Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

RETINOPATI DIABETIK

Oleh:
Indri Elsa Putri 1210311023
Radhiatul Mardhiah 1210312070
Rahmat Ramadhan 0910311010

Pembimbing:

dr. Julita, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2017
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi dan Fistologi Retina

1.1.1 Anatomi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan

multilapis yang melapisi bagian dalam 2/3 poterior dinding bola mata. Retina

membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan corpus sillier, dan berakhir di

tepi ora serrata.

Gambar 1.1: Anatomi Retina

Pada orang dewasa, ora serrata berada disekitar 6,5 mm di belakang garis

Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal.

Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel pigmen retina
sehingga juga bertumpuk dengan membrane Bruch, khoroid, dan sclera. Di sebagian

besar tempat, retina dan epithelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk

ruang subretina namun pada discus optikus dan ora serrata, retina dan epithelium

pigmen retina saling melekat kuat.

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub

posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat macula. Di tengah macula,

sekitar 3,5 mm sebelah lateral discus optikus terdapat fovea.

Retina menerima asupan darah dari dua sumber : khoriokapilaria yang

berada tepat di luar membrane Bruch yang memperdarahi sepertiga luar retina,

termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar fotoreseptor dan lapisan epitel

pigmen retina; serta cabang-cabang dari ateria sentralis retina yang memperdarahi

dua pertiga sebelah dalam.

Retina terdiri dari 10 lapisan, mulai dari sisi dalam adalah :

a. membrane limitans interna,

b. lapisan serat saraf,

c. lapisan sel ganglion,

d. lapisan fleksiformis dalam,

e. lapisan inti dalam,

f. lapisan fleksiformis luar,

g. lapisan inti luar,

h. membrane limitan eksterna,

i. lapisan fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut), dan


j. epithelium pigmen retina. 1

1.1.2 Fisiologi Retina

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus

berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu

transdusens yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu

mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh

lapisan, serta saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan.

Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan

untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Makula

terutama digunakan untuk ketajaman sentral dan warna (fotopik) sedangkan bagian

retina lainnya, yang besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk

penglihatan perifer dan malam (skotopik). 1

1.2 Retinopati Diabetik

1.2.1 Definisi Retinopati Diabetik

Retinopati diabetikum adalah salah satu komplikasi mikrovaskular pada

diabetes mellitus (DM) tipe 1 dan 2 yang terjadi akibat proses hiperglikemia dalam

jangka waktu yang lama. Retinopati diabetik diklasifikasikan atas non proliferative

diabetic retinopathy (NPDR) dan proliferative diabetic retinopathy (PDR). Non

proliferative diabetic retinopathy merupakan tahap awal dari retinopati diabetik yang

terdiri dari mild, moderate, severe dan very severe NPDR. Proliferative diabetic

retinopathy yang merupakan tahap lanjut dari retinopati diabetik terdiri atas early,
high risk dan advanced PDR.2

1.2.2 Epidemiologi

Retinopati diabetikum merupakan penyebab kebutaan yang paling sering

dijumpai terutama di negara barat. Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun

mengidap diabetes kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah penyandang

diabetes. Retinopati diabetikum jarang ditemukan pada anak-anak dibawah umur 10

tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko berkembangnya retinopati

meningkat setelah pubertas.

Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan

bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun

2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% diantaranya terancam

mengalami kebutaan. The DiabCareAsia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM

pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa

42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya

merupakan retinopati DM proliferatif.3

1.2.3 Etiologi dan Patogenesis Retinopati Diabetika

Penyebab pasti retinopati diabetika belum diketahui. Diyakini bahwa

lamanya paparan keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan

biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan

dari pembuluh darah retina yang spesifik termasuk hilangnya sel perikapiler secara

selektif dan penebalan dari membran basalis, yang menyebabkan oklusi dari
pembuluh darah dan nonperfusi dari retina yang mana menyebabkan terjadinya

kebocoran serum dan edema retina.2

Perubahan abnormalitas sebagian besar meliputi perubahan anatomis,

hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya

retinopati diabetika. antara lain:

1. Perubahan anatomis

a. Capilaropathy

 Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit

 Proliferasi sel endotel

 Penebalan membran basalis

b. Sumbatan mikrovaskuuler

 Arteriovenous shunts

c. Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)

 Neovaskularisasi

Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan pembuluh

darah baru pada retina dan discus opticus (pada proliferatif retinopati

diabetika) atau pada iris (rubeosis iridis)

2. Perubahan hematologi:

 Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi eritrosit

yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas darah.

 Abnormalitas lipid serum

 Fibrinolisis yang tidak sempurna


 Abnormalitas dari sekresi growth hormone

3. Perubahan biokimia

a. Jalur poliol

Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan

serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan

termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak

dapat melewati membran basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak di

dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan

menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.

b. Glikasi nonenzimatik

Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi selama

hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang

teroglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi

sel.

c. Protein kinase C

Protein kinase C (PKC) memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskuler,

kontraktilitas, sintesis membran basalis dan proliferasi sel vaskuler. Dalam kondisi

hiperglikemia aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat

peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC yang

berasal dari glukosa.2


1.2.4 Klasifikasi

Retinopati diabetikum diklasifikasikan menjadi: 2

 Stadium awal, Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR).

Gambar 1.2 NPDR dengan mikroaneurisma, venous beading, perdarahan intraretina

Stadium ini juga dikenal dengan background diabetic retinophaty yang

dibagi lagi menjadi tipe mild, moderate, severe dan very severe.2

a. Mild Non-Proliferative Diabetic Retinopathy

● Minimal 1 mikroaneurisma

● Terdapat perdarahan dot, blot atau flame-shaped pada keempat

kuadran fundus.

b. Moderate Non-Proliferative Diabetic Retinopathy

● Terdapat intraretinal mikroaneurisma

● Perdarahan dot dan blot dengan derajat keparahan yang besar, pada 1/3

kuadran.
● Terdapat bercak cotton wool

● Terjadi perubahan dari vena termasuk vena bermanik-manik.

● Terdapatnya abnormalitas intraretinal mikrovaskular, namun ringan.

c. Severe Non-Proliferative Diabetic Retinopathy

Minimal terdapat satu dari:

● Perdarahan severe dan mikroaneurisma pada keempat kuadran fundus.

● Vena yang bermanik-manik, yang mana terdapat minimal pada 2

kuadran.

● Abnormalitas intraretinal mikrovaskular, yang lebih parah minimal

pada satu kuadran.

d. Very Severe Non-Proliferative Diabetic Retinopathy

● Dua atau lebih kriteria dari severe NPDR, tapi tidak ada tanda-tanda

proliferative diabetic retinopathy.

Lesi di retina pada stadium ini berada dibawah retina dan terdapat

mikroaneurisma, hemoragik kecil “dot dan blot”, hemoragik “splinter”,

abnormalitas intraretinal mikrovaskular dan bercak “cotton wool”. 14

 Stadium lanjut, Proliferative Diabetic Retinophaty (PDR).

Pada stadium ini, manifestasi klinis yang diberikan adalah iskemia yang

menyebabkan terbentuknya neovaskularisasi. Patologi mikrovaskuler dengan oklusi

kapiler pada retina menyebabkan terjadinya hipoksia. Hipoksia ini mengakibatkan

dikeluarkannya faktor vasoproliveratif yang menstimulasi terbentuknya pembuluh

darah baru untuk menyediakan oksigenasi yang baik pada retina. Pembuluh darah
baru yang tumbuh di retina disebut dengan neovascularisation elsewhere (NVE) dan

yang tumbuh di optik disk disebut dengan neovascularisation of the disc (NVD).

Pembuluh darah yang baru ini dapat berdarah dan menimbulkan perdarahan kedalam

vitreous.14

Gambar 1.3 PDR dengan neovaskularisasi14

Gambar 1.4 a. PDR dengan neovaskularisation elsewhere (NVE) b. PDR

dengan neovascularisation on the disc (NVD)2


Tabel 1.1. Sistem Klasifikasi Retinopati Diabetikum Berdasarkan Early Treatment
Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) 2

1.2.5 Patofisiologi

Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM

dan terjadi melalui beberapa jalur, yaitu:15

1. Hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxygen intermediates (ROIs)

dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak sel

perikapiler dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor

vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1

(IGF-1) dan endotelin yang akan memperparah kerusakan.

2. Hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi

dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi

dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatakan kerusakan endotel

pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.


3. Hiperglikemia mengaktivasi tranduksi sinyal intraselular protein kinase C

(PKC). Vaskular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan

lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion

molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan

endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah

retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina.

Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan

inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang

berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki

kelemahan pada membran basalisnya, akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma

dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.15

Kondisi yang berhubungan dengan kehilangan penglihatan pada pasien

retinopati diabetikum adalah: 2

● Edema makula (kebocoran kapiler)

● Iskemia makula (oklusi kapiler)

● Iskemia sekuele yang menimbulkan neovaskularisasi

1.2.6 Gejala Klinis

Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa :

1. Kesulitan membaca

2. Penglihatan kabur

3. Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata


4. Melihat lingkaran-lingkaran cahaya

5. Melihat bintik gelap dan cahaya kelap kelip.7,8

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:

1. Mikroanaeurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena

dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah

terutama polus posterior.

2. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak

dekat mikroaneurisma di polus posterior.

3. Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok.

4. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus

yaitu irregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata

membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa

minggu.

5. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina.

Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat

difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan

dihubungkan dengan iskemia retina.

6. Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak di

permukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam,

berkelompok, dan ireguler. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini

dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal)

maupun perdarahan badan kaca.


7. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah macula

sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.3

1.2.7 Diagnosis

Diagnosis Retinopati diabetik dapat ditegakkan melalui anamnesis dan

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis pasien Diabetes Mellitus

adalah sebagai berikut :

a) Riwayat penyakit Diabetes mellitus (DM) yang diderita

Jenis DM yang diderita pasien penting diidentifikasi. DM tipe 1 atau DM

tipe 2. Ini menyangkut tingkat keparahan dan perjalanan retinopati diabetik

yang biasanya lebih cepat dan progresif pada DM tipe 1.

Semakin lama durasi menderita diabetes mellitus menggambarkan bahwa

kondisi hiperglikemik yang lama semakin meningkatkan resiko munculnya

retinopati diabetik. Juga perlu diperhatikan apakah diabetesnya tipe

terkontrol atau tidak.

b) Riwayat penyakit sistemik lainnya

Pada pasien DM sesuatu yang turut berkontribusi untuk perkembangan

severitas dari diabetik retinopati adalah beberapa penyakit sistemik lainnya

seperti hipertensi, penyakit ginjal, hiperlipidemia, penyakit jantung iskemia,

penyakit vaskuler perifer serta sindroma metabolik (overweight obesitas,


diabetes mellitus, dan dislipidemia). Riwayat merokok penting juga

ditanyakan karena nikotin bisa mempercepat proses retinopati pada pasien

diabetik tersebut. Menanyakan kadar glukosa darah puasa serta kadar

glycosylated hemoglobin (HbA1c) penting sebagai assesmen status pasien

diabetik secara menyeluruh.

c) Riwayat pengobatan atau operasi mata sebelumnya

Riwayat pernah mendapat terapi laser atau bedah sebelumnya.

d) Riwayat penyakit keluarga

Jika ada diantara yang keluarga yang DM, ditanyakan tentang adanya

penyakit mata hingga kebutaan, riwayat amputasi, dialisis, stroke atau

penyakit kardiovaskuler lainnya.

b. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Beberapa pemeriksaan pada retinopati diabetik :

a) Tajam Penglihatan

b) Pemeriksaan pupil

c) Pemeriksaan Slit Lamp

Untuk mengetahui adanya neovaskularisasi iris, mengetahui adanya katarak

diabetik serta menilai kedalaman COA untuk mengetahui apakah telah

terjadi komplikasi retinopati diabetik seperti glaukoma fakolitik karena

katarak.

d) Oftalmoskop direk dan indirek

Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai retina berupa optic nerve cupping,
neovaskularisasi diskus, mekular edema, cotton wool spot,

mikroaneurisma.12

e) Slit Lamp Funduskopi dan slit lamp biomikroskop

Slit lamp biomikroskop ini menggunakan kontak lens di kutub posteriornya

(90 atau 78 Dioptri untuk funduskopi dan 20 dioptri untuk biomikroskop)

Penting untuk observasi beberapa kelainan antara lain :

- Perdarahan

- Lokasi penebalan retina

- Adanya eksudat dan lokasinya

f) Digital Fundus Fotografi

Hampir sama dengan oftalmoskop biasa, hanya saja dengan alat ini bisa

mendokumentasikan penampakan retina

1.2.8 Tatalaksana1

a. Pencegahan Umum :

a. Modifikasi gaya hidup

b. Latihan fisik teratur dan olahraga

c. Hentikan merokok

d. Kontrol gula darah dan tekanan darah,kolesterol darah

e. Kontrol berat badan

b. Tatalaksana Obat-obatan

Untuk pasien yang edema makula refrakter, pemberian injeksi triamcinolone

acetonide posterior sub tenon secara penelitian retrospektif dapat memperbaiki visus
dalam 1 bulan dan mempertahankan visus hingga satu tahun. Peningkatan tekanan

intraokuler dilaporkan jarang.

Untuk pasien Clinically Makular Significant Edema (CMSE) pemberian

Triamcinolone acetonide intravitreal menunjukkan perbaikan visus dalam waktu

singkat dan mengurangi penebalan makula hingga 2 tahun setelah pengobatan.

Injeksi anti-VEGF terbukti mengurangi neovaskularisasi dalam waktu

singkat..Anti VEGF juga digunakan untuk membantu sebagai terapai adjuvant pada

terapi laser, mengurangi perdarahan selama vitrektomi dan mengurangi insiden

perdarahan retina kambuhan pasca operasi.

Beberapa Anti-VEGF yang biasa digunakan :

- Bevacizumab (Avastin) dapat mengurangi penebalan makula dan

mengurangi progresifitas PDR dan memperbaiki visus

- Ranibizumab (Lucentis) dengan efek yang sama.

c. Tatalaksana Laser Fotokoagulasi

Mata dengan edema macula diabetic yang tidak bermakna secara klinik

(DME) dapat dipantau secara ketat tanpa dilakukan terapi laser. Sedangkan untuk

edema makula yag bermakna secara klinis Clinically Makular Significant Edema

(CMSE) memerlukan terapi laser bila lesinya focal dan grid laser bila lesinya difus

d. Tatalaksanan Bedah Vitrektomi

Untuk kasus perdarahan vitreus dan ablasio retina, terapi bedah merupakan

pilihan utama. Vitrektomi dapat membersihkan perdarahan vitreus dan mengatasi

traksi vitreoretina. Vitrektomi dini diindikasikan untuk diabetes tipe I dengan


perdarahan luas dan proliferasi aktif yang berat. Tanpa kondisi tersebut, vitrektomi

dapat ditunda sampai satu tahun karna perdarahan vitreus akan bersih secara spontan

pada 20 % mata.

1.2.9 Komplikasi

1. Rubeosis iridis progresif

Merupakan komplikasi segmen anterior paling sering. Neovaskularisasi pada iris

(rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina

akibat berbagai penyakit, yang paling sering adalah retinopati diabetic.

Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil,

selanjutnya tumbuh dan membentuk membran fibrovaskular pada permukaan iris

secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body mencapai

jaring trabekula sehingga menghambat aliran aquos dengan akibat TIO meningkat.

Suatu saat membrane fibrovaskular tersebut berkontraksi menarik iris perifer

sehingga terjadi sinekia anterior perifer sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan

TIO meningkat sangat tinggi. 1

2. Glaukoma neovaskular

Merupakan glaucoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat pertumbuhan

jaringan fibrovaskular pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang

menimbulkan gangguan aliran aquos humor dan meningkatkan TIO. Etiologinya

biasanya berhubungan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis). 4

3. Ablasio Retina

Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan


pigmen epithelium. Tidak menimbulkan nyeri tapi bisa menyebabkan gambaran

bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya serta menyebabkan

penglihatan menjadi kabur. 3

1.2.10 Prognosis

Kontrol optimum glukosa darah (HBA1c < 7%) dapat mempertahankan atau

menunda retinopati diabetika. Tanpa pengobatan, ablasio retina traksional dan edema

makula dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat terutama kebutaan.8

Untuk setiap stadium retinopati diabetik memerlukan kontrol yang sesuai.

Tabel di bawah ini merupakan anjuran kontrol retinopati diabetik sesuai stadium

menurut American Academy of Ophtalmology

Tabel 1.2 Jadwal Follow up Retinopati Diabetik


BAB 2

LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Penderita
Nama : Nn. W
MR : 96 36 48
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Pasar SPF RT 001 Tabir Hilir
Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia

2.2 Anamnesis
Seorang pria datang ke RSUP Dr.M.Djamil tanggal 5 Desember 2016 dengan:
Keluhan utama :
Mata kiri nyeri dan kabur sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


- Awalnya mata kiri terkena debu/pasir, diberi salf mata yang dibeli di apotik

- Karena tidak sembuh pasien berobat ke dokter puskesmas sempat membaik

namun sesaat setelah diobati mata malah tambah nyeri, pasien dirujuk ke RS

muaro bungo, dirawat selama 3 minggu, diberi obat Vigamox ed tiap 5 jam,

pasien mengalami perbaikan dan disuruh pulang, ternyata setelah pulang

terjadi perburukan keaadaan mata kembali, pasien kembali ke RS Muaro

Bungo lalu dirujuk ke RSUP dr. M.DJAMIL Padang.

- Riwayat pemakaian lensa kontak disangkal

- Riwayat penggunaan air perasan daun-daunan pada mata juga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat trauma pada kedua bola mata tidak ada

- Pasien memiliki riwayat hipertensi,


- Pasien seorang perokok berat, >1 bungkus perhari selama 35 tahun (IB=Berat)

- Pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus, maupun penyakit sistemik

lainnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


• Keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa

Status Oftalmologi

Status Ophthalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 5/10 1/300
Visus dengan koreksi - -
Refleks fundus (+) (-)
Silia / superlia Trikiasis (-), Madarosis (-) Trikiasis (+), Madarosis (-)
Edem (-), ekimosis (-), Edem (+), ekimosis (-),
ektropion (-), entropion (-), ektropion (-), entropion (-),
Palpebra superior
lagoftalmus, pseudoptosis lagoftalmus, pseudoptosis
(-), ptosis (-) (-), ptosis (-)
Edem (-), ekimosis (-), Edem (+), ekimosis (-),
ektropion (-), entropion (-), ektropion (-), entropion (-),
Palpebra inferior
lagoftalmus, pseudoptosis lagoftalmus, pseudoptosis
(-), ptosis (-) (-), ptosis (-)
Margo palpebra Ektropion (-), Entropion (-) Ektropion (-), Entropion (-)
Aparatus Lakrimalis Normal Normal
Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva forniks Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Injeksi konjungtiva, injeksi
Konjungtiva bulbi Hiperemis (-)
siliar (+)
Sklera Putih Putih
Ulkus (+) sentral
parasentral diameter 2-
3mm, kedalaman 1/3
Cornea Bening sentral, lesi satelit
COA Cukup dalam Hipopion (+) 2 mm
Iris Coklat Coklat
Bulat Rf +/+, diameter
Pupil 3mm Semimidriasis (SA)
Lensa Bening Sulit dinilai
Corpus Vitreus Bening Sulit dinilai

Bening
Fundus : Bulat batas tegas c/d 0,3 -
- Media 0,4
- Papilla N.Optikus aa:vv:2:3 Tidak dilakukan
Perdarahan (-), eksudat (-)
- P.darah Reflek fovea (+)
- Retina
- Makula
Tekanan bulbus oculi Normal palpasi Normal palpasi
Gerakan bulbus oculi Bebas Bebas
Posisi bulbus okuli Ortho Ortho

Kondisi Mata Pasien

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hb : 17,1 g/dl

Leukosit : 8.750/mm3

Trombosit : 268.000/mm3

Ht : 48%
PT/APTT : 9,9/ 38,1

Hitung Jenis : 0/7/1/56/30/6

Ur/Cr : 34/1,5

SGOT/SGPT : 25/34

Kesan : eosinophilia,  kreatinin

DIAGNOSIS KERJA

- Ulkus kornea sentral parasentral OS ec susp. Jamur

DIAGNOSIS BANDING

- Ulkus kornea sentral parasentral OS ec Bakteri

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Gram :

Tidak ditemukan kuman gram (+) dan (-)

Pemeriksaa Giemsa :

PMN >MN

Pemeriksaan KOH :

Tidak ditemukan hifa

Pemeriksaan Mikrobiologi

Tidak ditemukan pertumbuhan jamur pada media saboroud agar

TINDAKAN PENGOBATAN

LFX ed tiap 5 jam OS

Fluconazol 0.3% 6x1 ed tiap 5jam

Ciprofloxacin 2x500 mg
Flukonazole 1x150mg

Sulfas Atrofin 3x1 ed OS

Glaucom 4x125mg

Aspor K 2x1

EDTA 15 ml ed 4x1ed OS

PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungsionam: dubia

Quo ad sanationam: dubia

KESIMPULAN

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh

kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler

retina, kapiler-kapiler dan vena-vena. Penyebab pasti retinopati diabetik belum

diketahui. Diyakini bahwa lamanya terpapar terhadap keadaan hiperglikemia dapat

menyebabkan perubahan fisiologis dan biokimia yang akhirnya menyebabkan

kerusakan endotel pembuluh darah. Retinopati diabetik diklasifikasikan menjadi dua

yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan retinopati diabetik proliferatif. Gejala

yang biasa timbul seperti Kesulitan membaca, Penglihatan kabur, Penglihatan tiba-

tiba menurun pada satu mata, Melihat lingkaran-lingkaran cahaya, Melihat bintik

gelap dan cahaya kelap kelip. Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetika
adalah pencegahan seperti modifikasi gaya hidup, kontrol rutin, terapi laser,

medikamentosa dan terapi bedah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Daniel V, Asbury T, Riordan-Eva P; Alih bahasa Tamboyang J, Braham U

Pendit; Editor, Suyono YJ. Oftalmologi Umum. Ed 17.

2. American Academy of Opthalmology. Retina and Vitreous. Section 12. San

Fransisco: 2011-2012

3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th Ed. Jakarta: Badan Penerbit

FKUI;2011.

4. Freeman WR, Practical Atlas of Retinal Disease and Therapy, Edition 2,

Lippincott-Raven, Hongkong, page 199-213, 1998.

5. Diabetic Retinopathy,

http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/conditions/diabetic.retinopathy.

html. Diakses 2Maret 2017


6. Basic and Clinical Science Course. Retina and Vitreus Section 12. The

Foundation of The American Academy of Ophtalmology ; 2006

7. Viswanath K. Diabetic Retinopathy: Clinical Findings and Management.

Dalam: Community Eye Health, Vol 16, No 46. Editor: DD Murray

McGavin. UK: 2003.

8. Ratna S, Retinopati Diabetik. J Indon Med Assoc, Vol. 61 (8). Jakarta: 2011

Anda mungkin juga menyukai