Anda di halaman 1dari 62

Clinical Science Session

Diagnosis Retinopati

Oleh :
Fatmi Eka Putri 1210313091
Nur Sakinah 1010314015
Devi Miranda 1310312022

Preseptor:
dr. Fitratul Ilahi, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR.M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS ANDALAS
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Retinopati merupakan kelainan pada sistem vaskular retina yang dapat

diakibatkan oleh perdarahan, pasokan darah yang tidak adekuat, dan penyumbatan

pada pembuluh darah. Retinopati dapat menyebabkan kerusakan retina yang menetap

dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan bahkan kebutaan. Retinopati dapat

disebabkan oleh hipertensi, diabetes, leukemia, polisitemia, dan anemia.1

Retinopati diabetik merupakan penyulit penyakit diabetes yang paling

penting. Hal ini disebabkan karena insidennya yang cukup tinggi yaitu mencapai

sebanyak 40-50% dari penderita diabetes dan prognosisnya yang kurang baik

terutama bagi penglihatan. Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan

terbanyak pada pasien berusia 20-64 tahun di Amerika Serikat. Di negara

berkembang, lebih kurang 12% kebutaan terjadi akibat diabetes. Di United States,

pasien diabetes memiliki risiko 20 kali lebih besar untuk mengalami kebutaan akibat

pasien non-diabetes.2,3,4

Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada

penderita hipertensi. Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90

mmHg dan tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut

menimbulkan komplikasi pada retina maka terjadi retinopati hipertensi. Retinopati

hipertensi merupakan penyakit yang berjalan secara kronis sehingga gejala penyakit
awal sering tidak dirasakan. Penderita retinopati hipertensi biasanya akan

mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata.1,2,4

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya retinopati leukemia dapat

menandakan prognosis sistemik yang buruk pada pasien anak dengan leukemia akut.

Meskipun dokter mata memiliki peran sekunder dalam pengobatan leukemia,

pengenalan yang cepat terhadap manifestasi okular sangat penting karena prognosis

yang lebih buruk terkait dengan keterlibatan okular dan untuk mengidentifikasi

kemungkinan penyakit ekstramedular.5

1.2. Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui anatomi dan fisiologi retina dan

vaskularisasinya, serta definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi

klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis retinopati

terutama yang disebabkan oleh diabetes, hipertensi, dan leukemia.

1.3.Batasan Masalah

Penulisan ini membahas tentang anatomi dan fisiologi retina dan

vaskularisasinya, serta definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi

klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis retinopati

terutama yang disebabkan oleh diabetes, hipertensi, dan leukemia.

1.4. Manfaat Penulisan

Penulisan Clinical Science Session (CSS) ini diharapkan dapat bermanfaat

dalam memberikan informasi dan pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi retina

dan vaskularisasinya, serta definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis retinopati

terutama yang disebabkan oleh diabetes, hipertensi, dan leukemia.

1.5. Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk kepada

berbagai literatur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina

Retina adalah struktur tipis transparan yang berkembang dari lapisan dalam dan

luar dari cawan optik. Retina berupa lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan

semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata,

membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serrata.

Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina

sehingga juga berhubungan dengan membran Bruch, koroid, dan sklera. Lapisan-

lapisan epitel pada permukaan dalam corpus ciliare dan permukaan posterior iris

merupakan perluasan retina dan epitel pigmen retina ke anterior. Permukaan dalam

retina berhadapan dengan vitreus. Penampang bola mata dapat dilihat pada gambar

2.1.1,6

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


Gambar 2.1 Penampang Bola Mata.6

Retina memiliki susunan yang kompleks, yaitu 10 lapisan yang terdiri dari

lapisan sel-sel yang berbeda. Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalam ke luar

adalah:

1. Membran limitans interna.

2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang

berjalan menuju nervus opticus.

3. Lapisan sel ganglion.

4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion

dengan sel amakrin dan sel bipolar.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


5. Lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan horisontal.

6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel

horisontal dengan fotoreseptor.

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor.

8. Membran limitans eksterna.

9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar yang terdiri dari sel batang dan

sel kerucut.

10. Epitel pigmen retina. Lapisan dalam membran Bruch sebenarnya

merupakan membran basalis epitel pigmen retina. 1

Lapisan-lapisan retina ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Lapisan Retina.2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


Di tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5-6 mm, yang

secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang

pembuluh darah retina temporal. Fovea merupakan zona avaskular retina pada

angiografi fluoresens. Secara histologis, fovea ditandai sebagai daerah yang

mengalami penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim Iain. Hal ini

terjadi karena akson-akson sel fotoreseptor berjalan miring (lapisan serabut

Henle) dan lapisan-lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan dalam

retina lepas secara sentrifugal.1

Retina berfungsi untuk mengintegrasi dan mengubah cahaya menjadi sinyal

listrik yang akan diteruskan ke otak oleh nervus optikus. Sel kerucut bertanggung

jawab untuk penglihatan siang hari. Subgrup dari sel kerucut responsif terhadap

panjang gelombang, yaitu pendek, menengah, dan panjang (biru, hijau, merah).

Sel-sel ini terkonsentrasi di fovea, yang bertanggung jawab untuk penglihatan detil

seperti membaca huruf kecil. Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam. Sel-sel

ini sensitif terhadap cahaya dan tidak memberikan sinyal informasi panjang

gelombang (warna). Sel batang menyusun sebagian besar fotoreseptor di retina

bagian lainnya.7

2.2 Vaskularisasi Retina

Retina menerima darah dari koriokapilaris dan cabang-cabang arteria centralis

retinae. Koriokapilaris berada tepat di luar membran Bruch, mendarahi sepertiga

luar retina termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor,

dan lapisan epitel pigmen retina. Cabang-cabang dari arteria centralis retinae

mendarahi dua pertiga dalam retina.1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


Fovea seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan

yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina

mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-

retina. Lapisan endotel pembuluh koroid memiliki lubang-lubang. Sawar darah retina

sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina. 1

Gambar 2.3 Funduskopi normal mata kanan. M = Makula.8

Sirkulasi retina, yang mendarahi retina dalam, diamati dengan

ophthalmoscopy sebagai jaringan tiga dimensi. Seiring dengan sklerosis pembuluh

darah karena penuaan, stres, atau proses dari penyakit, pembuluh darah menjadi

terlihat, karena cahaya yang dipantulkan pada ophthalmoscopy. Abnormalitas

sirkulasi retina merupakan petunjuk utama untuk melihat disfungsi dan penyakit

retina, serta sering memperlihatkan gangguan sirkulasi sistemik, misalnya diabetes,

hipertensi, dan anemia sickle cell.8

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


2.3 Retinopati Diabetik

2.3.1 Definisi Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik adalah kelainan retina yang ditemukan pada penderita

diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa aneurisma,

melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak.4

Retinopati diabetik merupakan suatu mikroangiopati progresif yang ditandai

oleh kerusakkan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus. Kelainan patologi

yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan

jumlah perisit.1

2.3.2 Epidemiologi Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik merupakan penyulit penyakit diabetes yang paling

penting. Hal ini disebabkan karena insidennya yang cukup tinggi yaitu mencapai

40-50% penderita diabetes dan prognosisnya yang kurang baik terutama bagi

penglihatan.9

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan di United States pada

pasien yang berusia 20 tahun hingga 74 tahun. Di negara berkembang, lebih

kurang 12% kebutaan terjadi akibat diabetes. Di United States, pasien diabetes

memiliki risiko 20 kali lebih besar untuk mengalami kebutaan akibat pasien non-

diabetes.6 Di Inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor 4

dari seluruh penyebab kebutaan.4

Diabetes mellitus tipe 1 (insulin-dependent) merupakan faktor risiko utama

terjadinya retinopati diabetik. Bila diagnosis diabetes sebelum usia 30 tahun,

maka perkembangan retinopati adalah sekitar 2% per tahun. Setelah 7 tahun – 25

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


tahun kemudin, 50-90% pasien diabetes mungkin akan mengalami retinopati.6

Prevalensi penyakit proliferasi lebih kecil pada diabetes tipe II dengan waktu

yang sama dibandingkan pada diabetes tipe I. Ada 2 kemungkinan yang

menjelaskan hal ini. Pertama, penyakit proliferatif dapat disebabkan oleh

lamanya paparan terhadap tingginya level gula darah. Kedua, retinopati diabetes

proliferatif mungkin dihasilkan akibat metabolisme retina yang lebih sering

terjadi pada pasien muda dengan diabetes tipe I dibandingkan dengan dibetes tipe

II.10

Dalam rata-rata 10 tahun, penurunan tajam penglihatan bilateral ≥20/40

terjadi pada 10% pasien anak, 38% pasien dewasa dengan diabetes insulin-

dependent dan 24% pasien dewasa dengan diabetes non-insulin dependent.3

Prevalensi semua tipe retinopati diabetes pada populasi pasien diabetes

meningkat seiring dengan lamanya diabetes dan usia pasien. Retinopati diabetes

jarang terjadi pada anak-anak <10 tahun. Risiko retinopati ini meningkat setelah

pubertas.11

2.3.3 Etiopatogenesis Retinopati Diabetik

Hiperglikemia diyakini menyebabkan komplikasi mikrovaskular

termasuk retinopati. Glikosilasi dari jaringan protein berperan penting dalam

hal ini. Manifestasi klinis yang terjadi dapat dijelaskan dari proses oklusi

pembuluh darah kecil dan peningkatan permeabilitas (kehilangan barier darah-

retina). Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) merupakan mediator

kunci. Terjadi perubahan pada dinding pembuluh darah dan hilangnya perisit.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


Peningkatan sel darah merah dan kekentalan platelet serta kekurangan suplai

oksigen juga mengambil bagian penting pada terjadinya iskemik.9

Pandangan bahwa hiperglikemia kronik pada diabetes mellitus adalah

determinan utama timbulnya retinopati diabetes didukung oleh hasil

pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes

tipe I (insulin dependent) paling sedikit 3-5 tahun stelah awitan penyakit

sistemik ini. Hasil-hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe II (non insulin

dependent), tetapi pada para pasien ini onset dan lama penyakit lebih sulit

ditentukan secaara tepat.1

Iskemia menyebabkan kehilangan penglihatan dengan berbagai cara.

Area iskemik dapat berkontribusi terutama terhadap kebocoran dalam makula.

Kapiler perifovea mungkin rusak sebagian atau seluruhnya. VEGF lepas

sebagai respon terhadap iskemik yang akan menginduksi proliferasi pembuluh

darah baru pada diskus atau pada permukaan retina. Pembuluh darah baru ini

terus bertambah sampai ke posterior vitreus. Hal ini dapat menyebabkan

kebocoran cairan vitreus ke dalamnya. Cairan ini akan menginduksi kontraksi

dari jel vitreus yang akan mengakibatkan perdarahan pada ruang vitreus.

Bergantung pada luasnya perdarahan, hanya beberapa floaters yang mungkin

terlihat atau mungkin menyebabkan penurunan penglihatan tiba-tiba dan berat.3

Komponen darah juga dapat menyebabkan kontraksi lebih jauh dari

vitreus dan menyebabkan perdarahan lebih hebat, dan ini akan menciptakan

suatu lingkaran setan. Jika fovea terlibat dapat menyebabkan penurunan

penglihatan.3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


Gambar 2.4 Perbandingan retina normal dengan retinopati.3

Iskemia retina dapat juga menyebabkan pembentukkan pembuluh darah

baru pada iris dan trabekular meshwork, yang dapat menghambat kanalis

schlemm sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra-okular

(neovascular glaucoma).3

Beberapa jalur yang dihubungkan dengan kejadian retinopati diabetes:

a) Jalur aldhose reductase (sorbitol)

Aldhose reduktase merupakan enzim yang berasal dari jalur polyol dan

mengkatalisis glukosa menjadi sorbitol. Penumpukan sorbitol pada

hiperglikemia akan menyebabkan perubahan osmotik dari sel-sel vaskular,

kerusakan dari perisit, apoptosis endotel, dan penebalan dari endotel vaskular

yaitu pada membran basal yang secara umum diketahui berperan pada kapiler

retina.12

b) Nonenzyme Glycation and Advanced glycation End product ( AGE)

Nonenzyme glycation (glycalation) pada protein berperan pada

retinopati diabetes. Protein menjadi bentuk yang ireversibel karena

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


glukosa. Peningkatan dari glukosa darah akan menyebabkan modifikasi

dari protein. Glukosa berikatan dengan protein dan menghasilkan non

fungsional products (AGE). AGE menyebabkan kerusakan dari fungsi

protein, termasuk dari struktur protein ekstraselular, matrik, kolagen

melalui aktivasi dari protein kinase C.12

c) Aktivasi Protein Kinase C (PKC)

Pengaktivan jalur polyol, pembentukan AGE, zat-zat oksidatif

akan menghasilkan diasyglyserol yang merupakan zat aktivator pada PKC.

Aktivasi dari PKC akan menyebabkan penebalan dari membran basalis

dan peningkatan produksi prostaglandin, sehingga terjadi perubahan

permeabilitas pembuluh darah dan aliran darah.12

d) Angiogenesis And Productin Of Vascular Endhotelial Growth Factor

(VEGF)

VEGF merupakan growth factor yang dapat menstimulasi

proliferasi dari pembuluh darah retina. VEGF adalah suatu sitokin yang

dihasilkan oleh sel, berperan dalam merangsang angiogenesis dan

peningkatan permeabilitas vaskular. Hal ini akan merubah barier darah-

retina dan terjadi peningkatan di vitreus pada retinopati diabetes. Pasien

dengan retinopati diabetes proliferatif memiliki VEGF retina yang

tinggi.12

2.3.4 Klasifikasi Retinopati Diabetik

Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, retinopati diabetes perlu dibagi

menjadi kategori proliferatif dan non-proliferatif. Prevalensi retinopati

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


proliferatif pada diabetes tipe 1 dengan lama penyakit 15 tahun jauh lebih kecil,

prevalensi edema makula sebagai fungsi dari lama penyakit sistemik adalah sama

untuk kedua kelompok.1

Klasifikasi retinopati diabetes menurut bagian mata Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia / RSCM:

1. Derajat I. terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak

pada fundus okuli

2. Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak

dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli

3. Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak

terdapat neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli.4

Jika gambaran fundus mata kiri tidak sama beratnya dengan mata kanan

maka digolongkan pada derajat yang lebih berat.4

Retinopati diabetes terbagi menjadi 4 kelompok utama yaitu:

1. Background (retinopati non-proliferatif)

Lesi dari non-proliferatif ini berupa pelebaran vena dan perdarahan

intraretina, mkroaneurisma, hard exudates dan edema.3

Retinopati diabetes nonproliferatif (Gambar 2.6) adalah cerminan

klinis dari hipermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena.

Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik

yang disebut mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalami dilatasi

dan berkelok-kelok.1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


Dapat terjadi perdarahan-perdarahan di semua lapisan retina.

Perdarahan akan berbentuk nyala api karena lokasinya didalam lapisan

serat saraf yang berorientasi horizontal, sedangkan perdarahan berbentuk

titik atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam, tempat sel-sel

dan akson berorientasi vertikal.1

Edema makula adalah penyebab tersering gangguan penglihatan

pada pasien retinopati diabetes nonproliferatif. Edema terutama

disebabkan oleh rusaknya sawar retina-darah bagian dalam pada tingkat

endotel kapiler retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan konstituen

plasma ke dalam retina di sekitarnya. Edema dapat bersifat fokal atau

difus dan secara klinis tampak sebagai retina yang menebal dan keruh

disertai mikroaneurisma dan eksudat intraretina. Dapat terbentuk zona-

zona eksudat kuning kaya lemak berbentuk bundar di sekitar kumpulan

mikroaneurisma dan paling sering di bagian temporal makula. Walaupun

prevalensi edema makula adalah 10% pada populasi diabetes sebagai

suatu keseluruhan, terdapat peningkatan mencolok prevalensi tersebut

pada mata yang mengalami retinopati berat.1

Pada sumbatan mikrovaskular progresif, dapat timbul tanda-tanda

peningkatan iskemia pada gambaran retinopati yang menjadi latar

belakangnya dan menghasilkan gambaran klinis retinopati diabetes pra-

proliferatif. Temuan yang paling khas adalah bercak-bercak cotton wool,

timbulnya gambaran manik-manik pada vena retina, dan pelebaran

segmental ireguler jaring kapiler retina (kelainan mikrovaskular

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


intraretina). Penutupan kapiler-kapiler retina yang mengelilingi zona fovea

yang avaskular dapat menyebabkan iskemia bermakna yang secara klinis

bermanifestasi sebagai perdarahan retina yang gelap besar dan adanya

arteriol-arteriol makula halus mirip benang. Mata yang mengalami edema

makula dan iskemia yang bermakna memiliki prognosis penglihatan yang

lebih jelek dengan atau tanpa laser daripada mata dengan edema dan

perfusi yang relatif baik.1

Disfungsi penglihatan dan elektrofisiologik yang berkaitan dengan

diabetes mungkin terjadi akibat kelainan vaskular lokal dan efek

metabolik sistemik penyakit yang mengenai retina. Timbul kelainan

penglihatan warna biru kuning khas, dan diskriminasi corak warna

mungkin terganggu. Kepekaan kontras mungkin menurun, sekalipun pada

ketajaman penglihatan yang normal.1

Gambar 2.5 Retinopati non-proliferatif

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


2. Retinopati pre-proliferatif

Retinopati pre-proliferatif (Gambar 2.6) merupakan tingkat lanjut

dari retinopati non-proliferatif. Di mana ditandai dengan banyaknya

perdarahan intraretina, mikroaneurisma, dilatasi vena.3

Gambar 2.6 Retinopati pre-proliferatif

3. Retinopati Proliferatif

Penyulit mata yang paling parah pada diabetes mellitus adalah

retinopati diabetes proliferatif. Terjadi pada 5% pasien dengan retinopati

diabetes. Pada tingkat ini terjadi abnormalitas vaskular yang tampak pada

pemeriksaan retina atau di ruang vitreus. Penurunan penglihatan yang

terjadi dapat berat. Pembuluh darah baru tumbuh pada permukaan retina

dan saraf optik. Bila terjadi sikatriks, dapat mengakibatkan kontraksi

badan kaca sehingga menyebakan traksi di atas neovaskularisasi retina dan

menyebabkan perdarahan vitreus dan atau traksi retina.1,3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


Iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukkan

pembuluh-pembuluh halus baru yang menyebabkan kebocoran protein-

protein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi sering terletak di

permukaan diskus dan di tepi posterior zona perifer nonperfusi.

Neovaskularisasi iris atau rubeosis iridis juga dapat terjadi.1

Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi ke permukaaan

posterior korpus vitreus dan mejadi meninggi apabila korpus vitreum

mulai berkontraksi menjauhi retina. Apabila darah keluar dari pembuluh

tersebut, terjadi perdarahan korpus vitreus masif dan dapat timbul

penurunan penglihatan mendadak. Mata yang mengalami pelepasan total

korpus vitreus posterior beresiko lebih kecil mengalami neovaskularisasi

(Gambar 2.7) dan perdarahan korpus vitreus. Pada mata dengan retinopati

diabetes proliferatif dan adhesi vitreoretinal persisten, jaringan

neovaskular yang meninggi dapat mengalami fibrosis (Gambar 2.8) dan

membentuk pita-pita fibrovaskular rapat yang menarik retina dan

menimbulkan kontraksi terus menerus pada korpus vitreus. Hal ini dapat

menyebabkan pelepasan retina akibat traksi progresif atau apabila terjadi

robekan retina, ablasio retina regmatogenosa. Pelepasan retina dapat

didahului atau ditutupi oleh perdarahan korpus vitreus. Apabila kontraksi

korpus vitreus telah sempurna di mata tersebut, maka retinopati proliferatif

cenderung masuk ke stadium involusional.1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


Gambar 2.7 Retinopati proliferatif Gambar 2.8 Jaringan fibrotik disekitar
vaskular

Gambar 2.9 Iskemia pada retinopati proliferatif

4. Makulopati

Makolopati diabetes merupakan penyebab tersering dari gangguan

penglihatan pada pasien dengan retinopati diabetes.1

Terjadi akibat peningkatan permeabilitas vaskular dengan atau

tanpa deposit lipoprotein intraretina (hard exudates) atau biasanya karena

iskemia akibat penutupan kapiler fovea. Makulopati dapat terlihat pada

banyak fase retinopati kecuali pada tingkat non-proliferatif dini. Terdapat

tiga tipe dari makulopati diabetes, yaitu:1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


a. Fokal

 Retinopati diabetes non-proliferatif

 Edema macula

 Hard exudates (Gambar 2.10), dapat berbentuk cincin

 Mikroaneurisma

 Penglihatan yang terganggu berat

 Disebabkan oleh kebocoran mikroaneurisma dan dilatasi kapiler

 Kebocoran area fokal, tetapi perfusi kapiler makula masih cukup

b. Difus

 Mikroaneurisma dan perdarahan

 Penebalan retina fokal disekitar edema

 Beberapa hard exudates

 Edema makula sistoid pada kasus yang lama

 Kebocoran difus pada kutub posterior yang berbentuk pola kelopak

bunga.

c. Iskemik

 Secara klinis, mungkin sama dengan makulopati difus

 Angiografi fluoresain penting untuk mebedakannya dengan tipe

difus. Adanya area non-perfusi pada makula dan para makula.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


Gambar 2.10 Hard Exudate

2.3.5 Diagnosis Retinopati Diabetik

Retinopati seringkali terdeteksi pada pemeriksaan rutin dari penderita

diabetes, sebelum timbul gejala. Sekarang, skrining menjadi kebutuhan untuk

pengguna layanan kesehatan.

Kehilangan penglihatan biasanya terjadi akibat makulopati atau perdarahan

vitreus. Kehilangan penglihatan pada makulopati mungkin terlalaikan pada saat

pertama, namun tanpa penanganan akan menjadi progresif. Sebaliknya,

perdarahan vitreus seringkali akut dengan kehilangan penglihatan yang berat.

Perdarahan kecil yang dicurigai dalam vitreus menyebabkan noda bintik pada

penglihatan.9

Retinopati merupakan gejala diabetes mellitus utama pada mata, dimana

ditemukan pada retina4:

1. Mikroaneurisma (Gambar 10 dan 11), merupakan penonjolan dinding

kapiler, terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang-

kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya sehingga tidak terlihat

sedang dengan bantuan angiografi fluoresein lebih mudah dipertunjukkan

adanya mikroaneurisma ini. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes

mellitus dini pada mata (Gambar 2.11).4

Gambar 2.11 Perubahan dini pada retinopati diabetes

Gambar 2.12 Mikroaneurisma

2. Perdarahan (Gambar 2.13) dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak

yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk

perdarahan ini merupakan prognosis penyakit dimana perdarahan yang

luas memberikan prognosis lebih buruk dibanding kecil. Perdarahan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma atau karena

pecahnya kapiler.4

Gambar 2.13 Perdarahan dan mikroanuerisma

3. Dilatasi pembuluh darah balik (Gambar 2.14) dengan lumennya iregular

berkelok-kelok, bentuk ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi

hal ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi karena kelainan sirkulasi dan

kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.4

Gambar 2.14 Dilatasi dari vascular

4. Hard exudates (Gambar 2.15) merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.

Gambarannnya khusus yaitu ireguler, kekuning-kuningan. Pada permulaan

eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan

hilang dalam beberapa minggu. Pada mulanya tampak pada gambaran

angiografi fluoresain sebagai kebocoran fluoresein di luar pembuluh

darah. Kelainan ini terutama terdiri atas bahan-bahan lipid dan terutama

banyak ditemukan pada kelainan hiperlipoproteinemia.4

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


Gambar 2.15 Hard exudates

5. Soft exudates (Gambar 2.16) yang sering disebut cotton wool patches

merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat

bercak bewarna kuning bersifat difus dan bewarna putih. Biasanya terletak

di bagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.4

Gambar 2.16 Soft exudates

6. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan jaringan.

Neovaskularisasi (Gambar 2.17) terjadi akibat proliferasi sel endotel

pembuluh darah. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam

kelompok-kelompok, dan bentuknya iregular. Hal ini merupakan awal

penyakit yang berat pada retinopati diabetes. Mula-mula terletak didalam

jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan

kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat

menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal),

maupun perdarahan badan kaca. Roliferasi preretinal dari suatu

neovaskularisasi biasanya diikuti proliferasi jaringan ganglia dan

perdarahan.4

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24


Gambar 2.17 Neovaskularisasi

7. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah

makula (Gambar 2.18) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan

pasien.4

Gambar 2.18 Edema makula

8. Hiperlipidemia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan segera

hilang bila diberikan pengobatan.4

Pemeriksaan lapangan pandang mungkin memperlihatkan skotoma

relatif yang sesuai dengan daerah-daerah edema dan nonperfusi retina, dan

kelainan adaptasi gelap juga pernah dilaporkan. Kelainan elektroretinografik

memiliki hubungan dengan keparahan retinopati dan dapat membantu

memperkirakan perkembangan retinopati.1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25


Angiografi fluoresens sangat bermanfaat dalam mendefinisikan

kelainan mikrovaskularisasi pada retinopati diabetes. Defek pengisian

berukuran besar pada jaringan kapiler non perfusi kapiler memperlihatkan

luas iskemia retina dan biasanya paling menonjol di mid-perifer. Kebocoran

zat warna fluoresens yang berkaitan dengan edema retina dapat mengambil

konfigurasi petaloid makula sistoid atau mungkin difus. Kelainan fluoresen

lainnya adalah lengkung-lengkung vaskular dan pirau intraretina.1

Pada retinopati diabetes proliferatif 50% pasien biasanya buta sesudah

5 tahun, regresi spontan dapat pula terjadi. Gejala umumnya bergantung pada

luas, tempat kelainan dan beratnya kelainan. Umumnya berupa penurunan

tajam penglihatan yang berlangsung perlahan-lahan.4

2.3.6 Penatalaksanaan Retinopati Diabetik

2.3.6.1 Pencegahan

Setiap pasien diabetes seharusnya melakukan evaluasi komprehensif

dengan perhatian untuk mengetahui gejala retinopati diabetik seperti

penurunan tajam penglihatan, distorsi penglihatan, penurunan penglihatan

warna dan adanya floaters. Kontrol terhadap diabetes juga penting dilakukan.

Adanya penyakit lain yang berhubungan seperti hipertensi juga perlu

diperhatikan. Hipertensi terjadi pada 20% pasien diabetes insulin-dependent

dan 58% pada pasien diabetes non-insulin dependent. Kontrol medis secara

optimal merupakan kunci untuk mengurangi kejadian retinopati dan

komplikasi sistemik lainnya.3 Kehamilan juga berhubungan dengan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 26


perburukan retinopati, oleh karena itu seorang pasien wanita diabetes yang

sedang hamil membutuhkan evaluasi retina yang rutin. Kehilangan

penglihatan dapat terjadi pada retinopati diabetes non-proliferatif dengan

edema makula atau sebagai komplikasi dari retinopati diabetes proliferatif.

Walaupun banyak dari pasien ini akan mengalami regresi dalam

perkembangannya, namun terapi fotokoagulasi direkomendasikan jika

retinopati proliferatif risiko tinggi terjadi selama kehamilan.10

Dianjurkan pasien diabetes mellitus tipe 1 dirujuk untuk pemeriksaan

oftalmologik dalam 3 tahun setelah diagnosis dan diperiksa ulang paling

sedikit sekali setahun. Pasien diabetes mellitus tipe II harus dirujuk ke ahli

oftalmologi pada saat diagnosis dan diperiksa ulang sedikitnya sekali setahun.

Karena retinopati diabetes dapat menjadi agresif selama kehamilan, setiap

wanita diabetes yang hamil harus diperiksa oleh ahli oftalmologi pada

trimester pertama daan kemudian paling sedikit setiap 3 bulan sampai

persalinan.1

Kontrol terhadap kelainan metabolik pada diabetes dapat mencegah

terjadinya komplikasi mikrovaskular dari diabetes. The Diabetes Control and

Complication Trial and the U.K Prospective Diabetes Study menunjukan

bahwa kontrol metabolik secara optimal dapat menurunkan progresifitas dari

retinopati diabetes. Hiperlipidemia berkaitan dengan adanya hard exudates

retina pada pasien retinopati diabetes, dan beberapa bukti menunjukan bahwa

terapi dengan penurunan kadar lipid dapat mengurangi hard exudates dan

mikroaneurisma.1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 27


Pada layanan primer diharapkan untuk dapat menemukan dan

memperbaiki faktor risiko yang berkaitan (hiperglikemia, hipertensi dan

hiperlipidemia) agar pemantauan terhadap kesehatan mata dapat diterapkan.1

2.3.6.2 Terapi

Fokus pengobatan bagi pasien retinopati non-proliferatif tanpa edema

makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik lain

yang menyertai. Suatu percobaaan klinis terkontrol memperlihatkan bahwa terapi

inhibitor aldosa reduktase tidak mencegah perkembangan retinopati diabetes.

Beberapa percobaan klinis yang baru-baru ini dilakukan memberikan bukti-bukti

meyakinkan bahwa terapi laser argon fokal tehadap titik-titik kebocoran retina

pada pasien yang secara klinis memperlihatkan edema bermakna memperkecil

risiko penurunan penglihatan dan meningkatkan kemungkinan perbaikan fungsi

penglihatan. Mata dengan edema makula diabetes yang secara klinis tidak

bermakna biasanya hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser. Karena adanya

edema makula dapat hanya sedikit atau bahkan tidak berkaitan dengan gangguan

ketajaman penglihatan, para penyedia kesehatan primer harus menyadari

pentingnya rujukan yang segera dan dini pasien diabetes ke ahli oftamologi.12

1. Terapi Medikamentosa

a. Penurunan glukosa darah

Diabetes control and complication trial menunjukkan bahwa

pemberian insulin secara intensif untuk mengontrol gula darah secara

ketat mampu mengurangi risiko perkembangan retinopati diabetes

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28


proliferatif dan non-proliferatif serta mengurangi kebutuhan bedah laser

sekitar 50%.3

b. Penurunan Tekanan Darah

Meskipun studi epidemiologi belum menyatakan bahwa

penurunan tekanan darah secara konsisten berperan dalam kontrol

glukosa untuk insiden dan progresifitas dari retinopati diabetes, namun

pada penelitian sebelumnya didapatkan bahwa penurunan tekanan darah

di indikasikan karena tekanan darah ada faktor risiko yang bisa

dimodifikasi. The Appropriate Blood Pressure Control in Diabetes

(ABCD) menyatakan bahwa control tekanan darah secara intensif secara

signifikan menurunkan progresifitas retinopati diabetes. Pada pasien

dengan retinopati diabetes dijaga agar tekanan darah <130mmHg.12

Angiotensin –Converting Enzyme ( ACE) inhibitors

Pasien dengan retinopati diabetes memiliki peningkatan kadar

ACE pada serum dan intraokular, prorenin dan angiotensin berhubungan

dengan derajat penyakit. Angiotensin II mengatur angiogenesis melalui

Growth Factor seperti VEGF dan meningkatkan permebialitas vaskular

dan serta adanya stres oksidatif. ACE inhibitor ataupun angiotensine 2

receptor blocker diketahui untuk menghambat neovaskularisasi retina

yang diujikan pada tikus dengan retinopati dan juga menurunkan

progresifitas dari retinopati diabetes, serta keadaan yang bergantung pada

VEGF.12

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 29


2. Terapi laser ( fotokoagulasi)

Fotokoagulasi panretina laser argon biasanya diindikasikan untuk

retinopati diabetes proliferatif. Pasien berisiko paling besar mengalami

penurunan penglihatan bermakna apabila terdapat perdarahan preretina atau

korpus vitreus atau neovaskularisasi diskus. Pada para pasien ini,

fotokoagulasi panretina dapat secara bermakna menurunkan kemungkinan

perdarahan masif korpus vitreus dan pelepasan retina dengan menimbulkan

regresi dan pada beberapa kasus hilangnya pembuluh pembuluh baru tersebut.

Teknikya berupa pembentukkan luka bakar laser dalam jumlah sampai ribuan

yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, dengan tidak mengenai bagian

sentral yang dibatasi oleh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.

Walaupun mekanismenya belum dipahami secara jelas, fotokoagulasi

panretina mungkin bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari

retina yang mengalami iskemia.1

3. Terapi bedah

Peran bedah vitreoretina dalam penyakit mata diabetes proliferatif

terus berkembang. Penatalaksanaan konservatif penglihatan monokular yang

disebabkan oleh perdarahan korpus viterus diabetes pada pasien binokular

adalah dengan membiarkan resolusi spontan dalam beberapa bulan. Hasil

suatu penelitian 4 tahun yang dirancang untuk menilai peran vitrektomi dini

untuk perdarahan korpus vitreus yang parah dan retinopati diabetes proliferatif

menyokong tindakan bedah ini sebagai cara untuk mempertahankan atau

memulihkan penglihatan yang baik.1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 30


Pada kasus-kasus dengan retinopati diabetes berat, khususnya pada

keadaan dengan penarikan dari lapisan retina atau perdarahan vitreus yang

berat diindikasikan untuk dilakukan vitrektomi. Vitrektomi dilakukan untuk

mencegah kebutaan dan penurunan penglihatan yang berat.1

2.7 Prognosis

Keadaan-keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetes:

1. Pada diabetes juvenilis (insulin dependent) dan kehamilan dapat

merangsang timbulnya perdarahan dan proliferasi.

2. Arteriosklerosis dan proses menua pembuluh-pembuluh darah

memperburuk prognosis.

3. Hiperlipoproteinemia diduga mempercepat perjalanan dan

progresifitas kelainan dengan cara mempengaruhi arteriosklerosis dan

kelainan hemobiologik.

4. Hipertensi arteri. Memperburuk prognosis tertutama penderita usia tua

5. Hipoglikemia atau trauma dapat menimbulkan perdarahan retina yang

mendadak.9

2.4 Retinopati Hipertensi

2.4.1 Definisi Retinopati Hipertensi

Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada

penderita hipertensi.4 Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90

mmHg dan tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut

menimbulkan komplikasi pada retina maka terjadi retinopati hipertensi.2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 31


2.4.2 Klasifikasi Retinopati Hipertensi

Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh

Keith Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada

hubungan antara temuan klinis dan prognosis yaitu tediri atas empat kelompok

retinopati hipertensi.2,4,13

Tabel 2.1. Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939) 4


Stadium Karakteristik

Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan hipertensi ringan,

asimptomatis.

Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal

Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan

nicking arteriovenous

Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal

Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik)

Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal

Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema

Dalam periode 8 tahun : 98 % meninggal

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 32


Tabel 2.2. Modifikasi klasifikasi Scheie 2
Stadium Karakteristik

Stadium 0 Tidak ada perubahan

Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi

Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal

Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat

Stadium IV Stadium III + papiledema

Tabel 2.3. Klasifikasi Retinopati Hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda –
tanda yang terlihat pada retina.13
Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik

Mild Satu atau lebih dari tanda Asosiasi ringan dengan

berikut : Penyempitan arteioler penyakit stroke,

menyeluruh atau fokal, AV penyakit jantung

nicking, dinding arterioler lebih koroner dan mortalitas

padat (silver-wire) kardiovaskuler

Moderate Retinopati mild dengan satu Asosiasi berat dengan

atau lebih tanda berikut : penyakit stroke, gagal

Perdarahan retina (blot, dot atau jantung, disfungsi renal

flame-shape), mikroaneurisma, dan mortalitas

cotton-wool, hard exudates kardiovaskuler

Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate Asosiasi berat dengan

dengan edema papil dan dapat mortalitas dan gagal

disertai dengan kebutaan ginjal

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 33


Tabel 2.4. Klasifikasi Retinopati Hipertensi di Bagian Ilmu Penyakit Mata
RSCM 4
Tipe Funduskopi
Tipe 1 : Arteri menyempit dan pucat, arteri
Fundus hipertensi dengan atau meregang dan percabangan tajam,
tanpa retinopati, tidak ada sklerose, perdarahan ada atau tidak ada, eksudat
dan terdapat pada orang muda. ada atau tidak ada.
Tipe 2 : Pembuluh darah mengalami
Fundus hipertensi dengan atau penyempitan, pelebaran, dan sheating
tanpa retinopati sklerose senile, setempat. Perdarahan retina, tidak ada
pada orang tua. edema papil
Tipe 3 : Penyempitan arteri, kelokan bertambah
Fundus dengan retinopati fenomena crossing, perdarahan multiple,
hipertensi dan arteriosklerosis, cotton wall patches, macula star figure.
terdapat pada orang muda.
Tipe 4 : Edema papil, cotton wall patches, hard
Hipertensi progresif exudates, soft exudates, star figure yang
nyata.

2.4.3 Patofisiologi Retinopati Hipertensi

Peningkatan tekanan darah sistemik akan menyebabkan vasokonstriksi

arteriol. Vasokonstriksi terjadi karena adanya proses autoregulasi pada pembuluh

darah. Hasil penelitian wallow diketahui sel-sel perisit yang ada didinding pembuluh

darah yang berperan pada proses vasokonstriksi. Vasokontriksi biasanya terjadi

secara merata (difus) di seluruh pembuluh darah retina, tetapi bisa juga ditemukan

pada sebagian pembuluh darah (segmental). Hipertensi yang berlangsung lama atau

kronik akan menyebabkan terjadinya perubahan dinding pembuluh darah

(arteriosklerosis dan aterosklerosis).2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 34


Arteriosklerosis adalah perubahan yang terjadi pada arteriol. Dinding arteriol

secara histologik terlihat menebal, karena pada tunika media terjadi hipertrofi

jaringan otot. Tunika intima mengalami proses hialinisasi, dan endotel kapiler

mengalami proses hipertofi, sehingga membentuk jaringan konsentrik yang berlapis-

lapis seperti kulit bawang (union skin). Proses yang terjadi diatas menyebabkan

lumen pembuluh darah menjadi kecil.14

Arteriosklerosis akan menyebabkan gangguan pada persilangan arteri dengan

vena (arteriovenous crossing). Dinding arteri yang kaku akan menekan dinding vena

yang lebih lembut. Dalam keadaan normal tidak terjadi penekanan dan elevasi pada

persilangan arteri dan vena. Penekanan pada vena oleh arteri yang sklerosis dapat

terjadi dalam beberapa tahap, vena yang berada di bawah arteri tidak terlihat karena

arteri yang sklerosis maka vena seolah terputus dan akan muncul lagi secara perlahan

setelah melewati persilangan arteri (arteriovenous nicking). Hal ini dikenal dengan

nama Gunn’s phenomenon. Bentuknya bervariasi tergantung dari beratnya sklerosis,

bila sklerosis lebih berat menyebabkan vena menjadi defleksi pada daerah

persilangan, yang terlihat seperti huruf S atau Z (salus sign). Pada keadaan tertentu

vena berada di atas arteri, sehingga akan terlihat elevasi vena di atas arteri. Tahap

selanjutnya akan terjadi stenosis vena di bagian distal persilangan karena proses

sklerosis arteri yang berat.13,14

Lumen vena yang menyempit karena penekanan oleh arteri yang sklerosis,

menyebabkan aliran darah menjadi lebih cepat, dapat menimbulkan proliferasi

endotel dan kadang-kadang terbentuk trombus. Trombus menyebabkan tersumbatnya

aliran darah, sehingga akan menyebabkan timbulnya tanda-tanda oklusi vena retina

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 35


sentral. Dalam keadaan normal dinding arteriol tidak terlihat, yang terlihat adalah sel-

sel darah merah di dalam lumen. Bertambahnya ketebalan dinding arteriol karena

proses arterioseklerosis maka terjadi perubahan refleks cahaya arteriol. Pantulan

cahaya dari permukaan dinding arteriol yang konveks terlihat seperti garis tipis yang

mengkilat di tengah kolom darah (refleks cahaya normal). Pada pembuluh darah yang

menebal, pantulan refleks cahaya normal hilang dan cahaya terlihat lebih luas dan

buram. Hal ini dianggap sebagai tanda awal terjadinya arteriosklerosis.14

Pada funduskopi akan terlihat sebagian pembuluh darah seperti tembaga

(copper wire), karena meningkatnya ketebalan dinding dan lumen berkurang

kemudian terjadi perubahan pada refleks cahaya arteriol. Bila proses sklerosis

berlanjut, dinding arteri semakin menebal dan lumen mengecil yang akhirnya hampir

tidak terlihat sehingga waktu penyinaran hanya berbentuk garis putih saja, yang

dikenal sebagai refleks kawat perak (silver wire reflex).2,13

Perdarahan akan terjadi bila hipertensi berlangsung lama dan tidak terkontrol.

Proses yang kronik ini akan menyebabkan kerusak inner blood barrier, sehingga

terjadi ekstravasasi plasam dan sel darah merah ke retina (hard exudates). Perdarahan

biasanya terjadi pada lapisan serabut saraf retina, distribusinya mengikuti alur serabut

saraf, sehingga terlihat seperti lidah api (flame shape). Kerusakan ditingkat kapiler

maka perdarahan terjadi pada lapisan inti dalam atau pleksiform dalam, bentuknya

lebih bulat (blot like appearance). 2,13

Iskemik fokal atau area non perfusi yang terjadi pada lapisan serabut saraf

retina, maka serabut saraf akan berdegenerasi menjadi bengkak dan secara histologi

tampak seperti suatu kelompok cystoid bodies. Kelainan ini dikenal dengan cotton

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 36


wool spot (soft exudates), yang pada pemeriksaan funduskopi terlihat sebagai area

putih keabuan seperti kapas dengan batas yang tidak tegas.13

Papil edema disebabkan oleh adanya iskemia didaerah papil yang akan

menyebabkan hambatan aliran axoplasma, sehingga terjadi pembengkakan axon di

papil nervus optikus.14

Ateroskelrosis adalah proses sklerosis yang terjadi pada pembuluh darah

retina yang lebih besar. Pada ateroskelrosis sering ditemukan fibrosis dan kalsifikasi

pada tunika intima. Pada keadaan hipertensi accelerated terjadi pembentukan plak

yang besar di intra lumen yang akan menyumbat pembuluh darah besar sehingga

akan timbul komplikasi dalam bentuk oklusi cabang retina sentralis (BRAO) atau

arteri retina sentralis (CRAO).2,14

2.4.4 Gejala Klinik Retinopati Hipertensi

Retinopati hipertensi merupakan penyakit yang berjalan secara kronis

sehingga gejala penyakit awal sering tidak dirasakan. Penderita retinopati hipertensi

biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata.1 Penurunan

penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV

oleh karena perubahan vaskularisasi akibat hipertensi seperti perdarahan, cotton wool

spot, telah mengenai makula.2

2.4.5 Diagnosis Retinopati Hipertensi

Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan pada anamnesis

(riwayat hipertensi), pemeriksaan fisik (tekanan darah), pemeriksaan oftalmologi

(funduskopi), dan pemeriksaan penunjang dengan angiografi fluorosens. Pada

anamnesis penglihatan yang menurun merupakan keluhan utama yang sering

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 37


diungkapkan oleh pasien. Pasien mengeluhkan buram dan seperti berbayang apabila

melihat sesuatu. Penglihatan biasanya turun secara perlahan sehingga tidak disadari.

Pemeriksaan tekanan darah didapatkan tekanan diastol > 90 mmHg dan tekanan sistol

> 140 mmHg , sudah mulai terjadi perubahan pada pembuluh darah retina.2

Pemeriksaan tajam penglihatan dan funduskopi adalah pemeriksaan

oftalmologi paling mendasar untuk menegakkan diagnosis retinopti hipertensi.

Melalui pemeriksaan funduskopi, dapat ditemukan berbagai kelainan retina pada

pasien retinopati hipertensi. Hasil pemeriksaan dengan oftlamoskop yaitu pada

Gambar 2.19 berikut.

Gambar 2.19 Funduskopi pada penderita hipertensi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 38


Gambar 2.20. Mild Hypertensive Retinopathy.

Pada Gambar 2.20, gambar A menunjukkan Nicking AV (panah putih) dan

penyempitan arteriol lokal (panah hitam). Gambar B memperlihatkan AV nicking

(panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arteriol (panah putih).

Gambar 2.21 Moderate Hypertensive Retinopathy

Pada Gambar 2.21, gambar A menunjukkan AV nicking (panah putih) dan

cotton wool spot (panah hitam). Gambar B memperlihatkan perdarahan retina (panah

hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 39


Gambar 2.22. Gambaran cotton wool spot dan perdarahan retina

Gambar 2.22 menunjukkan Multipel cotton wool spot (panah putih) ,

perdarahan retina (panah hitam).

Gambar 2.23 Hard exudate

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 40


Gambar 2.24 Gambaran Cotton wool spot , macula star figure disertai papil
edema

Pada Gambar 2.24, panah biru adalah Cotton wool spot, panah putih

memperlihatkan perdarahan (blot shape), panah hijau menunjukkan eksudasi retina

dan macular star (star figure), dan panah hitam merupakan papil edema.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 41


Gambar 2.25 Funduskopi sesuai stadium retinopati hipertensi

Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan setelah pemeriksaan funduskopi

adalah angiografi fluoresein. Kontras berupa bahan fluoresein dimasukkan melalui

vena di lengan. Ketika kontras sudah mencapai pembuluh darah retina, gambaran

pembuluh darah tersebut difoto dengan kamera khusus yang menggunakan sinar biru.

Pemeriksaan ini dapat menentukan dengan tepat lokasi terjadinya neovaskularisasi

dan kebocoran kapiler retina. 2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 42


Gambar 2.26. Perbandingan foto retina dengan angiografi fluorosein

Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain

retinopati selain dari hipertensi. Untuk pemeriksaan laboratorium terutama diperiksa

kadar gula darah, lemak darah dan fungsi ginjal. 2

2.4.6 Komplikasi Retinopati Hipertensi

Komplikasi dari retinopati hipertensi yaitu berupa oklusi arteri retina sentralis

(CRAO), oklusi arteri retina cabang (BRAO), oklusi vena retina cabang (BRVO) .2

Penyebab dari oklusi arteri retina paling umum akibat adanya emboli. Arteri

oftalmika merupakan cabang pertama dari arteri karotis interna. Embolus bisa berasal

dari jantung atau arteri karotis yang secara jelas mengarah langsung ke mata. Emboli

dari jantung terdiri dari empat tipe, antara lain emboli terkalsifikasi dari katup aorta

atau mitral, vegetasi dari endokarditis bakterial, trombus yang berasal dari jantung

bagian kiri, dan materi miksomatosa akibat miksoma atrial.2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 43


Penyakit arteri karotis juga dapat menjadi sumber emboli. Emboli retina dari

arteri karotis terdiri dari tiga tipe yaitu emboli kolesterol (plak Hollenhorst), emboli

fibrinoplatelet, dan emboli terkalsifikasi.2

Gambaran klinis dari oklusi arteri retina dapat berupa oklusi arteri retina

sentral, dan oklusi arteri retina cabang. CRAO (oklusi arteri retina sentral) biasanya

diakibatkan oleh ateroma, meskipun hal ini dapat disebabkan akibat emboli

terkalsifikasi. Keluhan yang dialami pasien biasanya bersifat akut dan hilangnya

lapang pandang. Tanda-tanda yang dapat ditemukan berupa pupil Marcus Gunn atau

amaurotik, retina tampak putih akibat pembengkakan dan terdapat cherry-red spot.

Dengan pemeriksaan angiografi menunjukkan penundaan pengisian arteri dan karena

terdapat edema retina maka fluoresensi ke bagian koroid tertutupi.2

BRAO (oklusi arteri retina cabang) paling sering diakibatkan oleh karena

emboli. Pasien dapat mengeluh hilangnya lapang pandang secara melintang atau

sektoral dan terjadi mendadak. Tanda yang dapat ditemukan berupa retina menjadi

putih di area yang dialiri arteri, pembengkakan berkabut perlahan menjernih, tetapi

bagian dalam retina menjadi atrofi dan berhubungan dengan hilangnya lapang

pandang sektoral yang permanen, dan pada beberapa kasus juga dapat ditemukan

rekanalisasi arteriol yang tersumbat. Pada fluoresensi angiografi menunjukkan area

yang terlibat menunjukkan gambaran tidak adanya perfusi.13

BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada gambaran

funduskopi, dalam beberapa waktu dapat menimbulkan edema yang bersifat putih

pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang

tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 44


berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen terhadap

pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli. 2,13

2.4.7 Diagnosis Banding Retinopati Hipertensi

Diagnosis banding mata tenang visus turun perlahan, adalah:4

1. Retinopati Diabetik

Gambaran Retinopati diabetik pada funduskopi hampir sama dengan

retinopati hipertensi yaitu ditemukan blotlike apperance, mikroaneurisma,

dilatasi vena dan berkelok-kelok, hard exudate, soft exudate, neovaskularisasi,

dan edema retina. Selain itu juga didapatkan gula darah yang tidak terkontrol

yaitu > 200 mg/dl.4

2. Katarak

Penurunan visus perlahan pada pasien katarak akibat kekeruhan lensa

yang terjadi secara berangsur. Pada funduskopi direk didapatkan refleks fundus

yang hitam.4

3. Glaukoma

Pada glaukoma terjadi peningkatan tekanan intraokular, defek lapang

pandang, atrofi papil saraf optik. Tekanan intraokular > 20mmHg, dan pada

pemeriksaan funduskopi terlihat atrofi papil saraf optik yang terlihat warnanya

dari merah kekuningan menjadi pucat, selain itu dapat ditemukan pula edema

papil.4

4. Kelainan refraksi

Miopia, hipermetrop, astigmatisme adalah kelainan refraksi yang dapat

menyebabkan visus turun. Pada miopia panjang bola mata anteroposterior yang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 45


lebih besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat, sehingga

bayangan dari benda jatuh didepan retina pada mata yang tidak berakomodasi,.

Pada hipermetropia gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar

tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.

Astigmatisme jika berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam

pada retina akan tetapi pada dua garis titik yang saling tegak lurus yang terjadi

akibat kelainan kelengkungan kornea.4

2.4.8 Penatalaksanaan Retinopati Hipertensi

Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan

yang sudah terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi, Mengobati faktor primer

adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati

arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi

perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kelainan klinis yang terjadi tidak

dapat diobati lagi tetapi dapat dicegah progresivitasnya.1,2

Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-

tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah.

Penggunaan obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) terbukti dapat

mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi.1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 46


Tabel 2.5 Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia.
Obat Dosis Efek Lama Perhatian khusus

kerja

Nifedipin (Ca 5-10 mg 5-15 4-6 jam Gangguan

antagonis) menit koroner

Kaptopril 12,5-2,5 15-30 6-8 jam Stenosis arteri

(ACE mg menit renalis

inhibitor)

Klonidin 75-150 mg 30-60 8-16 jam Mulut kering,

(alfa-2 agonis menit mengantuk

adrenergik)

Propanolol 10-40 mg 15-30 3-6 jam Bronkokonstriksi,

(beta blocker) menit blok jantung

Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat badan dan

diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya. Konsumsi makanan

dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat

menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan olahraga

yang teratur.2,13

Pengawasan oleh dokter mata dilakukan untuk mengevaluasi progresivitas

retinopati hipertensi dan komplikasinya. Komplikasi yang dapat terjadi seperti oklusi

arteri retina sentralis dan oklusi cabang vena retina merupakan perburukan dari

retinopati hipertensi yang tidak terkontrol secara baik. Jika sudah terjadi eksudat di

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 47


makula, KWB stadium III, dan sudah terjadi komplikasi maka fotokoagulasi laser

dapat dipertimbangkan.1

Fotokoagulasi laser merupakan salah satu terapi dalam penanganan

komplikasi tersebut. Terapi laser retina terbukti memperbaiki oksigenasi retina bagian

dalam. Fotokoagulasi pada fotoreseptor mengurangi konsumsi oksigen di bagian luar

retina dan menyebabkan oksigen lebih mudah berdifusi dari koroid ke bagian dalam

retina, sehingga meningkatkan tekanan oksigen dan mengurangi hipoksia.

Peningkatan tekanan oksigen di bagian dalam retina mengakibatkan mekanisme

autoregulasi berupa vasokonstriksi dan peningkatan tekanan arteriol, sehingga

menurunkan tekanan hidrostatik di kapiler dan venula. Menurut hukum Starling, hal

ini akan menurunkan aliran cairan dari kompartemen intravaskular ke dalam jaringan

dan menurunkan edema jaringan, bila berasumsi tekanan onkotik konstan. Penurunan

tekanan hidrostatik pada saat yang bersamaan menyebabkan venula konstriksi dan

memendek menurut hukum Laplace dan studi Kylstra dkk.14

2.4.9 Prognosis Retinopati Hipertensi

Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan

yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi

kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Namun, pada beberapa kasus,

komplikasi tetap tidak dapat di hindari walaupun dengan kontrol tekanan darah yang
2,5
baik. Keith Wagener Barker menentukan 5 year survival rate berdasarkan tidak

diberikan terapi medikamentosa yaitu antara lain grade I : 4%, grade II : 20%, grade

III : 80% , grade IV : 98%.2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 48


2.5 Retinopati Leukemia

2.5.1 Definisi Retinopati Leukemia

Leukemia merupakan sekelompok keganasan hematologi yang timbul dari

kelainan leukosit. Leukemia disebabkan oleh kelainan klonal didapat dari stem cell

hematopoietik yang menggantikan sumsum tulang normal. Meskipun orang dengan

leukemia biasanya memiliki gejala klasik berupa kelelahan, demam, dan perdarahan,

manifestasi okular biasanya terjadi pada 90% penderita.6

Retina dapat diinfiltrasi tidak hanya oleh sel neoplastik, tetapi juga dapat

dipengaruhi oleh penyebab sekunder dari leukemia, seperti anemia dan

hiperviskositas. Istilah retinopati leukemia digunakan untuk menggambarkan

manifestasi anemia, trombositopenia, dan hiperviskositas pada retina, daripada

infiltrasi dari leukemia itu sendiri.15

2.5.2 Klasifikasi Leukemia

Leukemia bukanlah satu penyakit, melainkan sekelompok neoplasma

hematologi yang timbul dari sel myeloid (AML, CML) sel limfoid (ALL, ACL).

Maturitas keseluruhan dari leukosit, morfologinya, temuan sitokimia dan

immunophenotype digunakan untuk mengkategorikan jenis leukemia. Sel-sel ganas

dapat muncul dari setiap tahap maturitas sel darah putih, dan dapat terjadi karena

penyusunan ulang DNA dari faktor lingkungan atau dari faktor internal karena

kelainan kromosom.15

Leukemia dapat berkembang dengan cepat (akut) atau lambat (kronis).

Leukemia akut ditandai dengan penggantian sumsum tulang dengan sel darah putih

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 49


imatur yang disebut blast dan dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani

dengan cepat. Leukemia kronis terjadi dari deregulasi leukosit matur. Leukemia

kronis biasanya berkembang perlahan meskipun dapat berubah menjadi tipe agresif.

Berikut adalah klasifikasi dari leukemia:15

1. Leukemia myeloid akut (AML)

AML adalah bentuk leukemia yang paling umum pada orang dewasa, yang

terhitung hampir 40% dari seluruh kasus leukemia. Individu yang terkena sering

muncul dengan anemia, leukopenia dan trombositopenia. Faktor lingkungan termasuk

paparan petrokimia (bensin), radiasi pengion dan kemoterapi adalah faktor risiko.

Tidak seperti ALL, keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) jarang terjadi.15

2. Leukemia limfoblastik akut (ALL)

ALL terjadi dari proliferasi ledakan limfoid yang menyalip sumsum tulang dan

menyebabkan penurunan leukosit matur, sel darah merah, dan trombosit. ALL terjadi

hingga 12% dari kasus leukemia. Pasien dengan ALL hadir dengan gejala

konstitusional seperti demam, menggigil dan penurunan berat badan. ALL juga dapat

menginfiltrasi hati, limpa dan CNS. ALL adalah leukemia paling umum pada anak-

anak. Prognosis untuk pasien dewasa dengan ALL jauh lebih buruk daripada pasien

anak.15

3. Leukemia limfositik kronis (CLL)

CLL adalah leukemia yang paling umum di Barat dengan sebanyak 27% dari

kasus leukemia. CLL ditandai dengan ekspansi monoclonal limfosit sel B yang

mempermudah pasien terkena infeksi akibat limfosit yang tidak kompeten secara

imunologis. Seringkali, penyakit ini secara tidak sengaja ditemukan dan dapat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 50


didiagnosis menggunakan aliran cytometry dari darah. Karena penyakit ini

berkembang dengan lambat, pasien biasanya tidak memerlukan terapi segera.15

4. Leukemia myeloid kronis (CML)

CML ditandai oleh proliferasi klonal dari sel stem myeloid, yang mengarah ke

peningkatan sel darah merah dan platelet. CML merupakan 12% dari seluruh kasus

leukemia. CML terjadi akibat translokasi timbal balik dari kromosom Philadelphia.15

2.5.3 Epidemiologi Retinopati Leukemia

Leukemia sering terjadi pada usia kurang dari 5 tahun atau di atas 50 tahun.

Retinopati ditemukan atau terdapat pada 2/3 penderita leukemia.4

Berdasarkan penelitian oleh Koshy et al. pada tahun 2015, keterlibatan retina

sekunder atau tidak langsung adalah perubahan mata yang paling umum pada

leukemia. Keterlibatan okuler lebih sering terlihat pada leukemia akut dan leukemia

mieloid. Sebanyak 52,9% penderita leukemia akut memiliki hubungan yang

signifikan lebih besar dengan manifestasi okular dibandingkan dengan kronis (25%).

Pada kelompok leukemia akut, ada perbedaan yang signifikan antara orang dewasa

dan anak-anak sehubungan dengan manifestasi okular; orang dewasa memiliki

hubungan yang lebih signifikan dengan manifestasi okular. Semua infiltrasi leukemia

primer terlihat pada laki-laki.5

2.5.4 Etiologi dan Patogenesis Retinopati Leukemia

Retinopati leukemia yang biasanya terjadi pada leukemia akut disebabkan

oleh infiltrasi langsung pada orbit dan jaringan lain (iris, koroid, saraf optik) atau

kelainan vaskular yang mempengaruhi retina (perdarahan intraretinal, white-centered

retinal haemorrhages, cotton wool spots, perdarahan makula, perdarahan subhyaloid,

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 51


perdarahan vitreous) atau tanda-tanda neuro-ophthalmikus (papil edema sekunder

akibat penaikan tekanan intrakranial, atau isolated cranial nerve palsies).16

Cotton-wool spots disebabkan oleh oklusi arteriol pre-kapiler, yang

mengakibatkan terjadinya iskemia retina. Iskemia fokal ini mengarah ke

penyumbatan aliran axoplasmic dalam lapisan serat saraf retina, yang selanjutnya

menyebabkan deposisi organel intra-aksonal. Oklusi pada aliran axoplasmic ini

mungkin terkait dengan iskemia sekunder akibat anemia, penyumbatan langsung oleh

sel leukemia, ataupun oklusi oleh agregat platelet fibrin, atau pengendapan yang

dihasilkan dari hiperviskositas darah. Meskipun manifestasi anemia dan

trombositopenia lebih terkait erat dengan leukemia akut, hiperviscositas lebih sering

terjadi pada leukemia kronis. Hal ini dapat terlihat sebagai oklusi vena retina sentral

bilateral.4,16,17

2.5.5 Diagnosis Retinopati Leukemia

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

oftalmologi (funduskopi), serta pemeriksaan penunjang berupa hitung darah lengkap

untuk melihat jumlah sel darah putih dan platelet pada pasien.

Jika dicurigai terdapat leukemia, tes yang paling penting adalah hitung darah

lengkap dengan platelet/diferensial. Jika terlihat peningkatan atau penurunan leukosit

yang signifikan, dokter mata harus berkonsultasi dengan hematologi/onkologi. Jika

setidaknya 20% blast atau lebih terlihat pada apusan darah tepi, hal ini adalah

leukemia akut yang merupakan keadaan gawat darurat dan pasien harus segera

dikirim ke IGD. Namun, jika pemeriksaan darah lengka[ lebih sugestif terhadap

leukemia kronis (tidak ada blast, dominasi limfosit dengan sel yang matur dan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 52


basofilia), pasien biasanya dapat dirujuk ke hematologist/onkolog sebagai pasien

rawat jalan dalam 1-2 minggu.15

Retinopati leukemia dapat terjadi akibat leukemia bentuk apapun seperti akut

- kronik, limfoid - mieloid, dengan tanda yang khusus seperti vena yang melebar,

berkelok-kelok, dan memberi refleks yang mengkilat sehingga sukar dibedakan arteri

dengan vena, karena arteri bisa memberikan gambaran yang normal. Pada pembuluh

darah vena juga dapat terlihat adanya mikroaneurismata. Kelainan ini disusul

dengan edema polus posterior yang mengenai retina dan papil.4

Pendarahan retina adalah ciri paling mencolok dari leukemia. Perdarahan

retina pada retinopati leukemia cenderung terjadi paling sering pada kutub posterior,

mungkin pada setiap tingkat retina dan dapat meluas ke ruang subretinal atau

vitreous. Perdarahan retina telah digambarkan sebagai titik dan noda, atau berbentuk

api, atau, secara klasik, seperti perdarahan berpusat putih (white-centered

haemorrhages, Roth’s spot). Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pusat-pusat

putih ini merupakan akumulasi sel leukemia, atau agregat platelet fibrin.4,16

Terdapat perdarahan yang tersebar dengan bagian di tengah berbintik putih

akibat penimbunan leukosit, dapat terjadi eksudat kecil, mikroaneurisma dan pada

stadium lanjut fundus berwarna pucat dan jingga. Sel darah putih menyebuki retina

yang tertimbun di daerah perivaskular. Terdapat perdarahan dan eksudat pada

subretina dan edema papil. Retinopati ini memberikan gambaran yang sama, baik

pada leukemia mieloid, limfoid dan monositik atau pada bentuk akut dan kronik.4

Pada retina juga dapat terlihat eksudat cotton wool dan waxy hard, yang juga

terjadinya bergantung pada beratnya anemia. Mikroaneurisma dan exudat soft cotton

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 53


wool biasanya terdapat di daerah polus posterior. Gejala ini biasanya terdapat

pada leukemia akut dan biasanya disusul oleh pelebaran arteri retina.4,16

Perdarahan preretinal dapat mengoyak vitreous face sehingga

menyebabkan perdarahan badan kaca yang dapat menyebabkan ablasio

nonregmatosa. lnfiltrasi perivaskular yang berwarna putih sepanjang pembuluh

darah kadang-kadang harus dibedakan dengan sheating.4

Leukemia akut biasanya hadir dengan perdarahan retina dan pre-retina karena

pansitopenia, leukemia kronik hadir dengan retinopati stasis vena karena

hiperviskositas. Gambar 2.27 menunjukkan funduskopi pada pasien CML dengan

retinopati leukemia, sementara Gambar 2.28 menunjukkan funduskopi pada penderita

AML dengan retinopati leukemia.15,17,18

Gambar 2.27 Funduskopi pada mata kanan (a) dan kiri (b) penderita retinopati
leukemia (CML) dengan infiltrat foveal pada mata kiri.17

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 54


Gambar 2.28 A, Foto fundus berwarna dari kutub posterior mata kanan seorang pria
berusia 23 tahun dengan AML, anemia, dan trombositopenia berat menunjukkan
perdarahan subhyaloid intraretinal dan depigmentasi. B, Sebuah foto red-free
menyoroti atrofi retina luar (dari perdarahan subretinal sebelumnya) yang
berhubungan dengan defek lapang pandang padat yang mengganggu pada fovea.

2.5.6 Diagnosis Banding Retinopati Leukemia

Retinopati leukemia harus dibedakan dengan retinopati hipertensi dan

retinopati diabetik. Pada retinopati diabetik, didapatkan gula darah yang tidak

terkontrol yaitu > 200 mg/dl. Sedangkan pada retinopati hipertensi, terdapat tekanan

diastolik > 90 mmHg dan tekanan sistolik > 140 mmHg.2,4

2.5.7 Penatalaksanaan Retinopati Leukemia

Hal paling penting dari tatalaksana retinopati leukemia adalah mengobati

keganasan yang mendasarinya. Setelah terlihat manifestasi okular dari leukemia,

segera rujuk ke ahli hematologi/onkologi untuk evaluasi lebih lanjut dan pengujian

tambahan. Tidak ada perawatan khusus mata untuk leukemia. Dengan diagnosis dini,

tindak lanjut yang tepat, dan manajemen yang cermat dengan prosedur/obat sistemik

terapi dokter - pasien dapat memiliki prognosis yang lebih baik.15

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 55


Prognosis untuk pasien dengan ALL sangat bergantung pada fitur sitogenetik

dan molekuler yang mendasarinya. Fase induksi mengurangi beban tumor dengan

membersihkan sel leukemia di sumsum tulang dengan kemoterapi. ALL cenderung

menginfiltrasi SSP, oleh karena itu profilaksis intratekal sangat penting. Pada fase

konsolidasi, tujuannya adalah untuk menghilangkan sel-sel leukemia yang tetap

hidup. Dalam fase pemeliharaan, kemoterapi dan steroid diberikan untuk membantu

mencegah kambuh. Jika biologi yang mendasari ALL dianggap tidak

menguntungkan, transplantasi sel induk alogenik dapat dipertimbangkan.15

Agresivitas biologis AML sering didasarkan pada kelainan kromosom yang

mendasari dan fitur molekuler. Seperti ALL, pengobatan dibagi menjadi fase induksi

dan konsolidasi. Para pasien yang kemungkinan akan menjalani transplantasi sel

induk untuk terapi konsolidasi termasuk mereka yang membawa fitur sitogenetik atau

molekuler yang tidak menguntungkan.15

Pasien dengan kondisi CLL seringkali tidak memerlukan terapi karena

penyakitnya berjalan sangat lambat. Namun, bagi pasien yang mengembangkan

gejala konstitusional, hepatosplenomegali, limfadenopati besar, anemia dan/atau

trombositopenia, terapi sering diindikasikan. Perawatan untuk CLL telah mengalami

revolusi dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun kemoimmunotherapy tetap

merupakan pengobatan lini pertama, ada obat oral baru yang ditargetkan termasuk

ibrutinib, idelalisib dan venetoclax yang mengganggu berbagai jalur pensinyalan di

dalam sel CLL.15

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 56


CML dapat berevolusi dari fase kronis indolen ke fase percepatan/blast yang

lebih agresif. Munculnya inhibitor tirosin kinase telah secara dramatis meningkatkan

perawatan dan prognosis pasien dengan CML.15

2.5.8 Prognosis Retinopati Leukemia

Retinopati sebelumnya diyakini tidak bermakna prognostik pada leukemia

akut. Namun, sekarang laporan telah menunjukkan bahwa kehadiran keterlibatan

okular dikaitkan dengan prognosis buruk pada leukemia akut pada anak. Pada

leukemia myelogenous akut (AML) dan leukemia limfositik akut (ALL), keberadaan

lesi spesifik orbital dan okular dikaitkan dengan frekuensi relaps tulang sumsum

tulang yang lebih tinggi dan keterlibatan SSP, menyebabkan ke tingkat kelangsungan

hidup yang lebih rendah. Perkembangan infiltrat leukemia pada pasien dengan

leukemia membutuhkan evaluasi ulang sistemik dan neurologis segera. Meskipun

dokter mata memiliki peran sekunder dalam pengobatan leukemia, pengenalan yang

cepat terhadap manifestasi okular sangat penting karena prognosis yang lebih buruk

terkait dengan keterlibatan okular dan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyakit

ekstramedular.5

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 57


BAB 3

PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

Retinopati merupakan kelainan pada sistem vaskular retina yang dapat

diakibatkan oleh perdarahan, pasokan darah yang tidak adekuat, dan penyumbatan

pada pembuluh darah. Retinopati dapat menyebabkan kerusakan retina yang menetap

dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan bahkan kebutaan. Retinopati dapat

disebabkan oleh hipertensi, diabetes, leukemia, polisitemia, dan anemia.

Retinopati diabetes merupakan penyulit penyakit diabetes yang paling penting.

Hal ini disebabkan karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosisnya yang

kurang baik terutama bagi penglihatan. Ada beberapa jalur yang dihubungkan dengan

kejadian retinopati diabetes yaitu jalur aldhose reductase (sorbitol), Nonenzyme

Glycation and Advanced glycation End product (AGE), Aktivasi Protein Kinase C

(PKC), Angiogenesis And Productin Of Vascular Endhotelial Growth Factor

(VEGF). Retinopati diabetes terbagi menjadi 4 kelompok utama yaitu background

(retinopati non-proliferatif), retinopati pre-proliferatif, retinopati proliferatif dan

makulopati. Penatalaksanaan dari retinopati diabetes dibagi atas tiga yaitu:

medikamentosa, laser (fotokoagulasi) dan vitrektomi. Setiap pasien diabetes juga

harus melakukan evaluasi komprehensif dengan perhatian untuk mengetahui gejala

retinopati diabetes.

Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada

penderita hipertensi, yaitu orang dengan tekanan diastolik > 90 mmHg dan tekanan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 58


sistolik > 140 mmHg. Retinopati hipertensi terbagi atas tiga klasifikasi tergantung

dari berat ringannya tanda – tanda yang terlihat pada retina, yaitu mild, moderate, dan

accelerated. Retinopati hipertensi merupakan penyakit yang berjalan secara kronis

sehingga gejala penyakit awal sering tidak dirasakan. Penurunan penglihatan atau

penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV oleh karena

perubahan vaskularisasi akibat hipertensi seperti perdarahan, cotton wool spot, telah

mengenai makula. Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan pada

anamnesis (riwayat hipertensi), pemeriksaan fisik (tekanan darah), pemeriksaan

oftalmologi (funduskopi), dan pemeriksaan penunjang dengan angiografi fluorosens.

Istilah retinopati leukemia digunakan untuk menggambarkan manifestasi

anemia, trombositopenia, dan hiperviskositas pada retina, daripada infiltrasi dari

leukemia itu sendiri. Leukemia dapat berkembang dengan cepat (akut) atau lambat

(kronis). Retinopati leukemia dapat terjadi akibat leukemia bentuk apapun dengan

tanda yang khusus seperti vena yang melebar, berkelok-kelok, dan memberi refleks

yang mengkilat sehingga sukar dibedakan arteri dengan vena. Pada pembuluh darah

vena juga dapat terlihat adanya mikroaneurismata. Kelainan ini disusul dengan

edema polus posterior yang mengenai retina dan papil. Leukemia akut biasanya

hadir dengan perdarahan retina dan pre-retina karena pansitopenia, leukemia kronik

hadir dengan retinopati stasis vena karena hiperviskositas. Meskipun dokter mata

memiliki peran sekunder dalam pengobatan leukemia, pengenalan yang cepat

terhadap manifestasi okular sangat penting karena prognosis yang lebih buruk terkait

dengan keterlibatan okular dan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyakit

ekstramedular.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 59


DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. Vaughan and Asbury's General
Ophthalmology, 17th ed. USA: McGraw Hill. 2008.
2. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 12: Retina and Vitreous. 2014-2015.
3. Langston, Deborah Pavan. Retina and Vitreus. In Manual of Occular Diagnosis
and Therapy 5thEdition. Massachussets. 2002; p 213-20
4. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015.
5. Koshy J, John MJ, Thomas S, Kaur G, Batra N, dan Xavier WJ. Ophthalmic
manifestations of acute and chronic leukemias presenting to a tertiary care
center in India. Indian J Opthalmol. 2015; 63(8): 659–664
6. Paulsen F dan Waschke J. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Jilid 3: Kepala,
Leher, dan Neuroanatomi. Ed 23. Jakarta: EGC. 2012.
7. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi Edisi 9. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2006.
8. Joussen AM, Gardner TW, Kirchhof B, Ryan SJ. Retinal Vascular Disease.
Berlin: Springer. 2007
9. Batterbury, Mark, Brad Bowling and Conor Murphy. Diabetic Retinopathy. In
Ophtalmology 3rd Edition. Liverpool: Elsevier Churchill Livingstone.2009; p52-3
10. Ryan, Stephen J. Etiologic mechanism in diabetic retinopathy. In Retina Vol.2.
USA: Mosby company.1989: p301-22
11. Liesegang TJ, Skuta GL and Cantor LB. Diabetic Retinopathy. In Retina and
Vitreus. San Fransisco: American Academy of Ophtalmology.2010: p 109-31
12. Paul, Mitchell and Foran Suriya. Pathogenesis of Diabetic Retinopathy.
In:Guidelines for Management of Diabethic Retinopathy. Australia. 2004: p 44-7
13. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The
New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25
[cited 2008 May21]: [8screens]. Available from URL:
http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 60


14. Gerald Liew, MD, editors. Retinal Vascular. Journal Of The American Heart
Association. 2008;1;156-161
15. Talcott EK, Garg RJ, Garg SJ. Ophthalmic manifestations of leukemia. Curr Opin
Ophthalmol. 2016; 27:545–551
16. Reddy SC dan Jackson N. Retinopathy in acute leukaemia at initial diagnosis:
correlation of fundus lesions and haematological parameters. Acta Ophthalmol.
Scand. 2004: 82: 81–85
17. Kumar V, Kumawat D, Dhakal S. Leukemic retinopathy and foveal infiltrates.
Int Ophthalmol. 2017.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 61

Anda mungkin juga menyukai