan menarik konjungtiva di atas tempat suntikan
dengan forceps atau kapas steril untuk membuat jalur masuk .

Setelah sclera ditembus, jarumnya melaju ke arah pusat bola mata dan obat disuntikkan ke
dalam rongga midvitreous. Jarumnya dilepas, dan kapas steril segera ditempatkan di atas tempat
suntikan untuk mencegah refluks.

Manajemen Risiko Pasca Injeksi

Antibiotik. Antibiotik yang banyak digunakan oleh dokter setelah injeksi adalah
fluoroquinolone generasi keempat. Namun, seperti antibiotik pra-injeksi, tidak ada bukti yang
menunjukkan manfaat klinis penggunaan. Bukti eksperimental menunjukkan penetrasi yang
tidak memadai ke vitreous untuk mencegah infeksi. Ada juga peningkatan strain bakteri resisten
dengan penggunaan berulang.

Pengukuran IOP . Pasca injeksi tekanan intra okuler dapat diukur, terutama untuk pasien yang
menderita glaukoma, yang menerima volume suntikan besar, atau yang mengeluh nyeri atau
penglihatan berkurang. Beberapa panduan merekomendasikan pemeriksaan funduskopi setelah
setiap injeksi untuk menilai perfusi arteri retina sentral dan mengidentifikasi perdarahan terkait
injeksi atau ablasi retina. Sebaliknya, banyak dokter menggunakan tes fungsional seperti
penentuan setidaknya menghitung jari atau penilaian dengan menggunakan persepsi cahaya.

Oklusi arteri retina sentral ditandai dengan tidak adanya persepsi cahaya. Dalam kasus ini,
paracentesis diindikasikan untuk mengembalikan perfusi arteri retina sentral segera. Penglihatan
biasanya pulih dengan cepat setelah menurunkan IOP dengan paracentesis yang cepat.
Paracentesis pra-atau pasca-operasi yang rutin tidak direkomendasikan untuk injeksi intravitreal
standar 0,05 mL.

Komplikasi. Transient, elevasi ringan dari IOP biasa terjadi, walaupun IOP biasanya turun
hingga dibawah 30 mmHg 15 sampai 20 menit pasca injeksi dan kembali ke naik 4 sampai 5
mmHg baseline setelah 30 menit. Normalisasi IOP mungkin akan memakan waktu sedikit lebih
lama pada pasien dengan glaukoma.

Seperti disebutkan di atas, endophthalmitis adalah komplikasi intravitreal yang paling ditakuti,
karena potensi kehilangan penglihatan yang parah.

Jika endophthalmitis postinjeksi dicurigai, manajemen yang direkomendasikan mencakup


vitreous tap sesegera mungkin (untuk kultur) dan injeksi antibiotik intravitreal (vankomisin 1 mg
/ 0,1 mL dan ceftazidime 2,25 mg / 0,1 mL). Vitrektomi juga dapat dipertimbangkan.

Pseudoendophthalmitis adalah reaksi inflamasi steril yang tidak melibatkan infeksi mikroba
sejati. Ini telah dilaporkan paling umum setelah injeksi asetonida triamcinolone dan
bevacizumab. Tidak seperti endophthalmitis yang terjadi karena bakteri pada umumnya,
pseudoendophthalmitis terjadi lebih awal, biasanya dalam satu hari suntikan, dan seringkali
mereda tanpa perawatan khusus.

Follow Up. Setelah disuntikkan, semua pasien harus diberi informasi mengenai tanda dan gejala
komplikasi, seperti nyeri pada mata atau ketidaknyamanan, kemerahan, fotofobia, dan
penglihatan berkurang. Pasien harus diinstruksikan untuk menghubungi dokter segera jika gejala
berkembang.
XVIII. PENILAIAN KOMPETENSI

 Hasil obeservasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

 Hasil penilaian peragaan keterampilan

Anda mungkin juga menyukai