Anda di halaman 1dari 27

CASE REPORT

Proliferative Diabetic Retinopathy ODS

Oleh:
Lathifah Yasmine Wulandari
2018012014

Perceptor:
dr. Aryanti Ibrahim, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK SMF BAGIAN MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retinopati Diabetik/ Diabetic retinopathy (DR) adalah suatu mikroangiopati
progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil di
retina pada penderita diabetes mellitus. Dengan meningkatnya prevalensi
penyakit diabetes, maka prevalensi retinopati diabetik juga akan meningkat.
DR adalah penyebab utama gangguan penglihatan yang mempengaruhi sekitar
4,2 juta orang di seluruh dunia. Jumlah orang Amerika 40 tahun atau lebih tua
dengan retinopati diabetik diperkirakan mencapai 16,0 juta pada tahun 2050,
dengan retinopati diabetik yang mengancam penglihatan mempengaruhi
sekitar 3,4 juta di antaranya. DR adalah beban kesehatan masyarakat utama
dengan biaya medis langsung yang mencapai $ 492 juta.

Retinopati akibat diabetes mellitus dapat berupa aneurisma, melebarnya vena,


perdarahan, dan eksudat lemak. Hiperglikemia kronik, hipertensi,
hiperkolesterolemia, dan merokok merupakan faktor resiko timbul dan
berkembangnya retinopati diabetes. Orang muda dengan diabetes mellitus tipe
I (dependen-insulin) baru mengalami retinopati sekitar 3 – 5 tahun setelah
awitan penyakit sistemik ini. Pasien diabetes mellitus tipe II (non dependen-
insulin) dapat sudah mengalami retinopati pada saat diagnosis ditegakkan dan
mungkin retinopati merupakan manifestasi diabetes yang tampak saat itu.

Retinopati diabetes merupakan penyulit yang penting dan sering menjadi


masalah kesehatan penyerta pada pasien diabetes mellitus. Insidensi penyakit
ini cukup tinggi yaitu mencapai 40 – 50 % dari penderita diabetes dan sering
terjadi pada usia produktif. Di Amerika Serikat, kebutaan akibat retinopati
diabetes mencapai 5000 orang per tahunnya, sedangkan di Inggris retinopati
diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor empat dari seluruh penyebab
kebutaan. Prognosis penyakit ini kurang baik terutama bagi penglihatan. Di
Indonesia retinopati diabetikum merupakan masalah oftamologi komunitas,
retinopati diabetikum merupakan salah satu penyebab kebutaan tetapi tidak
sebanyak katarak. Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia setelah India,
Cina dan Amerika Serikat sebagai negara dengan penderita diabetes mellitus
sebesar 8,4 juta pada tahun 2000, dan diperkirakan akan meningkat menjadi
21,3 juta penderita pada tahun 2030.

Retinopati diabetes diklasifikasikan menjadi dua yaitu retinopati diabetes


nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetes nonproliferatif ditandai
dengan terdapatnya mikroaneurisma, edema, eksudasi lipid, dan perubahan
pada pembuluh darah vena. Retinopati diabetes proliferatif ditandai dengan
neovaskularisasi, perdarahan retina, dan perdarahan vitreous.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan referat ini adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, dan manifestasi klinis dari
retinopati diabetik.
b. Mengetahui cara mendiagnosis dan tatalaksana dari retinopati diabetik.
c. Memberikan informasi dan menjadi salah satu sumber bacaan mengenai
penyakit diabetik retinopati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina


Retina adalah membran tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang yang

terdiri dari macam-macam jaringan seperti jaringan saraf dan jaringan

pengokoh yang terdiri dari serat-serat mueller, membran limitans interna dan

eksterna, dan sel-sel glia. Retina adalah bagian mata yang mengandung

reseptor yang menerima ransangan cahaya.

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare,

dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar

6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sistem temporal dan 5,7 mm di

belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk
dengan membran Bruch, koroid, dan sklera. Retina mempunyai ketebalan 0,1

mm pada ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah

retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan

sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal

(xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm

disebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea yang secara klinis merupakan

suatu cekungan yang merupakan pantulan khusus bila dilihat dengan

opthlasmoskop. Fovea merupakan jaringan zona avaskular diretina pada

angiografi flourosensi. Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisya

lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan parenkim karena akson - akson sel

fotoreseptor (lapisan serat henle) berjalan oblik dan pergeseran secara

sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaaan dalam retina.

Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, fotoreseptornya adalah sel

kerucut, dan bagian retina yang paling tipis.

Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari sisi

dalam adalah sebagai berikut:

1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan


badan kaca.
2. Lapisan serabut saraf,yang mengandung akson – akson sel ganglion yang

berjalan menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan – lapisan ini terletak

sebagian besar pembuluh darah retina.

3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus

Optikus.
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel

ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.

5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel

horizontal. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel

bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.

7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan

batang. Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari

kapiler koroid.

8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.

9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang

yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.

10. Epitelium pigmen retina.

Gambar 2. Penampang histologis lapisan retina

Retina memperoleh vaskularisasi dari 2 sumber, yaitu khoriokapilaris dan

arteri retina sentralis. Khoriokapilaris berada tepat di luar membrana bruch,

memperdarahi sepertiga bagian luar retina. Sedangkan arteri retina sentralis


memperdarahi dua pertiga bagian sebelah dalam. Arteri retina sentralis

berasal dari cabang pertama arteri ophtalmika, menembus bola mata dibagian

medial bawah 12 mm sebelah optik nervus dibelakang bola mata. Setelah

masuk ke dalam bola mata, arteri retina sentralis bercabang dua (bifurcatio),

yaitu cabang superior dan inferior. Setelah percabangan pertama, pembuluh

darah menjadi arteriol dan kehilangan lapisan otot serta lamina elastik

internanya. Arteriol retina yang berada dilapisan serat saraf akan bercabang-

cabang akhirnya menjadi jaringan kapiler yang luas, yang terletak pada semua

lapis retina dalam sampai membrana limitan eksterna.

Arteriol berbeda dengan venula dari penampang yang bulat dan dindingnya

lebih tebal. Dinding kapiler terdiri dari suatu lapis endotel yang tidak

terputus, dikelilingi oleh selapise sel perisit yang terputus-putus. Ikatan

endotel pembuluh darah yang bersifat impermeabel merupakan sawar darah

retina bagian dalam (inner barrier), sedangkan sawar darah retina bagian luar

dibentuk oleh ikatan yang erat bagian lateral sel-sel epitel pigmen retina pada

zonula adherens dan zonula occludens (outer barrier).

Vena mengikuti distribusi arteri. Secara histologi vena terdiri dari lapisan

enotelial dan jaringan penunjang yang lebih tipis dibandingkan dengan arteri.

Pada tempat-tempat tertentu terjadi persilangan arteri dengan vena, dimana

70% arteri berada di atas vena. Pada persilangan arteri dan vena juga akan

dijumpai perselubungan (sheating) yang berasal dari tunika adventisia dari

pembuluh darah.

2.2 Fisiologi Retina


Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah

rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan

serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan.

Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan

untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di

fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel

ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan

yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel

ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks.

Akibat dari susunan seperti itu, makula digunakan untuk penglihatan sentral

dan warna (penglihatan fototopik), sedangkan bagian retina lainnya, yang

sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk

penglihatan perifer dan malam (skotopik).

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang.

Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam – macam

nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Suatu benda akan

berwarna bila benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap

panjang gelombang tertentu dan secara selektif memantulkan atau

menyalurkan panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak

(400 – 700 nm). Penglihatan siang hari terutama oleh fotoreseptor kerucut,

sore atau senja diperantarai oleh kombinasi sel batang dan kerucut, dan

penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.

2.3 Retinopati Diabetik


2.3.1 Definisi
Retinopati diabetik adalah kelainan retina akibat komplikasi dari

penyakit diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena,

pedarahan dan eksudat lemak. Retinopati diabetik secara perlahan-lahan

akan menyebabkan kerusakan pada mata dengan terjadi kerusakan

pembuluh darah retina. Keadaan ini lama kelamaan akan menimbulkan

penglihatan buram dan kebutaan bahkan kebutaan secara permanen.

2.3.2 Epidemiologi

Retinopati diabetik sering ditemukan pada usia dewasa 20 sampai 74

tahun dan dapat menyebabkan kebutaan. Setelah 20 tahun, prevalensi

retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60%. Di Amerika

Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2

mengalami kebutaan total.

2.3.3 Faktor Resiko

Faktor risiko retinopati diabetik yang paling utama adalah lamanya

pasien tersebut menderita penyakit diabetes. Tingginya kadar gula

darah dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan retina.

Penglihatan kabur adalah gejala yang paling sering ditemukan. Faktor

risiko lainnya yaitu kontrol tekanan darah, kontrol lipid darah,

kehamilan, dan merokok.

2.3.4 Patofisiologi

Komplikasi mikrovaskular pada DR dapat mengenai retina perifer,

makula atau keduanya, dengan tingak keparahan dimulai dari bentuk

non-proliferatif, preproliferatif hingga DR proliferatif. Pada tahap


proliferatif sudah terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru abnormal

atau neovaskularisasi. Mekanisme terjadinya komplikasi mikrovaskular

pada diabetes termasuk DR belum diketahui secara pasti. Namun

dipercaya bahwa keadaan hiperglikemia kronis dapat menyebabkan

perubahan bikimiawi serta fisiologik, termasuk gangguan jalur poliol,

aktivasi protein kinace C (PKC), peningkatan ekspresi faktor

pertumbuhan vaskular (VEGF), peningkatan pembentukan advanced

glycation endproduct (AGEs) dan stress oksidatif. Perubahan-

perubahan tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan endotel

pembuluh darah. Perubahan vaskular retina lain termasuk hilangnya

perisit dan penebalan membran basal, yang menyebabkan lumen kapiler

menyempit hingga tersumbat, dan menyebabkan dekompensasi fungsi

endotel yang sedianya berfungsi sebagai sawar darah-retina internal.

Gambar 3. Patogenesis dan Manifestasi Klinis Retinopati

Diabetik

2.3.5 Gejala dan Tanda


Penderita retinopati diabetik sebagian besar pada tahap awal tidak

menunjukan gejala penurunan penglihatan. Mikroaneurisma, eksudat

lipid dan protein, edema serta perdarahan intraretina dapat ditemukan

jika terjadi kerusakan sawar darah retina. Selanjutnya akan terjadi

oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi dilapisan

serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transformasi aksonal.

Hambatan transformasi tersebut akan menimbulkan akumulasi debris

akson yang tampak sebagai gambaran soft exudat pada pemeriksaan

oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati non

proliferative.

Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah

baru, dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati diabetik

proliferatif. Edema yang hebat pada makula, perdarahan masif

intravitreous, atau ablasi retinal traksional mengakibatkan kebutaan

pada diabetes melitus.

2.3.6 Klasifikasi

Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi :

1. Retinopati Diabetes Non-Proliferatif

Retinopati diabetes merupakan mikroangiopati proresif yang

ditandai dengan sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil.

Kelainan awal adalah penebalan dari membran basal endotel kapiler

dan berkurangnya jumlah perisit. Kelainan ini menyebabkan kapiler

membentuk kantong kecil yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan


akan berbentuk seperti nyala api. Retinopati nonproliferatif terbagi

atas:

1) Retinopati nonproliferatif ringan: sedikitnya satu mikroaneurisma

2) Retinopati nonproliferatif sedang: mikroaneurisma jelas,

perdarahan intra retina, gambaran manik pada vena, dan atau

bercak-bercak cottton wool.

3) Retinopati nonproliferatif berat: gambaran maik pada vena.

Bercak-bercak cotton wool, dan kelainan mikrovaskular

intraretina.

2. Retinopati Diabetes Proliferatif

Kelainan ini merupakan komplikasi mata yang paling parah pada

diabetes melitus. Iskemia retina yang progresif akan merangsang

pembentukan pembuluh darah baruyang menyebabkan kebocoran

protein serum dan fluoresens dalam jumlah besar.

Retinopati diabetes proliferatif diawali dengan kehadiran pembuluh-

pembuluh baru pada diskus optikus (NVD) atau di bagian retina

manapun (NVE). Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh

berproliferasi ke permukaan posterior vitreus dan akan menimbul

saat vitreus mulai berkontraksi menjauhi retina. Kontraksi tersebut

dapat menyebabkan perdarahan vitreus yang masif dan penurunan

penglihatan mendadak.

3. Edema Makula Diabetik


Makulopati diabetes bermanifestasi sebagai penebalan atau edema

retina setempat atau difus yang terutama disebabkan oleh kerusakan

sawar darah retina pada tingkat endotel kapiler retina, yang

menyebabkan terjadinya kebocoran cairan dan konstituen plasma ke

retina sekitarnya. Makulopati lebih sering dijumpai pada pasien

diabetes tipe 2 dan memerlukan penanganan segera.

2.3.7 Diagnosis

Retinopati diabetik didiagnosis berdasarkan atas hasil pemeriksaan foto

fundus. Pada pemeriksaan foto fundus terlihat adanya kekeruhan pada

media penglihatan, seperti pada kornea, lensa, dan badan kaca, serta

fundus okuli terutama retina dan papil saraf optik, dan merupakan

metode yang efektif dan sensitif,. Selain itu dapat dilakukan

pemeriksaan OCT (Optical Coherence Tomography), bermanfaat dalam

menentukan dan memantau edema macula.

FFA (Fundus Flourescein Angiography) adalah pemeriksaan untuk

menentukan kelainan mikrovaskuler pada retinopati diabetik. Defek

pengisian yang besar pada jalinan kapiler menunjukan luasnya iskemia.

2.3.8 Penatalaksanaan

Tata laksana retinopati diabetik dilakukan berdasarkan tingkat

keparahan penyakit:

1. Retinopati diabetik nonproliferatif

Pada retinopati diabetik derajat ringan dilakukan evaluasi setahun

sekali, sedangkan nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema


makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12

bulan. Retinopati diabetik nonproliferatif derajat ringan-sedang

dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser

photocoagulation untuk mencegah perburukan. Pasien perlu

dievaluasi setiap 2-4 bulan, setelah dilakukan laser

photocoagulation.

Pasien retinopati diabetik nonproliferatif derajat berat dianjurkan

untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila

kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati

diabetik proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan

pascatindakan.

2. Retinopati diabetik proliferatif

Pada pasien retinopati diabetik proliferative harus segera dilakukan

Panretinal laser photocoagulation. Apabila terjadi retinopati

diabetik proliferatif disertai edema makula signifikan, maka

kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi

terapi pilihan.

2.3.9 Prognosis

Prognosis pada retinopati diabetik pada mata yang mengalami edema

makuler dan iskemik yang memiliki prognosis yang lebih buruk dengan

atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang

relatif baik.
3.3.10 Komplikasi

Berikut ini adalah komplikasi yang dapat terjadi pada retinopati

diabetik:

1. Rubeosis iridis progresif

Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.

Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon

terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai

penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering

adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya

terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya

tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan

iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati

ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga

menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure

meningkat dan keadaan sudut masih terbuka. Suatu saat membrane

fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi

sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan

tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga

timbul reaksi radang intra okuler. Sepertiga pasien dengan rubeosis

iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi

timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi

oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis

dilaporkan sekitar 25-42% setelah tindakan vitrektomi, sedangkan

timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6


bulan pertama setelah dilakukan operasi.

2. Glaukoma neovaskular

Glaukoma neovaskular adalah glaukoma sudut tertutup sekunder

yang terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada

permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan

gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra

okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma

hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma

rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada

iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis)

merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia

retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata

yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris

pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil,

selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskuler pada

permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris

melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula

sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra

Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.

3. Perdarahan vitreus rekuren

Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik

proliferatif. Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya

neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus. Pembuluh


darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah

rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan. Perdarahan

vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau

intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior,

middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous. Gejalanya

adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat

perdarahan vitreous masih sedikit. Pada perdarahan badan kaca

yang massif, pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan

secara tiba-tiba. Oftalmoskopi direk secara jauh akan menampakkan

bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada

perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika

perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek

menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous. Bila terdapat

kekeruhan di dalam badan kaca maka akan terjadi gangguan

penglihatan. Gangguan ini dapat berupa suatu bercak hitam yang

mengapung dan bergerak (moscae volitantes). Keadaan ini dapat

disebabkan oleh setiap benda yang menutupi masuknya sinar (jalan

sinar) ke dalam bola mata.

Gejala subyektif yang paling sering ialah Fotopsia "Floaters".

Fotopsia ialah keluhan berupa kilatan cahaya yang dilihat penderita

seperti kedipan lampu neon di lapangan. Kilatan cahaya tersebut

jarang lebih dari satu detik, tetapi sering kembali dalam waktu

beberapa menit. Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam suasana redap

atau dalam suasana gelap. Fotopsia diduga oleh karena rangsangan


abnormal vitreus terhadap retina.

"Floaters" ialah kekeruhan vitreus yang sangat halus yang memberi

rangsang kepada retina dan dilihat penderita sebagai bayangan kecil

yang berwarna gelap dan turut bergerak bila mata digerakkan.

Bayangan kecil tersebut dapat berupa :

 Titik hitam

 Benang halus

 Cincin

 Lalat kecil dan sebagainya.

"Floaters" tidak memberikan arti klinik yang luar biasa, kecuali bila

"floaters" ini datangnya tiba tiba dan hebat, maka keluhan tersebut

patut mendapat perhatian yang serius, karena keluhan "floaters" ini

dapat menggambarkan latar belakang penyakit yang serius pula,

misalnya retina atau perdarahan di vitreus.


BAB III
STATUS PASIEN

3.1 IDENTITAS
Nama : Ny. N
Usia : 55 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Gedong Meneng
No. Rekam medik : 00.40.88.90
Tanggal pemeriksaan : 26 Juli 2022
Tempat pemeriksaan : RS Mata LEC

3.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama: Mata kanan dan kiri buram secara perlahan tanpa disertai
mata merah sejak 5 bulan yang lalu.

Keluhan Tambahan:
Seperti melihat bayangan hitam yang melyang di kedua mata.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu, pasien mengatakan penglihatan yang
semakin lama semakin menurun pada mata kanan dan kiri tanpa disertai
keluhan mata merah. Pengelihatan buram timbul secara perlahan dan
semakin lama semakin memburuk, pasien juga mengeluhkan seperti
melihat bayangan hitam yang melayang.

Pasien menggunaan kacamata baca atau plus sebelumya. Keluhan mual,


muntah, nyeri kepala, nyeri pada mata tidak ada. Pasien memiliki penyakit
Diabetes Mielitus yang terkontrol sejak 10 tahun yang lalu. Pasien rutin
menggunakan 2 jenis insulin yaitu lantus yang di gunakan 1 kali sehari dan
juga novarapid 3 kali sehari sebelum makan. Pasien merasa tidak nyaman
karena keluhan tersebut sehingga memutuskan untuk berobat ke rumah
sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien belum pernah memiliki keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa. Riwayat penyakit DM dan
Hipertensi pada Keluarga tidak ada.

3.3 STATUS GENERALIS


a. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,6oC
b. Status Generalis
Dalam batas normal

3.4 STATUS OFTALMOLOGI

OD OS

OD OS
3/60 PH↓ VISUS 2/60 PH ↓

Tidak dapat dikoreksi Koreksi Tidak dapat dikoreksi

Eksoftalmus (-),
Eksoftalmus (-),
endoftalmus (-), strabismus
endoftalmus (-), strabismus BULBUS OCULI
(-), nistagmus (-), pthisis
(-), nistagmus (-)
bulbi (+)
Ortoforia Posisi Ortoforia
Dalam batas normal SUPERSILIA Dalam batas normal
PALPEBRA
Edem (-), hiperemis (-) Edem (-), hiperemis (-)
SUPERIOR
PALPEBRA
Edem (-), hiperemis (-) Edem (-), hiperemis (-)
INFERIOR
KONJUNGTIVA
Injeksi (-), sekret (-) Injeksi (-), sekret (-)
PALPEBRA
KONJUNGTIVA
Injeksi (-) Injeksi (-)
FORNIKS
KONJUNGTIVA
Injeksi (-), sekret (-) Injeksi (-), sekret (-)
BULBI
Injeksi (-), ikterik (-) SKLERA Injeksi (-), Ikterik (-)
Jernih, arkus senilis (+) KORNEA Jernih, arkus senilis (+)
Jernih, dalam, hifema (-), CAMERA OCULI Jernih, dalam, hifema (-),
hipopion (-) ANTERIOR hipopion (-)
Coklat, pelebaran kripta (-), Coklat, pelebaran kripta (-),
IRIS
sinekia (-) sinekia (-)
Bulat, regular, sentral, Bulat, regular, sentral,
PUPIL
refleks pupil (+) refleks pupil (+)
Jernih LENSA Jernih
GERAKAN BOLA
Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
MATA
Sama dengan pemeriksa LAPANG PANDANG Sama dengan pemeriksa
N+0/P TIO N+0/P

Segmen Posterior
Pada pemeriksaan funduskopi indirek ditemukan:
OD: red reflex (+), papil bentuk bulat berbatas tegas, CDR <0,3 ;
mikroaneurisma (+), Hemorrhage (+), neovaskularasisai (-), edema makula
(-)
OS: red reflex (+), papil bentuk bulat berbatas tegas, CDR <0,3 ;
mikroaneurisma (+), Hemorrhage (+), neovaskularasisai (+), edema
makula (-)

3.5 PEMERIKSAAN ANJURAN


- Optical Coherence Tomography (OCT)
- Gula darah sewaktu, gula darah puasa, kadar HbA1C

3.6 RESUME
Ny. N, Usia 55 tahun, datang ke RS Mata LEC dengan keluhan Mata
kanan dan kiri buram secara perlahan tanpa mata merah sejak 5 bulan yang
lalu. Pengelihatan buram timbul secara perlahan dan semakin lama
semakin memburuk, pasien juga mengeluhkan seperti melihat bintik-
bintik hitam yang melayang. Pasien memiliki penyakit Diabetes Mielitus
sejak 10 tahun yang lalu. Pasien rutin menggunakan insulin (lantus dan
novarapid).

Pemeriksaan Fisik Generalis dalam batas normal. Pemeriksaan


Oftalmologis didapatkan visus
OD : VOD 6/20 PH↓, arcus senillis (+) ; pemeriksaan fundus
didapatkan : red reflex (+), papil bentuk bulat berbatas tegas, CDR <0,3 ;
mikroaneurisma (+), neovaskularasisai (-), edema makula (-)
OS : VOS 6/15 +1 PH 6/10, arcus senillis (+) ; pada pemeriksaan
fundus didapatkan : red reflex (+), papil bentuk bulat berbatas tegas, CDR
<0,3 ; mikroaneurisma (+), Hemorrhage (+), neovaskularasisai (+), edema
makula (-)

3.7 DIAGNOSA KERJA


Proliferative Diabetic Retinopathy ODS

3.8 DIAGNOSIS BANDING


1. Non Proliferative Diabetic Retinopathy
2. Retinopati hipertensi
3. Ablatio retina

3.9 PENATALAKSANAAN
– Edukasi pasien tentang penyakitnya dan rencana tindakan yang akan
diberikan
– Edukasi untuk menjaga pola hidup sesuai dengan anjuran dan rutin
mengonsumsi obat DM
– Rutin kontrol ke fasker layanan primer untuk mengontrol DM dan
– Rujuk ke spesialis mata untuk dilakukan tindakan : Laser ODS

3.10 PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : ad bonam
 Quo ad Fungtionam : dubia ad malam
 Quo ad Sanationam : dubia ad malam
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Pada anamnesis didapatkan pasien sudah berusia 58 tahun yang merupakan

kelompok usia lanjut dimana hal ini adalah faktor risiko terjadinya retinopati

diabetik , katarak senilis, ARMD, kelainan refraksi. Pada pasien ini didapatkan

keluhan pengelihatan kabur perlahan pada mata kanan dan kiri sejak 7 bulan yang

lalu tanpa disertai keluhan mata merah. Pasien juga mengeluhkan seperti melihat

bayangan hitam yang melayang. Melihat bayangan hitam melayang atau biasa

disebut floaters, yang dapat terjadi akibat adanya kekeruhan pada vitreus. Pasien

memiliki penyakit Diabetes Mielitus dan hipertensi yang terkontrol sejak 20 tahun

yang lalu.

Pemeriksaan Oftalmologis didapatkan OD : VOD 6/20 PH↓, arcus senillis (+) ;

pemeriksaan fundus didapatkan : red reflex (+), papil bentuk bulat berbatas tegas,

CDR <0,3 ; mikroaneurisma (+), neovaskularasisai (+), edema makula (-). OS :

VOS 6/15 PH↓,; pada pemeriksaan fundus didapatkan : red reflex (+), papil

bentuk bulat berbatas tegas, CDR <0,3 ; mikroaneurisma (+), Hemorrhage (+),

neovaskularasisai (+). Dapat dilihat terjadinya penurunan visus pada pasien yang

tidak maju oleh pinhole maka dapat dilihat bahwa permasalahan pasien bukan

kelainan refraksi. Sehingga pasien didiagnosis dengan retinopati diabetic

proliferative berdasarkan temuan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Retinopati diabetik adalah kelainan retina akibat komplikasi dari penyakit diabetes

melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena, pedarahan dan eksudat lemak.

Retinopati diabetik secara perlahan-lahan akan menyebabkan kerusakan pada

mata dengan terjadi kerusakan pembuluh darah retina. Prevalensi retinopati ini

meningkat pada usia >20 tahun.

Penyakit diabetes mielitus yang belangsung kronis dapat menimbulkan

komplikasi pada retina berupa gangguan sirkulasi, proses inflamasi, dan hipoksia

bahkan kebutaan. Pada kasus yang parah dapat terbentuk pembuluh darah baru

yang mudah pecah sebabkan perdarahan di vitreous dan retina.

Pada pasien dilakukan tatalaksana berupa Laser photocoagulopation dan kontrol

dari penyakit yang diderita yaitu Diabetes Melitus.


DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia: Jakarta.

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit


FKUI.2005.9,21820.

Basic and Clinical Science Course. Retina and Vitreus Section 12. The
Foundation of The American Academy of Ophtalmology ; 2002

Kaji Y. Prevention of diabetic keratopathy. British Journal of Ophthalmology.


2005; 89: 254-255

Mitchell PP & Foran S. 2008. Guidelines for the Management of Diabetic


Retinopathy. Australian Diabetes Society for the Department of Health and
Ageing: Australia

Sitompul Ratna. 2011. Retinopati Diabetik. J Indon Med Assoc. 2011;61:337-41.

Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Jakarta:
Widya Medika. 2000.211-4.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai