Anda di halaman 1dari 39

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO REFLEKSI KASUS
PALU JUNI 2019

RETINOPATI DIABETIK

Disusun Oleh:
ANGELIA TIKUMALI PIRADE
N 111 17 041

PEMBIMBING KLINIK
dr. SANTY KUSUMAWATY, M.Kes., Sp.M

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang banyak diderita di


seluruh dunia. Prevalensi penderita DM mencapai angka 2,8% atau sebanyak 171 juta
penderita di seluruh dunia pada tahun 2000 dan mencapai sekitar 382 juta orang pada
tahun 2013.Jika tidak ada tindakan yang diambil, jumlah ini akan meningkat menjadi
592 Juta pada tahun 2035. Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia setelah India,
Cina dan Amerika Serikat sebagai Negara dengan penderita DM sebesar 8,4 juta pada
tahun 2000, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta penderita pada tahun
2030.1,2

Penderita DM dapat mengalami berbagai macam komplikasi akibat kelainan


vaskular.Komplikasi yang terjadi dibagi menjadi makrovaskular dan
mikrovaskular.Kelainan makrovaskular dapat mengakibatkan terjadinya penyakit
kardiovaskular, penyakit serebrovaskular dan kelainan pembuluh darah perifer.
Komplikasi mikrovaskular meliputi diabetik neuropati, diabetik nefropati dan
retinopati diabetik (RD).1

Retinopati Diabetik (RD) adalah penyakit pembuluh darah retina yang


ditemukan pada penderita diabetes mellitus. Ini adalah penyebab nomor satu kebutaan
pada orang-orang antara usia 20-64 di Amerika Serikat.Penderita DM dengan
diabetes tipe I (insulin dependent diabetes) dan tipe II (non-insulin dependent
diabetes) mempunyai risiko untuk mendapatkan retinopati diabetik. Semakin lama
menderita diabetes, semakin bertambah risiko untuk mendapatkan retinopati.3

Dalam referat ini akan dibahas mengenai penyakit retinopati diabetik mulai
dari perjalanan penyakit hingga penatalaksanaan dan prognosisnya terhadap
penderita.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI RETINA


Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola
mata.Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliaris dan
berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata.Pada orang dewasa ora
serrata sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe di sisi temporal dan 5,7
mm di belakangnya secara nasal.Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora
serrata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior
terdapat makula lutea yang berdiameter 5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis
dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah
retina temporal. Di tengah makula, 4 mm lateral ke disk optik, adalah foveola
yang berdiameter 0,25 mm. Ini adalah bagian tertipis dari area retina (0,25
mm)yang hanya mengandung fotoreseptor kerucut.4

Gambar 2.1. Anatomi Retina

3
Gambar 2.2. Fundus Normal

Lapisan retinamulai dari bagian dalam, adalah sebagai berikut: (1)


membran limitans internal; (2) lapisan serabut saraf, yang mengandung akson
sel ganglion yang lewat ke nervus optikus; (3) lapisan sel ganglion; (4) lapisan
pleksiform dalam, yang mengandung koneksi sel-sel ganglion dengan
amacrine dan sel-sel bipolar; (5) lapisan inti dalam dari bipolar, amacrine,
dan badan sel horizontal; (6) lapisan pleksiform luar, yang mengandung
koneksi sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor; (7) lapisan inti luar
dari inti sel fotoreseptor; (8) membran limitans eksternal; (9) lapisan
fotoreseptor sel batang dan sel kerucut; dan (10) epitelium pigmen retina.
Lapisan dalam membran Bruch sebenarnya adalah membran basal dari epitel
pigmen retina.4

4
Gambar 2.3. Lapisan Retina

Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-artery tanpa


anastomosis.Arteri sentralis retina keluar pada diskus optik yang dibagi
menjadi dua cabang besar.Arteri ini berbelok dan terbagi menjadi arteriole di
sepanjang sisi luar diskus optikus. Arteriol ini terdiri dari cabang yang banyak
pada retina perifer.4
Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan
arteriol.Vena retina sentralis meninggalkan mata melalui nervus optikus yang
mengalirkan darah vena ke sistem kavernosus. Retina menerima darah dari
dua sumber yaitu khoriokapilaris yang berada tepat di luar membrana bruch,
yang memvaskularisasi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis

5
luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta
cabang-cabang dari sentralis retina yang memvaskularisasi dua per tiga
sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaris dan mudah
terkena kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bila retina mengalami
ablasi.Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak
berlubang, yang membentuk sawar darah retina.Lapisan endotel pembuluh
koroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi
lapisan epitel pigmen retina.4

2.2. FISIOLOGI RETINA


Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks.Sel-sel batang dan
kerucut di lapisan fotoreseptor mempu mengubah rangsangan cahaya menjadi
impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serabut saraf melalui nervus
optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan.Makula bertanggung jawab
untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan
sebagian besar selnya adalah sel kerucut.Di fovea sentralis, terdapat
hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat
saraf yang keluar dan hal ini menjamin penglihatan yang paling panjang. Di
retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama,
dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan
seperti itu, makula digunakan terutama untuk penglihatan sentral dan warna
(penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar
terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer
dan gelap (penglihatan skotopik).4
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yanag
avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi
kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut
mengandung rhodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan
fotosensitif.Rhodopsin merupakan suatu membran glikolipid yang separuh

6
terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar
fotoreseptor.Penglihatan skotopik diperantarai oleh fotoreseptor sel
batang.Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam
nuansa abu-abu, tetapi warna ini tidak dapat dibedakan. Penglihatan siang
hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, sedangkan senja
merupakan kombinasi dari sel kerucut dan sel batang.4

2.3. DEFINISI
Retinopati Diabetik (RD) adalah mikroangiopati retina yang
disebabkan oleh defisiensi insulinditandai oleh kerusakan dan sumbatan
pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler
dan vena-vena.5

2.4. EPIDEMIOLOGI
Retinopati diabetik merupakan salah satu penyebab utama kebutaan
yang didapat pada usia 30 hingga 60 tahun di negara-negara industri. Sekitar
90% pasien diabetes memiliki retinopati setelah 20 tahun. Prevalensinya
adalah 7%.5
Diperkirakan bahwa 30% orang dengan DM mendapatkan Retinopati
Diabetik di seluruh dunia. Analisis yang dikumpulkan dari 35 studi
menunjukkan bahwa prevalensi keseluruhan RD dari segala tingkat keparahan
adalah 34,6% dan prevalensi retinopati diabetik proliferatif (PDR) dan edema
makula diabetik (DME) masing-masing adalah 6,96% dan 6,81% masing -
masing. Adanya retinopati diabetik berbanding lurus dengan durasi menderita
DM. Semakin lama menderita DM, semakin tinggi risiko untuk mendapatkan
RD. Prevalensi RD di India adalah sekitar 5,6 juta orang. Mungkin ada 2,9
juta orang dengan retinopati diabetik ringan non-proliferatif (NPDR), 2,2 juta
orang dengan NPDR sedang, 111.258 orang dengan NPDR berat, dan 296.688
orang dengan PDR.2,3

7
Survey kesehatan di Amerika Serikat dari tahun 2005-2008 yang
melibatkan penderita diabetes melitus menunjukkan 28,5% diantaranya
didiagnosis retinopati diabetik dan 4,4% dengan retinopati diabetik yang
terancam buta. Berdasarkan The Diab Care Asia 2008 Study, 42% penderita
diabetes melitus di Indonesia mengalami komplikasi retinopati, sekitar 50,7%
pasien mengalami baik nonprolferatif maupun proliferatif.Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa gangguan retina akibat diabetes melitus ini berkaitan
dengan lama penyakit diabetes melitus yang diderita. Hampir semua penderita
diabetes melitus tipe I akan mengalami retinopati diabetik dengan berbagai
derajat setelah 20 tahun dan 60% pada diabetes melitus tipe 2.2,3

2.5. ETIOLOGI
Retinopati diabetik terjadi karena diabetes melitus yang tak terkontrol
dan diderita lama.Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya
angiopati dan degenerasi retina.Angiopati dapat menyebabkan
mikroaneurisma dan eksudat lunak. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya
retinopati adalah: 10
 Pasien dengan diabetes mellitus tipe I atau II
 Pasien dengan diabetes pada kehamilan
 Gula darah yang tidak terkontrol
 Tekanan darah yang tidak terkontrol
 Pasien dengan gaangguan ginjal
 Durasi dari diabetes

2.6. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi
menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama
kerusakan multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina

8
akanmenyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan
pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4
proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga
berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:11
a. Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari
aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose
reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan
dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan
suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana
basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik
sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+
sehingga menurunkan uptake mioinositol.Mioinositol berfungsi sebagai
prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase
yang mengatur konduksi syaraf.Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat
menyebabkan gangguan konduksi saraf.

b. Pembentukan protein kinase C (PKC)


Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel
endotel vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari
diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa.PKC
diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas
vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi.Peningkatan PKC
secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu
permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya
ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat

9
disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi
menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factorakan
menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks
ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi
penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang
merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit.
Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya
menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.

c. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)


Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara
non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu
senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor,
aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel
endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya
oklusi vaskular retina. AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi
dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan
sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20
minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka
meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini
lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.

d. Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)


ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau
enzim yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-).
Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur
poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan
menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.

10
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat
hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina),
vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf
optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap
rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak.
Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan
penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat
disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di
retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan
funduskopi.3
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi
terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth
factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial Growth Factor
(VEGF).Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan
intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding
vaskular.Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding
vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga
tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi.Beberapa
mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat
pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat
pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan
penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada
penglihatan.3
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang
terjadi di tingkat kapiler yaitu pembentukan mikroaneurisma, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, penyumbatan pembuluh darah, proliferasi
pembuluh darah baru dan jaringan fibrosa di retina, kontraksi dari jaringan
fibrosis kapiler dan vitreus.12

11
Pembentukan mikroaneurisma dan ekstravasasi cairan dari
intravaskular ke ruang interstitial dapat menyebabkan penebalan retina dan
eksudat keras. Tahap pertama ini disebut retinopati diabetik nonproliferatif
(NPDR). Hilangnya endotel kapiler, pembentukan trombus, leukostasis retina,
dan oklusi lengkap dari lumen kapiler muncul pada tingkat lanjut dari
penyakit ini. Cotton wool spots atau eksudat lunak, mencerminkan zona infark
dan perubahan mikrosirkulasi intraretinal, merupakan ciri khas dari DR.6
Degradasi produk dan hipoksia adalah penggerak/aktivator
angiogenesis yang kuat. Hipoksia meningkatkan pertumbuhan pembuluh
darah dengan meningkatkan beberapa jalur proangiogenik, khususnya faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), yang memainkan peran penting dalam
pengembangan angiogenesis patologis. Tahap ini dikenal sebagai retinopati
proliferatif (PDR) ditandai dengan pertumbuhan pembuluh baru. Pembuluh
baru yang melekat pada hyaloid posterior menjadi fibrosis dan dapat
menyebabkan traksi ablasi retina. Perdarahan vitreous dapat terjadi akibat
kerapuhan dan perdarahan pembuluh neovaskular.6
Pecahnya hambatan retina darah dalam atau luar yang mengarah ke
ekstravasasi konten intravaskular dan peningkatan tekanan osmotik koloid
intravaskular adalah peristiwa awal dalam patogenesis edema makula diabetik
(DME). Sitokin proinflamatori dan VEGF terlibat dalam pemecahan sawar
darah retina.6

12
Gambar 2.4. Patofisiologi Retinopati Diabetik

2.7. KLASIFIKASI
Retinopati diabetik terbagi dalam dua kelompok utama yaitu
nonproliferatif dan proliferatif. Kata "proliferatif" mengacu pada ada atau
tidaknya neovaskularisasi (pertumbuhan pembuluh darah abnormal) pada
retina. Penyakit awal tanpa neovaskularisasi disebut retinopati diabetik
nonproliferatif (NPDR). Seiring perkembangan penyakit, penyakit ini dapat
berkembang menjadi retinopati diabetik proliferatif (PDR), yang
didefinisikan oleh adanya neovaskularisasi dan memiliki potensi yang lebih
besar untuk konsekuensi visual yang serius.7
Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, retinopati diabetik
dibagi menjadi:7
 Retinopati diabetik non proliferatif, atau dikenal juga dengan background
diabetic retinopathy. Ditandai dengan mikroaneurisma, perdarahan retina,

13
eksudat, intraretinal microvascular abnormalities (IRMA), dan kelainan
vena
a. Minimal : terdapat minimal 1 mikroaneurisma pada
pemeriksaan retina
b. Ringan-sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa beberapa
mikroaneurisma, dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, cotton wool
spots
c. Berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau
IRMA pada 1 kuadran.
d. Sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada derajat berat

Gambar 2.5. Retinopati Diabetik Non-Proliveratif

 Retinopati diabetik proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.4


a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah

14
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau
neovaskularisasi dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan
preretina atau vitreus
b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 faktor risiko sebagai
berikut:
- Ditemukan NVE
- Ditemukan NVD
- Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang
mencakup > ¼ daerah diskus
- Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau
setiap adanya pembuluh darah baru disertai perdarahan, merupakan 2
gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif
resiko tinggi.

Gambar 2.6. Retinopati Diabetik Proliferatif

15
Klasifikasi menurut FKUI12
1. Derajat I : terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty
exudates pada fundus okuli
2. Derajat II : terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak
dengan atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli.
3. Derajat III : terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
neovaskularisasi proliferasi pada fundus okuli
4.Jika gambaran fundus di kedua mata tidak sama, maka penderita tergolong
pada derajat berat.

2.8. GEJALA KLINIS


Gejala subyektif yang dapat ditemui berupa:12
- Kesulitan membaca
- Penglihatan kabur
- Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
- Melihat lingkaran cahaya
- Melihat bintik gelap atau kelap-kelip
Retinopati diabetik tetap asimptomatik untuk waktu yang lama. Hanya
pada tahap lanjut dengan keterlibatan makula atau perdarahan vitreous, pasien
akan melihat gangguan penglihatan atau tiba-tiba menjadi buta.8

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:3


- Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama
daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak
dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah
ini sering tidak terlihat. 13
- Perdarahan dapat berbentuk titik, garis dan bercak yang biasanya
terletak dengan mikroaneurisma di polus posterior

16
 Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak
superfisial, searah dengan nerve fiber
 Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada end
artery, di lapisan tengah dan compact.
- Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang irreguler dan berkelok-
kelok
- Hard exudates yang merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.
Gambarannya kekuning-kuningan pada permulaan eksudat pungtata,
membesar kemudian bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa minggu.
- Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi
akan terlihat bercak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya
terletak di bagian tepi daerah non-irigasi dan dihubungkan dengan
iskemia retina.
- Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai
pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler.
Mula-mula terletak pada jaringan retina, kemudian bergabung ke arah
preretinal, ke corpus vitreus jika pecah dapat menimbukan perdarahan
retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan corpus
vitreus.
- Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.

2.9. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pada tahap awal retinopati diabetik tidak didapatkan keluhan. Pada
tahap lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan
penurunan tajam penglihatan serta pandangan kabur.6

17
b. Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopati diabetik dapat
dibagi menurun diabetic retinopathy severity scale: 6,7
- Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopati
- Nonproliferative retinopathy
Retinopati diabetik merupakan progressive microangiopathy
yang mempunyai karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil
dan oklusi.Kelainan patologis yang tampak pada awalnya berupa
penebalan membran basement endotel kapiler dan reduksi dari jumlah
perisit.Kapiler berkembang dengan gambaran dot-like outpouching
yang disebut mikroaneurisma.Perdarahan dengan gambaran flame-
shapped tampak jelas.

Gambar 2.7. NPDR dengan mikroaneurisma

Mild nonproliferative retinopathy diabetic ditandai dengan


ditemukannya minimal 1 mikroaneurisma. Pada moderate
nonproliferative retinopathy terdapat mikroaneurisma ekstensif,
perdarahan intraretina, venous beading, dan/atau cotton wool spots.
Kriteria lain juga menyebutkan pada mild nonproliferative
retinopathy: kelainan yang ditemukan hanya adanya mikroaneurisma

18
dan moderate nonproliferative retinopathy dikategorikan sebagai
kategori antara mild dan severe retinopathy diabetic.7

Gambar 2.8. NPDR Ringan – Sedang

Severe nonproliferative retinopathy ditandai dengan


ditemukannya cotton-wool spots, venous beading, and intraretinal
microvascular abnormalties (IRMA).Hal tersebut didiagnosis pada
saat ditemukan perdarahan retina pada 4 kuadran, venous beading
pada 2 kuadran atau IRMA pada 1 kuadran.

Gambar 2.9. NPDR


Berat

19
- Proliferative retinopathy
Komplikasi yang terberat dari diabetes melitus pada mata adalah
proliferative diabetic retinopathy.Iskemia retina yang progresif
menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru yang menyebabkan
kebocoran serum protein yang banyak.Early proliferative diabetic
retinopathy memiliki karakteristik munculnya pembuluh darah baru
pada papila nervi optikus (new vessels on the optic disc (NVD)) atau
pada tempat lain di retina. Kategori high-risk ditandai dengan
pembuluh darah baru pada papila yang meluas melebihi satu per tiga
dari diameter papila, pembuluh darah tersebut berhubungan dengan
perdarahan vitreus atau pembuluh darah baru manapun di retina yang
meluas melebihi setengah diameter papila dan berhubungan dengan
perdarahan vitreus. 7

Gambar 2.10. Retinopati Diabetik Proliferatif

c. Pemeriksaan Angiografi Fundus Fluorescein


Angiografi fundus fluorescein dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan edema macula diabetic menjadi fokal atau difus dan
terapinya, mendiagnosa cystoid edema macula, iskemik
makulopati.Fluorescein angiografi bersifat invasif, mahal, dan memakan

20
waktu, teknik ini harus ditanggapi dengan metodemetode perubahan
vaskular karena pecahnya penghalang retina darah bagian dalam dan luar
pada RD yang sudah ada. 2,7

d. Optical Coherence Tommography (OCT)


Pemeriksaan OCT merupakan pemeriksaan yang bersifat
noninvasif dan pada pemeriksaan ini dapat diperoleh gambaran potong
lintang (cross sectional) retina serta dapat menilai ketebalan makula secara
kuantitatif.OCT membantu dalam diagnosis dini edema makula karena
lebih sensitif daripada pemeriksaan klinis, dalam menentukan pilihan
pengobatan untuk DME dan juga membantu untuk memantau respon dari
opsi pengobatan yang tersedia untuk DME.OCT dapat membantu
mendeteksi saraf retina hilangnya lapisan serat serta perkembangan awal
edema dengan pengukuran ketebalan makula pada pasien yang tidak
menunjukkan gejala klinis.1,2

e. PENATALAKSANAAN
Tata laksana utama RD adalah pengendalian gula darah, hipertensi
sistemik, dan hiperkolesterolemia.Retinopati diabetik non-proliferatif (NPDR)
ringan-sedang tidak membutuhkan terapi, namun observasi dilakukan setiap
tahun dan dilakukan pengendalian gula darah.Pada NPDR berat perlu
pemantauan per 6 bulan untuk mendeteksi tanda-tanda progresivitas menjadi
proliferatif.Pada edema makula tanpa manifestasi klinis yang signifikan
dilakukan observasi tanpa tindakan laser.CSME membutuhkan tindakan laser
fokal atau difus, injeksi intravitreal triamcinolone atau injeksi intravitreal anti-
VEGF.Retinopati diabetik proliferative (PRD) diberi tindakan laser
fotokoagulasi.Panretinal photocoagulation (PRP) untuk regresi pembuluh
darah baru sehingga menurunkan angka kebutaan.Vitrektomi dilakukan pada
perdarahan vitreus dan traksi vitreoretina.Intravitreal anti-VEGF preoperatif

21
dapat menurunkan kejadian perdarahan berulang dan memperbaiki tajam
penglihatan postoperasi.9

a. Terapi bedah
 Laser Fotokoagulasi
Terapi laser biasanya untuk retinopati diabetes nonproliferatif
disertai CSME dan retinopati diabetes proliferatif.Tujuan laser
fotokoagulasi adalah mencegah kebocoran mikroaneurisma dan
menghambat ekstravasasi cairan ke makula.Penggunaan laser
fotokoagulasi pada CSME menunjukkan perbaikan hasil dengan sisa
gangguan tajam penglihatan sedang (moderate visual loss, MVL)
antara pemeriksaan awal dan pemeriksaan lanjutan. MVL adalah
penggandaan sudut visual, dari 20/20 menjadi 20/40 atau 20/100 dari
20/50, perbaikan 15 atau lebih huruf pada ETDRS chart, atau
perbaikan lebih dari 3 baris pada Snellen chart. Terapi laser dapat
ditunda setelah edema makula teratasi. Terapi laser disertai injeksi
intravitreal secara signifikan memperbaiki tajam penglihatan dan
penurunan ketebalan makula (anatomi) dibandingkan terapi laser
dalam 6-24 bulan.9
Fotokoagulasi laser panretinal (PRP) pada retinopati diabetes
proliferatif bertujuan untuk regresi neovaskuler.PRP merusak area
iskemi retina dan meningkatkan tekanan oksigen mata.Area iskemi
pada mata dapat memproduksi vascular endothelial growth factor
(VEGF), sehingga progresif merusak retina. Terapi PRP dapat satu
atau beberapa sesi, menggunakan laser Argon hijau atau biru
membakar sebanyak 1200 atau lebih dari 500 µm dipisahkan satu
dengan lainnya dengan jarak satu setengah lebar luka bakar. Efek
samping scatter PRP yaitu penurunan tajam penglihatan malam hari,

22
perubahan penglihatan warna, sensitivitas cahaya, tajam penglihatan
perifer, dan dilatasi pupil.9

Indikasi dilakukan laser fotokoagulasi pada pasien retinopati


diabetik adalah sebagai berikut :2
a. Edema macula yang signifikan secara klinis
b. Retinopati diabetic proliferative
c. NPDR sangat berat pada situasi hamil, nefropati, gagal jantung,
penyakit arteri coroner, operasi katarak, gula darah yang tidak
terkontrol, inisiasi insulin terbaru pada pasien DM tipe II.

Gambar 2.11. Laser Fotokoagulasi

 Vitrektomi Pars Plana


Vitrektomi pars plana (PPV) adalah prosedur bedah yang
diindikasikan dalam perawatan berbagai komplikasi PDR. Tujuan dari
perawatan bedah adalah untuk menghilangkan kekeruhan aksial,
mengurangi traksi anteroposterior dan tangensial, segmen atau
membran epiretinal, merawat semua retina dan memberikan perawatan
laser. Vitrektomi pars plana dapat menjadi pilihan terapi pada ablasio

23
hialoid posterior terutama jika terbukti ada traksi posterior hialoid dan
edema makula diabetes difusa.2,9
Indikasi vitrektomi pada RD dengan komplikasi adalah sebagai
berikut :9 „
a. Perdarahan vitreus menetap lebih dari 1 – 6 bulan „
b. Ablasio retina traksi atau mengancam makula „
c. Abalasio retina trasksi dan regmatogenosa „
d. Edema makula diabetes difus yang berkaitan dengan traksi hialoid
posterior „
e. Perdarahan vitreus berulang meskipun telah dilakukan PRP „
f. Neovaskulerisasi segmen anterior
g. Perdarahan premakula subhialoid

Gambar 2.12. Vitrektomi Pars Plana

b. Medikamentosa
 Anti VEGF (Antivascular endothelial growth factors)
VEGF berperan dalam proses retinopati diabetes, sehingga
menjadi salah satu target terapi terutama neovaskulerisasi. AntiVEGF
yang tersedia saat ini renibizumab, bevacizumab, pegatanib, dan

24
aflibercept. Terapi anti-angiogenik menggunakan antiVEGF dapat
memperbaiki tajam penglihatan pasien edema makula diabetes.
Aflibercept memperbaiki tajam penglihatan dan anatomi lebih baik
dari pada ranibizumab. Ranibizumab merupakan fragmen humanized
monoconal antibody against semua isoform VEGF, bermanfaat
sebagai terapi choroidal neovascularization pada age-related macular
edema. Bevacizumab merupakan humanized monoconal IgG antibody
yang berikatan dan menghambat semua isoform VEGF dan telah
dipatenkan untuk terapi karsinoma kolorektal, namun secara off label
digunakan dalam terapi oftalmologi. Pegatanib merupakan 28-base
ribonucleid acid aptamer yang berikatan dan menghambat kerja
VEGF ekstraseluler, terutama asam amino 165 (VEGF165).
Aflibercept (VEGF Trap-Eye) merupakan 115-kDa recombinant
fusion protein yang berikatan dengan reseptor VEGF 1 dan 2.9
 Kortikosteroid
Triamsinolon asetonid intravitreal bermanfaat untuk edema makula
diabetes refrakter. Penelitian RIDE/IRISE melaporkan pada pasien
yang mendapat injeksi 0,3 mg ranibizumab setiap bulan selama 2
tahun, ketebalan foveal sentral masih lebih dari 250 µm dan tajam
penglihatan terbaik 20/40.18 Implan intravitreal deksametason 0,7 mg
(DEX implant) telah disetujui FDA sebagai terapi edema makula
diabetes dan fluocinolone acetonide (FAc) intravitreal telah disetujui
FDA sebagai terapi edema makula diabetes yang sebelumnya telah
mendapat terapi kortikosteroid dan klinis tekanan intraokular tidak
meningkat. Kortikosteroid dapat meningkatkan tekanan intraokular
dan katarak.9

25
 Protein kinase C inhibitor
Penelitian terbaru menunjukkan penurunan yang signifikan dalam
risiko kehilangan penglihatan pada pasien yang diobati dengan
ruboxistaurine mesylate juga dikenal sebagai LY333531 yang
merupakan inhibitor PKC oral tetapi tidak mencegah perkembangan
RD.6
 Aldose reductase inhibitor
Aldose reductase inhibitor bekerja pada jalur Plyol yang mengurangi
pembentukan sorbitol.6

f. PROGNOSIS
Risiko perkembangan dan perkembangan retinopati diabetes
meningkat dengan meningkatnya durasi diabetes. Pada penderita diabetes tipe
I, kejadian retinopati diabetik (NPDR dan PDR) adalah 13%, dengan durasi
penyakit hingga lima tahun setelah diagnosis. Proporsi pasien dengan
retinopati diabetik meningkat menjadi 90% dengan durasi penyakit 10-15
tahun. Sementara risiko PDR adalah 2% pada penderita diabetes tipe II
dengan durasi penyakit lima tahun, proporsi ini meningkat menjadi 25%
dengan durasi diabetes 25 tahun atau lebih.5
Sejumlah penelitian telah mengkonfirmasi efek negatif dari gula darah
yang tidak cukup terkontrol terhadap perkembangan retinopati diabetik. Pada
penderita diabetes tipe I tanpa perubahan retina yang terlihat, kontrol gula
darah yang ketat melalui terapi insulin mengurangi risiko pengembangan
retinopati hingga 75% dibandingkan dengan pasien yang dirawat secara
konvensional. Pada 50% penderita diabetes tipe I yang diobati dengan
retinopati yang ada, terapi ini mampu mencegah perkembangan retinopati
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Harus diingat bahwa kontrol ketat
gula darah dalam 6-12 bulan pertama dapat menyebabkan perkembangan

26
retinopati yang ada sebagai efek samping. Pada penderita diabetes tipe II,
perkembangan dan perkembangan retinopati diabetik dikurangi dengan
kontrol gula darah yang ketat dibandingkan dengan pasien kontrol (kelompok
perawatan konservatif).5
Pasien retinopati diabetik nonproliferatif berat berisiko tinggi untuk
menjadi retinopati diabetik proliferatif. Separuh dari pasien retinopati diabetik
nonproliferatif akan berkembang menjadi retinopati diabetik proliferatif dalam
1 tahun adalah 75% dimana 45% diantaranya tergolong retinopati diabetik
proliferatif risiko tinggi. Oleh sebab itu pasien retinopati diabetik
nonproliferatif sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulangan setiap 3-4
bulan.2

27
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. C
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Registrasi : 352905
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Selan, Kel. Lere
Tanggal anamnesa : 25 Juni 2019

3.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis)


3.2.1 Keluhan Utama
Penglihatan menurun pada mata kanan

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli Mata RSU Anutapura Palu dengan keluhanpenglihatan
menurun pada mata kanan yang dirasakan sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan disertai dengan mata kanan terasa gatal, berair, pada malam hari hanya dapat
melihat cahaya, dan pada penglihatan seperti ada garis hitam.Nyeri kepala (-), demam
(-), mual (-), muntah (-).

3.2.3 Riwayat Pengobatan Sebelumnya


Pasien mengkonsumsi obat DM dan Hipertensi

28
3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
‐ Hipertensi (+), Diabetes melitus (+)
‐ Pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya (-).
‐ Riwayat trauma (-).

3.2.5 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami sakit yang sama.
Suami dan ibu pasien juga menderita DM. Riwayat keluarga dengan alergi (-),
penderita asma (-), HT (-)

3.2.6 Riwayat alergi: alergi makanan tertentu tidak diketahui.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


3.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
TD : 170/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/ menit
Suhu : 36,7 °C

3.3.2 Status Oftalmologi


Pemeriksaan OD OS
Visus VOD: 1/60 VOS: 20/50

29
Kedudukan Bola Mata
Posisi Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola mata

- Duksi Baik Baik


- Versi Baik Baik

Kornea jernih Kornea jernih


Injeksi Konjungtiva (-) Injeksi Konjungtiva (-)
Jernih

Palpebra
Superior Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
laserasi (-), benjolan (-) laserasi (-), benjolan (-)
Inferior Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
laserasi (-), benjolan (-) laserasi (-), benjolan (-)
Silia Trikiasis (-), madarosis (-) Trikiasis (-), madarosis (-)

Konjungtiva tarsus Normal, enteropion (-), Normal, enteropion (-),

30
superior ekstropion (-), ekstropion (-), hordeolum(-
hordeolum(-), kalazion (-) ), kalazion (-)
Konjungtiva tarsus Normal, enteropion (-), Normal, enteropion (-),
inferior ekstropion (-), ekstropion (-), hordeolum(-
hordeolum(-), kalazion (-) ), kalazion (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (-), jar. Injeksi konjungtiva (-),
Fibrovascular (-), Trantas jar.Fibrovascular (-),
dot pada limbus (-) Trantas dot pada limbus (-).
Kornea
Jernih + +
Edema - -
Ulkus - -
Perforasi - -
Makula - -
Leukoria - -
Pigmen iris - -
Laserasi - -
Jaringan fibrovaskuler + -

Limbus Kornea
Trantas dot - -
Arcus sinilis
- -
Bekas jahitan - -
Jaringan fibrovaskuler - -
Sklera
Sklera biru - -
Ikterik - -

31
Hiperemis - -
COA
Volume Sedang Sedang
Iris
Warna Cokelat Cokelat
Kripta Normal Normal
Prolaps - -
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Isokoria Isokor Isokor
Ukuran 2.5 mm 2.5 mm
RCL + +
RCTL + +
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
PEMERIKSAAN Tidak dilakukan Tidak dilakukan
SLIT LAMP pemeriksaan. pemeriksaan.
Tekanan Intra Okuler
Palpasi Normal Normal
Tonometer Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
VISUAL FIELD Normal
FUNDUSKOPI Mikronaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Cotton wool spot (+) Hard exudate (+)
Hard exudate (+) Cotton wool spot (+)
Venous beading (+)
Neovaskularisasi (+)
Perdarahan intraretina (+)

32
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin: tidak dilakukan
Kimia darah : GDS : 127 mg/dl
Pemeriksaan Funduskopi

3.5 RESUME
Pasien perempuan usia 43 tahun datang ke poli Mata RSU Anutapura Palu
dengan keluhan visus menurun pada mata kanan yang dirasakan sejak 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan mata kanan terasa gatal,
berair, pada malam hari hanya dapat melihat cahaya, dan pada penglihatan seperti
ada garis hitam.Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus yang diderita sejak
lama, kadar gula darah terkontrol dengan pemakaian insulin. Pasien juga memiliki
riwayat hipertensi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital : tekanan darah 170/90,
nadi 88x/mnt, respirasi 20x/mnt dan suhu 36°C. Pada pemeriksaan visus

33
didapatkan VOD: 1/60 dan VOS: 20/50, pemeriksaan segmen anterior kedua mata
dalam batas normal. Pada pemeriksaan funduskopi mata kiri tampak
mikroaneurisma, hard exudate, dan cotton wool spot.Pada pemeriksaan
funduskopi mata kanan tampak mikroaneurisma, perdarahan intraretinal, hard
exudate, cotton wool spot, venous beading, dan neovaskularisasi.

3.6 DIAGNOSIS KERJA


OD Retinopati Diabetik Proliferatif + OS Retinopati Diabetik Non-proliferatif
Moderate

3.7 DIAGNOSIS BANDING


- Retinopati Hipertensi

3.8 PENATALAKSANAAN
 Medikamentosa
Flamar 6 x 1 tetes OD
Cendo Vitrolenta 6 x 1 tetes ODS
Rencana operasi :laser fotokoagulasi panretinal

EDUKASI:
- Pasien diberikan informasi bahwa, pasien harus mengontrol gula darah dan
tekanan darahnya untuk mengurangi progresifitas dari kelainan di mata pasien
baik itu dengan obat – obatan diabetes dan diet rendah gula.

3.9 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia

34
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, dilaporkan seorang pasien perempuan usia 43 tahun datang ke
poli Mata RSU Anutapura dengan keluhan visus menurun pada mata kanan yang
dirasakan sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan mata
kanan terasa gatal, berair, pada malam hari hanya dapat melihat cahaya, dan pada
penglihatan seperti ada bayangan garis hitam. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa pada anamnesis kasus retinopati diabetik didapatkan adanya
keluhan seperti penglihatan kabur, penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata,
melihat lingkaran cahaya dan melihat bintik gelap atau bayangan hitam.
Pasien juga memiliki riwayat diabetes mellitus lama dengan gula darah yang
terkontrol.Pasien juga memiliki riwayat hipertensi sejak 9 bulan yang lalu dan
terkontrol.Keluhan penglihatan menurun yang dirasakan pasien baru dirasakan 2
bulan yang lalu.hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan retinopati diabetik tetap
asimptomatik untuk waktu yang lama. Hanya pada tahap lanjut dengan keterlibatan
makula atau perdarahan vitreous, pasien akan melihat gangguan penglihatan atau
tiba-tiba menjadi buta.
Dari hasil pemeriksaan visus: VOD: 1/60 dan VOS: 20/50. Hasil pemeriksaan
segmen anterior dalam batas normal.Hasil pemeriksaan funduskopi mata kiri tampak
mikroaneurisma, hard exudate, dan cotton wool spot.Hasil pemeriksaan funduskopi
mata kanan tampak mikroaneurisma, perdarahan intraretinal, hard exudate, cotton
wool spot, venous beading, dan neovaskularisasi.Berdasarkan teori pada pemeriksaan
funduskopi dapat ditemukan mikroaneurisma, perdarahan yang dapat berbentuk titik,
garis dan bercak yang biasanya terletak dengan mikroanuerisma di polus posterior,
ditemukan juga dilatasi pembuluh darah, eksudat keras (hard exudates), eksudat
lunak (soft exudates / cotton wool patch), neovaskularisasi dan edema retina.

35
Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang pasien ini diagnosis dengan retinopati diabetik proliferative
okuli dextra
Terapi atau penatalaksanaan pada kasus ini adalah pemberian pengobatan secara
medikamentosa yaitu obat tetes mata anti inflamasi yaitu flamar 4 tetes per hari mata
kanan serta diberikan cendo vitrolenta 6 tetes per hari.Pada pasien ini direncakan
tindakan laser fotokoagulasi panretinal.Tujuan laser fotokoagulasi adalah mencegah
kebocoran mikroaneurisma dan menghambat ekstravasasi cairan ke
makula.Fotokoagulasi laser panretinal (PRP) pada retinopati diabetes proliferatif
bertujuan untuk regresi neovaskuler. Terapi PRP dapat satu atau beberapa sesi,
menggunakan laser Argon hijau atau biru membakar sebanyak 1200 atau lebih dari
500 µm dipisahkan satu dengan lainnya dengan jarak satu setengah lebar luka bakar.
Efek samping scatter PRP yaitu penurunan tajam penglihatan malam hari, perubahan
penglihatan warna, sensitivitas cahaya, tajam penglihatan perifer, dan dilatasi pupil.
Edukasi pada pasien sangat penting untuk memperoleh perbaikan dalam
prognosis pengobatan untuk pasien diabetes mellitus. Setelah 20 tahun, 75% daripada
pasien diabetic dengan PDR akan menjadi buta jika diobati dalam masa 5 tahun.
Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati
yang lebih lanjut. Edema makula dan iskemik akan memiliki prognosis yang lebih
jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang
relatif baik.

36
BAB V
KESIMPULAN

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh


kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler
retina, kapiler-kapiler dan vena. 4,8 % penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat
retinopati diabetik. Pemeriksaan oftalmologi retinopati diabetik secara khas terbagi
dalam diabetic retinopathy severity scale meliputi nonproliferative, proliferative, dan
maculopathy diabetik dengan masing-masing temuan klinis yang khas pada tiap
tingkat perkembangan penyakitnya. Fundus fluorescein angiography merupakan
pemeriksaan penting dalam menunjang retinopati diabetik.Terapi retinopati diabetik
mencakup perawatan medis untuk kontrol gula darah dan terapi oftalmologi yang
mencakup terapi bedah dan medikamentosa.Prognosis ditentukan oleh faktor-faktor
yang menguntungkan dan merugikan dalam perjalanan penyakit ini serta tindakan
yang dilakukan dalam intervensinya.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Yusran Muhammad. 2017. Retinopati Diabetik : Tinjauan Kasus Diagnosis dan


Tatalaksana. Jurnal Kedokteran Unila. Volume 1. Nomor 3. Diakses pada tanggal
20 Juni 2019
2. Gupta, Neeti., Rohit Gupta. 2015. Diabetic Retinopathy – An Update. JIMSA Jan
– Mar. Volume 28. Nomor 1. Diakses pada tanggal 20 Juni 2019
3. Ilyas, Sidarta., Sri Rahayu Yulianti. 2016. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima.
Badan Penerbit FK UI : Jakarta
4. Riordan-Eva, Paul., John P. Whitcher. 2007. General Ophtalmology. 17th Edition.
Mc Graw Hill : New York
5. Schlote Torsten., Jens Rohrbach., Matthias Grueb., Joerg Mielke. 2006. Pocket
Atlas of Ophtalmology. Georg Thieme Verlg Stuttgart : New York
6. Corcostegui, Borja. Santiago Duran., et al. 2017. Update on Diagnosis and
Treatment of Diabetic Retinopathy: A Consensus Guideline of the Working Group
of Ocular Health (Spanish Society of Diabetes and Spanish Vitreous and Retina
Society. Hindawi Journal of Ophtalmology. Volume 2017. Diakses pada tanggal
20 Juni 2019
7. Vislisel, Jesse., Thomas Oetting. 2010. Diabetic Retinopathy. University of
IOWA Health Care : Ophtalmology and Visual Sciences. Diakses pada tanggal 21
Juni 2019
8. Lang, Gerhard K. 2007. Ophthalmology : A Pocket Textbook Atlas. Second
Edition. Thieme Stuttgart : New York
9. Elvira., Ernes Erylana Suryawijaya. 2019. Retinopati Diabetes. Continuing
Medical Education. Volume 46. Nomor 3. Diakses pada tanggal 24 Juni 2019
10. Kanski, J Jack. 2007. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. 6th
Edition. Elsevier : London.

38
11. Ola, S Mohammad. 2012. Cellular and Molecular Mechanism of Diabetic
Retinopathy. Department of Ophthalmology, King Saud University : Riyadh.
Diakses pada tanggal 26 Juni 2019
12. Rahmawati, Rodiah. 2007. Diabetik Retinopati. Bagian Ilmu Penyakit Mata FK
USU Medan. Diakses pada tanggal 26 Juni 2019
13. National Eye Institute of Health. 2012. Diabetic Retinopathy: Prevention
Treatment and Diet. North Dakota State University. Diakses pada tanggal 26 Juni
2019

39

Anda mungkin juga menyukai