Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH Refleksi kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN Oktober 2019


UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU

Kaki Diabetik

DisusunOleh:

Nurmita Kasimun
(13 17 777 14 242)

Pembimbing :
dr. Muhamad Ikhlas, M.Kes, Sp.B, FICS

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nurmita Kasimun


No. Stambuk : 13 17 777 14 242
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Al-Khairaat Palu
Judul Refleksi Kasus : Kaki Diabetik
Bagian : Bagian Ilmu Penyakit Bedah

Bagian Ilmu Penyakit Bedah


RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 17 Oktober 2019


Pembimbing Mahasiswa

dr. Muhamad Ikhlas, M.Kes, Sp.B, FICS Nurmita Kasimun

2
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat


yang cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit
secara epidemiologi dari penyakit menular yang cenderung menurun ke penyakit
tidak menular yang secara global meningkat di dunia dan secara nasional telah
menduduki sepuluh besar penyakit penyebab kematian dan kasus terbanyak,
diantaranya penyakit diabetes melitus (DM) dan penyakit metabolik (PM).1
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia
dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak dapat
memproduksi insulin secara adekuat atau karena tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksi secara efektif atau keduaduanya.2 Apabila tidak terkendali
menyebabkan komplikasi akut maupun kronik. Peningkatan penderita DM berkaitan
dengan populasi yang meningkat, life expectancy bertambah, urbanisasi yang
merubah pola hidup tradisional ke modern, prevalensi obesitas meningkat dan
kegiatan fisik kurang. DM perlu diteliti dan diamati karena sifat penyakit yang kronik
progresif, jumlah penderita meningkat dan dampak negatif baik dari segi sosial,
ekonomi dan psikologis yang ditimbulkan.3
Komplikasi menahun DM di Indonesia terdiri atas neuropati 60%, penyakit
jantung koroner 20,5%, kaki diabetik 15%, retinopati 10%, dan nefropati 7,1%. Kaki
diabetik di Indonesia merupakan permasalahan yang belum dapat terkelola dengan
baik. Prevalensi terjadinya kaki diabetik di Indonesia sebesar 15% dan sering kali
berakhir dengan kecacatan dan kematian. Menurut data di Rumah Sakit Umum Pusat
dr. Cipto Mangunkusomo tahun 2003 angka kematian dan angka amputasi masih
tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 28%. Pasien diabetes melitus dengan kaki
diabetik pasca amputasi sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca
amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.3

3
Diabetes melitus memiliki berbagai macam komplikasi kronik dan yang paling
sering ditemui adalah kaki diabetik. Insiden ulkus diabetik setiap tahunnya adalah 2%
di antara semua pasien dengan diabetes dan 5 – 7,5% di antara pasien diabetes dengan
neuropati perifer. Meningkatnya prevalensi diabetes di dunia menyebabkan
peningkatan kasus amputasi kaki karena komplikasinya. Studi epidemiologi
melaporkan lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada penyandang diabetes setiap
tahunnya, yang berarti setiap 30 detik ada kasus amputasi kaki karena diabetik di
seluruh dunia.4
Masalah pada kaki diabetik misalnya ulserasi, infeksi dan gangren, merupakan
penyebab umum perawatan di rumah sakit bagi para penderita diabetes. Perawatan
rutin ulkus, pengobatan infeksi, amputasi dan perawatan di rumah sakit
membutuhkan biaya yang sangat besar tiap tahun dan menjadi beban yang sangat
besar dalam sistem pemeliharaan kesehatan.5

4
BAB II
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : (12-120-1968) 51 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Ds. Balukkang, Kec. Sojol, Kab. Donggala
Pekerjaan : IRT
Tanggal pemeriksaan : 15 Oktober 2019

2. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
a. Keluhan utama: Luka pada kaki kanan
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien perempuan usia 51 tahun rujukan dari RS Sis Aldjufrie masuk dengan
keluhan luka pada kaki kanan yang dialami sejak kurang lebih 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya warna kemerahan pada mata kaki
bagian dalam, lama kelamaan muncul benjolan berisi air setelah itu pecah.
Dibagian depan tulang kering berwarna kemerahan dan bengkak. Keluhan
disertai rasa nyeri (+), panas (+), nanah (+), jaringan mati (-), demam (-),
Riwayat demam (+) pada saat muncul luka. Demam tidak terlalu tinggi,
perlangsungan hilang timbul, turun dengan pemberian obat penurun panas,
menggigil (-), sering merasa lemah dan nafsu makan berkurang. Riwayat
sering makan dan merasa cepat haus, sering kram, kebas, dan merasa panas
pada kedua kaki. Pasien juga mengaku sering mengalami luka-luka kecil di
kaki tanpa disadari (tidak terasa). BAK lancar, warna kuning tua, pasien
merasa sering BAK pada malam hari ± 4x dalam 3 bulan terakhir. Pasien
merasa cukup puas ketika berkemih. BAB biasa, konsistensi padat, warna
kuning kecoklatan.

5
c. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat Diabetes sejak 5 tahun yang lalu, berobat dengan metformin teratur
Riwayat Hipertensi tidak terkontrol, biasa mengonsumsi captopril jika TD
tinggi
Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-)
Riwayat penyakit maag (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat penyakit rematik dan asam urat (-).
d. Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat DM pada keluarga (-), suami (+)
e. Riwayat pengobatan : metformin, captopril, simvastatin

3. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata :
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis, GCS : E4M6V5
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu aksilla : 36.8oC
Berat Badan : 57 kg
Tinggi Badan : 158 cm

Kepala : Bentuk: Normochepal


Mata : Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor (+/+), ukuran ( 2,5 mm/2,5 mm)

6
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid : (-)

Thorax :
Paru paru :
Inspeksi : Simetris bilateral
Palpasi : Vocal fremitus kanan (=) kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)

Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak (+)
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula sinistra (+)
Perkusi : Batas jantung normal (+)
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular (+), gallop (-), murmur (-)

Abdomen :
Inspeksi : Kesan datar (+) normal, distensi (-), jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Tymphani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas
- Superior : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)
- Inferior : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)

Status lokalis :
- Regio : Cruris dextra

7
- Inspeksi : Tampak ulkus pada regio cruris dextra dengan ukuran
panjang, ± 15 cm, lebar ± 7 cm, jaringan hilang (+), tampak os. tibia (+), pus
(+), nyeri (+), edema (+), gangren (-), darah (-) pada sekitar ulkus, warna
hiperemis (+) pada permukaan ulkus, sekitar luka tampak warna ungu
kehitaman.
- Palpasi : Nyeri tekan (+), kalor (+),
- ROM : terbatas oleh karena nyeri
- NVD : pulsasi arteri dorsalis pedis (+) teraba melemah
- Sensoris : hipostesia
- Motoris : kekuatan otot skala 2

Gambar 1. Gambaran Klinis

8
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan 14/10 Nilai Rujukan


DL
WBC (x103/mm3) 20,2 4,8 – 10,8
RBC (x106/mm3) 3,8 4,7 – 6,1
HGB (gr/dL) 10 14-18
HCT (%) 28 42 - 52
PLT (x103/mm3) 634 150 - 450
MCV (fL) 73,5 80 - 99
MCH (pg) 26,2 27 - 31
MCHC (gr/dL) 35,7 33 -37
NEUT% 84,6 40 - 74
LYM% 10,7 19 - 48
GDS (mg/dl) 86 80 -199

5. RESUME
Pasien perempuan usia 51 tahun rujukan dari RS Sis Aldjufrie masuk dengan
keluhan ulkus pada regio cruris dextra yang dialami sejak kurang lebih 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya warna eritema pada malleolus medialis, lama
kelamaan muncul bulla setelah itu pecah. Dibagian os tibia anterior berwarna eritema
dan edema. Keluhan disertai rasa nyeri (+), kalor (+), pus (+), nekrosis (-), demam (-),
Riwayat demam (+) pada saat muncul ulkus. Demam subfebris intermiten, turun
dengan pemberian obat penurun panas, menggigil (-), sering merasa malaise dan
anoreksia. Riwayat gejala klasik diabetes mellitus Pasien juga mengaku sering
mengalami ulkus-ulkus kecil di region cruris tanpa disadari (tidak terasa) dan
defekasi biasa.

9
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
composmentis, GCS E4M6V5. Tanda vital tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 82
kali/menit, pernafasan 20 kali/menit, suhu aksilla 36.8oC, berat badan 57 kg dan
tinggi badan 158 cm.
Status lokalis, tampak ulkus pada regio cruris dextra dengan ukuran panjang, ±
15 cm, lebar ± 7 cm, jaringan hilang (+), tampak os. tibia (+), pus (+), nyeri (+), edem
(+), gangren (-), darah (-) pada sekitar ulkus, warna hiperemis (+) pada permukaan
ulkus, sekitar luka tampak warna ungu kehitaman, teraba nyeri tekan (+), kalor (+),
ROM terbatas oleh karena nyeri, NVD pulsasi arteri dorsalis pedis (+) teraba
melemah, sensoris hipostesia dan motoris kekuatan otot skala 2.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan WBC 20,2 x 103/ul, RBC 3,8 x 106/ul,
HGB 10 g/dl, HCT 28 %, PLT 634 x 103/ul, NEUT% 84,6 %, LYM% 10,7 % GDS
86 mg/dl.

6. DIAGNOSA KERJA
- Kaki diabetik Kanan
- Diabetes Melitus tipe 2

7. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Inj. Cefoperazone 1gr/12jam/iv  skin test
- Drips Metronidazole 500mg/8jam/iv
- Inj. Metamizole 1 amp/12jam/iv
- Rawat luka

8. Follow Up
Hari/ Tanggal Follow Up
16 Oktober 2019 S : Luka pada kaki kanan disertai nyeri (+), kemerahan

10
PH 1 (+), nanah (+), darah (-), gangren (-), bengkak (+) disekitar
luka, demam (-), BAK (+) lancar, BAB biasa.

O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)


TD: 110/70 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.6 oC,
GDP: 133 mg/dl
GD2PP: 21 mg/dl
SGOT: 7 U/L
SGPT: 5 U/L
Urea: 63 mg/dl
Creatinin: 0,93 mg/dl
Albumin: 2,0 g/dl
A:
Kaki Diabetik Kanan
Diabetes Melitus tipe 2

11
P:
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Inj. Cefoperazone 1gr/12jam/iv
- Drips Metronidazole 500mg/8jam/iv
- Inj. Metamizole 1 amp/12jam/iv
- Rawat luka
- Konsul interna
17 Oktober 2019 S : Luka pada kaki kanan disertai nyeri (+), kemerahan
PH 2 (+), nanah (+), darah (-), gangren (-), bengkak (+) disekitar
luka, demam (-), muntah 2x tadi malam, sakit menelan (+),
BAK (+) lancar via kateter, BAB biasa.
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 120/80 mmHg, N: 84 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.4 oC, urin 900 cc warna teh pekat
GDS: 84 mg/dl
Foto cruris dextra: gas ganggren dengan osteomyelitis
cruris dextra

12
A:
Kaki Diabetik Kanan
Diabetes Melitus tipe 2
P:
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Inj. Cefoperazone 1gr/12jam/iv
- Drips Metronidazole 500mg/8jam/iv
- Inj. Metamizole 1 amp/12jam/iv
- Rawat luka
Interna:
- Diet DM 1700 kkal/hari
- Metformin 3x500 mg
- Inbumin 3x1
- Novorapid 8-8-8
18 Oktober 2019 S : Luka pada kaki kanan disertai nyeri (+), kemerahan
PH 3 (+), nanah (+), darah (-), gangren (-), bengkak (+) disekitar
luka, demam (-), sakit menelan (+), nyeri ulu hati(+),
BAK (+) lancar via kateter, BAB biasa.

13
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 130/90 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.5 oC, urin 700 cc warna teh pekat
GDS: 78 mg/dl
A:
Kaki Diabetik Kanan
Diabetes Melitus tipe 2
P:
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Inj. Cefoperazone 1gr/12jam/iv
- Drips Metronidazole 500mg/8jam/iv
- Inj. Metamizole 1 amp/12jam/iv
- Rawat luka
Interna:
- Diet DM 1700 kkal/hari
- Metformin 3x500 mg
- Inbumin 3x1
- Novorapid 8-8-8
19 Oktober 2019 S : Luka pada kaki kanan disertai nyeri (+), kemerahan
PH 4 (+), nanah (+), darah (-), gangren (-), bengkak (+) disekitar
luka, demam (-), sakit menelan (+), nyeri ulu hati(+),
BAK (+) lancar via kateter, BAB biasa terakhir tadi
malam.
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)

14
TD: 100/60 mmHg, N: 81 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.5 oC, urin 200 cc warna teh pekat
GDS: 80 mg/dl
A:
Kaki Diabetik Kanan
Diabetes Melitus tipe 2
P:
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Inj. Cefoperazone 1gr/12jam/iv
- Drips Metronidazole 500mg/8jam/iv
- Inj. Metamizole 1 amp/12jam/iv
- Rawat luka
Interna:
- Diet DM 1700 kkal/hari
- Metformin 3x500 mg
- Inbumin 3x1
- Novorapid 8-8-8
20 Oktober 2019 S : Luka pada kaki kanan disertai nyeri (+), kemerahan
PH 5 (+), nanah (+), darah (-), gangren (-), bengkak (+) disekitar
luka, demam (-), pusing, sakit menelan (+), BAK (+)
lancar via kateter, BAB biasa tadi pagi.

15
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 110/70 mmHg, N: 76 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.4 oC, urin 500 cc warna teh pekat
GDS: 120 mg/dl
A:
Kaki Diabetik Kanan
Diabetes Melitus tipe 2
P:
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Inj. Cefoperazone 1gr/12jam/iv
- Drips Metronidazole 500mg/8jam/iv
- Inj. Metamizole 1 amp/12jam/iv
- Rawat luka
Interna:
- Diet DM 1700 kkal/hari
- Metformin 3x500 mg
- Inbumin 3x1
- Novorapid 8-8-8
21 Oktober 2019 S : Luka pada kaki kanan disertai nyeri (+), kemerahan
PH 6 (+), nanah (+), darah (-), gangren (-), bengkak (+) disekitar
luka, demam (-), muntah 1x tadi malam, sakit menelan (+),
nyeri ulu hati(+), BAK (+) lancar via kateter, BAB biasa
tadi pagi.
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)

16
TD: 110/80 mmHg, N: 78 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.3 oC, urin 200 cc warna kuning pekat
GDS: 85 mg/dl
A:
Kaki Diabetik Kanan
Diabetes Melitus tipe 2
P:
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Inj. Cefoperazone 1gr/12jam/iv
- Drips Metronidazole 500mg/8jam/iv
- Rawat luka
Interna:
- Diet DM 1700 kkal/hari
- Metformin 3x500 mg
- Inbumin 3x2
- Novorapid 6-6-6
22 Oktober 2019 S : Luka pada kaki kanan disertai nyeri (+), kemerahan
PH 7 (+), nanah (+), darah (-), gangren (-), bengkak (+) disekitar
luka, demam (-), muntah (-), sakit menelan (+), nyeri ulu
hati(-), BAK (+) lancar via kateter, BAB biasa.
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 120/80 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.4 oC, urin 500 cc warna kuning
GDS: 121 mg/dl
Albumin: 1,9 g/dl
A:
Kaki Diabetik Kanan
Diabetes Melitus tipe 2

17
P:
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Inj. Cefoperazone 1gr/12jam/iv
- Drips Metronidazole 500mg/8jam/iv
- Rawat luka
Interna:
- Metformin 500 mg 1x1 pagi
- Inbumin 3x2
- Novorapid 6-6-6
23 Oktober 2019 S : Luka pada kaki kanan disertai nyeri (+), kemerahan
PH 8 (+), nanah (+), darah (-), gangren (-), bengkak (+) disekitar
luka, demam (-), muntah (-), sakit menelan (+), nyeri ulu
hati(-), BAK (+) lancar via kateter, BAB biasa.
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 100/60 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.5 oC, urin 400 cc warna kuning
WBC 17,8 x 103/ul, RBC 3,3 x 106/ul, HGB 8,2 g/dl, HCT
24,8 %, PLT 416 x 103/ul, GDS: 181 mg/dl
A:
Kaki Diabetik Kanan
Diabetes Melitus tipe 2
P:
- Pro Debridement  tapi pasien menolak
- Cefadroxyl 2x500mg
- Vit C 2x 250mg
- Rawat luka
Interna:
- Metformin 500 mg 1-0-0

18
- Inbumin 3x2
- Novorapid 6-6-6
- Tranfusi PRC 2 unit

9. PROGNOSIS
Qua ad vitam: dubia
Qua ad fungsionam: malam
Qua ad sanationam: dubia

19
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien perempuan usia 51 tahun rujukan dari RS Sis Aldjufrie masuk dengan
keluhan ulkus pada regio cruris dextra yang dialami sejak kurang lebih 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya warna eritema pada malleolus medialis, lama
kelamaan muncul bulla setelah itu pecah. Dibagian os tibia anterior berwarna eritema
dan edema. Keluhan disertai rasa nyeri (+), kalor (+), pus (+), nekrosis (-), demam (-),
Riwayat demam (+) pada saat muncul ulkus. Demam subfebris intermiten, turun
dengan pemberian obat penurun panas, menggigil (-), sering merasa malaise dan
anoreksia. Riwayat gejala klasik diabetes mellitus Pasien juga mengaku sering
mengalami ulkus-ulkus kecil di region cruris tanpa disadari (tidak terasa) dan
defekasi biasa.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
composmentis, GCS E4M6V5. Tanda vital tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 82
kali/menit, pernafasan 20 kali/menit, suhu aksilla 36.8oC, berat badan 57 kg dan
tinggi badan 158 cm.
Status lokalis, tampak ulkus pada regio cruris dextra dengan ukuran panjang, ± 15
cm, lebar ± 7 cm, jaringan hilang (+), tampak os. tibia (+), pus (+), nyeri (+), edem
(+), gangren (-), darah (-) pada sekitar ulkus, warna hiperemis (+) pada permukaan
ulkus, sekitar luka tampak warna ungu kehitaman, teraba nyeri tekan (+), kalor (+),
ROM terbatas oleh karena nyeri, NVD pulsasi arteri dorsalis pedis (+) teraba
melemah, sensoris hipostesia dan motoris kekuatan otot skala 2.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan WBC 20,2 x 103/ul, RBC 3,8 x 106/ul,
HGB 10 g/dl, HCT 28 %, PLT 634 x 103/ul, NEUT% 84,6 %, LYM% 10,7 % GDS
86 mg/dl, GDP 133 mg/dl, SGOT 7 U/L, SGPT 5 U/L, Urea 63 mg/dl, Creatinin 0,93
mg/dl, Albumin 2,0 g/dl. Hasil foto cruris dextra: gas ganggren dengan osteomyelitis
cruris dextra.

20
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya,
maka pasien ini didiagnosis sebagai Kaki Diabetik Kanan + Diabetes Melitus tipe 2.

A. Definisi

Ulkus kaki diabetik merupakan ulserasi pada kaki yang sering disertai dengan
neuropati dan atau penyakit arteri perifer ekstremitas bawah pada pasien diabetes.
Trias klasik dari ulkus kaki diabetik adalah neuropati, iskemik, dan infeksi.
Menurunnya mekanisme metabolisme pada pasien diabetes melitus meningkatkan
risiko terjadinya infeksi dan buruknya penyembuhan luka. Hal ini terjadi melalui
mekanisme panjang yang mengakibatkan menurunnya respon sel dan faktor
pertumbuhan, menurunnya aliran darah ke perifer dan menurunnya angiogenesis
lokal. Oleh sebab itu, kaki mengalami kerusakan pada nervus perifer, penyakit
vaskular perifer, ulserasi, deformitas dan gangren.6

B. Klasifikasi

Penilaian dan klasifikasi ulkus diabetes sangat penting untuk membantu


perencanaan terapi dari berbagai pendekatan dan membantu memprediksi hasil.
Beberapa sistem klasifikasi ulkus telah dibuat yang didasarkan pada beberapa
parameter yaitu luasnya infeksi, neuropati, iskemia, kedalaman atau luasnya luka, dan
lokasi. Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan pada ulkus diabetes adalah
Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit yang didasarkan pada kedalaman luka dan
terdiri dari 6 grade luka.5
Tabel 1. Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit 5

GRADE LESI
0 Tidak ada luka terbuka, mungkin terdapat deformitas atau selulitis
1 Ulkus diabetes superficial (partial atau full thickness)

2 Ulkus meluas sampai ligamentum, tendon, kaspsula sendi atau fascia

21
dalam tanpa abses atau osteomielitis

3 Ulkus dalam dengan abses, osteomielitis, atau sepsis sendi


4 Gangren yang terbatas pada kaki bagian depan atau tumit
5 Gangren yang meluas meliputi seluruh kaki

C. Epidemiologi

Jumlah penyandang DM di dunia pada tahun 2011 mencapai 336 juta jiwa dan
diprediksi akan terus bertambah menjadi 350 juta jiwa pada tahun 2020. DM
termasuk penyakit terbanyak di Asia, tahun 2006 diperkirakan 89 juta penduduk Asia
menderita DM. Prevalensi DM di Asia Tenggara sebanyak 46 juta jiwa dan
diperkirakan meningkat menjadi 119 juta jiwa. Berdasarkan pola pertambahan
penduduk saat ini diperkirakan jumlah penyandang DM tahun 2010 sebanyak 306
juta jiwa, di negara-negara ASEAN 19,4 juta jiwa pada tahun 2010.8

Menurut data World Health Organization (WHO), jumlah penyandang DM di


Indonesia merupakan yang terbanyak setelah India, China, dan Amerika Serikat.
WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta jiwa
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. International
Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM dari 7,0 juta jiwa pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta jiwa pada tahun
2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat
pada tahun 2030. 8

Masalah pada kaki diabetik lebih banyak masuk ke rumah sakit dibandingkan
komplikasi diabetes lainnya. Masalah pada kaki sering terjadi pada diabetes tipe 1
maupun tipe 2 dan telah diestimasi sebanyak 25% akan mengalami ulkus pada kaki.
Dengan memberikan pemahaman kepada pasien dapat mengurangi sebanyak 50%

22
kasus amputasi dan ulkus pada kaki diabetik. Ulkus lebih sering terjadi pada laki-laki
dan pada pasien yang berusia diatas 60 tahun. 9

D. Patofisiologi

DM digolongkan atas DM tergantung insulin (DM tipe 1) dan DM tidak


tergantung insulin (DM tipe 2). DM tipe 2 yang tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan berbagai komplikasi yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik.
Komplikasi kronis DM tipe 2 dapat berupa komplikasi mikrovaskular dan
makrovaskular yang dapat menurunkan kualitas hidup penderita. Penyebab utama
kematian penyandang DM tipe 2 adalah komplikasi makrovaskular. Komplikasi
makrovaskular melibatkan pembuluh darah besar yaitu pembuluh darah koroner,
pembuluh darah otak dan pembuluh darah perifer. Mikrovaskular merupakan lesi
spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik),
glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik). 8

Etiologi dari ulkus kaki diabetik adalah multifaktor. Tidak ada satu pun faktor
risiko yang berdiri sendiri hingga menyebabkan terjadinya ulkus kaki. Beberapa
komponen bersama-sama menyebabkan terjadinya ulserasi. 6

Diabetes yang tidak terkontrol berkontribusi terhadap terjadinya neuropati dan


penyakit arteri perifer melalui alur metabolik yang kompleks. Hilangnya sensasi
disebabkan neuropati perifer, iskemia karena penyakit arteri perifer atau kombinasi
keduanya yang mengarah pada ulkus kaki. Diabetes juga berimplikasi pada terjadinya
Charcot artropati yang melibatkan destruksi tulang, sendi dan soft tissues progresif. 10

Ada tiga faktor risiko terjadinya ulkus diabetik kaki yaitu perifer vascular
disease, neuropati dan deformitas pada kaki. 11

Perifer vascular disease

23
Merupakan perubahan pada mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas,
ketidakseimbangan auto-regulasi aliran darah dan tonus vaskular meningkatkan risiko
terjadinya ulkus kaki diabetik dan amputasi. Gangguan pada aliran darah umumnya
paling sering terjadi pada pasien dengan ulkus kaki diabetik. Pada penelitian yang
dilakukan di Eropa, ditemukan sekitar 50% pasien ulkus kaki diabetik mengalami
perifer vascular disease. Laporan prevalensi perifer vascular disease pada pasien
diabetes dan pelaporan nasional tidak tercatat dengan baik. Dari penelitian yang
melibatkan pasien di pusat layanan primer, ditemukan satu dari tiga pasien
(melibatkan pasien berusia>50 tahun dengan diabetes atau riwayat merokok)
mengalami perifer artery disease. 11

Peningkatan viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul berawal
pada kekakuan membran sel darah merah sejalan dengan peningkatan agregasi
eritrosit. Karena sel darah merah bentuknya harus lentur ketika melewati kapiler,
kekakuan pada membran sel darah merah dapat menyebabkan hambatan aliran dan
kerusakan pada endotelial. Glikosilasi non enzimatik protein spectrin membran sel
darah merah bertanggungjawab pada kekakuan dan peningkatan agregasi yang telah
terjadi. Akibat yang terjadi dari dua hal tersebut adalah peningkatan viskositas darah.
Mekanisme glikosilasi hampir sama seperti yang terlihat dengan hemoglobin dan
berbanding lurus dengan kadar glukosa darah. 5

Penurunan aliran darah sebagai akibat perubahan viskositas memacu


meningkatkan kompensasinya dalam tekanan perfusi sehingga akan meningkatkan
transudasi melalui kapiler dan selanjutnya akan meningkatkan viskositas darah.
Iskemia perifer yang terjadi lebih lanjut disebabkan peningkatan afinitas hemoglobin
terglikolasi terhadap molekul oksigen. Efek merugikan oleh hiperglikemia terhadap
aliran darah dan perfusi jaringan sangatlah signifikan. 5

24
Gambar 2. Pengaruh peningkatan gula darah terhadap aliran darah dan perfusi
jaringan 5

Neuropati

Neuropati perifer diabetik merupakan salah satu penyebabnya timbulnya onset


ulkus kaki diabetik. Meningkatnya risiko ulkus diabetik kaki tujuh kali lipat terjadi
jika dibandingkan dengan diabetes tanpa neuropati. Tanda-tanda neuropati
(kehilangan sensasi sensorik, sensasi geli, mati rasa, hiperestesia, kaki kering, dan
kelemahan otot) terjadi pada 200 juta pasien di seluruh dunia. Hal ini berarti 50%
pasien diabetes diseluruh dunia mengalami neuropati. 11

Etiologi neuropati perifer belum diketahui secara jelas. Satu asumsi yang
berhubungan dengan terjadinya neuropati perifer yaitu kadar glukosa darah yang

25
tinggi dan disfungsi vaskular disertai dengan adanya perubahan metabolisme tubuh.
Sampai sekarang, hanya pengobatan menggunakan insulin yang adekuat yang dapat
menunda terjadinya kerusakan sistem saraf.11

Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan diperkirakan akibat


penyakit vaskular yang menutupi vasa nervorum, disfungsi endotel, defisiensi
mioinositol, perubahan sintesis mielin dan menurunnya aktivitas Na-K ATPase,
hiperosmolaritas kronis, menyebabkan edema pada saraf tubuh serta pengaruh
peningkatan sorbitol dan fruktosa. 5

Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama sehingga


menyebabkan kelainan vaskular dan metabolik. Peningkatan kadar sorbitol
intraseluler, menyebabkan saraf membengkak dan terganggu fungsinya. Penurunan
kadar insulin sejalan dengan perubahan kadar peptida neurotropik, perubahan
metabolisme lemak, stress oksidatif, perubahan kadar bahan vasoaktif seperti nitrit
oxide mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf. Kadar glukosa yang tidak teregulasi
meningkatkan kadar advanced glycosylated end product (AGE) yang terlihat pada
molekul kolagen yang mengeraskan ruangan-ruangan yang sempit pada ekstremitas
superior dan inferior (carpal, cubital, dan tarsal tunnel). Kombinasi antara
pembengkakan saraf yang disebabkan berbagai mekanisme dan penyempitan
kompartemen karena glikosilasi kolagen menyebabkan double crush syndrome
dimana dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan autonomik. 5

Terdapat tiga tanda utama yang ditunjukkan dari neuropati diabetik yaitu
neuropati sensorik, neuropati motorik dan neuropati otonom. Ketiga faktor tersebut
sering kali muncul berdampingan. Tanda dari neuropati sensorik yaitu sensasi
kesemutan pada telapak kaki, mati rasa, sensasi seperti menusuk, dan nyeri dengan
sensasi terbakar pada kaki. Neuropati otonom dapat dirasakan pada frekuensi denyut
jantung dan tidak mampunya jantung beradaptasi saat beraktivitas/olahraga. Selain itu
dapat juga menyebabkan hipotensi ortostatis, konstipasi, gastroparesis, disfungsi

26
ereksi, ketidakseimbangan fungsi neurovaskular dan disfungsi sudomotor (dry skin).
Jika fungsi motorik, interaksi kompleks antara saraf, otot, tendon dan ligament
terganggu hal tersebut mengarah pada neuropati motorik. 11

Deformitas Kaki

Timbulnya deformitas pada kaki bukan hanya muncul hammer toes dan hallux
valgus tetapi juga meliputi atrofi otot, terbatasnya mobilitas sendi, caput metatarsal
tampak menonjol. Secara jelas bahwa kelainan bentuk pada kaki Charcot dengan
penonjolan tulang diidentifikasi sebagai faktor resiko terjadinya ulkus kaki diabetik.11

Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan kerusakan


arkus longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait biomekanik. Perubahan
pada calcaneal pitch menyebabkan regangan ligamen pada metatarsal, cuneiform,
navicular dan tulang kecil lainnya dimana akan menambah panjang lengkung pada
kaki. Perubahan degeneratif ini nantinya akan merubah cara berjalan (gait),
mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan beban, dimana menyebabkan kolaps pada
kaki. Ulserasi, infeksi, gangren dan kehilangan tungkai merupakan hasil yang sering
didapatkan jika proses tersebut tidak dihentikan pada stadium awal. 5

27
Gambar 3. Pathway to diabetic foot ulceration 9

E. Manifestasi Klinik

Penanganan ulkus diabetes terdiri dari penentuan dan perbaikan penyakit dasar
penyebab ulkus, perawatan luka yang baik, dan pencegahan kekambuhan ulkus.
Penyebab ulkus diabetes dapat ditentukan secara tepat melalui anamnesa riwayat dan
pemeriksaan fisik yang cermat. 5

Gejala neuropati perifer meliputi hiposthesia, hiperesthesia, paresthesia,


disesthesia, radicular pain dan anhidrosis. sebagian besar orang yang menderita
penyakit aterosklerosis pada ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala
(asimptomatik), Penderita yang menunjukkan gejala didapatkan claudicatio, nyeri
iskemik saat istirahat, luka yang tidak sembuh dan nyeri kaki yang jelas. Kram,
kelemahan dan rasa tidak nyaman pada kaki sering dirasakan oleh penderita diabetes
karena kecenderungannya menderita oklusi aterosklerosis tibioperoneal. 5

Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3 bagian
yaitu5:

a. Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas


b. Penilaian kemungkinan insufisiensi vaskular
c. Penilaian kemungkinan neuropati perifer

Mengingat diabetes melitus merupakan penyakit sistemik, oleh karena itu


pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada pasien sangat penting untuk dilakukan. 5

1) Pemeriksaan Ekstremitas 5

28
Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah yang
menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area caput metatarsal di telapak, ujung
jari yang menonjol (pada jari pertama dan kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus
karena pada daerah ini sering mendapatkan trauma. Kelainan-kelainan lain yang
ditemukan pada pemeriksaa fisik:

 Callus hipertropik
 Kuku yang rapuh/pecah
 Hammer toes
 Fissure









 \\\
A





 B

29

Gambar 4. (A) Gangren dan ulcer pada jari kaki, (B) Hammer
toe deformity dengan callus serta ulkus 10

2) Insufisiensi arteri perifer5

Pemeriksaan fisik rnemperlihatkan hilangnya atau menurunnya nadi perifer


dibawah level tertentu. Penemuan lain yang berhubungan dengan penyakit
aterosklerosis meliputi adanya bunyi bising (bruit) pada arteri iliaca dan femoralis,
atrofi kulit, hilangnya rambut pada kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis
iskemia, kedua kaki pucat pada saat kaki diangkat setinggi jantung selama 1-2 menit.

Pemeriksaan vaskular noninvasif meliputi pengukuran oksigen transkutan, ankle


brachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI merupakan pemeriksaan
noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat Doppler. Cuff
tekanan dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada brachialis tidak
dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat
mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai,
dimana cuff dipasang pada calf distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis
atau arteri tibialis posterior. ABI didapatkan dari tekanan sistolik ankle dibagi
tekanan sistolik brachialis.

3) Neuropati Perifer5

Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi,
hilangnya reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop, atrofi otot, dan
pembentukan callus hipertropik khususnya pada daerah penekanan misalnya pada
tumit. Status neurologis dapat diperiksa dengan menggunakan monofilament
Semmes-Weinsten untuk mengetahui apakah penderita masih memiliki "sensasi

30
protektif'. Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika penderita tidak dapat
merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki dengan tekanan yang
cukup sampai monofilamen bengkok.

Gambar 5. Pemeriksaan dengan monofilament

F. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium 5
 Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau
infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia.
Adanya insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan
nyeri saat istirahat.

31
 Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan
kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan
fungsi ginjal
 Pemeriksaan laboratorium vaskular noninvasif : Pulse Volume Recording
(PVR), atau plethymosgrafi.

2) Radiologis 5
 Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi
dan sendi Charcot serta adanya ostomielitis.
 Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI):
meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan
pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk membantu
diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.
 Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false
positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed
ciprofloxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis.
 Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskular atau
endovaskular, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan makna
penyakit aterosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan injeksi kontras pada
angiografi konvensional berhubungan dengan suntikan dan agen kontras.

G. Penatalaksanaan

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus diabetes adalah penutupan luka.


Penatalaksanaan ulkus diabetes secara garis besar ditentukan oleh derajat keparahan
ulkus, vaskularisasi dan adanya infeksi. Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi
3 hal yaitu debridement, off-loading dan kontrol infeksi. 5

32
1) Perawatan umum dan diabetes
Regulasi glukosa darah perlu dilakukan, meskipun belum ada bukti adanya
hubungan langsung antara regulasi glukosa darah dengan penyembuhan luka. Hal itu
disebabkan fungsi leukosit terganggu pada pasien dengan hiperglikemia kronik.
Perawatan meliputi beberapa faktor sistemik yang berkaitan yaitu hipertensi,
hiperlipidemia, penyakit jantung koroner, obesitas, dan insufisiensi ginjal. 5

2) Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka.
Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus dan
jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke
jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang
membantu proses penyembuhan luka.5
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik,
enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia hanya
membuang jaringan nekrosis (debridement selektif), sedangkan metode mekanis
membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup (debridement non selektif). 5
Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus diabetes dan metode
yang paling efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat jaringan nekrosis atau
terinfeksi. Pada kasus dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau membahayakan
jiwa pasien, amputasi diperlukan untuk memungkinkan kontrol infeksi dan penutupan
luka selanjutnya. 5
Debridement enzimatis menggunakan agen topikal yang akan merusak jaringan
nekrotik dengan enzim proteolitik seperti papain, colagenase, fibrinolisin-Dnase,
papainurea, streptokinase, streptodornase dan tripsin. Agen topikal diberikan pada
luka sehari sekali, kemudian dibungkus dengan balutan tertutup. Penggunaan agen
topikal tersebut tidak memberikan keuntungan tambahan dibanding dengan
perawatan terapi standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas dan secara umum

33
diindikasikan untuk memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki dan pada luka
dengan perfusi arteri terbatas. 5
Debridement mekanis mengurangi dan membuang jaringan nekrotik pada dasar
luka. Teknik debridement mekanis yang sederhana adalah pada aplikasi kasa basah-
kering (wet-to-dry saline gauze). Setelah kain kasa basah dilekatkan pada dasar luka
dan dibiarkan sampai mengering, debris nekrotik menempel pada kasa dan secara
mekanis akan terkelupas dari dasar luka ketika kasa dilepaskan. 5

3) Off-loading
Off-loading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu
komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak
kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara yang ideal untuk
mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan. 5
Kaki yang mengalami ulkus harus sedapat mungkin dibebaskan dari penekanan.
Sepatu pasien harus dimodifikasi sesuai dengan bentuk kaki dan lokasi ulkus. Metode
yang dipilih untuk off-loading tergantung dari karakteristik fisik pasien, lokasi luka,
derajat keparahan dan ketaatan pasien. Beberapa metode off-loading an-tara lain: total
non-weight bearing, total contact cast, foot cast dan boots, sepatu yang dimodifikasi
(half shoe, wedge shoe), serta alat penyanggah tubuh seperti cruthes dan walker. 12
Total Contact Casting (TCC) merupakan metode off-loading yang paling efektif.
TCC dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien
keluar dari area ulkus. Metode ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama
perawatan dan bermanfaat untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu
penyembuhan luka. Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi tekanan pada
luka dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC antara lain
membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat menimbulkan luka baru,
kesulitan untuk menilai luka setiap harinya. 5

34
Gambar 6. Sepatu off-loading untuk mengurangi tekanan pada kaki 10

4) Penanganan Infeksi
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan infeksi
pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus diabetes, maka
diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian yang lengkap. Diagnosis infeksi
terutama berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, lunak, hangat dan
keluarnya nanah dari luka. 5
Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The Infectious
Diseases Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu 5:

35
 Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm
 Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm
 Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.

Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi ulkus diabetes masih


sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman klinis. Terapi antibiotik
harus didasarkan pada hasil kuftur bakteri dan kemampuan toksistas antibiotika
tersebut. Pada infeksi yang tidak membahayakan (non-limb threatening) biasanya
disebabkan oleh staphylococcus dan streptococcus. Infeksi ringan dan sedang dapat
dirawat poliklinis dengan pemberian antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-
clavulanic, moxifloxin atau clindamycin. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi
berat meliputi imipenem-cilastatin, B-lactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan
piperacilintazobactam), dan cephalosporin spektrum luas. 5
Infeksi disebut mengancam bila UKD berupa ulkus yang dalam sampai mengenai
tulang dengan selulitis yang lebih dari 2 cm dan/atau disertai gambaran klinis infeksi
sistemik berupa demam, edema, limfangitis, hiperglikemia, leukositosis dan iskemia.
Perlu diperhatikan, tidak semua pasien diabetes dengan infeksi yang relatif berat akan
menunjukkan tanda dan gejala sistemik seperti tersebut diatas. Jika ulkus mencapai
tulang atau sendi, kemungkinan besar akan terjadi osteomielitis. 12

5) Pembedahan 5
 Debridement
Debridement dilakukan untuk membuang jaringan mati dan terinfeksi dari
ulkus, callus hipertropik. Pada debridement juga ditentukan kedalaman dan
adanya tulang atau sendi yang terinfeksi.
 Pembedahan Revisional
Pembedahan revisional dilakukan pada tulang untuk memindahkan titik
beban. Tindakan tersebut meliputi reseksi metatarsal atau ostektomi
 Pembedahan Vaskular

36
Indikasi pembedahan vaskular apabila ditemukan adanya gejala dari kelainan
pembuluh darah, yaitu nyeri hebat, luka yang tidak sembuh, adanya gangren.
 Autologous skin graft merupakan ukuran standar penutupan luka partial
thickness
 Skin allograft memungkinkan penutupan luka yang luas dan dalam dimana
dasar luka tidak mencukupi untuk dilakukannya autologus skin graft

 Jaringan pengganti kulit


o Dermagraft
o Apligraft
 Penutupan dengan flap

6) Perawatan Luka
Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang penting untuk
memastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal. Pendapat mengenai lingkungan
sekitar luka yang bersih dan lembab telah diterima luas. Keuntungan pendekatan ini
yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan
memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel target. Pendapat yang
menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat meningkatkan kejadian infeksi tidak
pernah ditemukan. 5
Balutan basah-kering dengan normal salin menjadi standar baku perawatan luka.
Selain itu dapat digunakan Platelet Derived Growth Factor (PDGF), dimana akan
meningkatkan penyembuhan luka, PDGF telah menunjukan dapat menstimulasi
kemotaksis dan mitogenesis neutrofil, fibroblast dan monosit pada proses
penyembuhan luka. 5
Penggunaan pengganti kulit/dermis dapat bertindak sebagai balutan biologis,
dimana memungkinkan penyaluran faktor pertumbuhan dan komponen matrik
esktraseluler. Recombinant Human Platelet Derived Growth Factors (rhPDGF-BB)

37
(beclpermin) adalah satu-satunya faktor pertumbuhan yang disetujui oleh US Food
and Drug Administration (FDA). Living skin equivalen (LSE) merupakan pengganti
kulit biologis yang disetujui FDA untuk penggunaan pada ulkus diabetes. 5
Penggunaan terapi tekanan negatif berguna pada perawatan ulkus diabetik karena
dapat mengurangi edema, membuang produk bakteri dan mendekatkan tepi luka
sehingga mempercepat penutupan luka. Terapi oksigen hiperbarik juga dapat
dilakukan, hal itu dibuktikan dengan berkurangnya angka amputasi pada pasien
dengan ulkus diabetes. 5
Terapi ajuvan yang sering digunakan dalam pengelolaan ulkus kaki diabetik
(UKD) ialah terapi oksigen hiperbarik (TOH). TOH merupakan pemberian oksigen
untuk pasien dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan atmosfer normal. Hal ini
menyebabkan peningkatan konsentrasi oksigen dalam darah dan peningkatan
kapasitas difusi jaringan. Tekanan parsial oksigen dalam jaringan yang meningkat
akan merangsang neovaskularisasi dan replikasi fibroblas serta meningkatkan
fagositosis dan leucocyte mediated killing dari bakteri. Indikasi pemberian TOH yaitu
UKD yang meme-nuhi kriteria luka derajat 3 dalam klasifikasi Wagner dan luka yang
gagal sembuh setelah 30 hari pengobatan standar, dan terutama ditujukan pada ulkus
kronis dengan iskemia. 12

H. Prognosis

Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan menderita ulkus pada kaki
dan 1 diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap tahun. Oleh karena
itu, diabetes merupakan faktor penyebab utama amputasi non trauma ekstremitas
bawah di Amerika Serikat. Amputasi kontralateral akan dilakukan pada 50 %
penderita ini selama rentang 5 tahun ke depan. 5

Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan resiko
terbesar terjadinya ulkus pada kaki, diikuti dengan penyakit mikrovaskular dan
regulasi glukosa darah yang buruk. Pada penderita diabetes dengan neuropati,

38
meskipun hasil penyembuhan ulkus tersebut baik, angka kekambuhanrrya 66% dan
angka amputasi meningkat menjadi 12%.5

Penegakan diagnosis dini dan penanganan tepat ulkus diabetes merupakan hal
yang penting untuk mencegah amputasi anggota gerak bawah dan menjaga kualitas
hidup penderita. 5

Pencegahan dianggap sebagai elemen kunci dalam menghindari amputasi kaki.


Pasien diajarkan untuk memperhatikan kebersihan kaki, memeriksa kaki setiap hari,
menggunakan alas kaki yang tepat, mengobati segera jika terdapat luka, pemeriksaan
rutin ke podiatri, termasuk debridemen pada kapalan dan kuku kaki yang tumbuh ke
dalam. Sepatu dengan sol yang mengurangi tekanan kaki dan kotak yang melin-dungi
kaki berisiko tinggi merupakan ele-men penting dari program pencegahan. 12

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia [DEPKES RI]. Pedoman


pengendalian diabetes melitus dan penyakit metabolik. Jakarta: Depkes RI, 2008
2. Muhartono, Sari I.R.N. Ulkus kaki diabetik kanan dengan diabetes mellitus tipe 2.
J AgromedUnila, 4(1), 2017.
3. Purwanti, L.E dan Maghfirah.S. Faktor risiko komplikasi kronis (kaki diabetik)
dalam diabetes melitus tipe 2. The Indonesian journal of health science, 7(1),
2016
4. Istiqomah dan Efendi,A.A. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes melitus di RSU Anutapura Palu. Media
tadulako, jurnal ilmiah kedokteran, 1(2), 2014
5. Hariani,L dan Perdanakusuma,D. Perawatan ulkus diabetes. Surabaya: divisi
bedah plastic FK Unair, 2008
6. Syafril, S. Pathophysiology diabetic foot ulcer. IOP conference series: earth and
environmental science, 2018
7. Netter,F.H. Atlas of human anatomy 6th edition. Philadelphia: Elsevier Inc, 2014
8. Edwina,D.A, Manaf,A dan Efrida. Pola komplikasi kronis penderita diabetes
melitus tipe 2 rawat inap di bagian penyakit dalam rs.dr.m.djamil padang januari
2011 – desember 2012. Jurnal kesehatan andalas, 4(1), 2015
9. Boulton,A.J.M. The diabetic foot. Other complication of diabetes : diabetic foot.
Miami : Elsevier Inc, 2014
10. Misra,S.C et al. Clinical update :Diabetic foot. BMJ, 2017
11. Tang,U.H. The diabetic foot: assessment and assistive device, Gothenburg:
Institute of clinical science at Sahlgrenska academy, UoG, 2017
12. Langi,Y.A. Penatalaksanaan ulkus kaki diabetes secara terpadu. Jurnal biomedik,
3(2), 2011

40

Anda mungkin juga menyukai