MANINGOENSEFALITIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unsyiah RSUDZA Banda Aceh
Oleh:
MUHAMMAD RIZALDI
NIM. 1507101030201
Pembimbing
dr. Anidar, Sp.A (K)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat
dan karunia nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini. Shalawat
beriring salam penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, atas
semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.
Adapun tugas ini berjudul MANIGOENSEFALITIS yang diajukan sebagai
salah satu Tugas Dalam Menjalani Kepanitraan Klinik Senior pada Bagian/ SMF
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unsyiah BPK RSUD dr. zainoel Abidin
Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi - tingginya
kepada dr. Anidar, Sp. A (k) yang telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan
dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Saran dan kritik dari pembimbing dan teman-teman akan penulis
terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal
di masa mendatang.
BAB I
PENDAHULUAN
Meningoensefalitis meruakan peradangan otak dan meningen, nama lainnya
yaitu cerebromeningitis, encephalomeningitis, meningocerebritis.17 Meningitis
adalah radang umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri, virus,
riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan
ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia, atau virus. Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan
pada banyak kasus atas dasar klinik namun keduanya sering bersamaan sehingga
disebut meningoensefalitis. Alasannya yaitu selama meningitis bakteri, mediator
radang dan toksin dihasilkan dalam sel subaraknoid menyebar ke dalam parenkim
otak dan menyebabkan respon radang jaringan otak. Pada ensefalitis, reaksi radang
mencapai cairan serebrospinal (CSS) dan menimbulkan gejala-gejala iritasi
meningeal di samping gejala-gejala yang berhubungan dengan ensefalitis dan pada
beberapa agen etiologi dapat menyerang meninges maupun otak misalnya
enterovirus. (1)
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa
adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan yang jernih.
Penyebab yang paling sering dijumpai adalah Mycobacterium tuberculosa,
Toxoplasma gondii, Ricketsia dan virus. Meningitis purulenta adalah radang
bernanaharaknoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya
antara lain: Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis
(meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeuruginosa.(2)
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberkulosa varian
hominis dapat terjadi pada segala umur, yang tersering adalah pada anak umur 6
bulan - 5 tahun.27,37 Insiden meningoensefalitis mumps lebih banyak ditemui pada
laki-laki yaitu sekitar 3-5 kali lebih banyak. Usia yang tersering ialah tujuh tahun.(3)
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
: Wirda zahira
No. CM
: 1-09-60-09
Tanggal Lahir
Umur
Suku
: Aceh
Agama
: Islam
Alamat
Tanggal Masuk RS
: 13 Juli 2016
Tanggal Pemeriksaan
: 2 Agustus 2016
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
2.2.2 Keluhan Tambahan
Kejang , demam, batuk, pilek dan muntah.
2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUDZA rujukan dari RSUD Cut mutia Lhoksumawe
dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 9 hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat
kejang sebanyak 5 kali sejak 9 hari yang lalu , kejang dialami seluruh tubuh dengan
keadaan pasien tidak sadarkan diri, kejang dialami selama 5-10 menit. Sebelum
terjadinya kejang,
: ASI
3 bulan - 1 tahun
1 tahun sekarang
: Sakit
Kesadaran
: Apatis
Frekuensi nadi
: 110 kali/menit
Frekuensi pernapasan
: 32 kali/menit
Temperatur
: 36,80C
5
: 9 kg
: 73 cm
BMI
: 15,1 kg/m2
Lingkar Lengan
: 13 cm
Lingkar kepala
: 43 cm
: +2 s/d -2 SD ( Normal)
TB/U
: +2 s/d -2 SD ( Normal)
BB/TB
: +2 s/d -2 SD ( Normal)
Kesimpulan
: Gizi Baik
Kebutuhan cairan
: (8 x 100) = 800cc/hari
Kebutuhan energi
Kebutuhan protein
: (81-83) x 0,08
x 8 kg = 12,96-13,28 gr/hari
4
2.6 Status General
a. Kulit
Warna
: Sawo matang
Turgor
: kembali cepat
: tidak ada
Ikterik
: tidak ada
Pucat
: ada
b. Kepala
Bentuk
: normocepali
Rambut
Wajah
: simetris
Mata
Telinga
Hidung
c. Mulut
Bibir
Lidah
Tonsil
Faring
: hiperemis (-)
d. Leher
KGB
: R-2cmH2O
e. Thoraks
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
f. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: peristaltik (+),
g. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
h. Anus
Tidak dilakukan pemeriksaan
i. Ekstremitas
Superior
Penilaian
Kanan
Inferior
Kiri
Kanan
Kiri
Pucat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sianosis
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin (g/dl)
14/07/2016 15/8/2016
7,3
11,6
19/08/2016 3/8/2016
11,7
Nilai
11,0
Normal
12,0-
Hematokrit (%)
23
36
38
35
14,5
30-43
Eritrosit (106/mm3)
3,3
5,1
6,0
4,8
3,8-5,5
Leukosit (103/mm3)
18,1
18,4
26,6
12,0
6,0-17,5
Trombosit (103
500
428
701
712
150-450
0/0/0/70/7
0/0/0/84/1
0/0/0/75/2
4/0/1/40/
0-6/0-
4/6
4/2
0/5
50/5
2/2-6/50-
U/mm3)
Hitung jenis (%)
E/B/NS/L/M
70/20Natrium (mmol/L)
Imunoserologi
144
147
147
141
40/2-8/
135-145
Negatif
Negatif
negatif
Negatif
Negatif
HBsAg
8
AST/SGOT
256
204
178
77
<31
ALT/SGPT
830
531
265
65
<34
Kalium (mmol/L)
2,3
8,7
4,2
4,4
3,5-4,5
Klorida (mmol/L)
111
109
Tidak
100
90-110
KGDS (mg/dL)
78 mg/dl
98 mg/dl
Diperiksa
80 mg/dl
Ureum (mg/dL)
14
Tidak
Diperiksa
Keatinin (mg/dL)
0,30
Tidak
Diperiksa
Tidak
116
mg/dl
Tidak
13-43
Diperiksa
Diperiks
0,15
a
Tidak
0,51-
Diperiks
0,95
Cek KGDS/ 2J
2.12 Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanactionam
: dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
10
3.1 ManingoEnsefalitis
3.1.1 Definisi
Meningoensefalitis adalah peradangan otak dan meningen, nama lainnya yaitu
cerebromeningitis, encephalomeningitis, meningocerebritis.17 Meningitis adalah
radang umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri, virus,
riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan
ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia, atau virus.18 Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan
pada banyak kasus atas dasar klinik namun keduanya sering bersamaan sehingga
disebut meningoensefalitis. Alasannya yaitu selama meningitis bakteri, mediator
radang dan toksin dihasilkan dalam sel subaraknoid menyebar ke dalam parenkim
otak dan menyebabkan respon radang jaringan otak. Pada ensefalitis, reaksi radang
mencapai cairan serebrospinal (CSS) dan menimbulkan gejala-gejala iritasi
meningeal di samping gejala-gejala yang berhubungan dengan ensefalitis dan pada
beberapa agen etiologi dapat menyerang meninges maupun otak misalnya
enterovirus. (4)
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa
adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan yang jernih.
Penyebab yang paling sering dijumpai adalah Mycobacterium tuberculosa,
Toxoplasma gondii, Ricketsia dan virus. Meningitis purulenta adalah radang bernanah
araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara
lain: Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis (meningokok),
Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeuruginosa. (5)
3.1.2 Epidemiologi
Frekuensi penyakit yang tinggi dilaporkan pada orang-orang Afrika-Amerika,
penduduk asli Amerika, dan masyarakat di daerah pedesaan. Ada 40 Ssampai 20.000
11
kasus ensefalitis terjadi di Amerika Serikat setiap tahun, dengan ensefalitis herpes
simpleks menyebabkan sekitar 10% dari kasus ini. Meningoensefalitis yang
disebabkan oleh Tick born encephalitis dengan CFR di Asia yaitu 20% dan di Eropa
(1-5%). Sedangkan Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Ensefalitis Jepang
tersebar luas di Asia Timur dari Korea sampai Indonesia, Cina, India dan Kepulauan
Pasifik Barat. (6)
Meningoensefalitis mumps terutama menyerang secara akut pada anak-anak
dan dewasa muda. Angka kejadian yang sukar dipastikan karena infeksi subklinis dari
sistem saraf pusat dilaporkan terjadi lebih dari 65% kasus. Bang dan Bang
menemukan adanya peningkatan sel yang abnormal pada cairan otak dari 62% kasus,
dimana hanya 28% dari penderita memberikan gambaran pembesaran kelenjar.
Parotitis epidemika merupakan penyebab 10-15% kasus aseptik meningitis di
Amerika.22,38 Paramyxovirus ini memiliki infeksi yang tinggi pada individu dengan
sistem imun yang rendah. Kematian karena virus gondongan ini jarang, mayoritas
kematian ( >50%) terjadi pada orang yang lebih tua dari 19 tahun. (7)
H. influenzae penyebab yang paling sering di Amerika Serikat, mempunyai
insiden tahunan 32-71/100.000 anak di bawah 5 tahun. Insiden ini jauh lebih tinggi
pada anak-anak Indian Navayo dan Eskimo Alaska (masing-masing 173 dan
409/100.000/tahun). Insiden yang tinggi pada populasi ini mungkin juga
menggambarkan status sosio-ekonomi yang rendah, yang beberapa cara tidak
diketahui dapat mengurangi daya tahan terhadap mikroorganisme ini. Insiden dengan
infeksi H. influenzae juga empat kali lebih besar pada orang kulit hitam daripada
orang kulit putih. (7)
3.3 ETIOLOGI
Virus penyebab meningoensefalitis memiliki variasi geografis yang besar yaitu:
di negara berkembang, penyebab terbesar yaitu herpes simplex type-1 (HSV-1), virus
gondok, enterovirus, herpes zooster, adenovirus dan virus Epstein Barr. Di Amerika
Serikat terdapat ensefalitis St.Louis, West Nile virus, Eastern and Weastern equine
virus, Bunyavirus termasuk Virus Ensefalitis California. Di Eropa Tengah dan Timur,
12
3.4 PATOFISIOLLOGI
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran darah,
penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal.
13
Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang
fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui
tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah, dan sinus paranasales.
Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada selaput/jaringan otak. Proses
peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh
darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang mengalami peradangan
timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil.
Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk dinding yang kuat membentuk
kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear,
sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang dari 2 minggu.
Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang
subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis. (8)
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus yang
melalui parotitis, morbili, varisela, dll. masuk ke dalam tubuh manusia melalui
saluran pernapasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, virus herpes simpleks
melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-virus yang lain masuk ke tubuh melalui
inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan
mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubela atau cytomegalovirus. Di dalam
tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal, kemudian terjadi viremia yang
menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus koroideu. Cara lain
ialah melalui saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic spread misalnya oleh
virus-virus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster. Di dalam susunan saraf pusat
virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam
otak dapat menyebabkan meningitis aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada
ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema
otak, peradangan pada pembuluh darah kecil, trombosis, dan mikroglia. (8)
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basa meningkat 10-15 % dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada
seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu
14
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan
yang disebut neutransmitter sehingga terjadi kejang. (9)
DEMAM
(Kenaikan suhu tubuh 1 C)
Metabolisme basal
Kebutuhan O2
meningkat
meningkat ( 20%)
Perubahan keseimbangan
(membran sel neuro)
Kejang
3.5 Manifestasi Klinis
Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala-gejala meningitis
dan ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting) diikuti oleh
perubahan kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal, tanda15
pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan
kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Pada bayi dan anak-anak (usia 3
bulan hingga 2 tahun) yaitu demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi,
kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk dan tanda
Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak-anak dan remaja terjadi demam tinggi, sakit
kepala, muntah yang diikuti oleh perubahan sensori, fotofobia, mudah terstimulasi
dan teragitasi, halusinasi, perilaku agresif, stupor, koma, kaku kuduk, tanda Kernig
dan Brudzinski positif. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa permulaan
penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise
umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung. Biasanya dimulai dengan
gangguan saluran pernafasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk,
opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan takikardi karena septikimia. (10)
17
Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering
mengenai jaringan selaput otak.18 Pada umumnya terdapat 4 jenis atau bentuk
manifestasi klinik, yaitu :
1. Bentuk asimtomatik
Umumnya gejalanya ringan, vertigo, diplopia. Diagnosis hanya ditegakkan
atas pemeriksaan CSS.
2. Bentuk abortif
Gejala berupa nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan kaku kuduk ringan.
Umumnya terdapat gejala-gejala seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas
atau gastrointestinal.
3. Bentuk fulminan
Bentuk ini berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir
dengan kematian. Pada stadium akut terdapat demam tinggi, nyeri kepala
difus yang hebat, apatis, kaku kuduk, sangat gelisah dan dalam waktu singkat
masuk ke dalam koma yang dalam.
4. Bentuk khas ensefalitis
Bentuk ini mulai secara bertahap dengan gejala awal nyeri kepala ringan,
demam, gejala infeksi saluran nafas bagian atas. Kemudian muncul tanda
radang Sistem Saraf Pusat (SSP) seperti kaku kuduk, tanda Kernig positif,
gelisah, lemah, sukar tidur. Selanjutnya kesadaran mulai menurun sampai
koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan
koordinasi, gangguan bicara, gangguan mental. (11)
Manifestasi klinis yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans
berupa nyeri kepala akut atau subakut, demam dan kadang kejang tetapi jarang
ditemukan defisit neurologis fokal.36 Gejala awal pada amuba meningoensefalitis
adalah radang hidung dan sakit tenggorokan yang diikuti oleh demam dan sakit
kepala, muntah, kaku kuduk dan gangguan kesadaran yang dapat diikuti oleh
kematian penderita 1 minggu kemudian. (11)
18
3.6 DIAGNOSIS
Diagnosis dalam keadaan maningoensefalitis tidak sukar, akan tetapi
perawatannya memerlukan lebih banyak perhatian. Maningoensefalitis dapat timbul
karena berbagai sebab. Bilamana dokter dipanggil untuk menolong penderita, maka
dokter tidak usah langsung memberi obat untuk menghilangkan kejang yang hebat
itu. Dengan tenang harus menyelidik dahulu penyakit yang mendasari. (12)
Ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok yaitu: ensefalitis primer yang bisa
disebabkan oleh infeksi virus kelompok Herpes simpleks, Virus Influenza, ECHO,
Coxsackie dan Arbovirus. Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya dan
ensefalitis para infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit
virus yang sudah dikenal, seperti Rubela, Varisela, Herpes zooster, Parotitis
epidemika, Mononukleosis infeksiosa.
(13)
Ada beberapa cara dalam menegakkan diagnosa, terutama dalam hal yang
menyangkut mangoensefalitis, yaitu :
Anamnesa
1. Lama kejang, sifat kejang (fokal, umum, tonik klonik)
2. Tingkat kesadaran diantara kejang
3. Riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga
4. Panas, trauma
5. Riwayat persalinan, tumbuh kembang
Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesedaran
2. Pupil
3. Reflek fisiologis dan patologis
4. Tanda-tanda perdarahan
5. Lateralisasi
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Pungsi Pumbal
a. Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan
serebrospinal yang keruh karena mengandung pus, nanah yang
19
Pemeriksaan darah
a. Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan jenis leukosit,
kadar glukosa, kadar ureum. Pada meningitis purulenta didapatkan
peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis, biasanya
terdapat kenaikan jumlah leukosit.18 Gangguan elektrolit sering terjadi
karena dehidrasi. Di samping itu hiponatremia dapat terjadi akibat
pengeluaran hormon ADH (Anti Diuretic Hormon) yang menurun
b. Pada Mycobacterium tuberculosa, leukosit meningkat sampai 500/mm3
dengan sel mononuklear yang dominan, pemeriksaan pada darah
ditemukan jumlah leukosit meningkat sampai 20.000, dan test tuberkulin
otak dapat
20
(14)
3.8 Pencegahan
3.8.1 Pencegahan primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningoensefalitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan
melaksanakan pola hidup sehat.46 Pencegahan terhadap infeksi dilakukan dengan
cara imunisasi pasif atau aktif.
Kemoprofilaksis terhadap individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien
yang mengidap penyakit (pasien indeks) serta imunisasi aktif. Imunisasi aktif
terhadap H. influenzae telah menghasilkan pengurangan dramatis pada penyakit
invasif, dengan pengurangan sebanyak 70-85% akibat organisme tersebut.40
Imunisasi untuk pencegahan infeksi Haemophilus influenzae (menggunakan vaksin
H.influenzae tipe b) direkomendasikan untuk diberikan secara rutin pada anak berusia
2, 3, dan 4 bulan. (15)
3.8.2 Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat
masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan
perjalanan penyakit.48 Deteksi dini anak-anak yang mengalami kelainan neurologis
sangat penting karena adanya kemungkinan untuk mengembangkan potensinya di
kemudian hari melalui program intervensi diri. Untuk mengenal kelainan neurologik,
pemeriksaan neurologik dasar merupakan bagian integral yang tidak dapat
dipisahkan. (15)
3.9 Pengobatan
21
sefotaksim.
Meningitis
tuberkulosis
diobati
dengan
rifampisin,
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Aminullah A, Dahlan A, Gatot J, dkk. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005.
2. Garna H. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak edisi 3. Bandung :
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD, 2005.
3. Mesiana M. Perbandingan Nilai Apgar Pada Persalinan Normal Dan Persalinan
Dengan Teknik Sectio Caesarea. Medan : FK USU, 2011.
4. Rachma. Perawatan Anak sakit. Jakarta : EGC, 2005
5. Prawihardjo, Sarwono. Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo, 2002.
6. Kosim MS. Buku Ajar Neonatologi edisi 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2010.
7. Hadinegoro SH. Sepsis dan meningitis pada neonatus. Dalam: Ruliana dkk,
editor. Penanganan mutakhir bayi prematur naskah PKB IKA XXXVIII. Jakarta :
Badan Penerbit FK UI, 1997.
8. Nelson, Behrman, Kliegman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 vol 1.
Jakarta : EGC, 2000.
9. Lissauer T, Arroy. At a Glance Neonatologi. Jakarta : Penerbit Erlangga, 2010.
10. Nelson, Behrmen, Kliegman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 vol 2.
Jakarta : EGC, 2000.
23
11. Surasmi A, Siti H, Heni NK. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC, 2003.
12. Simbolon D. Faktor Resiko Sepsis Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Curup
Kabupaten Rejang Lebong. Dalam : Buletin Panel Kesehatan vol 36. Bengkulu :
Politeknik Kesehatan Bengkulu, 2008.
13. Soedarmo SSP, Herry G, Sri Rezeki SH. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.
Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008.
14. Alkamar A. Infeksi Pada Neonatus. Padang : FK UNANAD, 2010.
15. Wilar R, Ellen K, Diana YS, dkk. Faktor Resiko Sepsis Awitan Dini. Dalam : Sari
Pediatri. Manado : IKA FK Universitas Sam Ratulagi, 2010.
24